Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 pasal 13 ayat 1, menyatakan pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan dan memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989 pasal 13 ayat 2 tentang sistem pendidikan nasional menjelaskan pendidikan dasar pada hakikatnya merupakan pendidikan yang memberikan kesanggupan bagi peserta didik dalam perkembangan keterampilan dasar dalam kehidupan baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Sebagai masyarakat harus memiliki hubungan yang baik saat berinteraksi dengan orang lain dan untuk mendapatkan hubungan yang baik dalam berinteraksi, peserta didik harus memiliki keterampilan sosial yang baik (Istianti, 2015: 34). Penelitian berfokus pada kondisi keterampilan sosial kelas V Sekolah Dasar yang termasuk dalam masa anak akhir dimana masa anak akhir merupakan individu yang mulai memperluas lingkungannya yang dulunya individu hanya berinteraksi dengan orang terdekatnya sekarang individu mulai berinteraksi dengan lebih banyak orang. Papalia, et al. (Dariyo, A. 2007:37-42) mengatakan anak akhir (late childhood) sendiri berlangsung pada anak dengan usia 10-12 tahun yang biasanya sedang duduk di SD kelas tinggi yaitu kelas 4, 5, dan 6 sering disebut sebagai masa bermain. Tugas perkembangan masa anak akhir menurut Havighurst (Jannah, M. 2015: 91) adalah mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum, membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh, belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya, mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat, mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga, mencapai kebebasan pribadi, mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan nilai, dan mengembangkan keterampilan- keterampilan yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari. Melihat dari tugas perkembangan yang harus dicapai oleh siswa pada masa anak akhir berhubungan dengan perkembangan sosial, dalam hubungan sosial anak membutuhkan sikap menerima satu sama lain untuk saling menghargai dibutuhkan keterampilan sosial yang baik. Anwar (Simbolon, E.T. (2018: 187) menjelaskan keterampilan sosial yaitu kemampuan untuk menciptakan hubungan sosial yang serasi dan memuaskan, penyesuaian terhadap lingkungan sosial dan memecahkan masalah sosial yang dihadapi serta mampu mengembangkan aspirasi serta menampilkan diri seperti saling menghargai, mandiri, mengetahui tujuan hidup, disiplin dan mampu membuat keputusan. Tingkat keterampilan sosial anak di sekolah berbeda, ada yang rendah dan ada yang tinggi. Siswa yang memiliki keterampilan sosialnya tinggi artinya memiliki keterampilan sosial yang baik dan sesuai dengan masanya seperti mudah bergaul, banyak teman yang menyukainya, sedikit musuh, dan populer karena kebaikannya. Siswa dengan keterampilan sosial rendah akan sedikit bicara, tidak agresif, dan lebih menarik diri, merasa tidak aman, ragu-ragu, kurang percaya diri, tidak dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan secara bebas, dan tidak puas dalam kehidupannya (Widyastuti, D. T. 2011:3). Kesimpulan keterampilan sosial adalah keterampilan yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang untuk berhubungan dengan orang lain, dalam keterampilan sosial siswa mempelajari mengenai interaksi sosial, hubungan sosial, serta cara berkomunikasi yang baik di sosial sehingga siswa menjadi lebih menghargai dan menghormati perbedaan. Keterampilan sosial dibutuhkan di sekolah untuk melakukan hubungan sosial dengan guru dan teman, serta agar dapat menyesuaikan diri dengan aktivitas dan tuntutan pembelajaran. Data yang membahas mengenai keterampilan sosial pada siswa sekolah dasar salah satunya penelitian yang diteliti Handayani, P. Pada tahun 2017 yaitu penelitian keterampilan sosial V SDN Sukolilo 03 Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2015/2016. metode yang digunakan adalah permainan tradisional congklak. Hal ini ditunjukkan diawal penelitian terdapat 7 7 siswa yang memperoleh kriteria keterampilan sosial baik dari 21 siswa, namun di akhir penelitian meningkat menjadi 18 siswa yang memperoleh kriteria keterampilan sosial baik. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan oleh peneliti pada siswa kelas V SD Negeri 2 Curugbarang Kabupaten Pandeglang Tahun Ajaran 2019/2020 ditemukan kecenderungan keterampilan sosial siswa belum merata dimana masih ada siswa yang keterampilan sosialnya kurang. Terlihat terdapat siswa yang suka berkelahi dan sering mengganggu siswa lainnya saat belajar, siswa yang pasif saat belajar dan sering tidak diajak kerja sama oleh siswa lainnya, dan siswa yang pintar dan populer namun terkadang bertindak otoriter saat bekerja sama. Hasil wawancara dengan wali kelas V SD Negeri 2 Curugabrang menyampaikan bahwa untuk membuat siswa memiliki keterampilan sosial yang tinggi siswa duduk berkelompok di tempat duduk yang sudah di atur oleh guru agar siswa lebih mengenal teman sekelasnya. Selain hasil observasi dan wawancara peneliti melakukan tes sosiometri. Tes sosiometri berguna untuk mengetahui keadaan interaksi sosial antar siswa dalam kelas V SD Negeri Curugbarang dan hasilnya terapat siswa yang tidak sukai untuk bekerjasama dan disukai untuk bekerjasama, alasan mengapa siswa memilih siswa yang tidak sukai biasanya karena siswa tersebut sering mengganggu siswa lainnya atau tidak baik untuk bekerja sama dan alasan siswa memilih siswa yang di sukai biasanya karena siswa tersebut pintar, populer, dan baik untuk bekerja sama atau bermain. Berdasarkan kondisi siswa kelas V SD Negeri 2 Curugbarang Kabupaten Pandeglang Tahun Ajaran 2019/2020 yang masih memiliki tingkat keterampilan sosial yang rendah akan berdampak siswa tidak memiliki teman, dan menjadi siswa terisolir di kelas, menurut Hurlock (Suryanto, S. 2012:32) dampak dari terisolir adalah (1) Merasa kesepian, (2) Tidak bahagia, (3) Merasa tidak aman, (4) Menimbulkan kepribadian menyimpang, (5) Kurang pengalaman belajar bersosialisasi, (6) Merasa cemas dan ketakutan, (7) Sering merasa menyesal pada diri sendiri, dan (8) Mempersulit melatih keterampilan sosial.