Anda di halaman 1dari 9

DRAFT

PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR


NOMOR :

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS LOMBA DESA/KELURAHAN INKLUSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang : 1. bahwa dalam rangka mengembangkan budaya INKLUSI dan taat


hukum di kalangan aparatur dan masyarakat, agar terwujud
kesadaran hukum dan kepatuhan hukum demi tegaknya supremasi
hukum perlu dilaksanakan penyuluhan hukum;
2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimna dimaksud pada
huruf a, dilaksanakan penilaian terhadap tingkat pemahaman dan
ketaatan hukum kepada aparat Desa/Kelurahan Kabupaten/Kota,
melalui lomba Desa/Kelurahan INKLUSI;
3. bahwa untuk kelancaran pelaksanaan Lomba Desa/Kelurahan
INKLUSI sebagaimana dimaksud pada pertimbangan huruf a dan
huruf b, perlu Petunjuk Teknis Lomba Desa/Kelurahan INKLUSI
yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur;
Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 18 ayat (6);
2. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
1950 tentang Pembentukan Provinsi Djawa (Himpunan
Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1950 tentang
Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950
(Himpunan Perturan-Peraturan Negara Tahun 1950);
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4235) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Menjadi Undang-Undang (Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5946);
5. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279);
6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4967);
8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 144,
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 5234)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Nomor 6396);
10. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With
Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang
Disabilitas) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5251);
11. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5495);
12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
13. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5871);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5887);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas
Terhadap Permukiman, Pelayanan Publik, dan Perlindungan dari
Bencana Bagi Penyandang Disabilitas;
16. Peraturan Menteri Desa Nomor 13 Tahun 2020 tentang
Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standart
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2021 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6676) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standart
Nasional Pendidikan;
18. Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2020 tentang
Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi Bagi Penyndang
Disabilitas;
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2014 Tentang Upaya Kesehatan Anak;
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Desa (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2094);
21. Peraturan Menteri Sosial Nomor 5 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial;
22. Peraturan Menteri Sosial Nomor 16 Tahun 2019 tentang Standart
Nasional Rehabilitasi Sosial;
23. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 tahun
2019 tentang Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan;
24. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik
Penyandang Disabilitas;
25. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 16 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan
dan Anak Korban Kekerasan;
26. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2013
tentang Perlindungan dan Pelayanan Bagi Penyandang
Disabilitas;
27. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2014
tentang Sistem Penyelenggaraan Perlindungan Anak;
28. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Timur Nomor 9 Tahun 2012 tentang Bantuan Hukum untuk
Masyarakat Miskin;
29. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016
tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan;
30. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2019
tentang Pedoman Umum Program Jaminan Sosial Provinsi
Jawa Timur;
31. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2018
tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR TENTANG PETUNJUK
TEKNIS LOMBA DESA / KELURAHAN INKLUSI

BAB I
KETETUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Jawa Timur.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonom.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Gubernur dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

5. Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami


keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik
dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan
lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara
lainya berdasarkan kesamaan hak.
6. Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan
pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam
kehidupan masyarakat.
7. Habilitasi adalah proses pelayanan yang diberikan kepada
seseorang yang mengalami disabilitas sejak lahir untuk
memastikan penyandang disabilitas mencapai dan
mengembangkan kemandirian sesuai dengan
kemampuannya secara spesifik sehingga dapat beraktifitas
dan berpartisipasi penuh dalam semua aspek kehidupan.
8. Rehabilitasi Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disingkat
RBM adalah suatu sistem pelayanan rehabilitasi terhadap
penyandang masalah tuna sosial dengan menggunakan
berbagai perangkat dan sarana lainnya yang ada pada
masyarakat, terutama melalui mobilisasi potensi sumberdaya
dalam masyarakat baik dana, personil maupun sarana untuk
menangani kesejahteraan sosial penyandang masalah tuna
sosial yang ada di lingkungannya.
9. Jaminan sosial adalah skema yang melembaga untuk
menjamin penyandang disabilitas dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak.
10. Perlindungan sosial adalah upaya yang dilakukan secara
sadar untuk melindungi, mengayomi, dan memperkuat hak
penyandang disabilitas.
11. Pemberdayaan sosial adalah upaya untuk menguatkan
keberadaan penyandang disabilitas dalam bentuk
penumbuhan iklim dan pengembangan potensi sehingga
mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu atau
kelompok penyandang disabilitas yang tangguh dan mandiri.
12. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi
penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan
kesempatan.

13. Akomodasi yang layak adalah modifikasi dan penyesuaian


yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau
pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan
yang fundamental untuk penyandang disabilitas berdasarkan
kesetaraan
14. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan dan mengembangkan
kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja
pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai
dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
15. Bantuan sosial adalah upaya pemberian bantuan kepada
penyandang disabilitas, agar dapat meningkatkan
kesejahteraan sosialnya.

16. Kelurahan/desa Inklusi adalah kelurahan/desa yang mampu


menerima berbagai bentuk keberagaman dan mampu
mengakomodasi ke dalam berbagai tatanan maupun
infrastruktur yang ada pada masyarakat itu sendiri.
17. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
18. Penyelenggaraan kelurahan/desa Inklusi adalah suatu proses
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan
pelaporan untuk menuju kelurahan/desa Inklusi.
19. Masyarakat marginal adalah masyarakat yang memiliki
keterbatasan akses dan memiliki resiko untuk tidak tercakup
dalam proses pembangunan.
20. Pembinaan adalah suatu upaya peningkatan kualitas bagi
Aparat Desa/Kelurahan, Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM), Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK),
Karang Taruna.

Bagian Kedua
Maksud dan
Tujuan Paragraf 1
Maksud
Pasal 2
Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Tim
Penilai dalam rangka melaksanakan Lomba Desa/Kelurahan
INKLUSI.

Paragaraf 2
Pasal 3
Tujuan

Peraturan Gubernur ini bertujuan:


a. mewujudkan kesadaran pemberdayaan masyarakat marginal
yang ada di Desa/Keluarahan ;
b. sehingga Pemerintah Daerah dapat mengoptimalisasi
pemberdayaan masyarakat marginal; dan
c. mewujudkan Inklusi Sosial dalam sikap dan perilaku dalam
pemenuhan Hak Asasi Manusia.

Bagian Ketiga
Ruang
Lingkup Pasal
4

Ruang lingkup pelaksanaan Lomba Desa/Kelurahan Inklusi, meliputi


kegiatan:
a. kriteria Desa/Kelurahan Inklusi;
b. pembentukan prosedur pembentukan Desa/Kelurahan
Inklusi;
c. pembinaan kepada Aparat Desa/Kelurahan Inklusi;
d. penilaian Desa/Kelurahan Inklusi; dan
e. menetapkan pemenang Desa/Kelurahan binaan Inklusi sebagai
Desa/Kelurahan Inklusi.

BAB II
KRITERIA DESA/KELURAHAN BINAAN
Pasal 5

Desa/Kelurahan Binaan Inklusi yang ditetapkan menjadi


Desa/Kelurahan Inklusi harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki monografi yang komprehensif termasuk database
masyarakat marginal terpilah;
b. pelembagaan organisasi masyarakat marginal dan Rehabilitasi
Berbasis Masyarakat (RBM);
c. Pemahaman masyarakat marginal dan tanggungjawab
masyarakat untuk turut melindungi hak masyarakat marginal;
d. Pelibatan masyarakat marginal dalam proses pembangunan
secara keseluruhan;
e. Terbangunnya sarana prasarana yang aksesibel dalam rangka
layanan dasar ramah masyarakat marginal.

BAB III
PROSEDUR PEMBENTUKAN DESA/KELURAHAN
INKLUSI
Pasal 6

Prosedur pembentukan dan pembinaan Desa/Kelurahan Inklusi,


meliputi:
a. Pembentukan Desa/Kelurahan Inklusi diawali dengan penetapan
suatu Desa/Kelurahan yang telah mempunyai legalitas bagi
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) untuk menjadi
Desa/Kelurahan Inklusi I;
b. Usul penetapan dilakukan oleh Camat kepada Bupati/Walikota;
c. Penetapan Desa/Kelurahan menjadi Desa/Kelurahan Binaan
Inklusi dengan Keputusan Bupati/Walikota;
d. Pembinaan secara terus menerus terhadap Desa/Kelurahan
Binaan Inklusi untuk menjadi Desa/Kelurahan Inklusi I; dan
e. Gubernur menetapkan Desa/Kelurahan Binaan Inklusi menjadi
Desa/Kelurahan Inklusi setelah mempertimbangkan usul
Bupati/Walikota.

BAB IV
PEMBINAAN KEPADA APARAT DESA/KELURAHAN
INKLUSI
Pasal 7

(1) Pembinaan kepada aparat Desa/Kelurahan Inklusi berupa


sosialisasi yang dilaksanakan sebelum Lomba Desa/Kelurahan
Inklusi

(2) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) materi


peraturan perundang-undangan, meliputi:
a. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2020 tentang
Aksesibilitas terhadap Pemukiman, Pelayan Publik dan
Perlindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang
Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang
Disabilitas;
d. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor ….. Tahun ….
tentang Revisi Perubahan Perlindungan dan pelayanan Bagi
Penyandang Disabilitas.
(3) Narasumber untuk penyuluhan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), terdiri dari:
1. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Jawa Timur
2. Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur
3. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur
4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
5. Bappeda Provinsi Jawa Timur
6. Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Prov. Jatim

BAB V
PENILAIAN DESA/KELURAHAN INKLUSI
Pasal 8

(1) Penilaian Desa/Kelurahan Inklusi dilaksanakan setelah dilakukan


pembinaan kepada aparat Desa/Kelurahan Inklusi I.
(2) Penilaian lomba Desa/Kelurahan Inklusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Tim Penilai.
(3) Bupati mengusulkan Desa/Kelurahan Binaan setelah
dilaksanakan penilaian oleh Tim Penilai.
(4) Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) ditetapkan oleh Gubernur.

BAB VI
PENETAPAN DESA/KELURAHAN SEBAGAI DESA/KELURAHAN
INKLUSI
Pasal 9

Gubernur menetapkan Desa/Kelurahan Binaan menjadi


Desa/Kelurahan Inklusi untuk ditetapkan sebagai pemenang Lomba
Desa/Kelurahan Inklusi berdasarkan pertimbangan usulan Bupati/Walikota.

BAB VII
PENGHARGAAN
Pasal 10

(1) Desa/Kelurahan yang telah ditetapkan sebagai Desa/Kelurahan


Inklusi akan diberikan penghargaan.
(2) Bentuk penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa :
a. Piagam penghargaan ; dan
b. Uang Pembinaan ;
c. Pemasaran Produk dari masyarakat marginal di Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
(3) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapl‹an
dengan Keputusan Gubernur.

BAB VIII
SUMBER DANA LOMBA DESA/KELURAHAN INKLUSI
Pasal 11

Belanja Lomba Desa/Kelurahan Inklusi di Kabupaten/Kota


bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
Jawa Timur.
Ditetapkan di Surabaya
Pada tanggal 2022
GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd
KHOFIFAH INDAR PARAWANGSA

Diundangkan di Surabaya
Pada tanggal 2022

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR,

ttd
ADHY KARYONO, A.KS, M.AP

Anda mungkin juga menyukai