Anda di halaman 1dari 35

WALIKOTA MADIUN

PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN


NOMOR_____TAHUN 2023
TENTANG
PEMBERDAYAAN DAN PELINDUNGAN KELOMPOK RENTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN,

Menimbang : a. bahwa kelompok rentan merupakan warga negara


yang mempunyai hak untuk memperoleh pelindungan
dan pemberdayaan demi tercapainya kenyamanan,
keamanan dan kesejahteraan kelompok rentan;
b. bahwa sehubungan dengan masih banyaknya
kelompok rentan yang belum mendapat kesempatan
yang setara serta perlindungan dari berbagai bentuk
tindak diskriminasi, perlakuan salah, eksploitasi, dan
penelantaran, sehingga perlu adanya upaya strategis
dari Pemerintah Daerah untuk memberikan
pemberdayaan dan perlindungan bagi kelompok
rentan;
c. bahwa untuk mengoptimalkan pemberdayaan,
pelindungan dan kepastian hukum kelompok rentan di
Daerah, maka perlu pengaturan dalam Peraturan
2

Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, perlu
amembentuk Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan
dan Pelindungan Kelompok Rentan;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar Dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa
Barat dan Dalam Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 45)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1954 tentang Pengubahan Undang-
Undang Nomor 16 dan Nomor 17 Tahun 1950
(Republik Indonesia Dahulu) tentang Pembentukan
Kota-kota Besar dan Kota-kota Kecil di Jawa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 551);
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143);
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 190,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3796);
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
3

Republik Indonesia Nomor 3886);


6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 237, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5946);
7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 143,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5494);
9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan
4

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235);


10. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5256);
11. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871);
12. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2023 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6887);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang
Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial
Lanjut Usia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Negara Nomor 4451);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5294);
15. Peraturan Menteri Sosial Nomor 08 Tahun 2012
tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial;
16. Peraturan Menteri Sosial Nomor 22 Tahun 2014
Tentang Standar Rehabilitasi Sosial dengan
Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun
2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
5

(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015


Nomor 2036) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun
2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 157);
18. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5
Tahun 2004 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS di Jawa Timur (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2004 Nomor 4
Seri E);
19. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3
Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pelayanan
Bagi Penyandang Disabilitas (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 Nomor 13 Seri D);
20. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran
Daerah Kota Madiun Tahun 2014 Nomor 9/E,
Tambahan Lembaran Daerah Kota Madiun Nomor
30);
21. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 3 Tahun 2016
Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat
Daerah (Lembaran Daerah Kota Madiun Tahun 2016
Nomor 1/C);

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MADIUN
dan
WALIKOTA MADIUN

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBERDAYAAN DAN
6

PELINDUNGAN KELOMPOK RENTAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Madiun.
2. Walikota adalah Walikota Madiun.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Madiun.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat
daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Perangkat Daerah Kota adalah unsur pembantu
Walikota dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah Kota.
6. Pelindungan kelompok rentan adalah upaya
perlindungan hak bagi kelompok rentan yang dianggap
lemah dan belum memiliki kemampuan dalam
menghadapi ancaman di lembaga permasyarakatan
dan mewujudkan perlindungan bagi kelompok rentan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7. Pemberdayaan kelompok rentan adalah upaya
peningkatan kemampuan dalam rangka
mengembangkan dan mendukung kelompok rentan
agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
8. Kelompok rentan adalah kelompok yang memiliki
keterbatasan dalam menikmati kehidupan yang layak.
9. Kelompok rentan adalah kelompok yang berisi ibu
hamil, fakir miskin, anak, disabilitas dan lanjut usia;
10. Komite Penanganan Pelindungan dan Pemberdayaan
Kelompok Rentan selanjutnya disingkat KP3KR adalah
7

suatu gugus tugas lintas sektoral yang dibentuk oleh


Walikota berdasarkan Surat Keputusan untuk
melaksanakan tugas menangani permasalahan
Pelindungan dan Pemberdayaan Kelompok rentan
dengan pendekatan menyeluruh.
11. Relawan adalah orang yang menjalani kegiatan
penanganan pelindungan dan pemberdayaan kelompok
rentan secara sukarela tanpa mendapatkan
keuntungan.
12. Jaminan sosial adalah bentuk pelindungan sosial dari
Pemerintah Daerah yang diperuntukkan untuk
kelompok rentan.
13. Fasilitas adalah bangunan yang digunakan untuk
kegiatan advokasi dan advice dalam rangka
pelindungan dan pemberdayaan kelompok rentan.
14. Advokasi adalah suatu aksi atau tindakan untuk
memperjuangkan kepentingan masyarakat kelompok
rentan.
15. Advice adalah proses penyampaian pikiran atau
pendapat dari Komite Penyandang Disabilitas dalam
rangka penyelesaian permasalahan terkait penyandang
disabilitas

BAB II
ASAS, MAKSUD, DAN TUJUAN

Bagian Kesatu
Asas

Pasal 2
Pemberdayaan dan pelindungan kelompok rentan
berasaskan:
a. penghormatan terhadap hak asasi manusia;
8

b. keadilan sosial;
c. ketertiban dan kepastian hukum
d. nondiskriminasi; dan
e. kesejahteraan.

Bagian Kedua
Maksud

Pasal 3
Pemberdayaan dan pelindungan kelompok rentan
bermaksud untuk:
a. mencegah dan menagani resiko kekerasan dan
kerentanan kelompok rentan agar kelangsungan
hidupnya dapat dipenuhi sesuai prinsip kesetaraan
dan keadilan;
b. upaya pemberdayaan kelompok rentan dalam
pengembangan ekonomi; dan
c. meningkatkan akses terhadap pendidikan dan
pelatihan.

Bagian Ketiga
Tujuan

Pasal 4
Pemberdaya kelompok rentan bertujuan untuk :
a. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan kelompok
rentan;
b. Meningkatkan kemandirian dan kepercayaan diri
kelompok rentan;
c. Menguatkan kapasitas manajemen dalam organisasi
kelompok rentan;
9

d. Meningkatkan partisipasi dan inklusi sosial kelompok


rentan;
e. Memperkuat peran Kelompok rentan dalam
pengambilan keputusan kebijakan publik yang
menjamin penghargaan, perlindungan, dan pemenuhan
hak-hak dasar.

BAB III
RUANG LINGKUP

Pasal 5
Ruang lingkup pengaturan Pelindungan dan
Pemberdayaan Kelompok Rentan meliputi:
a. pelindungan kelompok rentan;
b. pemberdayaan kelompok rentan;
c. pendataan dan kriteria kelompok rentan;
d. hak dan kewajiban kelompok rentan;
e. hak dan kewajiban pemerintah;
f. pembinaan bantuan sosial;
g. pembinaan dan pengawasan kelompok rentan;
h. partisipasi masyarakat; dan
i. pembiyaan.

BAB IV
PEMBERDAYAAN DAN PELINDUNGAN KELOMPOK RENTAN

Bagian Kesatu
Pemberdayaan

Pasal 6
10

Pemberdayaan adalah setiap upaya pemerintah daerah


dalam meningkatkan kemampuan fisik, mental, spiritual,
sosial, pengetahuan, dan keterampilan agar kelompok
rentan siap didayagunakan sesuai dengan kemampuan
masing-masing.

Pasal 7
(1) Pemerintah Daerah wajib memberikan dukungan
kepada sekolah dan institusi pendidikan untuk
memastikan akses dan pendidikan inklusif bagi
kelompok rentan.
(2) Program pendidikan inklusif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus menyediakan pendampingan,
fasilitas, dan kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan penyandang disabilitas.

Pasal 8
(1) Pemerintah Daerah wajib memastikan akses yang
setara dan terjangkau ke layanan kesehatan bagi
keluarga rentan.
(2) Program kesehatan harus mencakup pemeriksaan
rutin, vaksinasi, perawatan khusus, dan dukungan
psikologis, terutama untuk kelompok rentan yang
memiliki kondisi medis yang spesifik.

Bagian Kedua
Pelindungan

Pasal 9
Pelindungan adalah upaya Pemerintah Daerah yang
dilakukan secara sadar untuk melindungi, mengayomi,
dan memperkuat hak kelompok rentan.

Pasal 10
11

(1) Pemerintah Daerah wajib melaksanakan program


pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap
kelompok rentan, termasuk pemberian pendidikan,
pelatihan, dan bantuan hukum.
(2) Program pencegahan dan penanggulangan kekerasan
terhadap kelompok rentan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus melibatkan pihak terkait, seperti
kepolisian, lembaga perlindungan perempuan,
pendidikan, dan kesehatan.

Pasal 11
(1) Pemerintah Daerah wajib melindungi dan
mempromosikan hak-hak kelompok rentan, termasuk
hak kesehatan, hak pendidikan, hak ekonomi, dan hak
atas kebebasan dari diskriminasi dan kekerasan
berbasis gender.
(2) Perlindungan hak-hak kelompok rentan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus mencakup edukasi,
penyuluhan hukum, dan penciptaan lingkungan yang
aman dan inklusif.

BAB V
PENDATAAN DAN KRITERIA KELOMPOK RENTAN

Bagian Kesatu
Pendataan

Pasal 12
Pengelolaan data sebagaimana dimaksud dilakukan oleh:
a. instansi sosial kabupaten/kota untuk data di
kecamatan lingkup wilayah kewenangannya;
b. instansi sosial provinsi untuk data di kabupaten/kota
lingkup wilayah kewenangannya; dan
12

c. Kementerian Sosial untuk data lingkup wilayah


provinsi.
Pasal 13
Pedoman pendataan dan pengelolaan data bertujuan
untuk:
a. terwujudnya pemahaman yang sama tentang pendataan
dan pengelolaan data;
b. meningkatnya kualitas pendataan dan pengelolaan data
pada instansi sosial provinsi dan instansi sosial
kabupaten/kota; dan
c. tersedianya data yang lengkap dan akurat.
Pasal 14
Prinsip pengelolaan data meliputi:
a. diproses secara spesifik;
b. memadai dan relevan;
c. akurat dan terbaru
d. tidak disalahgunakan; dan
e. akuntabel.
Pasal 15
Tahapan pengelolaan data meliputi :
a. pengolahan data;
b. analisis data;
c. penyimpanan data; dan
d. penyajian data.

Bagian Kedua
Kriteria

Pasal 16
Kriteria Kelompok Rentan yang teregister sebagai berikut :
a. tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tetapi
tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan
dasar;
13

b. mempunyai pengeluaran sebagian besar digunakan


untuk memenuhi konsumsi makanan pokok dengan
sangat sederhana;
c. tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk berobat
ke tenaga medis, kecuali Puskesmas atau yang
disubsidi Pemerintah;
d. tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam satu
tahun untuk setiap anggota rumah tangga; dan
e. mempunyai kemampuan hanya menyekolahkan
anaknya sampai jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama.
Pasal 17
Kriteria Kelompok Rentan belum teregister terdiri dari :
a. gelandangan;
b. pengemis;
c. perseorangan dari komunitas adat terpencil;
d. perempuan rawan sosial ekonomi;
e. korban tidak kekerasan pekerja migran bermasalah
sosial;
f. masyarakat miskin akibat bencana alam dan sosial
pasca tanggap darurat sampai dengan 1 (satu) tahun
setelah kejadian bencana;
g. perseorangan penerima manfaat lembaga kesejahteraan
sosial; dan
h. penghuni rumah tahanan/lembaga pemasyarakatan.

Pasal 18
Kriteria dalam kelompok rentan didasarkan pada :
a. aksesibilitas dan ketersediaan fasilitas bagi kelompok
rentan;
b. ketersediaan petugas yang siaga; dan
c. kepatuhan pejabat, pegawai, dan pelaksana terhadap
Standar Pelayanan masing-masing bidang pelayanan;
14

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu
Hak Kelompok Rentan

Pasal 19
Setiap masyarakat kelompok rentan mempunyai hak dan
kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan.
Pasal 20
Setiap kelompok rentan di Daerah berhak memperoleh :
a. mendapatkan pelindungan yang layak;
b. mendapatkan kesetaraan sosial yang sejajar;
c. mendapatkan perlakuan yang sama untuk berperan
dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya;
d. mendapatkan rehabilitasi, bantuan sosial, dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan
e. mendapatkan hak yang sama untuk
menumbuhkembangkan sosialnya dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat.

Bagian Kedua
Kewajiban Pemerintahan

Pasal 21
Pemerintah berkewajiban menegakkan hak dan
kesempatan yang sama bagi kelompok rentan dalam segala
aspek kehidupan dan penghidupan.
Pasal 22
(1) Pemerintah berkewajiban mengupayakan terwujudnya
hak-hak masyarakat kelompok rentan di Daerah.
15

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan dengan adanya pemberian fasilitas untuk
memberdayakan kelompok rentan di Daerah.

Bagian ketiga
Kewajiban Masyarakat

Pasal 23
(1) Masyarakat berkewajiban berperan serta dalam
pemenuhan hak, peningkatan kesejahtraan dan
kepedulian terhadap kelompok rentan.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan adanya peranan berupa:
a. kontribusi menjadi relawan yang dinaungi oleh
pemerintah untuk memberdayakan dan melindungi
hak kelompok rentan; dan
b. kontribusi sosial lainnya sebagai bentuk kepedulian
terhadap kelompok rentan.
(3) Masyarakat berkewajiban untuk menjaga kehidupan
sosial yang harmonis bagi para kelompok rentan.

BAB VII
PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL

Pasal 23
Syarat dari pemberian bantuan sosial ini meliputi :
a. orang lanjut usia, dibuktikan dengan kartu identitas
anak/dokumen sejenisnya, atau surat keterangan
lurah/kepala desa;
b. anak-anak, dibuktikan dengan surat keterangan
lurah/kepala desa;
c. fakir miskin, dibuktikan dengan surat keterangan dari
lurah/kepala desa dan/atau Perangkat Daerah yang
16

membidangi, atau dokumen kepersertaan program


Pemerintah Daerah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. wanita hamil, dibuktikan dengan surat keterangan
dokter; dan
e. penyandang disabilitas, dibuktikan dengan surat
keterangan dari lurah-kepala desa dan/atau Perangkat
Daerah yang membidangi, atau dokumen lain yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan.

Bagian Kesatu
Bantuan Sosial
Umum

Pasal 24
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan Bantuan Sosial
kepada anggota/kelompok masyarakat rentan sesuai
kemampuan keuangan daerah.
(2) Pemberian Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan
belanja urusan wajib dan urusan pilihan dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas
dan manfaat untuk masyarakat.

Pasal 25
Anggota/kelompok masyarakat rentan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) meliputi :

a. individu, keluarga, dan/atau masyarakat yang


mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat
dari krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, atau
17

fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup


minimum;
b. lembaga non pemerintahan bidang pendidikan,
keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk
melindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat
rentan dari kemungkinan terjadinya resiko sosial;
c. tempat ibadah sebagai pelayanan sosial terhadap
kelayakan kehidupan beragama;
d. tokoh masyarakat yang berperan dalam pelayanan
sosial terhadap masyarakat; dan
e. beasiswa mahasiswa yang sedang melaksanakan kuliah
di perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta.

Pasal 26
(1) Bantuan sosial berupa uang kepada individu dan/atau
keluarga rentan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
huruf a, terdiri atas bantuan sosial kepada individu
dan/atau keluarga rentan yang direncanakan dan yang
tidak dapat direncanakan sebelumnya.
(2) Bantuan sosial yang direncanakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dialokasikan kepada individu
dan/atau keluarga rentan yang sudah jelas nama,
alamat penerima dan besarannya pada saat
penyusunan APBD.
(3) Bantuan sosial yang direncanakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berdasarkan usulan dari calon
penerima dan/atau atas usulan kepala SKPD.
(4) Jumlah pagu usulan kepala SKPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) paling tinggi 50% (lima puluh
persen) dari pagu bantuan sosial yang berdasarkan
usulan dari calon penerima.
18

(5) Tata cara pengajuan usulan kepala SKPD sebagaimana


dimaksud pada ayat(3) diatur dengan Peraturan Kepala
Daerah.
(6) Bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan
sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan untuk kebutuhan akibat resiko sosial yang
tidak dapat diperkirakan pada saat penyusunan APBD
yang apabila ditunda penanganannya akan
menimbulkan resiko sosial yang lebih besar bagi
individu dan/atau keluarg rentan yang bersangkutan.
(7) Pagu alokasi anggaran yang tidak dapat direncanakan
sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak
melebihi pagu alokasi anggaran yang direncanakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 27
(1) Bantuan Sosial berupa uang kepada individu dan/atau
keluarga rentan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
huruf a, terdiri dari :
a. bantuan sosial kepada individu dan/atau keluarga
rentan yang direncanakan ; dan
b. bantuan sosial kepada individu dan/atau keluarga
rentan yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.
(2) Bantuan Sosial yang direncanakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, dialokasikan kepada
individu dan/atau keluarga rentan yang sudah jelas
nama, alamat penerima dan besarannya pada saat
penyusunan APBD.
(3) Bantuan Sosial yang tidak dapat direncanakan
sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, dialokasikan untuk kebutuhan akibat resiko sosial
yang tidak dapat diperkirakan pada saat penyusunan
APBD yang apabila ditunda penanganannya akan
19

menimbulkan resiko sosial yang lebih besar bagi


individu dan/atau keluarga yang bersangkutan.
(4) Pagu alokasi anggaran yang tidak dapat direncanakan
sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
melebihi pagu alokasi anggaran yang direncanakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 28
(1) Pemberian Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) memenuhi kriteria paling
sedikit :
a. selektif ;
b. memenuhi persyaratan penerima bantuan ;
c. bersifat sementara dan tidak terus menerus, kecuali
dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan ;
d. sesuai tujuan penggunaan.
(2) Kriteria selektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diartikan bahwa Bantuan Sosial hanya
diberikan kepada calon penerima yang ditujukan untuk
melindungi dari kemungkinan resiko sosial.
(3) Kriteria persyaratan penerima bantuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. memiliki identitas yang jelas ; dan
b. berdomisili dalam wilayah administratif Pemerintaha
Daerah.
(4) Kriteria bersifat sementara dan tidak terus menerus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diartikan
bahwa pemberian Bantuan Sosial tidak wajib dan tidak
harus diberikan setiap tahun anggaran.
(5) Keadaan tertentu dapat berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c diartikan bahwa
Bantuan Sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran
sampai penerima bantuan telah lepas dari resiko sosial.
20

(6) Kriteria sesuai tujuan penggunaan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf d bahwa tujuan
pemberian Bantuan Sosial meliputi :
a. rehabilitasi sosial ;
b. perlindungan sosial ;
c. pemberdayaan sosial ;
d. jaminan sosial ;
e. penanggulangan kemiskinan ;
f. penanggulangan bencana ;
g. kelayakan tempat ibadah dalam kehidupan
beragama ;
h. pemberdayaan tokoh masyarakat dalam pelayanan
sosial pada masyarakat ; dan
i. beasiswa mahasiswa.

Pasal 29
(1) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 ayat (6) huruf a ditujukan untuk memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang
mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar.
(2) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26ayat (6) huruf b ditujukan untuk mencegah dan
menangani resiko dari guncangan dan kerentanan
sosial seseorang, keluarga, kelompok masyarakat agar
kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan
kebutuhan dasar minimal.
(3) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (6) huruf c ditujukan untuk menjadikan
seseorang atau kelompok masyarakat yang mengalami
masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya.
21

(4) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26


ayat (6) huruf d merupakan skema yang melembaga
untuk menjamin penerima bantuan agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
(5) Penanggulangan kemiskinan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (6) huruf e merupakan kebijakan,
programdan kegiatan yang dilakukan terhadap orang,
keluarga, kelompok masyarakat yang tidak mempunyai
atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak
dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi
kemanusiaan.
(6) Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (6) huruf f merupakan serangkaian
upaya yang ditujukan untuk rehabilitasi.
(7) Rumah ibadah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (6) huruf g merupakan tempat yang digunakan
oleh umat beragama untuk menjalankan ibadah serta
sebagai pusat kegiatan keagamaan.
(8) Tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26ayat (6) huruf h merupakan bentuk penghargaan
kepada tokoh masyarakat yang secara aktif
memberikan dukungan berupa pelayanan kepada
masyarakat.
(9) Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(6) huruf i diberikan kepada mahasiswa perguruan
tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta yang berasal
dari Kota Madiun yang diprioritaskan untuk mahasiswa
kurang mampu dan/atau mahasiswa berprestasi.

Pasal 30
(1) Bantuan Sosial dapat berupa uang atau barang yang
diterima langsung oleh penerima Bantuan Sosial.
22

(2) Bantuan Sosial berupa uang sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) adalah uang yang diberikan secara
langsung kepada penerima seperti :
a. beasiswa ;
b. yayasan pengelola yatim piatu ;
c. masyarakat lanjut usia ;
d. orang terlantar ;
e. cacat berat ;
f. tempat ibadah ;
g. tokoh masyarakat, RT, RW, LPMK ;
h. tunjangan kesejahteraan janda perintis ; dan/atau
i. tunjangan kesejahteraan putra putri pahlawan yang
tidak mampu.
(3) Bantuan Sosial berupa barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah barang yang diberikan secara
langsung kepada penerima seperti :
a. bantuan kendaraan operasional untuk sekolah luar
biasa swasta dan masyarakat tidak mampu ;
b. bantuan makanan/pakaian kepada yatim
piatu/tunasosial ; dan/atau
c. ternak bagi kelompok masyarakat kurang mampu.

BAB IX
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 31
Untuk membantu pelindungan dan pemberdayaan
kelompok rentan Pemerintah Daerah dapat membentuk:
a. Unit Pelaksana Teknis Daerah Pelindungan dan
Pemberdayaan Kelompok Rentan;
23

b. Pusat Pelayanan Terpadu Pelindungan dan


Pemberdayaan Kelompok Rentan;
c. Gugus Tugas Pelindungan dan Pemberdayaan
Kelompok Rentan Tingkat Kecamatan;
d. Satuan Tugas Pelindungan dan Pemberdayaan
Kelompok Rentan Tingkat Desa;
e. Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah;
f. Forum Anak Daerah; dan
g. Lembaga atau organisasi lain sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Unit Pelaksana Teknis Daerah
Pemberdayaan dan Pelindungan Kelompok Rentan;

Pasal 32
UPTD PPKR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf
a adalah pelaksana teknis untuk melaksanakan kegiatan
teknis operasional di wilayah kerjanya dalam memberikan
layanan bagi Kelompok Rentan yang mengalami masalah
kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus dan
masalah lainnya.

Bagian Ketiga
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

Pasal 33
(1) P2TP2KR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf
b, merupakan wadah pelayanan perlindungan dan
pemberdayaan kelompok rentan yang berbasisterhadap
masyarakat yang berfungsi sebagai pusat pelayanan
24

terpadu dalam memberikan perlindungan kepada


perempuan dan anak.

(2) Susunan anggota P2TP2KR sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) antara lain terdiri dari:

a. unsur Pemerintah Daerah;


b. akademisi;
c. ahli hukum;
d. psikolog;
e. psikiater;
f. tokoh agama; dan
g. unsur masyarakat.

(3) Tugas pokok dari P2TP2KR sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) adalah:

a. memberikan perlindungan dan pemberdayaan


kelompok rentan; dan
b. meningkatkan kualitas hidup kelompok rentan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan


P2TP2KR ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Keempat
Gugus Tugas Perlindungan dan Pemberdayaan Kelompok Rentan Tingkat
Kecamatan

Pasal 34
(1) Gugus Tugas Perlindungan Dan Pemberdayaan
Kelompok Rentan Kecamatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 huruf c, merupakan unit kerja
fungsional yang menyelenggarakan pelayanan
perlindungan dan penanganan kasus kekerasan
terhadap anak dan perempuan secara terpadu di
tingkat Kecamatan.
25

(2) Pengurus Tugas Pelindungan dan Pemberdayaan


Kelompok Rentan Tingkat Kecamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. unsur aparat Kecamatan;
b. dinas atau instansi tingkat Kecamatan;
c. unsur Kepolisian Sektor;
d. unsur Komando Rayon Militer;
e. tokoh masyarakat atau tokoh agama;
f. unsur pemuda; dan
g. unsur Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan
Keluarga Kecamatan.
(3) Tugas pokok Gugus Tugas Perlindungan dan
Pemberdayaan Kelompok Rentan Tingkat Kecamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. memberikan pelayanan dalam rangka perlindungan
dan pemberdayaan kelompok rentan;
b. menerima pengaduan masyarakat mengenai kasus
kekerasan terhadap kelompok rentan di wilayah
Kecamatan dan Desa;
c. memfasilitasi kelompok rentan terhadap yang
menjadi korban kekerasan dalam menyelesaikan
permasalahannya;
d. mensosialisasikan kepada masyarakat tentang
perlimdungan dan pemberdayaan rentan; dan
e. memberikan pendampingan bagi korban atau
merujuk ke P2TP2KR, kepolisian sektor/kepolisian
resor, rumah sakit atau lembaga lain yang
diperlukan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tugas,
dan fungsi tugas perlindungan perempuan dan anak
tingkat kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ditetapkan dengan Keputusan Camat.
26

Bagian Kelima
Satuan Tugas Pelindungan dan Pemberdayaan Kelompok Rentan Tingkat
Desa

Pasal 35
(1) Satuan Tugas Pelindungan dan Pemberdayaan
Kelompok Rentan Tingkat Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 huruf d merupakan unit
kerja fungsional yang menyelenggarakan pelayanan
perlindungan dan penanganan kasus kekerasan
terhadap anak dan perempuan secaraterpadu di
tingkat Desa.
(2) Pengurus Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan
Anak Tingkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri dari:
a. unsur aparat Desa;
b. unsur Bintara Pembina Desa atau Kelurahan;
c. unsur Bintara Pembina Masyarakat;
d. tokoh masyarakat atau tokoh agama;
e. unsur pemuda; dan
f. unsur Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan
Keluarga Desa.
(3) Tugas pokok Satuan Tugas Perlindungan kelompok
rentan Tingkat Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah:
a. memberikan pelayanan dalam rangka
perlindungan dan pemberdayaan kelompok
rentan;
b. menerima pengaduan masyarakat mengenai kasus
kekerasan terhadap kelompok rentan di wilayah
Desa;
27

c. memfasilitasi kelompok rentan yang menjadi


korban kekerasandalam menyelesaikan
permasalahannya;
d. mensosialisasikan kepada masyarakat tentang
perlindungan kelompok rentan; dan
e. memberikan pendampingan bagi korban atau
merujuk ke gugus tugas perlindungan kelompok
rentan tingkat Kecamatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tugas
dan fungsi satuantugas perlindungan kelompok
rentan tingkat desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan keputusan kepala desa

Bagian Keenam
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah

Pasal 36
(1) Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf e
merupakan mitra Pemerintah dalam ikhtiar pemenuhan
hak-hak anak dan perlindungan anak serta
berkedudukan di tingkat Kabupaten.
(2) Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah ditetapkan
dengan keputusan Bupati.
(3) Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Daerah terdiri atas 1(satu) orang ketua, 1 (satu) orang
wakil ketua, dan 7 (tujuh) orang anggota.
(4) Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Daerah berasal dari unsur Pemerintah Daerah, tokoh
agama, tokoh masyarakat, organisasikemasyarakatan,
dunia usaha, dan kelompok masyarakat yang
peduliterhadap pelindungan anak.
28

Pasal 37
(1) Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf e
mempunyai rincian tugas meliputi :
a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
perlindungan danpemenuhan hak anak;
b. memberikan masukan dan usulan dalam perumusan
kebijakan tentang penyelenggaraan perlindungan
anak;
c. mengumpulkan data dan informasi mengenai
perlindungan anak;
d. menerima dan melakukan penelaahan atas
pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran hak
anak;
e. melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran hak
anak;
f. melakukan kerjasama dengan lembaga yang
dibentuk masyarakat dibidang perlindungan anak;
dan
g. tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam hal terjadi perubahan peraturan perundang-
undangan berkenaan dengan Komisi Perlindungan
Anak Indonesia Daerah, maka pengaturan mengenai
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah
berpedoman kepadaperaturan perundang-undangan
yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketujuh
Forum Anak Daerah

Pasal 38
29

(1) Forum Anak Daerah sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 31 huruf f adalah organisasi atau lembaga sosial
yang digunakan sebagai wadah atau pranata partisipasi
bagi anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun
dimana anggotanya merupakan perwakilan dari
kelompok anak atau kelompok kegiatan anak yang
dikelola oleh anak-anak dan dibina oleh pemerintah
sebagai media untuk mendengar dan memenuhi
aspirasi, suara, pendapat, keinginan dan kebutuhan
anak dalam proses pembangunan.
(2) Forum Anak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibentuk secara berjenjang pada semua tingkatan
yaitu :
a. Tingkat Kabupaten;
b. Tingkat Kecamatan; dan
c. Tingkat Desa.

Paragraf 1
Forum Anak Tingkat Kabupaten
Pasal 39
(1) Forum Anak Tingkat Kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a merupakan
wadah partisipasi anak dalam wilayah Kabupaten yang
beranggotakan perwakilan Forum Anak Tingkat
Kecamatan paling kurang 1 (satu) anak perempuan dan
1 (satu) anak laki-laki.
(2) Forum Anak Tingkat Kabupaten ditetapkan dengan
Keputusan Bupati dengan masa kepengurusan selama
2 (dua) tahun.
(3) Agar Forum Anak Tingkat Kabupaten dapat berjalan
dengan baik harus dibentuk sekretariat.
30

(4) Pembentukan sekretariat sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) dapat melibatkan paling banyak 40% (empat
puluh perseratus) orang dewasa yang belum menikah.
(5) Keterlibatan orang dewasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dimaksudkan untuk membimbing dan
membina anggota baru pada Forum Anak Tingkat
Kabupaten.
(6) Perangkat Daerah Kabupaten yang membidangi
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
sebagai Pembina Forum Anak Tingkat
Kabupatenmemfasilitasi terbentuknya Forum Anak
Tingkat Kabupaten mulai tahap pemilihan, pengesahan
kepengurusan dan pembinaan dalam peningkatan
kapasitas dari anggota Forum Anak Tingkat Kabupaten.

Paragraf 2
Forum Anak Tingkat Kecamatan

Pasal 40
(1) Forum Anak Tingkat Kecamatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf b merupakan
wadah partisipasi anak dalam wilayah kecamatan yang
beranggotakan perwakilan Forum Anak Tingkat Desa
paling kurang 1 (satu) anak perempuan dan 1 (satu)
anak laki-laki.
(2) Forum Anak Tingkat Kecamatan ditetapkan dengan
Keputusan Camat dengan masa kepengurusan selama
2 (dua) tahun.
(3) Pemerintah Kecamatan sebagai Pembina Forum Anak
Tingkat Kecamatan memfasilitasi terbentuknya Forum
Anak Tingkat Kecamatan mulai tahap pemilihan,
pengesahan kepengurusan dan pembinaan dalam
31

peningkatan kapasitas dari anggota Forum Anak


Tingkat Kecamatan.

Paragraf 3
Forum Anak Tingkat Desa

Pasal 41
(1) Forum Anak Tingkat Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 ayat (2) huruf c merupakan wadah
partisipasi anak dalam wilayah Desa yang
beranggotakan perwakilan dari Rukun Tetangga dan
Rukun Warga paling kurang 1 (satu) anak perempuan
dan 1 (satu) anak laki-laki.
(2) Forum Anak Tingkat Desa ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa dengan masa kepengurusan
selama 2 (dua) tahun.
(3) Pemerintah Desa sebagai Pembina Forum Anak Tingkat
Desa memfasilitasi terbentuknya Forum Anak Tingkat
Desa mulai tahap pemilihan, pengesahan kepengurusan
dan pembinaan dalam peningkatan kapasitas dari
anggota Forum Anak Tingkat Desa.
(4) Lembaga kemasyarakatan yang ada di Desa mempunyai
berkewajiban menampung dan membina partisipasi
anak dalam pembangunan serta dalam
memperjuangkan hak anak.

BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Umum
32

Pasal 42
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap upaya
peningkatan kesejahteraan Kelompok Rentan yang
diselenggarakan oleh swasta dan masyarakat sesuai
dengan kewenangannya.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kementerian, satuan
kerja perangkat daerah tingkat Provinsi, dan satuan
kerja perangkat daerah tingkat Kabupaten/Kota sesuai
dengan fungsi dan tugas pokok masing-masing.

Bagian Kedua
Pembinaan

Pasal 43
Pembinaan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan
Kelompok Rentan sebagaimana dimaksud berupa:
a. penetapan pedoman teknis;
b. penyuluhan;
c. bimbingan;
d. bantuan usaha; dan
e. perizinan.
Pasal 44
Pembinaan berupa penetapan pedoman teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf a dilakukan
melalui penyusunan dan/atau penetapan kebijakan
pelindungan dan pemenuhan hak Kelompok rentan dalam
segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Pasal 45
Pembinaan berupa penyuluhan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 huruf b dilakukan untuk:
33

a. menumbuhkan rasa kepedulian masyarakat kepada


Kelompok Rentan;
b. memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi terkait
dengan pelaksanaan upaya peningkatan kemandirian
dan kesejahteraan Kelompok Rentan; dan
c. meningkatkan peran aktif Kelompok Rentan dalam
pembangunan.
Pasal 46
Pembinaan berupa bimbingan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 huruf c dilakukan untuk:
a. meningkatkan kualitas penyelenggaraan upaya
meningkatkan pelindungan dan pemenuhan hak
Kelompok Rentan; dan
b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan dan
produktivitas Kelompok Rentan secara optimal.
Pasal 47
Pembinaan berupa bantuan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 huruf d dilakukan untuk membantu
Kelompok Rentan agar dapat:
a. meningkatkan taraf kemandirian dan kesejahteraannya;
dan
b. memelihara taraf hidup yang wajar.
Pasal 48
Pembinaan berupa perizinan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 huruf e dilakukan dengan:
a. penetapan persyaratan pengadaan Aksesibilitas bagi
Kelompok Rentan dalam pemberian izin mendirikan
bangunan atau izin lainnya;
b. memberikan kemudahan dalam memperoleh perizinan
penyelenggaraan Rehabilitasi bagi Kelompok Rentan;
dan
34

c. memberikan kemudahan dalam memperoleh perizinan


penyelenggaraan usaha yang dilakukan oleh Kelompok
Rentan.

Bagian Ketiga
Pengawasan

Pasal 49
(1) Pengawasan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan
Kelompok Rentan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dengan membentuk tim koordinasi.
(2) Tim koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat melibatkan masyarakat.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 50
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatanya dalam Lembaran Daerah Kota Madiun.

Ditetapkan di Madiun
pada tanggal 23 November 2023

WALIKOTA MADIUN,

ttd
35

MAIDI
Diundangkan di Madiun
pada tanggal 23 November 2023

SEKRETARIS DAERAH KOTA MADIUN,

ttd

RUSDIYANTO

LEMBARAN DAERAH KOTA MADIUN


TAHUN … NOMOR ...

Anda mungkin juga menyukai