278 428 1 SM
278 428 1 SM
net/publication/312526921
Metode Skoring dan Metode Fuzzy dalam Penentuan Zona Resiko Malaria di
Pulau Flores
Article in Jurnal Nasional Teknik Elektro dan Teknologi Informasi (JNTETI) · December 2016
DOI: 10.22146/jnteti.v5i4.278
CITATIONS READS
9 893
1 author:
Dony Sihotang
Universitas Nusa Cendana
7 PUBLICATIONS 15 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Dony Sihotang on 18 March 2021.
ISSN 2301 – 4156 Dony M Sihotang: Metode Skoring dan Metode ...
JNTETI, Vol. 5, No. 4, November 2016 303
∑x
berdasarkan pengetahuan pakar. Nilai derajat keanggotaan
Xmin = min_ i (1) dari proses fuzzifikasi akan dimasukkan ke dalam rule dan
i =1
akan dilakukan proses inferensi. Pada proses inferensi, nilai
Dony M Sihotang: Metode Skoring dan Metode ... ISSN 2301 – 4156
304 JNTETI, Vol. 5, No. 4, November 2016
derejat keanggotaan untuk setiap parameter akan dikenakan fuzzy. Secara umum, tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat
pada semua rule yang ada. Pada proses ini digunakan fungsi pada Gbr. 4.
Min-Max dengan menggunakan (4) dan (5). Mulai
A. Dataset
Data yang digunakan dalam makalah ini adalah data spasial
parameter suhu, kerapatan vegetasi, dan penutup lahan. Selain
itu, disiapkan pula data sekunder yaitu data API di wilayah
Pulau Flores untuk tahun 2014. Data tersebut diperoleh dari
Dinas Kesehatan Provinsi NTT.
B. Praprosesing
Praprosesing yang dilakukan adalah proses clustering yang
dilakukan terhadap sebaran nilai suhu, kerapatan vegetasi, dan
penutup lahan. Selain itu, dilakukan pula praprosesing dengan
Gbr. 3 Inferensi Mamdani. melakukan proses digitasi terhadap 100 kecamatan yang
Keluaran dari proses inferensi sebuah sistem fuzzy adalah tersebar di Pulau Flores-NTT.
suatu himpunan fuzzy. Karena sistem tersebut hanya dapat Proses clustering suhu dilakukan berdasarkan hasil
mengeksekusi nilai yang tegas (crisp), maka diperlukan suatu penelitian yang menyebutkan bahwa suhu optimum untuk
mekanisme untuk mengubah nilai fuzzy keluaran tersebut perkembangan parasit malaria adalah antara 250C hingga 300C
menjadi nilai yang tegas yang dikenal dengan proses [4]. Proses clustering kerapatan vegetasi dilakukan
defuzzifikasi. Terdapat banyak metode defuzzifikasi yang berdasarkan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa nilai
dapat digunakan, namun metode Center of Average (CoA) kerapatan vegetasi di wilayah tropis (Indo-China) yang
adalah fungsi defuzzifikasi yang paling banyak dipakai dalam optimal untuk perkembangbiakan dan hunian nyamuk berkisar
sistem fuzzy [16]. Fungsi CoA dapat dituliskan seperti pada 0,3 hingga 0,4 [3]. Sedangkan untuk proses clustering penutup
(7). lahan dilakukan interpretasi.
~
∑b x i i
(7)
Proses digitasi terhadap 100 kecamatan yang tersebar di
Pulau Flores, NTT dilakukan untuk menghasilkan data spasial
t ( A) = i =1
∑b
i =1
i kecamatan beserta atribut nilai suhu, kerapatan vegetasi, dan
penutup lahan. Dalam makalah ini diambil nilai rerata dari
dengan xi adalah pusat dari himpunan fuzzy 𝐴̃𝑖 dan bi adalah setiap piksel yang ada dalam satu area (poligon) kecamatan.
� 𝑖 ).
tinggi (𝐴
C. Model Skoring
III. METODOLOGI Untuk mendapatkan gambaran perbandingan hasil
Telah dilakukan beberapa tahapan atau langkah kerja dalam penelitian penentuan zona malaria, terlebih dahulu dilakukan
mempersiapkan makalah ini seperti persiapan data, analisis data dengan menggunakan metode skoring dengan
praprosesing, serta implementasi model skoring dan model prosedur kerja seperti pada Gbr. 5. Model skoring dimulai
ISSN 2301 – 4156 Dony M Sihotang: Metode Skoring dan Metode ...
JNTETI, Vol. 5, No. 4, November 2016 305
dengan memberi skor pada setiap variabel. Setiap skor terebut model skoring, model fuzzy, dan uji akurasi, dengan setiap
merepresentasikan tingkat pengaruh variabel terhadap zona proses memiliki hasilnya masing-masing.
malaria. Gbr. 5 menunjukkan tahapan analisis dalam model
skoring. A. Hasil Praprosesing
Praprosesing yang dilakukan adalah melakukan proses
ANALISIS DATA MODEL SKORING
clustering untuk variabel suhu, kerapatan vegetasi, dan
Variabel Suhu, penutup lahan. Tabel I menunjukkan hasil clustering untuk
Kerapatan vegetasi,
Penutup lahan variabel-variabel tersebut.
TABEL I
Skoring HASIL CLUSTERING
Dony M Sihotang: Metode Skoring dan Metode ... ISSN 2301 – 4156
306 JNTETI, Vol. 5, No. 4, November 2016
TABEL IV [R2] Jika Suhu adalah Rendah dan Kerapatan Vegetasi adalah
HASIL KLASIFIKASI
Renggang dan PL adalah Sedang, maka Kerawanan
Kecamatan Total Skor Kelas Tingkat Resiko adalah Rendah.
Maurole 170 Sedang …
Doreng 170 Sedang [R27] Jika Suhu adalah Tinggi dan Kerapatan Vegetasi adalah
Satarmese 190 Tinggi Rapat dan PL adalah Tinggi, maka Kerawanan adalah
Tinggi.
Dari Tabel IV terlihat bahwa Kec.Maurole, Kec.Doreng,
dan Kec. Satarmese berturut-turut masuk dalam kelas tingkat Setelah terbentuk fungsi keanggotaan dan rule, maka
resiko malaria “Sedang”, “Sedang”, dan “Tinggi”. proses selanjutnya adalah proses fuzzifikasi untuk
menentukan nilai derajat keanggotaan. Telah dilakukan
C. Hasil Model Fuzzy perhitungan manual terhadap Kec. Maurole yang memiliki
Model fuzzy dimulai dengan membangun fungsi nilai suhu, kerapatan vegetasi, dan penutup lahan seperti pada
keanggotaan untuk proses fuzzifikasi. Model fungsi Tabel III, sehingga dapat diperoleh nilai derajat keanggotaan
keanggotaan variabel output tingkat resiko malaria yang untuk setiap fungsi sebagai berikut:
dibangun dapat dilihat pada Gbr. 7.
µ Sedang [ Suhu ] = 1,00
60 − 53,86
µ Sedang [Vegetasi] = = 0,31
60 − 40
53,86 − 40
µ Rapat [Vegetasi] = = 0,69
60 − 40
µ Tinggi [ PL] = 1,00
TABEL VI
HASIL INFERENSI RULE
JIKA DAN DAN MAKA
Gbr. 7 Fungsi keanggotaan tingkat resiko malaria. No
Suhu Vegetasi PL Tingkat
Rule
adalah adalah adalah Resiko adalah
Berdasarkan hasil clustering, secara lengkap telah dibangun
15 Sedang Sedang Tinggi Tinggi
pula fungsi keanggotaan untuk variabel input (1) suhu, (2) 18 Sedang Rapat Tinggi Rendah
kerapatan vegetasi, dan (3) penutup lahan, serta variabel
output (4) tingkat resiko malaria seperti pada Tabel V. Dari hasil fuzzifikasi, diketahui bahwa Kec. Maurole
TABEL V
memiliki himpunan pada variabel suhu adalah “Sedang”,
HIMPUNAN, BATAS BAWAH (BB), PEAK POINT, BATAS ATAS (BA), himpunan pada variabel vegetasi adalah “Sedang” dan
OVERLAPPING, DAN DOMAIN TIAP VARIABEL “Rapat”, dan himpunan pada variabel PL adalah “Tinggi”.
Peak Hasil inferensi rule dapat dilihat pada Tabel VI.
BB BA Overlap Nilai derajat keanggotaan (µ) tersebut dimasukkan ke
Var Himp Point Domain
A B C D α Β dalam setiap rule, sehingga dengan menggunakan metode
Rendah 0 0 23 25 0 2 [10 25] inferensi Mamdani dapat dihitung µ dari variabel output
(1) Sedang 23 25 30 33 2 3 [23 33] (consequent) sebagai berikut:
Tinggi 30 33 100 100 3 0 [30 100] µ Re ndah (tingkat _ resiko)
Renggang 0 0 20 40 0 20 [0 40] = max[min[µ sedang ( suhu ), µ rapat (vegetasi), µ tinggi ( PL)]]
(2) Sedang 20 40 40 60 20 20 [20 60] = max (min(1,00, 0,69, 1,00))
Rapat 40 60 100 100 20 0 [40 100] = 0,69
Rendah 0 0 20 30 0 10 [0 30]
(3) Sedang 20 35 35 50 15 15 [20 50] µ Tinggi (tingkat _ resiko)
Tinggi 40 50 100 100 10 0 [40 100] = max[min[µ sedang ( suhu ), µ sedang (vegetasi), µ tinggi ( PL)]]
Rendah 0 0 10 15 0 5 [0 15]
= max (min(1,00, 0,31, 1,00))
(4) Sedang 10 15 15 20 5 5 [10 20]
= 0,31
Tinggi 15 20 100 100 5 0 [15 100]
Hasil inferensi Kec. Maurole menunjukkan nilai derajat
Selain membangun fungsi keanggotaan, dalam model fuzzy keanggotaan untuk variabel tingkat resiko malaria himpunan
juga terdapat komponen rule. Dalam makalah ini terdapat 27 “Rendah”, “Sedang”, dan “Tinggi” berturut-turut adalah 0,69,
rule yang dibangun berdasarkan pengetahuan pakar 0, 0,31. Kurva “Rendah” terdiri atas kurva Naik dengan
epidemologi. Beberapa rule dapat ditampilkan sebagai berikut: domain [0 10] dan kurva Turun dengan domain [10 15],
[R1] Jika Suhu adalah Rendah dan Kerapatan Vegetasi adalah sehingga dapat diperoleh nilai pada sumbu x adalah:
Renggang dan PL adalah Rendah, maka Kerawanan 𝑥−0
adalah Rendah. untuk kurva naik: 0,69 = → 𝑥 = 6,9
10−0
ISSN 2301 – 4156 Dony M Sihotang: Metode Skoring dan Metode ...
JNTETI, Vol. 5, No. 4, November 2016 307
15−𝑥
untuk kurva turun: 0,69 = → 𝑥 = 11,55. tersebut masuk pada kelas “Rendah” dengan tingkat error
15−10
sebesar 25,27%. Saat model skoring menghasilkan sebelas
Sedangkan kurva “Tinggi” terdiri atas kurva Naik dengan kecamatan pada kelas “Tinggi”, pada data aktual kecamatan
domain [15 20] dan kurva Turun dengan domain [20 100]. yang sama tersebut masuk pada kelas “Sedang” dengan
Dapat diperoleh nilai pada sumbu x yaitu: tingkat error sebesar 12,09%. Secara keseluruhan tingkat
𝑥−15 kesalahan dapat dihitung sebagai berikut:
Untuk kurva naik: 0,31 = → 𝑥 = 16,55
20−15
100−𝑥 9 + 31 + 23 + 11
Untuk kurva turun: 0,31 = → 𝑥 = 75,2 𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙 𝑆𝑘𝑜𝑟𝑖𝑛𝑔 = × 100%
100−20 91
Diperoleh nilai tengah dari kurva “Rendah” dan “Tinggi” = 𝟖𝟏, 𝟑𝟐%
berturut-turut adalah 9,225, dan 45,875, maka nilai crisp atau Hasil uji akurasi model fuzzy terhadap data aktual dapat
indeks dari tingkat kerawananan malaria sesuai (5) adalah: dilihat pada Tabel VIII.
(0,69)(9,225) + (0,31)(45,875)
Deffuzifikasi = = 20,59 TABEL VIII
0,69 + 0,31 HASIL UJI AKURASI MODEL FUZZY
AKTUAL
D. Hasil Uji Akurasi
Rendah Sedang Tinggi
Hasil dari model skoring dan model fuzzy terhadap tingkat Rendah 12 0 0
resiko malaria perlu diuji tingkat akurasinya terhadap data MODEL Sedang 4 5 2
aktual. Data aktual yang digunakan adalah data API tahun FUZZY
Tinggi 16 13 39
2014 untuk puskesmas-puskesmas di Pulau Flores. Data
aktual tersebut adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas Dari confusion matrix (Tabel VIII) terlihat bahwa model
Kesehatan Provinsi NTT. Dari 100 kecamatan pada data fuzzy menghasilkan 12 kecamatan yang sama dengan data
spasial, diperoleh total 91 kecamatan yang sesuai dengan data aktual masuk dalam tingkat resiko rendah, lima kecamatan
aktual yang digunakan. yang sama dengan data aktual masuk dalam tingkat resiko
Hasil uji akurasi model skoring terhadap data aktual dapat sedang, dan 39 kecamatan yang sama dengan data aktual
dilihat pada Tabel VII. masuk dalam tingkat resiko tinggi, sehingga dapat dihitung
TABEL VII
tingkat akurasi dari model fuzzy adalah:
HASIL UJI AKURASI MODEL SKORING 12 + 5 + 39
𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙 𝐹𝑢𝑧𝑧𝑦 = × 100%
AKTUAL 91
Rendah Sedang Tinggi = 𝟔𝟏, 𝟓𝟒%
Rendah 0 0 0
MODEL Tabel VIII juga menunjukkan komposisi akurasi, yaitu
Sedang 9 7 31
SKORING untuk kelas “Rendah” model fuzzy menghasilkan akurasi
Tinggi 23 11 10
sebesar 13,19%, untuk kelas “Sedang” menghasilkan akurasi
Dari confusion matrix (Tabel VII) terlihat bahwa model sebesar 5,49%, dan untuk kelas “Tinggi” menghasilkan
skoring menghasilkan 0 kecamatan yang sama dengan aktual akurasi sebesar 42,86%.
(sebenarnya) masuk dalam tingkat resiko rendah, 7 kecamatan Saat model fuzzy menghasilkan empat kecamatan pada
yang sama dengan aktual masuk dalam tingkat resiko sedang, kelas “Sedang”, pada data aktual kecamatan yang sama
dan 10 kecamatan yang sama dengan aktual masuk dalam tersebut masuk pada kelas “Rendah” dengan tingkat error
tingkat resiko tinggi, sehingga dapat dihitung tingkat akurasi sebesar 4,39%. Saat model fuzzy menghasilkan dua kecamatan
dari model skoring adalah: pada kelas “Sedang”, pada data aktual kecamatan yang sama
0 + 7 + 10 tersebut masuk pada kelas “Tinggi” dengan tingkat error
𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙 𝑆𝑘𝑜𝑟𝑖𝑛𝑔 = × 100%
91 sebesar 2,20%. Saat model fuzzy menghasilkan 16 kecamatan
= 𝟏𝟖, 𝟔𝟖% pada kelas “Tinggi”, pada data aktual kecamatan yang sama
Tabel VII juga menunjukkan komposisi akurasi yaitu untuk tersebut masuk pada kelas “Rendah” dengan tingkat error
kelas “Rendah” model skoring menghasilkan akurasi sebesar sebesar 17,58%. Saat model fuzzy menghasilkan 13 kecamatan
0%, untuk kelas “Sedang” menghasilkan akurasi sebesar pada kelas “Tinggi”, pada data aktual kecamatan yang sama
7,69%, dan untuk kelas “Tinggi” menghasilkan akurasi tersebut masuk pada kelas “Sedang” dengan tingkat error
sebesar 10,99%. sebesar 14,29%. Secara keseluruhan tingkat kesalahan dapat
Saat model skoring menghasilkan sembilan kecamatan dihitung sebagai berikut:
pada kelas “Sedang”, pada data aktual kecamatan yang sama 4 + 2 + 16 + 13
masuk pada kelas “Rendah” dengan tingkat error sebesar 𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙 𝐹𝑢𝑧𝑧𝑦 = × 100%
91
9,89%. Saat model skoring menghasilkan 31 kecamatan pada = 𝟑𝟖, 𝟒𝟔%
kelas “Sedang”, pada data aktual kecamatan yang sama masuk
pada kelas “Tinggi” dengan tingkat error sebesar 34,07%. V. KESIMPULAN
Dan saat model skoring menghasilkan 23 kecamatan pada Dari hasil uji akurasi yang telah dilakukan, dapat diambil
kelas “Tinggi”, pada data aktual kecamatan yang sama beberapa kesimpulan. Sistem fuzzy lebih cocok digunakan
Dony M Sihotang: Metode Skoring dan Metode ... ISSN 2301 – 4156
308 JNTETI, Vol. 5, No. 4, November 2016
sebagai model dalam analisis pemetaan tingkat resiko malaria [5] Santanu Dutta, Malaria Epidemiology on Jalpaiguri District Applying
Remote Sensing & Geographic Information System, No-16.,Center of
berdasarkan variabel suhu, kerapatan vegetasi, dan penutup Remote Sensing Application, North Bengal University, 2006.
lahan dengan tingkat akurasi sebesar 61,54% dibandingkan [6] T.A. Abeku, “Malaria Epidemics in Africa: Prediction, Detectie and
dengan sistem skoring yang hanya memperoleh akurasi Response,” PhD. thesis, Erasmus University, Rotterdam, Sept. 2006.
sebesar 18,68%. Model fuzzy dapat mengatasi masalah [7] Y.A.Afrene, A.K. Githeko, dan G. Yan, “Malaria Transmission in The
African Highlands in a Chinging Clomate Situation,” Ed. Dr.Stefano
ketidakpastian dalam klasifikasi data yang disajikan dalam Casalegno, Croatia: INTECH, 2011.
bentuk diskrit. Dari hasil pengujian terlihat bahwa model fuzzy [8] D. Chikodzi, “Spatial Modelling of Malaria Risk Zones Using
cenderung menghasilkan kelas yang lebih tinggi dibandingkan Environmental, Anthropogenic Variable and Geographical Information
kelas pada data aktualnya, seperti model fuzzy menghasilkan System Techniques,” Journal of Geosciences and Geomatics., vol. 1,
hal. 8–14, Nov. 2013.
kelas “Tinggi” namun aktualnya “Rendah” (17,58%), model [9] D. Sihotang, dan D.Punuf, “Analisis Parameter Spasial Habitat
fuzzy menghasilkan kelas “Sedang” tapi aktualnya “Rendah” Nyamuk Anopheles di Pulau Flores,” Jurnal MIPA UNDANA., vol. 19,
(2,20%), ataupun model fuzzy menghasilkan kelas “Tinggi” hal. 101–111, Sept. 2015.
tapi aktualnya “Sedang” (14,29%). Hal ini bisa disebabkan [10] M.N. Budiyanto, P.I Santosa, dan S.Sumaryono, “Purwarupa Sistem
Peringatan Dini Awan Panas Gunungapi Berbasis Sistem Informasi
oleh bentuk intervensi untuk pemberantasan sarang nyamuk Geografi,” JNTETI., vol. 1, hal. 24–30, Mei. 2012.
yang dilakukan di beberapa kabupaten sudah cukup efektif, [11] D. Sihotang, T. Widiastuti, dan T. Kartika, “Route Selection System
seperti kelambunisasi dan penyemprotan. Selain itu, untuk Based on GIS Using Scoring Method and Fuzzy Method,” Proc. ISBC,
beberapa kabupaten juga masih pasif dalam mendeteksi 2013, hal. 256-259.
[12] S. Drobne, dan A.Lisec, “Multi-attribute Decision Analysis in GIS:
jumlah kasus malaria sehingga data aktual yang disediakan Weighted Linear Combination and Ordered Weighted Averaging,”
puskesmas cenderung rendah. Informatica, 2009, hal.459-474.
[13] L-X Wang, A Course in Fuzzy Systems and Control, International ed.,
REFERENSI Prentice-Hall International Inc,1996.
[1] Dinkes NTT, “Profil Kesehatan,” Dinas Kesehatan NTT, hal. 66-70, [14] S.Adhimantoro, “Mengetahui Tingkat Kematangan Buah Dengan
2014. Ultrasonik Menggunakan Logika Fuzzy,” JNTETI., vol. 3, hal. 63–68,
[2] A. Sally, “Laporan Bidang P2MK DINKES NTT,” Dinas Kesehatan Feb. 2014.
NTT, hal. 22, 2014. [15] T.J. Ross, Fuzzy Logic with Engineering Applications, 2nd
[3] J. Wilder, “Modelling Malaria Transmaission Risk Using Satellite- ed.,University of New Mexico, USA, John Wiley & Sons, 2004.
Based Remote Sensing Imagery,” M. Sc. thesis, Northwest Missouri [16] F. Susilo, Pengantar Himpunan & Logika Kabur serta Aplikasinya,
State University, Maryville, Missouri, Nov. 2007. Universitas Sanata Dharma, 2003.
[4] M. Simeon, “Geographic Information System and Remote Sensing
Based Malaria Risk Mapping Using Environmetal Factors,” M.A.
thesis, Addis Ababa University, Ethiopia, June. 2014.
ISSN 2301 – 4156 Dony M Sihotang: Metode Skoring dan Metode ...
View publication stats