MINI PROJECT
Disusun oleh:
dr. Hansel Tengara Widjaja
Angka Stunting di Kabupaten Sumba Barat Daya masih tergolong tinggi dibandingkan rerata
Nasional berdasarkan data RENSTRA Dinas Kesehatan Provinsi NTT 2019-2023.1 Data
Riskesdas 20182 menyatakan bahwa angka stunting di kabupaten SBD adalah sebesar 30.8%
atau 269.658 jiwa. Mengingat dampak stunting yang amat besar bagi kualitas generasi
penerus bangsa, pemerintah pusat mengadakan program Bulan Operasi Timbang untuk
menurunkan angka stunting.
Banyak factor yang berperan dalam terjadinya stunting, diantaranya adalah factor keluarga
dan kondisi rumah, pemberian makan yang tidak adekuat, masalah dalam pemberian ASI,
serta penyakit penyerta. Dalam segi komunitas, terdapat beberapa factor yang mempengaruhi,
yaitu dari sector ekonomi, ketersediaan fasilitas pelayanan Kesehatan, Pendidikan, social
budaya, ketahanan pangan, serta ketersediaan air, sanitasi dan lingkungan. Penjelasan lebih
detil terdapat pada Gambar 2.
Gambar 2. Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting serta dampak dari stunting. 3
Salah satu faktor terpenting dalam masalah Kesehatan masyarakat adalah peran masyarakat
itu sendiri dalam mengupayakan perubahan yang lebih baik. Dalam hal mengenai stunting,
masyarakat berperan besar dalam hal pemberian makan anak. Untuk itu, dilakukan survey
mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat Desa Weemanada mengenai
pemberian makan anak.
BAB II
PERMASALAHAN
Berdasarkan laporan dari bidan Desa setempat, sebagian besar masyarakat desa Weemanada
tidak memberikan asupan nutrisi anak yang adekuat, terbukti dari angka gizi buruk dan gizi
kurang yang masih tinggi.
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
6.
BAB IV
PELAKSANAAN
Sebagian besar pengasuh memberikan jawaban yang relative sama terkait dengan
frekuensi pemberian makan balita, yaitu dua sampai tiga kali makan besar. Terkait
dengan porsi pemberian makan, umumnya responden memberikan jawaban dengan
kata kunci: mangkuk kecil dan setengah piring. Untuk anak usia 5 tahun, tentu porsi
tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan asupan nutrisinya. Terkait dengan komposisi
makanan yang dimakan, seluruh responden menyebutkan daun kelor dan nasi sebagai
komposisi makanan yang diberikan. Pemberian nutrisi protein hanya diberikan sekali
seminggu saja, atau bahkan sekali sebulan saja.
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
Berdasarkan hasil diagnosis komunitas yang didapat, masih terdapat ketimpangan antara
pengetahuan dan sikap yang diungkapkan oleh pengasuh, dibandingkan realita pemberian
makan pada anak. Hal ini menunjukkan bahwa, pemberian informasi Kesehatan maupun
edukasi tidak cukup untuk mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih baik. Permasalahan
serupa juga terjadi di Ethiopia.4
Bulan Operasi Timbang dan Program Pemberian Makanan Tambahan pada Balita merupakan
upaya yang telah dilakukan pemerintah. Meskipun demikian, program tersebut tidaklah
cukup untuk memperbaiki kondisi Kesehatan masyarakat. Mengingat bahwa partisipasi
masyarakat memegang peranan yang besar dalam perbaikan Kesehatan masyarakat,
diperlukan upaya pendampingan masyarakat secara intensif yang melibatkan kader, polisi,
dan sector lain diiringi monitoring yang lebih intensif guna mencapai perubahan pola perilaku
masyarakat terkait pemberian makan anak. Dengan adanya perubahan perilaku masyarakat
dalam pemberian makan anak, maka niscaya prevalensi balita gizi buruk akan menurun demi
menyongsong generasi emas Indonesia.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Masih terdapat ketimpangan antara pengetahuan, sikap dan perilaku mengenai pemberian
makan anak pada masyarakat Desa Weemanada. Diperlukan upaya pendampingan
masyarakat secara intensif yang multisectoral dan kolaboratif guna mencapai perubahan
perilaku masyarakat dalam memberi makan anak.
DAFTAR PUSTAKA