Anda di halaman 1dari 10

PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU

MASYARAKAT DESA WEEMANADA MENGENAI


PEMBERIAN MAKAN ANAK

MINI PROJECT

Disusun oleh:
dr. Hansel Tengara Widjaja

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS RADAMATA
28 FEBRUARI – 27 MEI 2022
BAB I
PENDAHULUAN

Angka Stunting di Kabupaten Sumba Barat Daya masih tergolong tinggi dibandingkan rerata
Nasional berdasarkan data RENSTRA Dinas Kesehatan Provinsi NTT 2019-2023.1 Data
Riskesdas 20182 menyatakan bahwa angka stunting di kabupaten SBD adalah sebesar 30.8%
atau 269.658 jiwa. Mengingat dampak stunting yang amat besar bagi kualitas generasi
penerus bangsa, pemerintah pusat mengadakan program Bulan Operasi Timbang untuk
menurunkan angka stunting.

Gambar 1. Sebaran Prevalensi Stunting di setiap daerah di Indonesia.2

Banyak factor yang berperan dalam terjadinya stunting, diantaranya adalah factor keluarga
dan kondisi rumah, pemberian makan yang tidak adekuat, masalah dalam pemberian ASI,
serta penyakit penyerta. Dalam segi komunitas, terdapat beberapa factor yang mempengaruhi,
yaitu dari sector ekonomi, ketersediaan fasilitas pelayanan Kesehatan, Pendidikan, social
budaya, ketahanan pangan, serta ketersediaan air, sanitasi dan lingkungan. Penjelasan lebih
detil terdapat pada Gambar 2.
Gambar 2. Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting serta dampak dari stunting. 3

Salah satu faktor terpenting dalam masalah Kesehatan masyarakat adalah peran masyarakat
itu sendiri dalam mengupayakan perubahan yang lebih baik. Dalam hal mengenai stunting,
masyarakat berperan besar dalam hal pemberian makan anak. Untuk itu, dilakukan survey
mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat Desa Weemanada mengenai
pemberian makan anak.
BAB II
PERMASALAHAN

Berdasarkan laporan dari bidan Desa setempat, sebagian besar masyarakat desa Weemanada
tidak memberikan asupan nutrisi anak yang adekuat, terbukti dari angka gizi buruk dan gizi
kurang yang masih tinggi.
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

1. Lokasi Intervensi: Desa Weemanada


2. Waktu Intervensi: 11 Maret 2022
3. Metode Sampling: dilakukan dengan cara total sampling seluruh responden anak yang
datang ke posyandu
4. Metode Pengambilan Data: dilakukan dengan cara wawancara lisan terhadap
pengasuh balita mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku dalam pemberian makan
balita. Setelah dilakukan wawancara, ditentukan sebab masalah dan dilakukan
penyuluhan singkat pada setiap pengasuh anak.
Pertanyaan:
- Aspek Pengetahuan:
o Berapa frekuensi pemberian makan pada balita yang baik?
o Berapa jumlah porsi makan per kali makan yang baik?
o Apa saja jenis makanan dalam satu piring anak yang baik?
- Aspek Sikap:
o Apakah saya merasa penting untuk memberi makan anak yang baik?
- Aspek Perilaku:
o Berapa frekuensi pemberian makan pada balita yang diberikan?
o Berapa jumlah porsi makan per kali makan yang diberikan?
o Apa saja jenis makanan dalam satu piring anak yang diberikan?
5. Metode Analisis: Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif dan semikuantitatif

6.
BAB IV
PELAKSANAAN

1. Kegiatan dilaksanakan di Posyandu Weemanada pada tanggal 11 Maret 2022.


2. Gambar kegiatan:

3. Rincian Data Responden


a. Jumlah peserta hadir: 14 balita
b. Sebaran usia: 5 bulan hingga 5 tahun
c. Sebaran jenis kelamin: 9 laki-laki, 5 perempuan
d. Status Gizi: 2 status gizi baik, 10 status gizi kurang, 2 status gizi buruk
4. Gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku pengasuh terkait pemberian makan balita:
a. Aspek pengetahuan:
i. 10 dari 14 pengasuh memahami frekuensi pemberian makan bayi yang
baik
ii. 6 dari 14 pengasuh memahami jumlah porsi makanan per kali makan
yang baik
iii. 3 dari 14 pengasuh memahami jenis variasi makanan dalam satu piring
yang baik
b. Aspek Sikap:
i. 8 dari 14 pengasuh merasa penting memberikan makan anak yang baik
c. Aspek Perilaku:
i. 13 dari 14 pengasuh memberikan makan dengan frekuensi yang benar
ii. 4 dari 14 pengasuh memberikan makan dengan porsi yang benar
iii. 0 dari 14 pengasuh memberikan makanan dengan komposisi yang
benar
5. Analisis Data yang didapat:

Sebagian besar pengasuh memberikan jawaban yang relative sama terkait dengan
frekuensi pemberian makan balita, yaitu dua sampai tiga kali makan besar. Terkait
dengan porsi pemberian makan, umumnya responden memberikan jawaban dengan
kata kunci: mangkuk kecil dan setengah piring. Untuk anak usia 5 tahun, tentu porsi
tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan asupan nutrisinya. Terkait dengan komposisi
makanan yang dimakan, seluruh responden menyebutkan daun kelor dan nasi sebagai
komposisi makanan yang diberikan. Pemberian nutrisi protein hanya diberikan sekali
seminggu saja, atau bahkan sekali sebulan saja.
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI

Berdasarkan hasil diagnosis komunitas yang didapat, masih terdapat ketimpangan antara
pengetahuan dan sikap yang diungkapkan oleh pengasuh, dibandingkan realita pemberian
makan pada anak. Hal ini menunjukkan bahwa, pemberian informasi Kesehatan maupun
edukasi tidak cukup untuk mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih baik. Permasalahan
serupa juga terjadi di Ethiopia.4

Bulan Operasi Timbang dan Program Pemberian Makanan Tambahan pada Balita merupakan
upaya yang telah dilakukan pemerintah. Meskipun demikian, program tersebut tidaklah
cukup untuk memperbaiki kondisi Kesehatan masyarakat. Mengingat bahwa partisipasi
masyarakat memegang peranan yang besar dalam perbaikan Kesehatan masyarakat,
diperlukan upaya pendampingan masyarakat secara intensif yang melibatkan kader, polisi,
dan sector lain diiringi monitoring yang lebih intensif guna mencapai perubahan pola perilaku
masyarakat terkait pemberian makan anak. Dengan adanya perubahan perilaku masyarakat
dalam pemberian makan anak, maka niscaya prevalensi balita gizi buruk akan menurun demi
menyongsong generasi emas Indonesia.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Masih terdapat ketimpangan antara pengetahuan, sikap dan perilaku mengenai pemberian
makan anak pada masyarakat Desa Weemanada. Diperlukan upaya pendampingan
masyarakat secara intensif yang multisectoral dan kolaboratif guna mencapai perubahan
perilaku masyarakat dalam memberi makan anak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi NTT tahun 2019-2023.


2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2018.
3. Nkurunziza S, Meessen B, Van Geertruyden JP, Korachais C. Determinants of
stunting and severe stunting among Burundian children aged 6-23 months: evidence
from a national cross-sectional household survey, 2014. BMC Pediatr. 2017 Jul
25;17(1):176. doi: 10.1186/s12887-017-0929-2. PMID: 28743238; PMCID:
PMC5526249.
4. Eshete Tadesse S, Chane Mekonnen T, Adane M. Priorities for intervention of
childhood stunting in northeastern Ethiopia: A matched case-control study. PLoS
One. 2020 Sep 24;15(9):e0239255. doi: 10.1371/journal.pone.0239255. PMID:
32970709; PMCID: PMC7514084.

Anda mungkin juga menyukai