Anda di halaman 1dari 4

‫السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

‫بسم هللا الرحمن الرحيم الحمد هلل رب العالمين و الصالة والسالم على نبينا وحبيبنا وشفيعنا ومولنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين‬
‫أما بعد‬.

Yang kami muliakan para alim ulama, para kyai, bunyai, gus-gus, ustadz-utazd. Dan juga tak lupa
yang kami muliakan para bapak dan juga ibuk juri, yang mana bapak-bapak ini pasti ganteng yang
ibuk-ibuk pasti cantik, tolong kodrat itu jangan dibalik. Serta yang kami hormati segenap aparat desa
yang juga hadir di tengah-tengah kita.

Pertama-tama dan yang paling utama sebelum yang kedua, marilah kita ucapkan puja dan puji
syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberi nikmat kepada kita semua berupa kesehatan
jasmani dan rohani, sehingga kita dapat berkumpul pada acara ini. Allah memang benar-benar maha
adil sehingga kita diciptakan berpasang-pasangan. Allah memang maha pintar, hingga perempuan,
Allah jadikan terlihat romantis alis matanya bagaikan semut yang berbaris-baris, senyumannya yang
manis membuat iman semakin tipis, hingga bikin dompet menipis.

Kedua kalinya tak lupa sekelumit shalawat serta salam marilah kita panjatkan kepada junjungan
alam, seorang pahlawan yang tak pernah makan bakwan, seorang proklamator yang tak pernah naiki
motor yakni Nabi Muhammad Saw. Berkat beliaulah kita dapat hidup tenang tanpa perang, hidup
rukun tanpa pentungan.

Para hadirin yang dirahmati Allah

Santri memiliki peran yang sangat besar dalam membangun negeri. Bahkan sejak NKRI belum
merdeka, para ulama dengan pesantrennya telah berhasil mencetak para santri yang mampu
menebarkan rahmat dan kebaikan ke seluruh penjuru negeri.

Sebut saja Pesantren Tremas di Pacitan (1823), Pesantren Jampes dan Bendo di Kediri dan
Pelangitan di Babat (1855), Pesantren Tegalsari di Semarang (1870), Pesantren Tebu Ireng di
Jombang (1899), Pesantren Gontor (1926), dan masih banyak lagi pesantren yang berdiri sebelum
merdekanya NKRI.

Sejarah membuktikan, selain menebarkan dakwah ke penjuru negeri, para santri juga ikut
berkontribusi bersama kalangan lainnya dalam menumpas penjajah menggunakan senjata. Kita
tentu mengetahui bagaimana peristiwa 10 November yang kelak diabadikan sebagai hari pahlawan.
Kala itu Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari bersama puluhan kyai dan ribuan santrinya bersatu dan
berjuang untuk mengusir penjajah yang ada di Surabaya. Resolusi jihad yang dikumandangkan
mampu membakar seluruh pasukan agar bersemangat dalam mempertahankan negeri ini hingga
titik darah penghabisan.

Hadirin sekalian…

Begitulah sekelumit peran santri di zaman dulu. Namun sekarang kisahnya menjadi sangat berbeda.
Santri hari ini adalah santri milenial, santri kreatif, serta santri yang percaya dengan kemampuan diri.
Karena itu sudah bukan zamannya lagi jika ada santri yang tidak mengerti dengan teknologi, dan
sudah bukan zamannya lagi jika santri tidak boleh berprestasi di bidang sains dan akademik lainnya.

Perjuangan santri hari ini bukanlah perjuangan melawan penjajah. Hari ini Indonesia telah merdeka
dari penjajahan secara fisik. Tidak ada lagi peluru dan tank-tank baja yang menyerang Indonesia.
Namun, saat ini Indonesia sedang dijajah oleh berbagai paham-paham yang menyesatkan.

Kini Indonesia sedang terjajah secara budaya. Paham liberalisme dan hedonisme telah menjangkiti
jiwa-jiwa anak muda zaman sekarang. Kita bisa melihat banyak teman-teman kita diluaran sana yang
gemar bermaksiat dan hidup secara hedon. Mereka telah terjangkiti virus yang datang dari budaya
barat.

Hadirin yang dirahmati Allah

Karena itu tugas kita sebagai santri sekarang adalah menyadarkan kawan-kawan kita diluar sana
yang telah terjangkiti virus mematikan tersebut. Caranya adalah dengan mendakwahkan setiap ilmu
yang telah kita dapatkan di pesantren.

Gunakanlah berbagai media dalam berdakwah. Buatlah konten-konten dakwah yang kreatif dan
dapat menarik minat mereka untuk mendengarkan dakwah kita. Itulah perjuangan kita saat ini.
Semoga Allah memberikan kemudahan dalam perjuangan dakwah ini

Para hadirin yang dirahmati Allah

Hari ini kita sudah sama-sama tahu bahwa hidup sekarang berbeda dengan kehidupan di zaman
dulu. Kalau dulu ceritanya, orang mau nonton tv saja susahnya minta ampun, sekarang tv malah
dapat kita tonton di kamar mandi. Ia kan? Yang bilang ia berarti pengalaman. Allahumma sholli ala
Muhammad.
Sekarang sudah eranya revolusi industri khususnya industri teknologi. Santri Millennial sekarang bila
kangen pada kekasihnya sudah tidak seperti dulu. Kalau ceritanya santri dulu bila kangen kepada
kekasihnya, dia nulis surat, kertasnya warna ping, tulisannya warna ungu, “Dik sudah lama kita tidak
jumpa, karena jarak antara engkau dan aku terlampau jarak dan waktu, aku di desa engkau di kota.
Tapi yakinlah kalau kau tetap satu-satunya wanita yang mampu mengisi relung hatiku.

Dik, cobalah tatapkan wajahmu ke langit, begitu banyak bintang-gemintang yang sinar cahanya
begitu indah, tapi itu semua tidak ada artinya bila dibanding satu sinar rembulan yang menerangi
malam kita berdua. Dan kaulah rembulan itu.” Itu kata-kata santri zaman dulu bila rindu kepada
kekasihnya. Kemudian dikirim lewat Pak Pos yang harus menunggu balasan berminggu, itupun kalau
dibalas. Jadi rindu zaman dulu itu berat.

Beda dengan santri zaman sekarang. Ketika sudah rindu tinggal selfie kirim lewat watsapp beri tanda
emoji “emuah.. emuah…emuah”, selesai. Kata-katanya pun beda, “dik, bapakmu sipir penjara ya,
pantesan kamu memenjarakan aku di hatimu”. Allahumma Sholli ala Muhammad.

Hadirin yang dirahmati Allah

Kalau santri dulu ditanya tentang cita-cita, “kamu cita-tanya jadi apa, dijawab, PNS, Polisi, Tentara,
dan sebagainya”. Kalau santri zaman sekarang sudah beda, bila ditanya tentang cita-cita, “cita-
citamu ingin jadi apa, dijawab, youtubers, editing, programer dan sejenisnya”. Kok beda ya karena
jamannya sudah beda. Orang dulu tidak mengenal Ojol sekarang sudah biasa kemana-kemana naik
ojek online. Makanya kita sebagai generasi millennial jangan ketinggalan untuk segera belajar apa
yang dibutuhkan orang sekarang. Dan ini sesuai dengan apa yang diterangkan dalam kitab
taklimulmutaalim:

‫ ثم ما يحتاج إليه فى المآل‬،‫وينبغى لطالب العلم أن يختار من كل علم أحسنه وما يحتاج إليه فى أمر دينه فى الحال‬

Bagi pelajar, dalam masalah ilmu hendaklah belajar sesuatu yang dianggap paling baik serta
dibutuhkan dalam kehidupan agamanya hari ini, kemudian pelajari juga tentang apa-apa yang akan
terjadi di masa yang akan datang.

Allahumma sholli ala Muhammad

Makanya tak jarang kita jumpai di internet, tentang kata-kata rayuan cinta tapi menggunakan ilmu
tajwid, contohnya:

“Kau dan aku layaknya Idgham Mutajanisain, perjumpaan dua huruf yang sama makhroj-nya namun
berbeda bentuknya.”
“Sesudah kau terima cintaku, hatiku rasanya seperti Qolqolah Kubro bergetar dengan dahsyat.”

“Dan harapan akhir setelah lama kita bersama, semoga cinta kita seperti Iqlab terus menyatu seakan
tak ada nun yang memisahkan .”

Allahumma Sholli ala Muhammad

Terakhir, saya punya pantun:

Orang dahulu hidup di goa

Sementara Biawak hidup dalam rawa

Ikuti perintah orang tua

Setiap selesai sholat jangan lupa doakan mereka

Semoga pidato saya hari ini bermanfaat bagi siapa saja yang mendengarkan. Kalau ada yang salah
tolong jangan dicerca silahkan dikomentari saja. Akhiron

‫وهللا الموفق الى اقوام الطريق ثم السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

Anda mungkin juga menyukai