Anda di halaman 1dari 2

WAWANCARA

JUBING KRISTIANTO
GITARIS YANG BENAR – BENAR SOLO
Album ‘Becak Fantasy ‘(IMC Record) yang menampilkan eksplorasi Jubing Kristianto, seorang ‘shredder ‘ di bidang permainan gitar
akustik / klasik. Memang, karya Jubing ini telah sedikit menggairahkan dunia gitar akustik yang sebelumnya kalah jauh pamornya dibanding
gitar elektrik. Album ini lebih mudah diterima kuping umum karena Jubing tidak menyodorkan sebuah paket musik gitar akustik instrumental
yang bakal membuat kening berkerut. Tak ada embel –embel kata “klasik” yang sering dicap orang sebagai musik “serius”.

Hasil paduan skill permainan gitar akustik bernyawa klasik telah melahirkan abum gitar solo yang menyenangkan. Tak terbayangkan , lagu
anak – anak sederhana seperti ‘Becak fantasy’ (dikembangkan dari lagu ‘hai becak’ ciptaan ibu sud) bisa dikembangkan sedemikian eksploratif ,
kompleks namun tanpa kehilangan unsur menghiburnya.

Selain ‘Becak Fantasy’, juga ada interpretasi lagu tradisional ‘Burung Kakatua’, ‘Ayam den Lapeh’, ‘Theme song Magnificent Seven’ serta
lagu yang pernah dipopulerkan penyanyi Malaysia, Sheila Madjid yang berjudul ‘Sinaran’. Selebihnya, komposisi garapan Jubing sendiri.
Diantaranya kayak ‘Morning Rain’, ‘Waiting for Sunset’ dan ‘Lullaby’. Album ini sendiri direkam di Studio 15 Jakarta dan Indo Musik Studio,
Semarang.

Sabtu pagi lalu, bertempat di Regina Musik yang berlokasi di kawasan soekarno hatta, Bandung, Jubing menyediakan waktu untuk berbincang –
bincang lebih jauh seputar albumnyya ini. Berikut hasilnya :

 Dari mana ide awal sehingga Anda membuat album gitar solo semacam ini?
Sebenarnya, gagasan untuk membuat album ini sudah ada sejak saya pertama kali ikut kompetisi gitar Yamaha. Waktu itu saya
masih di kelas 1 SMA, tahun 1982. Kenapa? Karena saya lihat permainan solo gitar,terutama untuk lagu – lagu yang bukan klasik,
tanggapan pendengar biasanya lebih semangat. Responnya lebih terasa daaripada lagu klasik.
 Mungkin karena kesan dari klasik terlalu serius, ya?
Bisa jadi terlalu serius, tapi bisa jadi juga karena musik klasik itu biasanya orang perlu latar belakang. Harus ada sesuatu yang
dipelajari terlebih dahulu dalam pengetahuan mereka sebelum berapresiasi. Kalau benar – benar Blank, nggak tahu apa – apa, dan
tiba –tiba harus mendengarkan lagu (klasik) itu, agak sulit. Beda dengan musik pop, langsung tahu ‘Oo ini lagunya si ini, lagunya si
itu’. Langsung tahu karena kita sudah akrab dengan lagunya. Dengan lagu klasik kan kita nggak akrab.
 Tapi untuk orang awam, album gitar semacam ini sering identik dengan gitar klasik. Apa sih sebenarnya
perbedaannya jika dilihat dari cara bermain?
Saya mengajar dan belajar gitar klasik. Semua bahan pelajaran gitar klasik sudah saya pelajari semuanya. Saya juga salah satu
pemegang ijazah tertinggi untuk gitar klasik di Yamaha. Cuma tujuan saya di sini adalah memasyarakatkan. Karena kebanyakan
orang tahu gitar itu hanya sebagai instrumen pengiring atau untuk ngeband saja. Padahal bermain gitar solo, itu adalah suatu seni
tersendiri yang paling tinggi nilainya. Dan sejak zaman dahulu pun sudah ada seni bermain gitar solo. Cuma, kalah oleh instrument
yang lain. Mungkin juga oleh industri musik yang menjadikannya hanya sebagai pengiring. Padahal gitar bisa bermain solo,
maksudnya tanpa bantuan siapa pun. Dari situ, kalau saya ingin memperkenalkan seni ini dan masuknya dari musik klasik, orang
nggak akan terlalu banyak menanggapi. Tapi kalau dengar lagu – lagu yang ada di CD (‘Becak Fantasy’) itu, maka orang akan
terbelalak matanya. Ternyata bisa ya main gitar seperti itu?
 Jadi kemungkinan, di album selanjutnya bakal lebih di arahkan ke musik klasik?
Saya nggak mau mengarahkan juga. Saya juga nggak mau memasukan klasik secara sepenuhnya. Karena saya ingin orang sadar
bahwa instrument ini, atau seni bermain gitar solo ini, terbuka untuk segala macam jenis musik. Jadi jangan dibatasi hanya klasik
atau pop saja. Saya ingin siapa pun yang suka musik apa pun bisa diwakili dengan instrument ini. Tanpa pandang jenis musik.
Keroncong bisa, Dangdut juga bisa.
 Kenapa tidak dikombinasikan saja? Ada komposisi lagu yang kompromi dan ada yang murni klasik
standar?
Pokoknya, saya belum mau memasukan kata “klasik” dulu di sini. Makanya saya pakai kalimat “exploring solo acousstic guitar”(di
album), saya nggak sebut “classical solo guitar”. Sebab, ada semacam mitos atau anggapan bahwa mendengar kata “klasik” itu orang
sudah langsung serius. Saya menghindari itu. Tapi nanti pelan – pelan mungkin bisa. Ini kan seperti memasarkan sebuah ide baru
bahwa bermain gitar bisa sendirian, kok.
 Bagaimana sih proses pembuatan atau rekaman album ini?
Sebetulnya, rekamannya tahun 2005. Karena tahun 2003, saya baru mengundurkan diri dari Tabloid NOVA. Dari situ, saya baru
punya waktu. Apalagi, saya juga masih mengerjakan buku kamus gitar (Gitarpedia). Setelah selesai, baru saya ada waktu untuk
memikirkan album gitar ini. Saya harus mengumpulkan dulu lagu – lagu yang pernah saya bikin. Lagu ‘Ayam denLapeh’ itu kan
pertama kali saya mainkan d kompetisi Yamaha tahun 1986, saya mainkan di final kompetisi Yamaha. Sudah lama sekali.
 ‘Ayam den lapeh’ dan ‘Becak Fantasy’ disajikan dalam dua versi di album. Apa pertimbangannya?
Itu (kerjaan) produser, bukan saya. Sebelum produser yang sekarang, ada tiga produser yang mendengarkan dan mau memproduksi
album ini. Mereka bilang bagus, tapi mereka nggak mau kalau solo gitar. Kata mereka , nanti siapa yang mau beli kalau Cuma solo
gitar? ‘Terlalu segmented,’ katannya. Musik gitar yang instrument itu saja sudah segmented, yang ini instrumental gitar solo lagi. Jadi
double segmented. Akhirnya mereka minta harus ada musiknya. Saya nggak mau. Berarti sama saja bohong, dong. Bukan solo gitar
namanya, apa bedanya dengan musik yang lain. Akhirnya saya ketemu dengan produser yang satu ini, Wandy Gaotama dari IMC
Record Semarang. Dia mau, tapi syaratnya dua lagu itu harus ada versi iringan musiknya. Menurut saya, itu jalan tengah, ya. Karena
versi aslinya tetap ada dan lagu lainnya tetap gitar solo. Kalau saya tetap ga mau, mungkin sekarang CD – nya belum
keluar……..hahaha. Nah, begitulah hasilnya. Dia (produser) sendiri yang mencari pemusiknya, saya nggak ikut –ikutan.
 Kalau kembali ke awal, kenapa dulu Anda memilih untuk mendalami gitar klasik?
Karena, kalau kamu belajar gitar klasik, kamu baru bisa bermain solo gitar. Terutama di Indonesia. Kalau di luar sih banyak yang
mengajarkan fingerstyle. Bisa bermain gitar solo juga, tapi metode yang digunakan bukan dari gitar klasik. Nah, dengan gitar klasik
sangat bisa untuk bermain seperti itu. Bisa kemana –mana. Itu yang membuat saya merasa harus belajar gitar klasik.
 Nggak pernah terepengaruh bermain gitar elektrik misalnya?
Saya juga pernah ngeband, memainkan gitar elektrik. SMP – SMA itu kan jamannya saya ngeband, memainkan lagu – lagunya Queen,
The Police, lagu – lagu seperti tulah. Tapi buat saya tetap beda. Bermain gitar klasik akustik itu lebih nikmat buat saya.
 Bagaimana sebenarnya style permainan Anda?
Wah, susah digambarkan. Mungkin saya lebih dekat ke pop, tapi yang agak jazzy. Karakter saya saat bermain paling cocok dengan
lagu – lagu seperti ‘Snaran’ atau ‘Burung Kakatua’. Agak ngebeat tapi agak jazz juga. Tapi saya juga suka jenis musik yang lain. Malah
di lagu ‘Becak Fantasy ‘ tu agak susah menyebut karakter permainan saya di situ. Lagu itu beda sendiri. Saya nggak tahu nama aliran
musiknya.
 Gitar seperti apa yang Anda sukai ?
Asal suara gitarnya sudah terdengar seperti suara gitar yang benar dan nyaman dipakai buat saya sudah cukup. Saya nggak pakai
gitar yang mahal – mahal. Gitar itu, waktu saya beli, kalau nggak salah harganyya Cuma 3,5 juta. Itu beberapa tahun yang lalu. Tapi
untuk manggung , saya biasanya pakai Yamaha CGX, gitar klasik tapi ada colokannya. Ada mikrofon di dalamnya, jadi bias langsung
masuk ke ampli. Gitar ini yang biasa saya pakai untuk mencari nafkah. Misalnya kalau manggung dengan Jaya Suprana di Kwartet
Punakawan.
 Sebenarnya, kriteria gitar akustik yang bagus itu seperti apa?
Satu, nggak fales dan nggak ada yang ‘pecah’. Semua fret harus dicek terlebih dahulu. Kedua, proyeksi suaranya cukup rata.
Maksudnya, Karena terkadang ada gitar yang senarnya satunya kencang, tapi begitu memetik bassnya ternyata nggak keluar. Ada
juga yang gede banget bassnya, tapi treble – nya, nggak keluar. Setiap range ; low, middle dan high –nya harus balance, setelah itu,
kenyamanan memainkannya. Apakah action – nya (jarak ketinggian senar dari permukaan freatboard) tinggi atau nggak? Karena
kalau terlalu tinggi bisa menyakitkan jari dan nggak leluasa memainkannya. Yang terakhir, karakter suaranya. Cocok nggak dengan
kita. Kayak memilih pacar juga……hehehe.
 Siapa gitaris favorit Anda?
Nggak ada…..hahaha! Semuanya favorit.

Anda mungkin juga menyukai