Anda di halaman 1dari 14

LK 0.

1: Lembar Kerja Belajar Mandiri

Judul Modul Agribisnis Ternak Ruminansia Perah


Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Bibit Ternak Ruminansia Perah
2. Genetik Bibit Ternak Ruminansia Perah
3. Pakan Ternak Ruminansia Perah
4. Bahan Pakan Konsentrat dan Uji Kualitas Bahan
Pakan Ruminansia Perah
No Butir Respon/Jawaban
Refleksi
1 Garis besar
materi yang KB 1. Bibit Ternak Ruminansia Perah
dipelajari
 Semua sapi atau mamalia betina dapat menghasilkan susu, tetapi
produksi susu ternak tersebut mungkin hanya bisa digunakan untuk
memenuhi kebutuhan anaknya. Beberapa ternak ruminansia perah
unggul dapat memproduksi susu berlebih untuk anaknya bahkan dapat
dijual, misalnya; breed friesian holstein dan shorthorn
 Berikut adalah beberapa breed unggul yang banyak dibudidayakan :
 Friesien Holstein atau Fries Holland (FH)
 Sapi Guernsey
 Sapi Jersey
 Brown Swis
 Ayrshire
 Milking Shorthon
 Australian Milking Zebu

Body Condition Score (BCS) Ternak Ruminansia Perah


 Penilaian kondisi tubuh (BCS) adalah penilaian visual dari jumlah
lemak dan otot yang menutupi tulang sapi, tanpa memperhatikan
ukuran tubuh. Pengukuran BCS tidak dipengaruhi oleh isi usus atau
kondisi kebuntingan. Penilaian BCS pada lokasi-lokasi spesifik yang
menggambarkan seberapa kurus atau gemuk ternak
 Penilaian atau pengukuran BSC ini merupakan penilaian secara
visual untuk menetapkan standarisasi kegemukan atau kekurusan
ternak.
 Melalui BCS dapat diketahui sejarah tingkat pemberian pakan,
kemungkinan produktivitas, pengelolaan kondisi tubuh, kinerja
reproduksi, produksi susu, efisiensi konversi pakan, dan peningkatan
kesehatan serta kesejahteraan ternak.
 Body Condition Score (BCS)pada ternak sapi perah melalui
pengamatan 8 titik penonjolan tulang yaitu :
 processus transversus,
 processus spinosus,
 tuber coxae (hooks),
 legok lapar (thurl),
 antara tuber coxae kanan dan kiri (tailhead)
 pangkal ekor ke tuber ischiadicus (pins),
 antara tuber coxae (hooks),
 dan tuber ischiadicus (pins).

 Di Indonesia sendiri penentuan BCS ternak ruminansia perah mengikuti


skala dari Inggris yaitu 5 skor
 Penilaian BCS dengan 5 skala menurut Sukandar (2008) :
Grade 1 (Sangat Kurus)

Grade 2 (Kurus )

Grade 3 (sedang)
Grade 4 (Gemuk) Grade 5 (sangat gemuk)

 Menurut Webster (1987) BCS induk sapi perah memiliki skor rata-rata
2.5 - 3.5 saat melahirkan.
 Pengukuran BCS merupakan pengukuran penting dalam menilai
efektifitas pemberian pakan (Grant dan Keown, 1993).
 Penelitian menunjukkan bahwa sapi yang terlalu gemuk saat melahirkan
dengan BCS > 4 (skala 5) lebih rentan terhadap serangan penyakit
reproduksi seperti sulit melahirkan, sulit dipertahankan setelah
melahirkan, ovarium sistic, 16 dan infeksi rahim.

Pembibitan dan Pola Perkawinan Ternak Ruminansia Perah


 tiga hal yang dapat dipertimbangkan sebagai hasil (output) budidaya
ternak perah yaitu: 1). Anakan jantan yang dapat dijadikan sebagai
pejantan penggati atau sebagai ternak pedaging jika kualitas dirasa
kurang untuk pejantan sapi perah, 2). Anakan betina yang dapat
dijadikan sebagai calon induk untuk memproduksi susu, dan 3). Susu
yang diproduksi dari hasil proses reproduksi (perkawinan, kebuntingan
dan laktasi).
 Sistem perkawinan yang diterapkan pada ternak ruminansia perah yaitu
perkawinan alami dan perkawinan inseminasi buatan.
 Ada empat pertimbangan penting dalam pemuliaan untuk produksi
susu berdasarkan FAO yaitu: Memilih sapi betina/indukan terbaik
Memilih bull/pejantan terbaik Pengebirian anak sapi dan memilih sapi
jantan dan sapi pengganti terbaik Mencapai efisiensi pemuliaan terbaik
 Pembibitan ini bertujuan untuk melestarikan ternak-ternak unggul dan
meningkatkan produksi dengan cara memilih dan mendesain ternak
yang unggul sebagai indukan atau pejantan.
 Sistem pembibitan di Indonesia menerapkan skema village breeding
centre yang merupakan pembibitan berbasis peternakan rakyat.
 Untuk memperoleh bibit yang berkualitas, dilaksanakan sebagai
berikut:
a. Menggunakan pejantan unggul dan produktif;
b. Kawin alam dengan rasio jantan dan betina 1 : 10;
c. Inseminasi Buatan (IB) menggunakan semen beku atau semen cair
dari pejantan yang sudah teruji kualitasnya dan dinyatakan bebas dari
penyakit hewan menular yang dapat ditularkan melalui semen;
d. Menghindari perkawinan dengan kerabat dekat (inbreeding), seperti
antara bapak/induk dengan anak, saudara sekandung, dan antara
saudara tiri, kakek/nenek dengan cucu

Macam-macam Teknik Perkawinan Ternak Perah


 Pola perkawinan melalui intensifikasi kawin alam dapat dilakukan
dengan empat cara (Affandhy et al., 2007) yaitu:
1. Kawin alam dalam kandang individu
2. Kawin alam yang dilakukan dalam kandang paddock (mini rench)
3. Perkawinan alami dalam kandang kelompok
4. Perkawinan alami di ladang penggembalaan (pastura),
 Teknik perkawinan lainnya yaitu dengan cara Inseminasi Buatan (IB)
menggunakan semen beku (frozen semen) atau semen cair (chilled
semen) yang bertujuan menghasilkan ternak ternak berkualitas dan
juga meningkatkan kuantitas ternak.
 Dalam melakukan IB alat-alat dan bahan yang harus disiapkan adalah:
 Container
 Gun
 Speculum
 Plastic sheet
 Straw`

 Karakteristik indukan sapi perah yang baik adalah:


Keturunan galur murni atau silangan sapi perah
Lebih baik sudah pernah beranak minimal 1 kali
Sekali yang menunjukkan sapi tersebut dapat bereproduksi
Memiliki ambing dan puting yang baik
Memiliki temperament yang baik, mudah dihandling

 Karakteristik pejantan sapi perah yang baik adalah:


Pilih pejantan yang baik dari sumber yang dikenal (peternakan
pembibitan, instansi pemerintah, perusahaan),
Pastikan pejantan sehat, tidak timpang dan dapat bereproduksi
dengan baik, Pejantan merupakan ternak yangterseleksi baik sapi
lokal maupun impor,
Mencegah sapi jantan dari luar datang ke peternakan dan kawin
dengan sapi dalam peternakan,
Jangan biarkan sapi jantan kawin dengan anakannya dan ganti
pejantan setelah sekitar tiga tahun (mencegah inbreeding),
Ternak berumur dua tahun atau lebih dan bebas dari berbagai
penyakit reproduksi (leptospirosis, eenzootic bovine leucosis,
brucellosis, infectious bovine rhinotracheitis),
Pilih pejantan pengganti dari jenis yang berbeda (jika tersedia).

 Pencatatan (recording) sapi perah berfungsi sebagai dokumen atau


rekaman hidup ternak, berisi silsilah, rekaman pemeliharaana, rekaman
pemberian pakan, rekaman performa, rekaman perkawinan, kelahiran,
dan lain-lain.

Seleksi Bibit Ruminansia Perah


 Dua cara untuk mendapatkan bibit unggul yaitu :
1. Menseleksi ternak-ternak yang beragam dan dipilih satu atau
beberapa rangking yang memiliki skor tertinggimelalui pemilihan
ternak terbaik dengan minimal darah 87.5% dan dilihat
bagaimana pertumbuhan meliputi bobot lahir, weaning weight
(bobot sapih), yearling weight (bobot setahun), data-data
mengenai performa reproduksi termasuk kuantitas dan kualitas
susu yang dihasilkan.
2. Dengan persilangan, yaitu mengawinkan ternak dengan galur
murni atau dengan ternak lain yang lebih unggul dengan tujuan
anakannya akan lebih unggul dari tetuanyadilakukan
berdasarkan persentase darah minimal 93,75% dan dilihat bobot
badan saat lahir, sapih dan setahun, data-data reproduksi seperti
uji kualitas sperma, uji libido dan uji zuriat.
KB 2. Genetik Bibit Ternak Ruminansia Perah
 Bibit ternak ruminansia perah merupakan faktor yang penting
mengingat bibit inilah yang nantinya akan jadi produsen susu
berkualitas dan juga akan menghasilkan keturunan unggul dengan
memperhatikan pola perkawinan yang sesuai.

Sifat-Sifat Kualitatif dan Kuantitatif


 Sifat kualitatif didefinisikan sebagai sifat-sifat yang tampak dapat
diamati dengan panca indra sedangkan Sifat kuantitatif didefinisikan
sebagai sifat-sifat yang terekspresikan pada ternak dan bisa diukur
serta memiliki ukuran yang kontinyu berupa bobot-bobot badan (lahir,
sapih, umur 1 tahun), ukuran-ukuran tubuh (panjang badan, tinggi
pundak dan lingkar dada) dan produksi susu
 Sapi perah yang dikembangkan di Indonesia yaitu tipe Friesian Holstein
atau Fries Holland (FH) 39 memiliki ciri-ciri sifat kualitatif khusus
seperti warna rambut putih bercorak hitam atau merah, pola dan
bentuk tanda putih di dahi, warna bulu ekor putih atau hitam atau
kombinasi (Agil et al., 2016).Sifat kualitatif lainnya yang dapat
menunjukkan ciri khas dan keragaman sapi FH adalah pola warna
bagian ekor atas dan ujung ekor. Pola warna tersebut adalah hitam, atas
hitam dan bawah putih, atas putih dan bawah hitam serta putih. Pola
warna kaki bawah juga bervariasi yaitu hitam, hitam dan sedikit putih,
putih bercorak hitam dan putih polos.
Ragam Genetik Ternak dalam Populasi
 Perbedaan pola warna, bobot badan, produksi susu ternak perah
disebabkan oleh adanya keragaman. Keragaman genetik muncul ketika
proses pindah silang dan rekombinasi kromosom pada saat pembelahan
meiosis sel-sel gamet. Selain itu keragaman genetik juga diakibatkan oleh
kejadian mutasi gen yang menyebabkan frekuensi gen berubah.
 Fenotip merupakan hasil dari pengaruh variasi genetik dan variasi
lingkungan (P = G + L).
 Pengaruh dari genetik dan lingkungan ini akan diekspresikan ke
penampakan fenotip yang merupakan hasil kombinasi atau interaksi
antar kedua variasi (P = G + L + Igxl).
 Lingkungan tidak dapat merubah genotip ternak, namun lingkungan
dapat mempengaruhi ekspresi gen-gen ternak.

Heritabilitas
 Heritabilitas dibagi menjadi dua pengertian yaitu :
1. Dalam arti luas (H) adalah proporsi keragaman fenotip total dan
keragaman genetik secara keseluruhan; dan heritabilitas
2. Ddalam arti sempit (h2 ) adalah proporsi atau keragaman fenotip
total yang diakibatkan oleh pengaruh gen-gen yang memiliki aksi
aditif.

 Besarnya nilai heritabilitas (h2 ) adalah 0 - 1 dan dikategorikan menjadi


3 yaitu :
kategori tinggi dengan skor h2 > 0.4 (> 40%),
kategori sedang dengan skor 0.2 ≥ h 2 ≥ 0.4 (20 - 40%)
kategori rendah dengan skor h2 0 - 0.2 (0 - 20%)

 Jika suatu sifat memiliki keragaman fenotipik nol (Vp = 0) yang artinya
lingkungan memiliki pengaruh penuh terhadap suatu sifat, maka nilai
heritabilitas sifat tersebut tidak bisa didefinisikan
 Variasi genetik aditif tidak mungkin lebih besar dari variasi fenotipik,
sehingga nilai heritabilitas tidak mungkin lebih dari satu (Lasley, 1987).
 Nilai heritabilitas pada jenis ternak yang sama bisa berbeda karena
pengaruh lingkungan yang berbeda
 Nilai heritabilitas ini dapat digunakan sebagai acuan dalam penentukan
program pemuliaan yang tepat.

Ripitabilitas
 Pengamatan terhadap produksi yang berulang selama masa produktif
disebut ripitabilitas. misalkan produksi susu yaitu laktasi 1, laktasi 2,
laktasi 3, laktasi 4.
 Nilai ripitabilitas dipengaruhi ragam genetik dan ragam lingkungan
selama periode pengukuran.
Korelasi Genetik
 Korelasi genetik adalah ukuran dari asosiasi atau hubungan genetik dari
sifat-sifat yang berbeda.
 Korelasi ini dapat terjadi karena :
1. Banyak gen yang memengaruhi lebih dari satu sifat sehingga
dapat memberikan efek secara bersamaan pada beberapa sifat
fenotip atau dikenal dengan pleiotropi. Misalnya, gen yang
meningkatkan laju pertumbuhan juga mempengaruhi stature dan
berat badan.Fenomena pleiotropi ini yang menyebabkan adanya
korelasi genetik antara dua sifat.
2. Gametic disequilibrium adalah asosiasi alel non-random di lokus
yang berbeda, hal ini juga bisa menyebabkan korelasi genetik
antar sifat.Gametic disequilibrium bisa disebabkan dari physical
linkage suatu gen yang berdekatan pada kromosom.

Metode Seleksi untuk Meningkatkan Mutu Genetik Ternak Ruminansia


Perah
 Metode seleksi adalah teknik untuk mengidentifikasi dan memperkirakan
nilai-nilai genetik calon individu sehingga dapat menghasilkan keturunan
yang sesuai dengan kriteria seleksi.
 Seleksi sendiri dibedakan menjadi seleksi alam yaitu seleksi yang
ditentukan oleh alam dan seleksi buatan yaitu seleksi yang dibuat atau
ditentukan oleh peternakmengenai sifat yang memiliki nilai ekonomis
dan juga daya adaptasi terhadap lingkungan.
 Dengan kata lain, seleksi juga dapat diartikan sebagai proses yang dapat
merubah genotipe sehingga memberikan keturunan-keturunan ternak
yang berbeda dan diharapkan lebih unggul dari kelompok.
 Untuk mendapatkan bibit ternak unggul, seleksi dilakukan berdasarkan
teknik-teknik seleksi yang memanfaatkan data-data kuantitatif sebagai
pendugaan nilai pemuliaan (suatu penilaian mutu genetik suatu ternak
berdasarkan kedudukannya dalam populasi):
1. Performance test (uji performa) dilakukan pada invidivu yang
menjadi kandidat proses seleksi.
2. Pedegree test (uji silsilah) dilakukan berdasarkan catatan silsilah
individu termasuk tetuanya karena informasi genetik suatu ternak
didapatkan dari setengah induk dan setengah pejantan.
3. Progeny test (uji zuriat) dilakukan untuk mengevaluasi sifat-sifat
individu berdasarkan performa keturunannya (progeni).
4. Seleksi lebih dari satu sifat,ada beberapa teknik yang dapat
digunakan yaitu :
 Seleksi bergilir (tandem selection)(dilakukan pada tiga sifat
yang berbeda yaitu produksi susu, bobot badan, dan tinggi
pundak)
 seleksi batas penyingkiran bebas atau seleksi sistem gugur
(independent culling level),yaitu seleksi beberapa sifat yang
dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan menetapkan
batas penyingkiran atau syarat minimal yang harus dicapai
setiap calon bibit.
 seleksi indeks (index selection)merupakan seleksi paling
efisien karena mempertimbangkan semua sifat sekaligus
dengan pembobotan atau pemberian indeks, namun seleksi
ini memerlukan data yang lengkap.
 Peramalan kemampuan produksi susu selama masa
produktifnya Most Probable Producing Ability (MPPA) ternak
perah.

Efisiensi Reproduksi
 Efisiensi reproduksi adalah fenomena kompleks yang dikendalikan oleh
faktor genetik dan non-genetik, faktor non-genetik termasuk cuaca dan
iklim, nutrisi, dan manajemen.
 faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi reproduksi yaitu :
1. Terbatasnya jumlah ovum yang diovulasikan oleh ternak betina
2. Persentasi fertilisasi
3. Kematian embrio
4. Umur
5. Longevityumur induk
6. Calving interval ( jarak beranakantara kelahiran satu dengan
kelahiran selanjutnya)
7. Days open (waktu yang dibutuhkan oleh suatu ternak dari setelah
melahirkan (partus) untuk kembali bunting )
8. Service per conception (S/C) /jumlah keberhasilan inseminasi
buatan yang dilakukan pada induk perah sampai terjadi
kebuntingan.

Waktu yang Tepat untuk Mengawinan Sapi Perah


 Faktor penting dalam keberhasilan perkawinan ternak adalah waktu
yang tepat untuk dikawinkan yaitu dengan memperhatikan siklus
estrus ternak betina, ternak yang memiliki performa baik dan genetik
unggul,
 Siklus estrus atau dikenal dengan istilah heat cycle (Stevenson dan
Britt, 2017) adalah waktu atau periode penerimaan ternak betina untuk
kawin dan terjadi pada sapi betina puber dan sapi tidak bunting
 Tahapan siklus dan fase-fase estrus menurut Ibrahim (2015) adalah:
 Fase 1. Pre estrus - sebelum Pre estrus
 Fase 2. Puncak estrus atau estrus
 Fase 3. Setelah estrus dan ovulasi

 Tanda-tanda ternak siap untuk dikawinkan:


Bergemuruh/berteriak-teriak, berjalan mondar-mandir terlihat
seperti sedang gelisah
Terdapat lendir yang berasal dari vulva
Suka naik ke sapi lain dalam kelompoknya
Ketika sednag berlarian/berjalan bersama kelompok atau sapi
lain ekor sapi tersebut sedikit terangkat dan rambut ekornya
agak kasar
Jika sapi tersebut masih diperah, produksi susunya tiba-tiba
mengalami sedikit penurunan

Pola Perkawinan untuk Menghasilkan Bibit Ternak Perah


 Asortative Mating adalah pola perkawinan dilakukan pada ternak-
ternak yang setara, yaitu memiliki keserupaan fenotipe yang
merupakan ekspresi dari genotipe.
 Outbreeding adalah pola perkawinan yang dilakukan pada ternak-
ternak yang memiliki hubungan kekerabatan yang jauh (tidak
memiliki tetua yang sama sampai generasi keenam diatasnya).
 Outcrossing dan Up Grading
Outcrossing adalah perkawinan ternak-ternak yang tidak memiliki
hubungan kekerabatan sama sekali.
Up grading adalah perkawinan dengan cara memanfaatkan pejantan
unggul untuk meningkankan keturunan-keturunan ternak lokal
(native).
 Crossbreeding/persilangan adalah perkawinan individu-individu dari
garis yang berbeda, breed atau populasi yang berbeda untuk
menghasilkan keturunan dengan kemampuan ekonomi yang lebih
baik
 Inbreeding/kawin sedarah adalah hubungan perkawinan antara
tetua dengan keturunannya.

KB 3. Pakan Ternak Ruminansia Perah


 Pakan merupakan faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi ternak.
 Setiap ternak memiliki standar kebutuhan pakan yang berbeda-beda
bergantung pada jenis atau bangsa, umur, status fisiologis (bunting,
laktasi atau masa kering).
 Performa atau fenotipe suatu ternak dipengaruhi oleh genetik dan
lingkungan. Faktor lingkungan yang paling mempengaruhi performa
adalah pakan.
 Fungsi pakan sendiri adalah :
 Untuk kelangsungan hidup ternak (hidup pokok)
 Untuk tumbuh
 Untuk perkembangbiakan janin
 Dan untuk memproduksi susu.
 Reproduksi

Sistem Pencernaan Sapi Perah


 Saluran pencernaan sapi perah dan fungsinya :
 mulut : untuk makan, mengunyah dan mesekresi saliva untuk
mempermudah proses pencernaan pakan di dalam mulut seperti
menelam dan proses pencernaan pakan disaluran selanjutnya
 kerongkongan (esophagus) : membantu menyalurkan pakan
(digesta) dari mulut ke lambung melalui gerakan peristaltik.
 rumen : tempat proses fermentasi pakan oleh mikroba
 retikulum/ “honey comb” :
 omasum : bertugas dalam absorbsi air yang berbentuk seperti
lembaran buku
 abomasum,atau disebut sebagai perut sejati bertugas dalam
mencerna makanan secara enzimatis seperti pada moonogastrik.
 usus halus,
 usus besar dan
 rektum.

Komponen-komponen Nutrien
 Nutrien-nutrien esensial yang dibutuhkan berdasarkan Pandey et al.
(2011) yaitu:
1. Air
2. Energi
3. Karbohidrat
4. Protein
5. Lemak (fats atau lipids)
6. Vitamin
7. Mineral

Kebutuhan Nutrien Sapi Perah Laktasi


 Kebutuhan pakan ternak sapi perah laktasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu: bobot badan, produksi suus dan perubahan bobot badan.
 Sistem pencernaan sapi perah laktasi dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu
Pandey et al. (2011):
1. 10 minggu pertama laktasi  merupakan puncak produksi,
cadangan energi digunakan untuk mengembalikan kondisi tubuh
dari kekekurangan nutrien.
2. 10 - 20 minggu laktasi  Ternak sapi membutuhkan asupan
energi maksimum
3. Laktasi akhir  konsumsi yang tinggi diperlukan untuk produksi
dan cadangan nutrien dalam tubuh untuk persiapan laktasi
berikutnya.
4. Masa kering  periode akhir perbaikan bobot badan yang diikuti
regenerasi kelenjar sekretori di ambing.
5. Akhir masa kering  yaitu peternak mulai mempersiapkan sapi
perah untuk laktasi yaitu 1 - 3 minggu sebelum beranak (calving).
Fase ini dikenal sebagai fase transisi

Pakan Hijauan Sapi Perah


 Ternak ruminansia mampu memanfaatkan serat kasar dalam pakannya
karena ternak ruminansia memiliki tipe lambung yang mampu
mencerna pakan dengan kandungan serat kasar lebih tinggi dibanding
ternak unggas.
 Jika dilihat dari kandungan serat kasar dalam bahan pakan, pakan
dikategorikan menjadi dua, yaitu:
 pakan konsentrat /pakan penguat
 pakan hijauan.
 Hijauan Rumput-rumputan
 Rumput gajah (Pennisetum purpureum)
 Rumput raja (Pennisetum typhoides)
 Rumput lapang
 Rumput Signal atau rumput BD (Brachiaria
decumbens)
 Hijauan Leguminosa
 Gamal (Gliricida sepium)
 Kaliandra (Calliandra calothyrsus)
 Daun Turi (Sesbania grandiflora)
 Indigofera zollingeriana
 Lamtoro (Leucaena leucochepala)
 Hijauan Asal Limbah Pertanian
 Jerami padi
 Jerami jagung atau tebon jagung
 Jerami kacang-kacangan
KB 4. Bahan Pakan Konsentrat dan Uji Kualitas Bahan Pakan
Ruminansia Perah
 Tenak perah akan memproduksi susu dengan kualitas yang lebih baik
ketika diberi pakan hijauan, namun pada beberapa kondisi ternak
perah juga perlu diberi pakan penguat atau konsentrat.
 Pengujian kualitas nutrisi bahan pakan dapat dilakukan berdasarkan
analisis proksimat yang meliputi :persentase Bahan Kering (BK), Protein
Kasar (PK), Lemak Kasar (LK), Serta Kasar (SK), Abu, dan Bahan
Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN).

Pakan Konsentrat dan jenis-jenisnya


 Konsentrat merupakan pakan yang rendah serat, kaya energi, dan
memiliki kadar protein yang beragam (rendah, sedang, dan tinggi).
Konsentrat digunakan dalam ransum untuk meningkatkan kandungan
energi dalam pakan sapi perah dan juga sebagai pelengkap nutrisi
hijauan.
 Untuk sapi perah, pakan konsentrat dibedakan berdasarkan umur
yaitu:
1. Konsentrat pemula 1, yaitu untuk sapi perah umur 1 sampai 4
minggu. 2.
2. Konsentrat pemula yaitu untuk sapi perah umur setelah 1
bulan sampai 6 bulan
3. Konsentrat dara adalah pakan konsentrat untuk sapi perah
mulai umur 7 bulan sampai dengan 18 bulan.
4. Konsentrat laktasi pakan konsentrat untuk sapi perah setelah
beranak sampai kering bunting.
5. Konsentrat laktasi produksi tinggi adalah pakan konsentrat
untuk periode sapi perah setelah beranak sampai kering
bunting dengan produksi susu rata-rata 20 liter per hari.
6. Konsentrat kering bunting adalah pakan konsentrat untuk sapi
7. Konsentrat sapi perah pejantan adalah pakan konsentrat yang
diperlukan untuk sapi perah pejantan.

 Berdasarkan kandungan nutrien yang dominan, pakan konsentrat


dibedakan menjadi konsentrat sumber energi dan sumber protein (SNV,
2017).
1. Konsentrat sumber energi
 biji-bijian (dedak gandum, dedak padi, dan dedak jagung),
 umbi-umbian (singkong dan kentang),
 limbah industri gula (molases),
 hasil samping industri bir (ampas bir),
 limbah pengolahan sawit pelepah dan
 Crude Palm Oil (CPO) (SNV, 2017).
2. Konsentrat sumber protein
 Hasil samping pengolahan minyak (bungkil
kedelai,bungkil kelapa,bungkil biji bunga matahari, dan
bungkil kacang tanah.)
 limbah industri tahu yaitu ampas tahu.
 dari hewan ternak (tepung darah, tepung tulang, tepung
bulu, dan tepung ikan)

Imbangan Hijauan : Konsentrat untuk Sapi Perah


 Pakan ternak perah harus seimbang kandungan nutriennya. Dalam
ransum harus mengandung protein, energi, mineral dan vitamin baik
dari bahan pakan hijauan, konsentrat, suplemen mineral, dan lain-lain
disediakan dalam jumlah yang sesuai untuk memungkinkan ternak
berproduksi secara optimal dan tetap sehat.
 . Menurut Garg dan Makkar (2012) pemberian pakan yang tidak
seimbang menghasilkan beberapa masalah sebagai berikut:
 Produksi susu rendah, pertumbuhan dan reproduksi buruk
 Produksi susu lebih rendah dari potensi genetiknya
 Panjang laktasi lebih pendek dan interval melahirkan lebih lama
Persyaratan mutu bahan pakan ternak berdasarkan SNI dapat diakses
pada link berikut http://pakan.ditjenpkh.pertanian.go.id/sni-bahan-
pakan/. 110
 Ternak lebih rentan terhadap gangguan metabolisme seperti demam
susu dan ketosis
 Pertumbuhan lambat pada ternak muda sehingga umur melahirkan
pertama kali lebih lama
 Masa produktif yang lebih pendek
 Menurunkan keuntungan bagi peternak

Formulasi Ransum Sapi Perah


 Strategi dalam memformulasikan ransum yaitu:
1. Tentukan status fisiologi dan tujuan produksi.
2. Siapkan dan susun daftar kebutuhan nutrien ternak sesuai
kondisi ternak.
3. Tentukan bahan-bahan pakan yang akan digunakan dan
tersedia di lapangan (harga, stok bahan, dan lain-lain).
4. Susun komposisi nutrien yang dikandung bahan pakan yang
telah dipilih (3).
5. Kelompokkan bahan pakan berdasarkan klasifikasinya (sumber
energi atau sumber protein).
6. Buat campuran bahan dan hitung nilai nutriennya serta
sesuaikan dnegan kebutuhan ternak.

 Teknik penyusunan ransum ternak :


 metode pearson square:penyusunan ransum yang menggunakan
empat macam bahan pakan.
 metode least cost formulation : berdasarkan pada pemrograman
linier.
 trial eror method.

Uji Kualitas Pakan


 Pengujian mutu pakan dapat dilakukan secara :
 uji kimia (analisis proksimat)
 uji fisik dan
 uji biologis

 Hasil uji fisik, kimia, dan biologis dapat digunakan untuk mengetahui
mutu pakan ternak sehingga dapat diketahui apakah pakan tersebut
sudah sesuai dnegan mutu yang dipersyaratkan (sesuai SNI pakan
ternak)
 Pakan yang bermutu sesuai standar belum tentu akan memberikan
performa ternak yang baik, apabila tidak 120 sesuai dengan kebutuhan
nutrisi ternaknya.

2 Daftar 1. Body Condition Score Sapi Perah


materi yang 2. Ragam Genetik Ternak dan Heritabilitas
sulit 3. Kebutuhan nutrien pakan sapi perah periode laktasi.
4. Pola Perkawinan Bibit Ternak Perah
dipahami di
5. Formulasi Ransum Ternak Ruminansia Perah
modul ini
3 Daftar 1. Sifat Kuantitatif dan Kualitatif Sapi Perah
materi yang 2. Penentuan Grade Ruminansia Perah berdasarkan BCS
sering 3. Tahapan siklus dan fase-fase estrus Ternak Ruminansia Perah
mengalami
miskonsepsi

Anda mungkin juga menyukai