Anda di halaman 1dari 3

Mata Kuliah : Teori Hukum

Dosen : Dr. Zen Zanibar.,SH.,MH

Tanggal : 01 Oktober 2022

Nama Mahasiswa : Apriansyah

NIM : 912 22 022

Tugas : Memberikan Komentar Terhadap Artikel Relasi Hukum dan Moral


Sebuah Potret Antar Mazhab dan Konteks Ke-Indonesiaan

Masyarakat dan hukum tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya karena keberadaan
masyarakat selalu diikuti dengan keberadaan hukum. Hukum didalam masyarakat tidak hanya
digunakan sebagai alat untuk ketertiban dan keamaanan antar individu dengan individu lain di
dalam masyarakat namun juga hukum ialah alat moralitas yang masuk kedalam pikiran manusia
untuk menciptakan suatu keadilan. Terdapat dua mazhab yang terkenal yaitu mazhab hukum
kodrat dan mazhab hukum positivisme, dimana kedua mazhab ini memandang hukum dan
keberlakuannya dari sudut yang berbeda. Mazhab hukum alam memandang hukum sebagai
refleksi dari moral, etika dan keadilan. Sedangkan mazhab positivisme hukum memandang
hukum sebagai perintah yang berdaulat yang tidak ada kaitannya dengan moral, etika dan
keadilan.

Mazhab hukum alam dan mazhab hukum positif terkait dengan relasi hukum dan moral,
memunculkan dua pola relasi yaitu yang pertama relasi integrative yang mana dapat dilihat dari
mazhab hukum kodrat yang harus sesuai dengan nilai-nilai moralitas. Hukum ini juga
membuktikan bahwa terdapat tuntutan fundamental dalam hidup manusia yang
nyata dalam wujudnya sebagai makhluk yang berakal budi. Manusia tidak boleh
mengikuti nalurinya yang irrasional, melainkan pertimbangan akal budi dan rasa

moral. Mazhab hukum alam menyatakan bahwa hukum adalah tatanan kebajikan yang
mengutamakan keadilan bagi umum. Senada dengan hal tersebut, Aristoteles menyatakan bahwa
hukum merupakan wahana yang diperlukan untuk mengarahkan manusia pada nilai-nilai moral
yang rasional. Hukum akan menjadi pengarah manusia untuk bertindak dengan nilai-nilai moral
yang rasional, maka ia harus adil.

Sedangkan relasi konflik yang dilihat dari mazhab positivisme hukum. Memandang
hukum sebagai saran untuk menciptakan kepastian hukum, maka harus dipisahkan dari nilai baik
atau buruk, serta nilai adil atau tidak adil, dimana mazhab ini memandang hukum ialah perintah-

perintah yang berdaulat. Menurut John Austin, bahwa hukum adalah hukum positif yang dibuat
oleh kekuasaan yang lebih tinggi kepada kekuasaan yang lebih rendah. Hukum dilepaskan dari
etika dan bukanlah cerminan dari keadilan. Tidak pentig hukum adil atau tidak yang penting
ialah perintah yang berdaulat dan semua orang menaatinya. Cita hukum atau tujuan hukum lebih
pada kepastian hukum.

Kedua mazhab ini agak sulit untk disatukan. Ketika keadilan yang diutamakan, maka
tidak jarang kepastian hukum dilanggar, dan sebaliknya. Sebagaimana mestinya hukum yang adil
dan hukum yang berkepastian tetap diperlukan. Namun, apabila hukum positif nyata-nyata
bertentangan dengan keadilan, maka penegak hukum harus berani untuk menerobosnya, demi
tegaknya hukum dan keadilan. Hukum positif yang tidak berkeadilan hanya sekumpulan kalimat
yang tidak bermakna dan hanya alat penguasa untuk mengekang rakyatnya.

Didalam konteks Indonesia pola relasi hukum dan moral terdiri dari dua yaitu pola relasi
integrative dan pola relasi independen. Di dalam pola relasi integrative jika dilihat dari sudut
pandang yang mendasar ialah ideologi pancasila yang mana pasal demi pasal menunjukkan
adanya nilai religius dan moral yang tentunya hal ini menunjukkan relasi yang harmonis antara
mazhab hukum kodrat dan hukum positivisme. Indonesia memiliki pancasila sebagai sumber
hukum dan sumber etika. Sedangkan didalam relasi independen, relasi integrative mengalami
pergeseran pola dalam penegakannya dan eksekusi nya di lapangan. Pola ini terjadi pada level
structure karena antara moral-etik dan hukum masing-masing memiliki lembaga sendiri sendiri
dalam penegakannya. Putusan setiap lembaga tersebut meliki kekuatan yang bersifat mengikat
dan final layaknya putusan pengadilan pula.

Moralitas bangsa Indonesia, yang paling mendasar, berakar pada Pancasila. Pancasila
dalam kedudukannya sering disebut sebagai dasar falsafah negara dan ideologi negara. Dalam
pengertian ini, Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan
negara/penyelenggaraan negara, dengan kata lain Pancasila menjadi sebuah cita hukum bangsa.
Sila-sila dalam Pancasila menjadi kaidah penuntut dan menjadi asas hukum utama dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan. Hukum menjadi tidak terlalu berarti, jika tidak
dijiwai dengan moralitas. Tanpa moralitas, hukum akan kosong. Dalam konteks keindonesiaan,
Pancasila sebagai moralitas tertinggi berfungsi sebagai pemandu sekaligus juga menjadi cita
hukum bangsa yang luhur. Wacana pengembanan hukum tidak dapat hanya dibangun dalam satu
spektrum, yakni peraturan hukum semata, melainkan juga melalui perilaku hukumnya juga.

Anda mungkin juga menyukai