Anda di halaman 1dari 5

YELRI TASYA ANGRAENI

200906500019

B-EKONOMI PEMBANGUNAN

RINGKASAN ARTIKEL

PERMASALAHAN

Amerika Serikat dan Eropa tak percaya bahwa negara china, india dan Rusia mampu
mengatasi masalah sosial dan politik karena jumlah penduduknya yang sangat banyak. Cara
mereka berpikir sangat terbelakang. Budaya mereka tidak bisa beradabtasi dengan masyakat
modern. Tidak punya standar ilmiah. Bagaimana mungkin USSR yang tahun 1991 dimana
idiologi komunis bangkrut, ternyata kini telah menjadi negara industri yang tangguh dan
industri jasa yang berkembang pesat. Rusia telah menjadi pengendali harga baja , gandum
dunia, menguasai tekhnologiexplorasi Gas dan Minyak. Mengalahkan AS dan Eropa dalam
hal riset alat tempur canggih. Berkali kali krisis tetapi selalu cepat recovery, Itu karena sektor
agronya sangat kuat dan lentur.

Bagaimana mungkin India, negara yang hidup bergantung kepada agriculture, kini telah
menjelma menjadi negara jasa. Telah menggeser AS dan Eropa dalam konteks kemampuan
menjadi supply chain global industry dibidang industri digital. Tingkat penyerapan angkatan
kerja yang lebih besar dibanding revolusi inggris negara yang pernah menjajahnya. Riset
inovasi yang bersaing dengan AS, dan unggul dalam design teknologi Digitai.

Baik China, India, Rusia, lambat laun semakin maju ekonominya semakin mereka
membangkitkan budaya lokal dan meninggalkan budaya sesuai standar Eropa dan AS.
Kebebasan sosial media dikendalikan lewat tekhnologi yang mereka kuasai. Walau rakyat
memiliki kebebasan, tetapi tekhnologi membatasi mereka, dan harus patuh kepada standar
moral lokal. Pasar domestik untuk consumergoods mereka semakin kokoh. Karena produksi
dalam negeri. Beda dengan AS dan Eropa yang tergantung impor.

Pemerataan ekonomi bukan seperti AS dan Eroipa yang lewat bursa sistem
spreadownership, tetapi lewat dukungan UMKM yang luas, memastikan peluang bagi semua.
Konglomerasi dikendalikan negara untuk kemakmuran dan keadilan sosial bagi semua. Mata
uang dikendalikan dengan kontrol ketat cross border transfer ke luar negeri kecuali dengan
underlyingproperly. Bagi mereka uang bukan segala, tetapi uang yang mengutamakan
produksi dan berbagi dalam bentuk kolaborasi dan sinergi.

AKTOR , INDIVIDU/LEMBAGA YANG TERLIBAT

 IBM
 BPOM
 China, India, Rusia
 AS dan Eropa
 SNI
 WHO dan IDI

POIN-POIN YANG DIKRITISI

Masa depan peradaban ada di Indonesia

 Dibonsai oleh sistem


Ada teman mau buat produk minuman ringan. Ini sebenarnya minuman orang
kampung. Dari Cincau saja. Ya sekelas minuman herbal. Rekomendasi dari menteri
pertanian. Maklum bahan baku dari tanaman. Dia datangi menteri pertanian. Diminta
lengkapi proses tanam dan kemitraan dengan petani. Dan rekomendasi
rekomendasitekhnologi dari Lembaga riset dan pastikan lolos BPOM. Dia mondar mandir
dari satu instansi ke instansi lain. Tiga bulan lewat. Antar kantor saling jerat. Distributor atau
importir Indonesia itu sudah punya koneksi kuat dengan BPOM. Apapun dia bisa impor dan
pasti lolos BPOM. Harga barang impor itu murah saja di luar negeri. Tapi masuk pasar dalam
negeri jadi mahal. Mahal, karena rente izin. Budaya impor ini telah membuat orang cepat
kaya. Hidup hedonis. Jangan kaget generasi milenial terpancing untuk jadi kaya cepat lewat
mindset importir. 10 tahun era SBY kita mengalami deindustrialisasi. Kita kehilangan 10
tahun era emas untuk jadi negara besar setelah krismon. Yang difokuskan adalah memperluas
lahan sawit dan tambang batu bara. Data dari Publikasi Perkumpulan Transformasi Untuk
Keadilan (TUK) menyebutkan, 25 grup usaha besar menguasai 51 persen atau 5,1 juta hektar
lahan kelapa sawit di Indonesia. Luas tersebut setara dengan luas setengah Pulau Jawa.
Belum lagi lahan untuk IUP. Indonesia memang tidak di design sebagai negara modern.
Tetap dengan pola pikir menjajah dan terjajah.
 Dukungan kemandirian yang buruk
Saya masih ingat ketika lapor sekolah saya banyak merah. Papa saya marah. Dia pukul
kaki saya pakai sapu lidi. Saya dapat nilai buruk saja sudah malu. Apalagi dipukul depan adik
saya yang nilainya bagus. Waktu tamat SMA, saya gagal masuk semua universitas.Tahun
2005 saya berjuang masuk ke pasar Korea dengan produksi dari pabrikasi China. Sebagai
maklon (pengusaha tanpa pabrikan) saya berusaha berharap agar pabrikan LCD China mau
mengubah proses produksi dengan tekhnologi Jepang. Saya dapat rekomendasi beli mesin
dari Jepang. Padahal engga mudah beli tekhnologi dari Jepang. Bahkan China memberi saya
fasilitas kredit ekpor untuk beli mesin itu.
Tahun 90an saya buat pabrik modem mesin tekstil. Kandas karena tidak sesuai dengan
SNI. Padahal saya sudah masuk ke pasar dalam negeri. Harga saya lebih murah dari buatan
import. Bahkan lebih kuat. Tetapi karena gagal mendapatkan sertifkasi SNI, pemerintah
larang saya jual lagi. Pabrik kecil saya digusur. Sayapun bangkrut. Selanjutnya modem mesin
tekstil tergantung impor. Sampai kini masih impor. Banyak inovasi dan kreativitas anak
bangsa ini, tergusur oleh mindset rente dan koruptor. Kita tidak punya produk industri
kebanggaan, kecuali hanya jadi konsumen saja. Terjajah secara sitematis akibat mindset.
 Kurcaci pola pikir
Organisasi profesi seperti Lawyer atau dokter atau lainnya memiliki tujuan yang sama
yaitu menyamakan standar etika dan moral di antara mereka dalam melaksanakan profesinya.
Etika dan moral itu hanya berhubungan dengan pelayanan dan interaksi mereka dengan klien.
Profesi dokter sudah menjadi bagian dari mesin kapitalis industri. Dokter yang bukan
ilmuwah riset diharuskan patuh dengan produk obat dan alkes berbasis riset. Metodelogi riset
itu standarnya WHO. Dan lagi yang membuat tidak terjadi kemajuan dan perubahan yang
lebih baik dari zaman ke zaman ya hanya agama. Kalau profesi dokter mengaminin standar
WHO dan fatwa WHO, maka dia sama seperti agama, IDI tak ubahnya dengan MUI.
Lembaga yang tidak boleh disalahkan. Indonesia itu adalah negeri yang dibancakin oleh
sistem kesehatan internasional. Sistem dan prosedur yang ditetapkan WHO kita aminkan
begitu saja, NATO, tidak ada alternatif untuk keberatan. Jangan kata produk vaksin anak
negeri, untuk hal yang sederhana saja, pasti akademis.Lantas apa arti akademis dan
prosedural, bila kita tidak bisa mandiri. IDI itu organisasi profesi yang diberikan kewenangan
yang cukup luas oleh UU Praktik Kedokteran. Tapi sebagaimana kekuasaan.
 Tidak merdeka berpikir
Saya ngobrol-ngobrol saat buka puasa dengan teman-teman. Dia berkata “ Jokowi terlalu
fokus pada pembangunan infrastruktur. Sementara pembangunan dasar itu tidak didukung
oleh riset yang kuat. Akibat pembangunan itu, menimbulkan over cost dan tidak efisien. Apa
yang kita dapat dalam jangka panjang? Tetap saja ketergantungan teknologi”. Kalau anda
pergi ke Meseum kendaraan, kata saya. Anda akan melihat fakta sejarah perkembangan
teknologi kendaraan dari masa ke masa. Begitu juga kereta api dan pesawat terbang. Karya
itu lahir dari pemikiran yang diimplementasikan. Karena itu proses berjalan, perubahan
terjadi dari waktu ke waktu. Andaikan mereka tidak berani berbuat dan hanya berpikir. Saya
yakin, sampai saat ini kita tidak akan menikmati kemajuan transformasi tekhnologi. Sulitnya
kita menjadi negara modern, kata saya. Padahal ada jutaan sarjana yang dilahirkan oleh
kampus. Kita terjebak dengan standar pendidikan yang segala sesuatu harus teruji sesuai
standar asing. Kita jadi bangsa gagap mandiri. Meski pabriknya ada di Indonesia, namun
standar pabrikasi asing. Menurut saya, tanggung jawab kaum terpelajar itu ada pada
perbuatan dan produksi. Apa artinya cara berpikir akademis, kalau faktanya kita tidak bisa
berbuat apa apa. Faktanya sampai sekarang 90% obat dan bahan baku obat masih tergantung
impor. Menurut saya, kita kuat karena kita bagian dari ekosistem produksi global dan kita
merasa baik sebagai pemakai saja. Kuncinya ada pada kebebasan atau pikiran terbuka. Dan
keberanian pemerintah mengeluarkan anggaran riset sedikitnya 5% tidak berda
 Tidak berdaya
Chanelyoutube memang menghibur kalau melihat anggota DPR bersuara. Mereka paham
sekali jika rakyat menontonnya. Tapi tidak lebih hanya sandiwara aja. Yang panggung teater
lah. Misal yang lagi ramai sekarang kasus minyak goreng. Sehebat itu suara mereka, harga
minyak goreng tetap naik dan harga tidak bisa dikendalikan pemerintah. Yang katanya ada
mafia, dan janji menteri mau ungkapkan. Nyatanya sampai sekarang tidak ada cerita
lanjutnya. Kasus Dokter Terawan, sehebat itu suara anggota DPR membela Terawan. Toh
Ketua IDI keluar dari sidang dengan tersenyum. Dengan sesumbar bahwa kekuatan mereka
dihadapan UU sangat kuat dan sudah dikukuhkan oleh MK. Sebenarnya baik DPR maupun
menteri, bahkan sistem negara ini tidak berdaya terhadap bisnis kartel.
REKOMENDASI/SARAN

Kartel diartikan sebagai perjanjian antara pelaku usaha yang bertujuan untuk
meningkatkan keuntungan. Beralih pada pengertian kartel secara akademik sebagaimana
disebutkan di atas maka Indonesia memiliki satu undang-undang yang melarang praktek
kartel yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Meskipun terminologi kartel hanya ditempatkan dalam Bagian Kelima
yang berjudul kartel dan hanya ada 1 pasal yaitu Pasal 11, namun jika dimaknai pengertian
kartel yang sebenarnya, maka beberapa pasal lainnya secara tersirat mengatur tentang kartel
yaitu Pasal 5, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 22, Pasal 24. Sementara itu
sanksi pidana untuk pelaku kartel diatur dalam Pasal 48, Pasal 49. Dilain itu ada juga
tindakan administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 47.

Kartel biasanya muncul dalam kondisi oligopoli dimana ada sedikit penjual dengan
jenis produk yang homogen. Dengan adanya kartel, mereka bisa mengatur harga produk
dengan cara membatasi ketersediaan barang di pasaran. Kartel bertujuan untuk menjalankan
bisnis dengan keuntungan yang maksimal, sehingga konsumen membayar lebih dari yang
seharusnya. Para pelaku kartel membuat konsensus dalam menjalankan bisnis mereka namun
menimbulkan akibat yang terlarang ( penyebab yang sah untuk cedera tersebut). Harga yang
tidak rasional menimbulkan dampak buruk tidak hanya dalam jangka pendek tetapi juga
jangka panjang sehingga perbuatan ini digolongkan sebagai perbuatan kriminal (Patrick
Gunsberg, 2015).

Anda mungkin juga menyukai