Indonesia tidak akan Bergantung pada Robot (*/E-2) | Ekonomi Indonesia tidak
akan Bergantung pada Robot Antara Pekerja menyelesaikan pembuatan mobil di
Karawang Assembly Plant, Jawa Barat.yang didukung oleh teknologi 300 robot dalam proses produksi. JEPANG kini tengah menyiapkan era Society 5.0, ketika teknologi artificial intellegent (AI), internet of things (IoT), machine learning, dan big data lebih masif digunakan agar tercipta keberlanjutan yang lebih baik terhadap manusia dan lingkungan. Dalam Seminar Standardization in a Living Society 5.0 di Jakarta, kemarin, Chairman of Japan Society 5.0 Standardization on Promotional Committee Masahide Okamoto mempresentasikan bagaimana kehidupan di Jepang pada masa mendatang akan banyak memanfaatkan kecerdasan buatan, robot, hingga big data dalam kehidupan sehari-hari. Seperti mengirim paket dengan drone atau penggunaan bus sekolah tanpa pengemudi. Tak hanya itu, robot juga dimanfaatkan untuk menggantikan perawat bagi para manula. Namun, menurut Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bidang Pemerataan dan Kewila-yahan, Oktorialdi, Indonesia tidak akan menggantungkan hidup masyarakatnya pada teknologi robot seperti yang dilakukan Jepang.Dia mengatakan Bappenas telah meluncurkan Visi Indonesia. Dalam visi itu disebutkan pada 2045 total penduduk Indonesia diprediksi 318,9 juta orang yang sebagian besar berada pada usia produktif. Dengan kondisi tersebut, kata dia, kebijakan yang akan diambil pemerintah tentu bukan pengembangan robotik seperti Jepang yang masyarakatnya semakin menua (aging society) di era itu. “Pada 2030-2045 kita akan masuk masa dengan bonus demografi, jadi kebijakan pasti larinya bukan robotik. Jadi, nanti arahnya bagaimana menciptakan manusia-manusia yang punya kemampuan yang dibutuhkan pada masa depan,” katanya dalam seminar tersebut. Oktorialdi menambahkan pemerintah punya pekerjaan besar untuk menyiapkan masyarakat berkemampuan spesifik yang dibutuhkan masa depan. “Artinya kita harus mencari kemampuan spesifik melalui pendidikan vokasi. Kebijakan soal vokasi ini akan kami dorong untuk menjawab masalah demografi,” tuturnya. (*/E-2)