Nur Muhammad terdiri dari dua kata, yaitu Nūr dan Muhammad, secara
etimologi menurut Ibnu Mandzur, al-nūr bermakna cahaya (matahari, bulan dan
lampu) dan lawan dari kegelapan (al-dhulmat).1 Kata الّن ورberarti cahaya yang bisa
dilihat dengan penglihatan. Lalu secara majaz digunakan untuk makna-makna yang
Menurut al-Jurjani Nur ialah cahaya yang melaluinya semua objek lain akan terlihat. 3
yang terpancar yang bisa membantu penglihatan”.4 Menurut Mirza Noor Qadhy
dalam buku Man Antum Waliman Antum dijelaskan bahwa Nur, yaitu:
1
Ibnu Mandzur, Lisan al-‘Arab, Juz VII (Mesir: al-Dar al-Mishriyah li al-Ta’lif wa al-
Tijjariyah, t.t), 99.
2
Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi vol 12, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), 641.
3
Ali ibn Muhammad Al-Jurjani, Kitab At-Ta’rifat (Al-Haramain: Al-Aqsha, t.t), 242.
4
Raghib Al-Asfahany, Mufradât Alfâz Al-Qur’ân (Damaskus: Dâr al-Qalam, t.t), 783.
18
19
Maknanya “Cahaya yang amat putih, bersinar tanpa ada bayangan, atau baik
Secara syari’at Nur diartikan petunjuk atau hidayah dan Nur juga bagian dari
Asmâ al-Husnâ yaitu al-Nūr, sedangkan Nur pada hakikat ialah diri dzat Allah yang
Dari penjelasan di atas, maka penulis menyimpulkan Nur berarti cahaya yang
membuat sesuatu yang sebelumnya tidak nampak menjadi nampak, sesuatu yang
syari’at Muhammad yang dimaksudkan disini ialah Nabi Muhammad SAW yang
memiliki sifat terpuji dan nama bagi Nabi dan Rasul. Hal ini dikarenakan Rasulullah
yang maujud, kajian ini sebenarnya telah diperbincangkan oleh kalangan filsuf
Yunani. Salah satu filsuf Yunani yang membincangkan terkait ciptaan pertama atau
pertama tersebut nous, kemudian oleh para filsuf muslim yaitu al-Farabi dan Ibnu
5
Mirza Noor Qadhy, Man Antum Waliman Antum (Surabaya: Nur lmu, 2009), 50-51.
6
Mahmud Hashil, Simpanan Berharga (Palangkaraya: Pesantren Sunan Jati, 2019), 200.
20
Sina dinamai dengan nama akal pertama, Husein ibn Mansur menamainya Nur
Secara umum dipahami Nur Muhammad sebagai ciptaan Allah yang paling
awal, paling tinggi, paling mulia dan paling utama. Nur Muhammad adalah Nur
Tuhan tetapi bukan diri Tuhan, sehingga tidak bisa disamakan Nur Muhammad
dengan Tuhan. Ada beberapa surah yang dijadikan oleh kaum Sufi sebagai dalil
adanya Nur Muhammad, diantaranya dalam Q.S an-Nûr (24) ayat 35.
“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti
sebuah lobang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar, pelita itu di dalam kaca
(dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur
(sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir
menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah
membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”
maksud lafazh الّن ورadalah Muhammad, lalu dhamir ĥa pada ayat مث ل نورهkembali
kepada nama Allah. Adapun yang berpendapat demikian ialah Ibnu Abbas yang
datang kepada Ka’ab Al-Ahbar lalu berkata kepadanya: beritahu aku mengenai
firman Allah “Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi” kemudian Ka’ab
7
Muhammad Asywadie Syukur, Filsafat Tasawuf dan Aliran-Alirannya (Banjarmasin:
Antasari Press, 2008), 70.
21
Allah menciptakan segala sesuatu dan Allah juga yang telah menciptakan akal
(cahaya/Nur Muhammad) sebagai cahaya dan pemberi petunjuk. 9 Selain Q.S Nur (24)
ayat 35 dalil yang menunjukkan adanya Nur Muhammad juga terdapat dalam Q.S Al-
“Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu
banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya.
Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan”
Dalam kitab tafsir Ath-Thobari dijelaskan bahwa cahaya dari Allah tersebut
untuk orang yang mendapat cahaya, yang akan menjelaskan kebenaran. Adapun di
“cahaya dari Allah” yakni Muhammad SAW. Adapun maksud dari “kitab yang
menerangkan” yaitu Al-Qur’an yang mana menerangkan segala yang muskil (sulit)
8
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsîr Al-Thabarî: Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl
Al-Qur’ân, Jil. 11, (Beirut: Dâr al-Kotob al-‘Ilmiyyah, 2009), 9.
9
Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurtuby, Tafsir al-Qurthubi Jil. 12 (Beirut:
Dâr al-Kotob al-‘Ilmiyyah, 2010), 170.
10
Ath-Thabari, Tafsir Al-Thabari Vol. 8,,, 618.
22
manusia.11 Dari penjelasan diatas menurut Achmad dan M. Muhtarom Ilyas sudah
jelas pengertian cahaya dari Allah itu adalah Nabi Muhammad SAW, sedangkan
“Nabi Muhammad saw adalah cahaya atau wujudnya adalah cahaya, atau yang
diciptakan pertama kali adalah Nur (cahaya) Nabi Muhammad saw., maka itu hanya
Selain terdapat dalam Al-Qur’an, dalil adanya Nur Muhammad juga terdapat
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Jabir yang terdapat dalam kitab Madârij al-
Shu’ūd ilâ Iktisâi al-Burūd karya Syekh Nawawi al-Bantani yang artinya:
Menurut Syekh Ahmad As-Shawi dalam kitabnya Tafsir Al-Shâwî juz awal
halaman 137:
(قوله وروح منه) وامنا من لالبتداء على حد ان اهلل خلق نور نبيك من نوره واملعىن خلقه بال
.واسطة ماّدة
11
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, jilid 3
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), 53.
12
Muhammad Nawawi al-Bantani, Madârij al-Shu’ūd ilâ Iktisâi al-Burūd (Kediri: PP
Kwagean Kediri, t.th), 6.
23
Artinya: Dan bahwasanya Allah SWT telah menjadikan ia akan Nur Nabi
engkau daripada Nur-Nya dengan tiada perantara.13
Kitab Al-Dasuqî halaman 10:
.ألّن نوره عليه السالم اصل لكل موجود فقد خلق اهلل من نوره
Artinya: Bahwasanya Nur Nabi Muhammad SAW yaitu asal bagi tiap-tiap
yang maujud, maka sesungguhnya telah menjadikan Allah daripada Nurnya (Nur
Muhammad) akan sekalian yang maujud.14
Kitab Al-Bajurî juz awal halaman 275:
“Bahwasanya ia dijadikan daripada Nur-Nya, maka jika dikata orang
bahwasanya segala sesuatu sekaliannya dijadikan daripada Nur-Nya, dijawab dengan
bahwasanya ia dijadikan daripada Nur-Nya dengan tiada perantara”.
B. Dinamika Nur Muhammad
Sulayman (702-767 M) seorang teolog, ahli tafsir dan tasawuf abad ke-6 M yang
hidup sejaman dengan Imam Abu Hanifah, yang menafsirkan surat Al-Nūr (24): 35.
permisalan tepat bagi Nabi Muhammad. Hal ini dikarenakan melalui Nabi
Muhammad cahaya ilahi dapat menyinari dunia atau melalui Nabi Muhammad
Berkat Nabi Muhammad SAW seluruh umat manusia dituntun menuju sumber
cahaya yakni sumber kebahagiaan yang kekal abadi. Kata “tidak dari Timur dan dari
13
Abdullah Nafiah, Al-Qami’ah (Alabio: t.p, 1975), 3.
14
Abdullah Nafiah, Al-Qami’ah ,,, 4.
24
Barat” mengacu tugas kerasulan Nabi Muhammad saw yang rahmatan lil ‘alamiin,
maksudnya tugas kerasulan tidak terbatas di Timur dan di Barat, melainkan tugas
Rasul meliputi alam dunia dan alam akhirat berupa pemberian syafaat kepada
umatnya yang mana mukijizat ini tidak diberikan kepada seorangpun kecuali kepada
beliau.
Pemikiran dari Muqattil ini dikembangkan oleh tokoh sufi yang bernama Sahl
al-Tustari (w. 896 M) guru dari Husein ibn Mansur al-Hallaj. Sahl al-Tustari
berpikiran bahwa hakikat Muhammad disebut tiang cahaya (amud al-nūr) yaitu ruh
yang diemanasi dari Tuhan, yang mana ruh atau jasad halus tersebut
Murid Sahl al-Tustari yang sering dikenal dengan nama al-Hallaj 16 (w. 922
antara cahaya-cahaya itu, cahaya Muhammadlah yang paling nyata dan mutlak 18
Lebih lanjut dikatakan bahwa Allah ‘ada’ bersamanya dan bersamanya adalah
15
Nur Fauzan Ahmad, Sejarah Timbulnya Gagasan Nur Muhammad Sampai Masuknya ke
Nusantara, 1
16
Nama lengkapnya Husein ibn Mansur (L. 244–W. 309 H/L. 858-W. 922 M)
17
Hamka, Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya (Bandung: Yayasan Nurul Islam, 1978),
111-112.
18
Qosim Muhammad Abbas, Al-Hallaj al-a’mal al-kâmilah (Beirut: Riad El-Rayyes, 2022),
162.
25
hakikat. Ia yang pertama dalam kesatuan (penciptaan) dan terakhir yang diutus
sebagai Rasul, yang hakikatnya bersifat batin, dan ma’rifatnya bersifat lahir.19
Oleh karena itu Husein ibn Mansur al-Hallaj berpendapat bahwa Nabi
Muhammad memiliki dua hakikat dalam hal kejadian dirinya, hakikat pertama ia
dijadikan dari Yang Qadim yaitu Tuhan lewat proses yang dinamakan emanasi dalam
pelajaran filsafat. Oleh karena ia diemanasi langsung dari diri Tuhan maka bisa
dikatakan ia juga qadim, ia ada sebelum makhluk ciptaan Tuhan yang lain ada dan
bisa dikatakan ialah ciptaan Tuhan yang pertama. Hakikat pertama menjadi sumber
daripada ilmu dan ‘irfan serta sebagai sumber penciptaan semua Nabi dan auliya
Allah.20 Hakikat kedua yaitu ia sebagai insan atau manusia pada umumnya.
al-Hallaj akan menempati posisi yang sangat terhormat atau sangat sempurna apabila
sifat kemanusiaan atau telah bisa memfanakan dirinya, maka sifat-sifat ketuhanan
adalah manusia yang paling sempurna. Dia sempurna bukan karena manusia atau
Allah SWT.21
19
Qosim Muhammad Abbas, Al-Hallaj al-a’mal al-kaamilah,,, 163.
20
Sahabuddin, Nur Muhammad: Pintu Menuju Allah (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu,
2002), 64.
21
Sahabuddin, Nur Muhammad: Pintu Menuju Allah,,, 71-72.
26
ketuhanan dalam bentuk tanazul (penurunan)-Nya yang pertama kali yang akan
menjadi sumber tanazul-tanazul berikutnya. Dialah tempat tajalli Tuhan yang paling
merupakan nuskhah (duplikat) yang paling tepat dari al-Haq terhadap alam semesta.23
Menurut Ibnu Arabi Tuhan adalah wujud mutlak, wujud mutlak ini bertajalli
dalam tiga martabat, yaitu martabat ahadiyah, martabat wahidiyah dan martabat
tajalli syuhudi:
a. Martabat Ahadiyah
kanzan makhfiyyan) pada martabat ini hanya hanya zat Allah semata yang
ada, sifat dan asma belum ada. Martabat ahadiyah ini juga bisa disebut la
b. Martabat Wahidiyah
22
Muhyiddin Ibn Al-‘Arabi, Al-Futûhât Al-Makkiyyahi: Risalah tentang Ma’rifah Rahasia-
rahasia Sang Raja dan Kerajaan-Nya, jilid. 1, terj. Harun Nur-Rosyid (Yogyakarta: Darul Futuhat,
2018), xv.
23
Sahabuddin, Nur Muhammad: Pintu Menuju Allah,,, 77.
27
Pada martabat ini Allah sudah bertajalli melalui sifat dan asma. Proses
ini disebut kenyataan pertama (ta’ayun awwal). Kenyataan pertama ini Ibnu
penampakan Tuhan atau tajalli Tuhan lewat alam semesta (makrokosmos) dan
Nur Muhammad bertajalli dari Nur Zat-Nya. Sehingga bisa dipahami bahwa
Nur Muhammad merupakan ta’ayun awwal yang berada pada martabat wahidiyah,
namun Nur Muhammad masih belum nyata atau gaib. Kenyataan Nur Muhammad
terjadi pada martabat ketiga dari versi Ibn Arabi yaitu martabat tajalli shuhudi.
Pada martabat tajalli shuhudi alam semesta sudah tercipta, bahan utama
penciptaan alam semesta dan segala isinya dari Nur Muhammad. Alam semesta ini
disebut pula alam makrokosmos, alam semesta ini belum mampu menjadi cermin
Tuhan di muka bumi, tajalli Tuhan yang lebih sempurna terwujud pada manusia, atau
disebut pula alam mikrokosmos. Kelebihan manusia daripada makhluk ciptaan Allah
yang lain adalah dikaruniainya akal yang dapat menjadi alat untuk mengenal Allah.
24
Sahabuddin, Nur Muhammad: Pintu Menuju Allah,,, 79-80.
28
Setelah Syaikh Ibnu Arabi, tokoh sufi selanjutnya yang mengembangkan Nur
Muhammad ialah al-Jilli ia lahir sekitar tahun 767 H/1365 M. ia seorang sufi dari
Pandangan al-Jilli terhadap teori Nur Muhammad terlihat pada proses tajalli
(tanazul) Tuhan kepada alam semesta dan taraqqi al-khalq untuk menggapai Nur
Muhammad.25 Al-Jilli membagi tajalli Tuhan, pada lima martabat, yaitu: Martabat
Dari uraian al-Jilli mengenai lima tingkatan tajalli tuhan, Nur Muhammad
berada pada tingkat wahidiyah yang masih dalam bentuk potensial, pada tingkat
rahmaniyah wujud Nur Muhammad yang berupa potensial menjadi aktual, dan pada
tingkat rububiyah Nur Muhammad sudah mesra pada elemen-elemen alam semesta
ke dalam alam ini ialah Insan Kamil yaitu manusia sempurna yang sudah bisa
dirinya. Akan tetapi bagi al-Jilli bagaimanapun manusia bisa mencontoh sifat-sifat
Menurut al-Jilli, manusia merupakan tajalli Tuhan yang sesungguhnya, hal ini
disebabkan karena sifat-sifat Tuhan dapat tercermin pada diri manusia. Dan Nabi
25
Abdul Karim al-Jilli, al-Insân al-Kâmil fî Ma’rifah al-Awâkhir wa al-Awâil juz 1(Mesir:
Maktabah Muhammad Ali, t.th), 23.
29
Muhammad adalah contoh yang luhur tentang Insan Kamil. Oleh karena itu
hendaknya menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan dan contoh tauladan
dalam setiap amalan dan tindakan, baik berupa akhlak, latihan rohani, ataupun
musyahadah.
al-Burhanpuri (w. 1030 H/1620 M). Ajaran al-Burhanpuri dikenal dengan Martabat
Tujuh, karyanya yang terkenal ialah Tuhfat al-Mursalat ilâ al-Rūh al-Nabi.
martabat, yaitu:
Martabat kedua yaitu Wahdah dikenal juga dengan martabat ta’yun awwal
atau kenyataan pertama, hal ini dikarenakan pada martabat ini diciptakan materi yang
pertama yang dikenal dengan nama Nur Muhammad atau al-Haqîqat al-
Muhammadiyyah.
Martabat ketiga yaitu Wahidiyah dikenal juga dengan ta’yun tsani, karena
pada tahapan ini diciptakan materi yang kedua. Martabat ini disebut juga al-Haqîqat
30
Martabat keempat alam arwâh yaitu ibarat daripada segala sesuatu yang
masih tunggal, tiada murakkab, daripada madah, yang zahir ia pada segala zatnya dan
Martabat yang kelima alam mitsâl yaitu ibarat daripada segala sesuatu yang
dijadikan murakkab, lagi lathif yang tiada menerima suku dan tiada menerima
Martabat keenam adalah alam ajsâm (jasmani atau kebendaan) yaitu ibarat
segala sesuatu yang dijadikan murakkab lagi kasyaf atau zahir pada dunia.
Dan terakhir martabat yang ketujuh adalah martabat insan (kamil) disebut
Muhammad berada pada martabat kedua yaitu martabat wahdah pada martabat ini
diciptakan materi yang pertama atau ta’ayun awwal yakni Nur Muhammad tadi.
Martabat inilah yang membentuk sifat-sifat Tuhan yang terlingkup dalam hakikat
26
Muhammad ibn Fadhlullah al-Burhanpuri, Tuhfatul Mursalah, terj. Wan Mohd Shaghir
Abdullah, (Selangor: Khazanah Fathaniyah, 2019), 11.
27
Muhammad ibn Fadhlullah al-Burhanpuri, Tuhfatul Mursalah,,, 11.
31
Muhammad yang menjadi asal mula terjadinya alam semesta.28 Jadi ruh Nabi
Muhammad SAW menyeluruh pada martabat wahdah dan terurai pada martabat
wahidiyah.29
pertama ia juga merupakan tempat tajalli Tuhan. Nur Muhammad sumber pikiran
(al-‘aql) dan sumber semua ruh (abu al-arwah). Bahkan Syekh Yusuf al-Nabhani
mempunyai ciri tersendiri, yakni al-Haba materi pertama yang diciptakan Allah di
Dari pernyataan al-Nabhani di atas dapat kita jelaskan bahwa Nur Muhammad
menjadi ciptaan pertama yang darinya segala sesuatu baik di dunia ataupun akhirat,
dan al-haba’ atau debu merupakan sebuah materi yang berasal dari Nur Muhammad
yang mana dari debu tersebut menjadi materi pokok daripada diciptakannya bumi.
dikalangan para ulama sufi, ada yang mengatakan qadim karena Nur Muhammad
limpahan (faydh) dari Nur Tuhan dan Tuhan, sehingga disebabkan limpahan dari
28
Nur Kolis, Ajaran Tauhid Wujudiyah di Kalimantan Selatan: Kajian Filologi Manuskrip
Ambulung (Ponorogo: CV. Nata Karya, 2019), 141.
29
Sahabuddin, Nur Muhammad: Pintu Menuju Allah,,, 114.
30
Sahabuddin, Nur Muhammad: Pintu Menuju Allah,,, v-vi.
32
Namun, beberapa ulama juga ada berpendapat bahwa Nur Muhammad itu
baharu (huduts), hal ini didasarkan atas dalil dalam tafisr al-Shâwî “Awwalumâ
risalah al-Qâmi’ah karya Syekh Abdullah bin Nafiah al-Alabi dijelaskan bahwa jika
Dalam hal ini al-Jilli berpendapat bahwa Nur Muhammad qadim, Ibnu Arabi
juga berpendapat bahwa Nur Muhammad qadim dalam ruang lingkup ilmu Tuhan dan
Nur Muhammad juga bisa dikatakan muhaddats ketika ia berwujud makhluk. Lebih
lanjut Ibnu Arabi mengatakan ada dua macam qadim, yaitu qadim dari segi dzat dan
qadim dari segi sesuatu itu masuk ke wilayah ilmu Tuhan. Qadim zat yaitu
dinisbahkan kepada Allah SWT, sedangkan Nur Muhammad menurut Ibnu ‘Arabi
masuk kategori qadim jenis kedua, yaitu bagian dari ilmu Tuhan (qadim al-
Muhammad bisa dianggap qadim dalam perspektif qadim al-hukmi, namun juga dapat
penciptaan alam dan materi yang berasal dari Tuhan Yang Esa. Teori Nur
31
Abdullah Nafiah, Al-Qâmi’ah (Alabio: t.p, 1972), 4.
32
Prof. Nasaruddin Umar dalam https://www.republika.co.id/berita/m16m7j/apa-itu-nur-
muhammad-1, diakses 16 November 2022.
33
Muhammad dianut oleh kalangan Ulama Sufi, sedangkan teori emanasi dianut oleh
kalangan filosof.
Di dalam salah satu sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an maupun di dalam
ajaran teologi tidak dijelaskan secara detail bagaimana Tuhan mewujudkan alam ini.
dalam ajaran teologi dijelaskan bahwa alam diciptakan oleh Allah dari tiada kepada
ada.33
Teori Nur Muhammad menurut Ibnu Arabi dibagi menjadi tiga martabat,
yaitu martabat Ahadiyyah, Wahidiyyah, dan Tajalli Shuhudi. Dalam filsafat Yunani,
Plotinus membagi tiga prinsip mengenai metafisika, yaitu Yang Esa atau Yang Satu
(The One), akal (mind) atau dalam filsafat dikenal dengan istilah nous, dan jiwa
Prinsip pertama adalah The One ia disebut Tuhan menurut pandangan filosof,
The One tidak bisa dipikirkan lewat ilmu sains dan akal pikiran, akan tetapi ia bisa
dihayati dan dirasakan. Oleh karena Ia tidak bisa dipikirkan sebagaimana kita bisa
memikirkan hal-hal yang ada definisinya. The One merupakan puncak tertinggi dari
setiap yang ada dan yang selainnya berada di bawahnya, hakikat-Nya tidak mungkin
bisa diketahui, namun Ia bisa dikenali dan didekati lewat tanda-tanda dari alam
33
Hadariansyah, Pengantar Filsafat Islam (Banjarmasin: Kafusari Press, 2019), 35-36.
34
semesta dan segala isinya. 34 Adapun alam semesta dan segala isinya pun keluar atau
Prinsip kedua adalah nous, suatu istilah yang dapat disebut juga mind. Ia merupakan
limpahan pertama dari The One, dalam bahasa rohani “Dari permenungan Tuhan
bahwa Ia ‘ada’, maka tercipta atau keluarlah nous tersebut tadi dari The One, namun
menurut filosof terciptanya nous tadi terjadi begitu saja tanpa dikehendaki atau
keluar darinya nous, dari nous juga tercipta jiwa universal, jiwa universal memiliki
dua hubungan, yaitu hubungan ke atas pada nous dan hubungan ke bawah pada
materi yang gelap. Hubungan ke atas pada nous menghasilkan pengenalan dan
kedekatan pada The One yang menimbulkan sikap atau perilaku terpuji karena
diterangi hatinya dengan cahaya The One dan hubungan ke bawah pada materi gelap
bisa menghasilkan kebutaan dan terdinding pada The One yang mana bisa
menimbulkan sikap tercela karena hatinya tidak dapat sinar cahaya dari The One, oleh
karenanya fungsi jwa universal menjadi semacam penghubung antara nous dan
materi.37
34
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2005), 68.
35
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 67.
36
Poerwantana, A. Ahmadi, M.A. Rosali, Seluk Beluk Filsafat Islam (Bandung: Rosdakarya,
1994), 79.
37
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra,,, 69.
35
Sebagaimana dari The One tercipta nous dari nous tercipta jiwa universal,
maka limpahan dari jiwa universalpun menciptakan materi, materi tidak mampu
mengadakan limpahan yang lain lagi, oleh karena itu materi ini adalah hasil limpahan
terakhir dari The One. Ibarat di analogikan The One merupakan sinar matahari yang
terang benderang, maka semakin jauh ia dari The One semakin sedikit pula menerima
cahaya hakikat dan bahkan bisa tidak sampai kepadanya cahaya hakikat tersebut.38
telah disebutkan di atas tadi, yaitu nous, jiwa universal, dan materi atau bisa disebut
tubuh. Ketiganya saling bersinergi, yang mana tubuh merupakan alat badani, jiwa
tempat kesadaran sebagai pusat pergerakan dan penentuan, dan nous merupakan akal
yang selalu memikirkan The One. Plotinus berkata bahwa tubuh merupakan penjara
bagi roh dan jiwa, apabila seseorang terperangkap akan materi (tubuh) maka ia akan
terdinding pada nous dan The One sehingga seseorang itu akan mementingkan
kenikmatan jasmani, maka untuk itu harus ada upaya untuk mencegah hal tersebut
dan inilah juga tujuan utama penciptaan manusia, yaitu bersatu kembali kepada
asalnya sehingga memperoleh kebahagiaan yang hakiki, dan jalan kembali tersebut
dapat diupayakan dengan tiga tahap yaitu berfilsafat, melakukan kebajikan, dan
38
Fajar Hamzah, Pengaruh Neo-Platonisme dalam Wahdatul Wujud Ibnu ‘Arabi, Skripsi
(Makassar: Fakultas Ushuluddin UIN Alauddin Makassar, 2010), 66.
39
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam,,, 69.
36
Apabila diamati lebih lanjut terdapat kemiripan antara teori Nur Muhammad
dengan teori emanasi, pada martabat Ahadiyyah dan The One Tuhan bersifat mutlak,
tiada sifat dan tiada predikat, ia tidak bisa dipahami dan tidak bisa dijangkau dengan
akal pikiran, kemudian pada martabat Wahidiyah Tuhan ingin dikenal, maka bertajalli
pada sifat dan asma-Nya inilah yang dinamakan ta’ayyun awwal atau kenyataan
pertama atau disebut juga Nur Muhammad oleh al-Hallaj atau Hakikat
Muhammadiyyah menurut Ibnu Arabi, dalam teori emanasi kenyataan pertama ini
disebut nous atau akal pertama, nous merupakan limpahan dari The One, karena
Tuhan ingin dikenal maka terciptalah Nur Muhammad atau nous tersebut.
Kemudian pada martabat Tajalli Shuhudi Tuhan bertajalli lewat asma dan
sifat-Nya dalam kenyataan indrawi, dengan kata “Kun”. Maka a’yan tsabitah (hakikat
alam) yang sebelumnya merupakan wujud dalam zat ilahi, menjadi kenyataan aktual
dalam berbagai citra alam indra. Dalam teori emanasi, Tajalli Shuhudi ini bisa juga
disebut realitas ketiga dari emanasi yaitu jiwa yang mana dari jiwa tersebut
pengetahuan, bisa terkait prosesnya, hal-hal yang diperhatikan agar memperoleh ilmu
yang berguna, bagaimana kriterianya, dan cara atau sarana yang dapat membantu
37
suatu konsep ilmu yakni suatu pengetahuan yang dapat mengantarkan seseorang
nas (al-Qur’ân dan hadîts), epistemologi ‘irfânî pada kasyf yaitu penyingkapan tabir
gaib oleh Tuhan, sehingga orang yang memperoleh kasyf tersebut, ia memperoleh
ilmu langsung dari Tuhan atau laduni (ilham), dan epistemologi burhânî yakni
pengetahuan diperoleh dari akal pikiran. 41 Dari penjelasan tersebut, kiranya Nur
Muhammad masuk dalam epistemologi ‘irfani karena hakikat Nur Muhammad hanya
bisa diperoleh dengan kasyf atau penyingkapan dari Tuhan, sehingga bisa dikatakan
bahwa Nur Muhammad termasuk dalam ilmu laduni (Ilmu dari sisi Allah).
Kata dari “ladunî” bermakna jika dipahami dari segi ilmu alat menunjukkan
kepada Allah SWT.(Sapitri, 2020, p. 93) Ladunî berarti dari sisi-Ku yang
menunjukkan kepada Allah sehingga bisa dimaknai “pemberian Allah”. ilmu ladunî
diberikan kepada seseorang yang dikehendaki Allah, yang mana tentunya orang itu
40
Jujun S. Suria Sumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2009), 33.
41
Abdul Mukti Ro’uf, Kritik Nalar Arab Muhammad ‘Abid Al-Jabiri (Yogyakarta: LKis,
2018), 119.
38
pasti memiliki hati yang bersih dan akhlak terpuji, sehingga Allah mengaruniai suatu
Landasan filsafat Ilmu ladunî, yaitu: Dari sisi ontologis, yakni ilmu yang
pembahasannya terkait perihal Ketuhanan, sehingga orang yang memperoleh ilmu ini
orientasinya selalu ingin kenal Tuhan, dekat dengan Tuhan, dan bersama dengan
Tuhan. Dari sisi epistemologis yakni ilmu yang didapatkan dengan mujâhadah
(melatih diri dalam melakukan kebaikan dan menyucikan jiwa) dan mukâsyafah
(penyingkapan dinding penghalang antara dirinya dengan Tuhan). Dari sisi aksiologis
yakni ilmu yang dapat memperindah akhlak seseorang, menggapai ridha ilahi dan
Jadi untuk memperoleh pengetahuan tentang ilmu laduni harus terlebih dulu
pengetahuan dari sisi Allah dapat terisngkap, maka untuk memperoleh pengetahuan
tentang Nur Muhammad, manusia juga harus berusaha, sehingga untuk memperoleh
atau mengaktifkan Nur Muhammad tidak hanya semata-mata berdiam diri atau
42
Amatullah Armstrong, Khazanah Istilah Sufi : Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, trans. M.S
Nashrullah dan Ahmad Baiquni (Bandung : Mizan, 1996), 153-154.
39
Pada kitab Risalah Amal Ma’rifah dijelaskan bahwa cara memperoleh ilmu
laduni dibagi dua, yaitu: Pertama menyempurnakan tauhid43 adapun yang dimaksud
tauhid disini ialah tauhid al-Af’âl, tauhid al-Asmâ’, tauhid ash-Shifât, dan tauhid
Dzat. Kedua yaitu takwa kepada Allah dan beramal dengan ilmu yang telah ada.
Sebagaimana dalam sebuah hadis Nabi dikatakan siapa saja melakukan amal
kebajikan dengan ilmu yang telah diperolehnya, maka Allah akan memberikan
kepadanya, ilmu-ilmu yang belum ia ketahui atau biasa disebut ilmu ladunî,
rajin, yang membuat hatinya menjadi bersih sehingga cahaya ilmu Allah dapat masuk
ke dalam hatinya, maka dengan cahaya ilmu Allah itulah ia bisa mengetahui ilmu-
ilmu yang tidak ia ketahui sebelumnya dan puncaknya ia bisa kenal dengan Allah
Makrifat yang sempurna kepada Allah inilah dambaan setiap sufi atau para
salik, mereka inilah sebenarnya orang yang berakal yang menyadari hakikat
kehidupannya di dunia ini dan sadar akan tempat kembalinya, dan bagi para sufi tiada
tempat kembali yang terbaik kecuali berjumpa kepada Sang Khalik Tuhan semesta
kepada Nabi Muhammad SAW, karena bershalawat kepada Nabi merupakan jalan
43
Abdurrahman Shiddiq, Risalah Amal Ma’rifah Mengesakan Allah Ta’ala (Kuala Lumpur:
Khazanah Fathaniyah, 2019), 12.
40
yang dapat menyampaikan kepada Tuhan dan berkat shalawat dapat menghubungkan
ruh orang yang bershalawat kepada Nabi dengan diri Nabi (Nur Muhammad).44
bagaimana cara mengenal dan memesrakan Nur Muhammad, yaitu: meyakini dengan
yang sempurna, fana dan istigrak yang benar pada Nur Muhammad untuk mencapai
memandang foto guru juga dapat memesrakan Nur Muhammad, karena guru
Muhammad, semoga dengan melihat guru bisa juga mengaktifkan Nur Muhammad,
itulah sebabnya para murid dalam tarekat sering memasang foto guru (mursyid) di
rumahnya.47
Muhammad itu yakni dengan menjadi hamba di antara hamba-hamba lainnya, yaitu
dengan menjalankan kewajiban sebagai umat Islam, meneladeni sifat dan sikap Nabi
Muhammad SAW, dan menjalankan sunah beliau. Selain itu perlu memahami asmaul
44
Mahmud Hashil, Waja Sampai Kaputing (Palangkaraya: Pesantren Sunan Jati, 2017), 449.
45
Mahmud Hashil, Simpanan Berharga,,,256.
46
Mahmud Hashil, Simpanan Berharga,,,196.
47
Buya Arrzay Hasyim tentang memesrakan Nur Muhammad,
https://www.youtube.com/watch?v=QgYtldAGzfU, diakses 17 November 2022.
41
husna sebab dari ke-99 nama Allah itu ada rahasia-rahasia Allah, dengan menemukan
rahasia-rahasia Allah itu, atas izin-Nya kita dapat mengaktifkan cahaya Muhammad. 48
mengatakan bahwa makrifat didapat melalui ilham, yakni Allah memasukkan Nur ke
dalam hati seseorang yang bersih lagi suci, yang mana dengan Nur tersebut ia bisa
hambanya (wasilah), contohnya dalam shalat: kaitan Nur Muhammad dengan shalat
ialah bahwa dalam shalat itu ada dialog antara hamba dengan Tuhan melalui rukun
qauli, rukun fi’li dan rukun qalbi. Maka, untuk mengetahui hakikat dari bacaan dan
dialog tersebut dengan perantaraan suatu ilmu yang hanya bisa diperoleh dengan Nur,
dan Nur ini berasal dari Nur Muhammad. Jadi, penghayatan terhadap hakikat shalat
Penghayatan hakikat shalat tidak mungkin bisa diperoleh tanpa adanya Nur
yang menerangi hatinya dan menyingkap dinding kegelapan di dalam hatinya, maka
apabila sudah ada Nur tersebut di dalam hatinya serta mesra pada dirinya,
48
https://www.youtube.com/watch?v=RGv3ioEO1Uk, diakses 17 November 2022.
49
Asmaran As, Teori Makrifah al-Ghazali: Sebuah Karakteristik Epistemologi Islam
(Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2013), 79.
50
Sahabuddin, Nur Muhammad dalam Tradisi Sufisme,,, 66.
42
sehingga apabila ia beribadah tidak lagi berdasarkan aturan-aturan syari’at akan tetapi
berdasarkan cinta dan kerinduan yang mendalam kepada Tuhan dan berdasarkan
kesadaran bahwa dirinya tidak bisa apa-apa, lemah dan tak berdaya tanpa kuasa dan
tahqîq dan tamkîn51 atau pengenalan yang sempurna. Maka akan terpelihara Iman dan
Islamnya.52 Selain itu manfaat istiqamah di Nur Muhammad, yaitu diri dekat dengan
Orang yang sudah mengenal dan memesrakan Nur Muhammad, maka ia akan
mendapatkan maqam tawassu’iyyah, pandangan orang yang berada pada maqam ini
ia tidak hanya memandang dirinya saja Nur Muhammad, tetapi pandangan orang
yang berada pada maqam ini semua yang dilihat dan semua yang diraba serta yang
tidak dilihat dan tidak diraba adalah daripada Nur Muhammad SAW, maka
(Nur) dan dengan nama Nabi (Muhammad), maka selamat ia dari siksa alam.
51
Tahqiq dan tamkin ialah orang yang sudah wushul atau sudah sampai pengenalannya
terhadap Tuhan dan inilah sifat orang yang ahli dalam ilmu hakikat.
52
Mahmud Hashil, Simpanan Berharga,,,256.
43
b. Jika ada orang kemasukkan jin maka dipandangnya diri orang yang
kemasukkan jin itu Nur Muhammad SAW dengan pandangan yang keras dari
atas kepala dan ujung kaki terus-menerus. Kemudian baca surah al-fîl sampai
ayat tarmîhim bihijâratim min sijjîl baca tujuh kali dan faja’alahum ka’ashfim
ma’kūl tujuh kali, keyakinan melontar jin dengan batu neraka sijjîl. Dan
semoga Allah menjadikan seperti daun kayu dimakan ulat. Kemudian pegang
tangan kanan mulai ibu jari sampai kelingking jari kemudian tangan kiri
c. Maka apabila ada orang sedang sakaratul maut pada syari’at baca ayat Al-
Qur’an, namun jangan lupa pandang diri yang sedang sakaratul maut juga Nur
Muhammad, terus supaya bisa mudah dan tenang menghadapi sakaratul maut
hubungkan diri dengan Tuhan dan Nabi atau pandang Nur Muhammad agar ia
aman dari gangguan, agar dirinya selamat, agar dirinya dalam rahmat Tuhan.
d. Dan jika sudah meninggal secara syari’at dibacakan surah yasin dan al-mulk,
tahlil, takbir, dan shalawat kepada Nabi ini namanya membantu secara
syari’at, jangan lupa bantu dengan jalan hakikat. Dirinya Nur Muhammad
SAW benar-benar hubungkan dirinya dengan Tuhan dan Nabi. InsyaAllah dia
e. Juga maqam tuwassi’iyyah ini digunakan untuk keperluan kebaikan diri dan
g. Dapat juga digunakan ketika ingin mandi baca shalawat kepada Nabi dan
h. Juga perlu jika kita ziarah kubur pandang itu kuburan dan yang di dalamnya
Nur Muhammad.53
j. Matinya dalam keadaan Islam dan Iman serta dalam kesempurnaan atau mati
k. Disenangi manusia dan disukai para malaikat serta tenang dalam kehidupan.54
53
Mahmud Hashil, Waja Sampai Kaputing,,, 411-413.
54
Mahmud Hashil, Simpanan Berharga,,, 197.