Anda di halaman 1dari 41

BAB IV

ALQUR’AN :
Sumber Pertama Ajaran Islam

Penulis :
Dr. Asep Zaenal Ausop, M.Ag

Editor ahli :
1. Prof. Dr. Rosihon Anwar (Guru Besar Tafsir UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
2. Prof. Dr. Ir. Thomas Jamaluddin (Guru Besar Astronomi ITB)

Karakter yang mau dibangun dengan materi “ALQUR’AN : Sumber Pertama


Ajaran Islam” ini adalah (1). Pemahaman bahwa sumber ajaran Islam yang paling
utama adalah Alqur’an yang kemudian dilengkapi oleh As-Sunnah dan Ijtihad. (2).
Keyakinan bahwa Alqur’an sebagai wahyu Allah, isinya pasti benar dan berfungsi
sebagai buku petunjuk dalam menjalani hidup (3). Kesadaran bahwa memahami dan
mengamalkan Alqur’an adalah sebuah kewajiban (4). Memahami metode penafsiran
Alqur’an yang benar (5). Termotivasi untuk mengamalkan Alqur’an dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam tatanan kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa maupun
tatanan bernegara. (6). Termotivasi untuk menjadilan nilai-nilai Qur’ani sebagai
landasan pengembangan sainteks dan peradaban.
1. Sumber Ajaran Islam

Pada bab III telah penulis telah terangkan tentang ruang lingkup ajaran Islam, yang di
dalamnya mengandung hukum (laws) dan nilai (value). Cakupan ajaran Islam sangat luas
meliputi bidang aqidah (tata keyakinan), syari’ah (tata beribadah) dan akhlak (tata
berperliku). Lantas muncul pertanyaan, dari mana ajaran Islam itu diperoleh ? Sumber ajaran
Islam adalah Alqur’an yang dijelaskan oleh sunnah Rasulullah.
Allah menegaskan :” Wahai orang-orang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul dan
Ulul Amri. Maka jika terjadi perselisihan, kembalikanlah kepada Allah (Alqur’an) dan
Rasul-Nya (As- Sunnah)”. Muncullah hadits Rasulullah yang memberikan bayan taukid
(penjelasan yang bersifat menguatkan) : “Dari Katsir bin Abdillah, dari ayahnya, dari
kakeknya, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda Aku tinggalkan yang ada padamu dua
perkara, jika kamu berpegang teguh kepada keduanya, sampai kapanpun kamu tidak akan
tersesat selama-lamanya, yakni kitab Allah (Alqur’an) dan Sunnah NabiNya”.
Berdasarkan ayat Alqur’an dan hadits di atas, diketahuilah bahwa sumber ajaran
Islam, atau sumber hukum dan nilai Islam hanya dua yakni Alqur’an dan sunnah Rasulullah
saw. Kemudian muncullah hadits sbb :
Ketika Nabi saw mengutus Mu’adz ibn Jabal ke Yaman, beliau bertanya kepada
Mu’adz : “Dengan apa engkau menghukumi”. Muadz menjawab : “Dengan kitab Allah”.
Nabi bertanya lagi :”Jika kamu tidak menemukannya di sana ?”. Mu’adz menjawab :”Dengan
sunnah rasul !”. Nabi saw bertanya lagi : “Jika engkau tidak mendapatkannya di sana ?”.
Mu’adz menjawab :”Saya akan berijtihad dengan ra’yu saya dan saya tidak akan putus asa”.
Nabi saw bersabda :”Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan
rasul-Nya yang direstui-Nya (HR. Abu Dawud).1

Berdasarkan hadits di atas, seakan-akan sumber ajaran (hukum dan nilai) Islam ada
tiga yakni Alqur’an, As- Sunnah dan Ijtihad. Padahal substansi Ijtihad hanyalah metode
penetapan hukum bukan sebagai sumber. Jadi, apabila para ulama tidak menemukan hukum
dan nilai yang dicari pada Alqu’an, maka para ulama harus mencarinya pada Sunnah Rasul.
Akan tetapi sangat mungkin pada kedua sumber tersebut, nilai dan hukum yang dicari tidak
ditemukan secara ekplisit. Jika demikian adanya, maka para ulama harus mengumpulkan
ayat Alqur’an dan hadits Nabi yang implisit. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
metode ijtihadi yakni istihsan, qiyas, mashalihul mursalah atau ijmak, baik ijmak bayani
maupun ijmak sukuti. Bahkan metode ijtihd bisa ditambah selama validasi dan akurasinya

1
Sunan Abu Dawud, 23 ; 11.
baik. Dengan demikian, ijtihad bukan sumber hukum tetapi metodologi istinbath hukum,
sumber tetap saja dua, yakni Alqur’an dan Sunnah Rasulullah

2. Hakikat Alqur’an

Allah swt menurunkan empat kitab kepada para nabi-Nya, yakni, pertama, kitab
Taurat2, berbahasa Ibrani diturunkan kepada nabi Musa as, (QS. Al-baqarah [2]: 87),
diperuntukkan khusus untuk Bani Israil (QS. Al-Isa [17] : 2). Kitab Taurat digunakan oleh
orang Nashrani sebagai kitab Perjanjian Lama (Old testament).3 Kedua, kitab Zabur yang
diturunkan kepada nabi Dawud as.4 (QS. Al-Isra [17] : 55). Ketiga, kitab Injil 5
yang
diturunkan kepada nabi Isa as. (QS. Al-Maidah [5] : 46). Nabi Isa mengajarkan Injil kepada
murid-muridnya hanya selama tiga tahun, sejak usia 30 sampai usia 33 tahun. Kitab Injil yang
asli sudah tidak ada, yang ada hanyalah kitab tulisan para tokoh agama mereka sehingga Injil
ini menjadi banyak versi tetapi yang diakui hanya empat versi, yakni Injil Matius (karya
seorang Yahudi pemungut pajak), Injil Markus (karya Markus bin Maryam yang nama
aslinya Yohana), Injil Lukas (karya Lukas seorang tabib kelahiran Antiokia, Yunani), dan
Injil Yohanes (ditulis oleh seorang ketua gereja tahun 100M). Adapun versi-versi lainnya
dihancurkan. Dari sekian banyak Injil yang dihancurkan adalah Injil Barnabas, isinya mirip
dengan Alqur’an.6 Injil – injil itu disebutnya kitab Bilble.

2
Kata Taurat berasal dari bahasa Ibrani, thora yang artinya hukum atau syari’at. Kitab Taurat berbahasa
Ibrani. Kitab ini diterima oleh Musa di Gunung Thursina, berisi 10 perintah Allah (Ten Comandements)
yakni sbb (1). Mengakui keeasaan Allah (2). Larangan menyembah patung (3). Perintah menyebut nama
Allah dengan hormat (4). Memuliakan hari Sabtu (5). Menghormati ayah dan ibu (6). Larangan Membunuh
manusia (7). Larangan berzina (8). Larangan Mencuri (9). Larangan berdusta dan bersaksi palsu (10).
Larangana mengusai milik orang lain dengan cara yang tidak benar. Lihat : Tim Kajian Keislaman Nurul
Ilmi, Buku Induk Terlengkap Agama Islam, Citra Risalah, Yoghyakarta, 2012, hal. 14. Selanjutnya akan
ditulis “Buku Induk”.
3
yang terdiri atas lima kitab yakni kitab Kejadian (Genesis), Kitab Keluaran (Exodus), kitab Imamat
(Leviticus), kitab Bilangan (Numbers), dan kitab Ulangan (Deuteronomy). Buku Induk, hal. 15
4
Kata Zabur (jamaknya zubur) berasal dari kata zabara-yazburu-zabr yang berarti menulis. Dalam bahasa
Arab dikenal dengan sebutan Mazmur, sedangkan dalam bahasa Ibrani disebut Mizmor. Isinya adalah 150
nyanyian rohani, tetapi menurut Dr. F.L Bakker yang menulis buku “Geschiedenis der Gods Openbaring”
(Sejarah Kerajaan Allah), dari 150 nynyian rohani tersebut yang masuk ke dalam Perjanjian Lama,
sebenarnya hanya 73 nyanyian saaja yang berasal dari Dawud.
5
Kata Injil berasal dari bahasa Yunani, euangelion yang artinya kabar gembira kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab menjadi Injil. Injil yang sekarang disebut Bible berasal dari tulisan orang-orang Yahudi
berupa kisah perjalanan Yesus beserta ajaran-ajarannya. Berdasarkan Synode atau muktamar gereja, Injil
yang diakui hanya empat yakni Injil Matius karya Santo Matius, Injil Markus karya Markus bin Maryam,
Injil Lukas, dikarang oleh Lukas tabib kelahiran Antiokia Yunani, dan Injil Yohanes yang ditulis oleh
seorang ketua gereja bernama john tahun 100 M. Kitab Injil Yohanes inilah yang mengajarkan ketuhanan
Yesus yang kemudian diyakini oleh seluruh orang Nahsrani. Buku Induk, hal.16-18.
6
Selain keempat Injil di atas, dianggap sebagai Injil Apocrypha (tidak sah) yakni Injil Andreas, Apeles,
Barnabas, Dua Belas, Ebionea, Ibrani, Marcion, Maria, Mathias, Nicodemus, Injil orang-orang Mesir, Philip,
Selain kitab Taurat, Zabur dan Injil, Allah menurunkan kitab keempat sebagai kitab
terakhir yakni Alqur’an. Jika Taurat dianggap kitab Perjanjian Lama, Injil dianggap kitab
Perjanjian Baru, maka Alqur’an adalah kitab Perjanjian Paling Baru, atau sebagai Surat
Keputusan terakhir dari Allah yang berfungsi antara lain untuk mengoreksi kekeliruan kitab-
kitab sebelumnya karena telah bercampuri ide, gagasan dan nafsu-nafsu para penulisnya.
Kitab-kitab itu, dari sisi teks telah banyak perubahan, dari sisi konten pun telah
terkontaminasi oleh syirik.
Al-qur’an sebagai kitab terakhir ini berbahasa Arab, diturunkan pada bulan Ramdhan
sekaligus dari Lauh Mahfudz ke langit bumi, kemudian dari langit bumi diturunkan kepada
nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bukan 22 hari.7 Surat yang
pertama turun adalah surat Al-Alaq ayat 1-5 sedangkan ayat yang terakhir turun adalah ayat 3
surat al-Maidah. Sebahagian surat Alqur’an turun di Mekah dan sebahagian lagi turun di
Medinah.
Alqur’an adalah sumber utama hukum dan nilai Islam, sumber lainnya adalah As-
Sunnah, kemudian ada sumber pelengkapnya berupa Ijtihad. Landasan penetapan ini
adalah hadits di bawah ini.
Ketika Nabi saw mengutus Mu’adz ibn Jabal ke Yaman, beliau bertanya kepada
Mu’adz : “Dengan apa engkau menghukumi”. Muadz menjawab : “Dengan kitab Allah”.
Nabi bertanya lagi :”Jika kamu tidak menemukannya di sana ?”. Mu’adz menjawab :”Dengan
sunnah rasul !”. Nabi saw bertanya lagi : “Jika engkau tidak mendapatkannya di sana ?”.
Mu’adz menjawab :”Saya akan berijtihad dengan ra’yu saya dan saya tidak akan putus asa”.
Nabi saw bersabda :”Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan
rasul-Nya yang direstui-Nya (HR. Abu Dawud).8 Berdasarkan hadits di atas, sumber ajaran
(hukum dan nilai) Islam ada tiga yakni Alqur’an, Assunnah dan Ijtihad.

Alquran9 adalah firman Allah, firman Allah terbagi dua macam yakni kalam maknawy
dan kalam lafdzy. Kalam maknawy ialah firman Allah yang bersifat makna-makna atau
simbol-simbol yang bisa beragam bentuk, kadang-kadang seperti suara gemerincing lonceng,
sedangkan Alqur’an sebagai kalam lafdzy adalah Alqur’an yang berbahasa Arab.

Thomas, Yakobus, Yudas Iskariot. Injil Barnabas menyatakan bahwa Yesus tidak disalib sedangkan yang
disalib adalah Yudas Iskariot, Yesus bukan putra Allah tetapi sebagai Rasul Allah, Putra nabi Ibrahim yang
dikurbankan bukan Ishak tetapi Ismail, Mesias pembebas dunia bukan Yesusu tetapi nabi Muhammad. Buku
Induk, hal. 19
7
Hikmah Alqur’an diturunkan secara berangsur-angsur supaya : Alqur’an tertanam kuat dalam dada nabi saw,
untuk merespon pertanyaan dari anggota masyarakat, dan supaya tidak berat menghafal dan
mengamalkannya,
8
Sunan Abu Dawud, 23 ; 11.
9
Nama kitab suci yang diterima oleh nabi Muhammad memiliki banyak nama, yakni Alqur’an yang artinya
bacaan spesial (QS. 59/ Al-Hasyr : 21), Al-Furqan yang artinya pembeda (QS. 25/ Al-Furqan : 1), Adz-
Dzikra yang artinya peringatan (QS. 15 Al-Hijr : 9), dan Al-Kitab yang artinya buku spesial (QS. 18 Al-
Kahfi : 1).
Walaupun Alqur’an yang semula kalam maknawy menjadi kalam lafdzy tetapi lafadz
Alqur’an bukanlah susunan Nabi sendiri tetapi Allahlah yang membuatnya, sehinga semua
lafadz Alqur’an tanpa kecuali adalah wahyu dan mukjizat. Selanjutnya ayat-ayat Alqur’an
yang turun segera ditulis oleh para sahabat Nabi, kemudian dikodifikasi. Nabi dan para
sahabatnya menyusun surat demi surat dan ayat demi ayat berdasarkan bimbingan Jibril. Jadi
mengenai penamaam surat, urutan surat, penempatan ayat demi ayat secara keseluruhan di
bawah bimbingan malaikat Jibril.10

3. Metode Verifikasi dan Falsifikasi Untuk Menguji Alqur’an

Betulkah Alqur’an itu wahyu ? Firman Allah ? Semua isinya dijamin benar ? Untuk
mengujinya bisa beragam cara antara lain dengan metode Verifikasi dan metode Falsifikasi.
Verifikasi adalah pembuktikan kebenaran Alqur’an melalui pengujian bukti-bukti atau
fakta yang ada. Jika statement Alqur’an sesuai dengan fakta – fakta yang ada, maka
statement tersebut dikatagorikan benar, tetapi jika faktanya tidak sesuai dengan pernyataan
Alqur’an maka pernyataan Alqur’an tersebut dianggap salah.
Ayat-ayat Alqur’an yang bisa diverifikasi adalah ayat-ayat Alqur’an yang faktanya
dapat ditemukan, tetapi jika tidak ada faktanya, maka statemen Alqur’an tidak dapat
dibenarkan dan tidak dapat pula disalahkan. Contoh : Qul Huwallahu ahad (katakanlah hai
Muhammad, Dia Allah itu Maha Esa ). Mana buktinya bahwa Allah itu Esa, adakah fakta
yang mendukungnya ? Ayat ini tidak bisa diverifikasi karena tak ada fakta yang
mendukungnya. Contoh lain : Fawailul lil muthaffifin (neraka wail bagi orang yang curang
dalam timbangan). Ayat ini pun tidak dapat diverifikasi karena tidak pernah ada bukti bahwa
orang yang curang dalam timbangan masuk neraka wail.

10
Alqur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Setiap ayat Alqur’an
yang turun kemudian diabadikan lewat hafalan dan tulisan bahkan disebarkannya kepada orang lain. Ada
beberapa orang sahabat nabi yang secara khusus bertugas menulis dan mengkodofikasikan Alqur’an. Tugas
ini dipimpin oleh Ali Ibn Abi Thalib. Para huffadz atau penghafal Alqur’an secara terus menerus ikut andil
dalam kodifikasi Alqur’an. Urutan surat dan ayat demi ayat disusun oleh para sahabat bersama nabi di
bawah bimbingan malaikat Jibril. Pada masa Abu Bakar, Alqur’an belum menjadi sebuah mushaf tetapi
masih terpisah-pisah. Lantas Umar ibn Khattab menyarankan kepada Abu Bakar agar Alqur’an disusun
menjadi sebuah mushaf. Abu Bakar memerintahkan Ali Ibn Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Umayah bin Ka’ab,
dan Utsamn bin Affan untuk menyusun Alqur’an menjadi sebuah mushaf. Setelah Abu Bakar wafat, mushaf
yang telah jadi disimpan oleh Umar ibn Khattab, setelah Umar wafat, mushaf di simpan di rumah Hafsah
binti Umar sekaligus isteri Nabi saw. Pada zaman Utsman menjadi khalifah, beliau menggandakan mushaf
tersebut menjadi lima eksemplar lantas dibagikan ke setiap daerah untuk menjadi rujukan. Kini mushaf
Alqur’an telah tersebar ke seluruh dunia. Alhamdulillah.
Kalau demikian, ayat Alqur’an yang mana yang bisa diverifikasi ? Ayat yang bisa
diverifikasi kebenarannya adalah ayat-ayat yang ada faktanya, misalnya ayat soal ilmu
pengetahuan ilmiah (science) seperti fenomena hujan, laut, gunung, besi, dll. Juga ayat-ayat
tentang bahaya arak, judi, riba, dan zina yang bisa dikonfirmasikan dengan fakta-fakta di
lapangan.
Memverifikasi Ralaman Alqur’an :
Ramalan yang ada pada Alqur’an bisa diverifikasi, misalnya ramalan tentang
kemenangan Rumawi atas Persia. Di dalam QS. Al-Rum ayat 1-4 dijelaskan bahwa negara
adikuasa Rumawi telah dikalahkan oleh negara adikuasa Persia. Alqur’an lantas meramalkan
bahwa kelak Rumawi akan bangkit dan mengalahkan Persia, dalam tempo fi bidl’i sinin.

‫ﻮن ِﰲ ﺑِﻀْ ﻊ ِ ِﺳ ﻨِ َﲔ ِ ِ ْا ْﻣ ُﺮ ِﻣﻦ ﻗَ ْ ُﻞ َو ِﻣﻦ‬


َ ‫اﱂ ُ ِﻠ َﺒ ِﺖ اﻟﺮو ُم ِﰲ د َْﱏ ْا ْر ِض َو ُﱒ ِّﻣﻦ ﺑ َ ْﻌ ِﺪ َﻠَﳢِ ِ ْﻢ َﺳ َﯿ ْﻐ ِﻠ ُﺒ‬
َ ُ ‫ﺑ َ ْﻌﺪُ َوﯾ َ ْﻮ َﻣ ِ ٍﺬ ﯾ َ ْﻔ َﺮ ُح اﻟْ ُﻤ ْﺆ ِﻣ‬
‫ﻮن‬
Telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah
dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan
sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu
bergembi-ralah orang-orang yang beriman. QS Rum : 1-4

Persia yang beragama Majusi, menyembah api dengan Tuhan Ahuramazda dan
Ahriman, dapat mengalahkan Byzantium yang menyembah Allah. Kaum jahiliyah di Mekah
bergembira sambil menertawakan kaum muslimin dengan diiringi keyakinan kuat bahwa
mereka pun bisa mengalahkan muslimin sebagaimana Persia mengalahkan Byzantium.
Persia waktu itu dipimpin oleh Kisra Aboriz, putra Hurmuz, yang dikenal oleh orang
Arab dengan nama Kisra, sedangkan Byzantium berada di bawah Heraklius Muda yang
dikalangan Arab dikenal dengan nama Heraql atau Heraqlius. Persia menyerang Syiria dan
Palestina yang berada di bawah kekuasaan Byzantium. Kisra Aboriz menguasai Antharikah,
Damaskus dan menguasai Bait al-Maqdis. Tentara Persia membakar gereja Al-Qiyamah dan
memindahkan Salib ke ibukota mereka, sehingga penduduk Palestina benar-benar ketakutan .
Ini terjadi tahun 615 M.
Nabi Muhammad dan kaum muslimin bersedih hati melihat kekalahan Rumawi
karena bagaimana pun rakyat Byzantium yang Nashrani sama-sama menyembah Allah
walaupun tidak mengakui keesaanNya, sedangkan orang-orang Persia menyembah api karena
mereka beragama paganisme. Sebaliknya, kaum Jahiliyah justeru bergembira atas
kemenangan Persia karena mereka sama-sama penganut paganisme. Lantas kaum musyirikin
Mekah mengejek kaum muslimin sambil mengatakan : “Kami juga akan mengalahkan
kamu”, maka turunlah ayat di atas.11
Ejekan kaum musyrikin ini disampaikan kepada Abu Bakar Shiddiq, Abu Bakar
lantas menyampaikannya kepada Nabi saw. Nabi merspon dan bersabda bahwa Persia akan
dikalahkan oleh Byzantium dalam beberapa tahun lagi. Ketika itu pertaruhan belum
diharamkan sehingga Abu Bakar bertaruh dengan Ubayy ibn Khalaf dengan menyerahkan
lima ekor unta, akan tetapi setelah berlalu masa itu Byzantium belum kunjung mengalahkan
Persia sehingga nabi menyarakan agar Abu Bakar menambah taruhannya dan
memperpanjang waktunya karena yang dimaksud dengan “fi bidh’i sinin” menunjukkan
angka tiga sampai sembilan.12 Sebelum sampai tahun ke sepuluh, benar saja Rumawi bangkit
dan mengalahkan Persia.
Ramalan Alqur’an ternyata benar, unta Abu Bakar pun diambil lagi. Jadi ada fakta
yang bisa disaksikan oleh banyak orang bahwa Rumawi dapat mengalahkan Persia sebelum
satu tahun kesepuluh sejak dia dikalahkan. Ini fakta yang mendukung statemen di atas, ayat
itu dapat diverifikasi, dan ternyata benar. Seandainya Alqur’an bukan wahyu, pastilah
ramalannya banyak yang salah. Selanjutnya, perlu ditekankan, apabila ada satu saja ramalan
alqur’an yang salah berarti Alqur’an bukan wahyu.

Memverifikasi kebenaran sejarah :


Banyak ayat Alqur’an yang menceritakan kejadian di masa lampau, antara lain cerita
tentang tenggelamnya Fir’aun di laut merah ketika mengejar nabi Musa a.s. Ini bisa
diverifikasi. Allah menceritakan :

َ ‫َوا ْذ ﻓَ َﺮ ْﻗ َﺎ ِ ُ ُﲂ اﻟْ َﺒ ْﺤ َﺮ ﻓَ َﳒ ْﯿﻨَ ُﺎﰼْ َو ْﻏ َﺮ ْﻗ َﺎ َءا َل ِﻓ ْﺮ َﻋ ْﻮ َن َو ُ ْﻧﱲ ﺗ َُﻨﻈ ُﺮ‬


‫ون‬
Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami
tenggelamkan (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan.

Ini ayat bisa diverifikasi, dengan menelususri tahun kejadian Musa menyeberangi
laut, laut apa namanya (laut Merah), melalui daerah mana Nabi Musa as masuk ke Palestina
(melalui kota Jericho Palestina), bahkan para ahli sejarah dunia baik muslim maupun
nonmuslim bisa menunjukkan di mana Musa memukul batu sehingga keluar air dari batu
tersebut kemudian kaum muslimin bisa minum ( di lereng gunung Kanebo), bahkan para ahli

11
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan danKeserasianAlqur’an, Jilid 10, Cetakan I,
2009, Lentera hati, Ciputat, hal.155.
12
Tafsir Al-Misbah, hal. 155
sejarah dunia bisa membuktikan tubuh fir’aun yang tenggelam di laut Merah. Setelah
diverifikasi, ayat ini ternyata benar sesuai fakta sejarah. Ayat Alqur’an yang menjelaskan
permusuhan Fir’aun kepada nabi Musa as dan pengikutnya adalah fakta, kisah nyata bukan
kisah fiktif.

Memverifikasi ayat Alqur’an tentang asal muasal besi


”Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti yang
nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Alkitab dan neraca (keadilan) supaya
manusia dapat melaksnakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat
kekuatan yang hebat dan berbagai mafaat bagi manusia supaya mereka mempergunakan
besi itu), dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-
rasulNya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha
Perkasa” (QS.57/ Al-Hadid : 25). Paling tidak terdapat sembilan ayat Alqur’an yang
menerangkan soal besi.
Perhatikan ayat 25 surat al-hadid ini : (1) “wa anzalna ma’ahum al-kitab” (dan Kami
telah menurunkan bersama mereka al-kitab), (2). “Wa anzalna al-hadida” (dan Kami
turunkan besi). Menurut Alqur’an, besi itu diturunkan dari langit bukan berasal dari bumi
sebagaimana unsur-unsur lainnya di bumi.
Seorang ilmuwan di Badan Antarikasa Amerika Serikat (NASA) profesor Amstrong
menjelaskan tentang besi. Sistem energi matahari awalnya tidak cukup memproduksi satu
atom unsur besi pun, karena untuk membentuk satu unsur atom besi diperlukan sebanyak
empat kali sistem energi matahari seluruhnya. Dia selanjutnya percaya bahwa unsur besi
berasal dari luar angkasa yang diturunkan ke bumi, bukan dibentuk di bumi seperti unsur
yang lain.
Besi tercipta pada bintang-bintang melalui proses nukleossintesis. Ketika bintang itu
mati lantaran kehabisan bahan bakar hedrogen, besi dan unsur-unsur lain dihamburkan ke
ruang angkasa sebagai meteroit, kemudian tertarik oleh gravitasi bumi di awal terbentuknya
bumi milyaran tahun yang silam. Tata surya kita termasuk bumi ini dibentuk dari awan dan
gas partikel debu sisa-sisa bintang yang menjadi rekat akibat rotasi. Unsur terbanyak yang
menyusun bumi adalah besi (34.6 %) yang turun dari langit.13 Ini sangat sesuai kalau Al-
Qur’an menyebutkan “Wa anzalna al-hadida” (dan Kami turunkan besi).14 Jadi ayat
Alqur’an ini dapat diverifikasi, ternyata ayat ini benar.\

13
Arianto Aditya (NIM. 15010048) yang mengutif dari berbagai sumber, Makalah Agama dan Etika
Islam ITB, 2012, hal.5
14
Fathimah Azzahro (NIM: 13710029), Mahasiswa program Studi Teknik Material, Makalah Agama
dan Etika Islam ITB, 2012, hal.2.
Memverifikasi ayat Alqur’an tentang fenomena Hujan

“Dialah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan, Dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya
bergumpal-gumpal; lalu kamu melihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka apabila
air hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka
menjadi gembira (QS, 30 Al-Rum :48). Lihat pula QS. 39/ Al-Zumar : 21, QS.30/Ar-Rum :
24, QS. 23/Al-Mukminun 24, QS. 15/Al-Hijr : 22, QS. 24/ An-Nur : 43.
Uap air dari seluruh permukaan bumi kira-kira 380.000 km kubik, dengan rincian uap
air yang dihasilkan dari laut sekitar 360.000 km kubik sementara uap air dari daratan hanya
mencapai 60.000 km kubik. Sebahagian besar uap air tersebut berasal dari daerah
khatulistiwa yang memiliki suhu panas mencapai 25 derajat celcius.

Menurut para ahli terbentuknya awan hujan melalui tiga tahapan, (1). Awan dibawa
atau ditiup oleh angin (2).Awan-awan kecil (awan kumulus) saling bertumpang tindih dan
membentuk awan yang lebih besar.(3). Ketika awan bertumpang tindih membentuk awan
yang lebih besar terjadi gerakan udara vertikal ke atas yang terus meningkat. Gumpalan awan
yang bergerak vertikal memasuki wilayah-wilayah atmosfere yang bersuhu lebih dingin,
maka terbentuklah butiran air dan es. Butiran air dan es yang semakin besar menjadi berat
untuk ditahan oleh hembusan angin vertikal, maka turunlah hujan.15 Jadi ayat 48 surat al-
Rum ini, setelah diverifikasi ternyata benar. Demikian pula ayat-ayat pendukungnya seperti
QS. 39/ Al-Zumar : 21, QS.30/Ar-Rum : 24, QS. 23/Al-Mukminun 24, QS. 15/Al-Hijr : 22,
QS. 24/ An-Nur : 43.

Alqur’an bukan kitab science tetapi kitab sign. Anda boleh mengambil sampel ayat
yang berisi SIGN yang menerangkan alam semesta, atau bahkan menguji semua ayat Al-
Qur’an yang bersinggungan dengan sains modern, dari mulai surat Al-Fatihah ayat satu
sampai surat An-Nas ayat terakhir. Silahkan ! apa maunya, dari mana mulainya, mau menguji
sebahagian ayat atau semua ayat. Allah swt sudah menantangnya sejak dahulu.

Anda boleh mengambil contoh tentang gunung (geologi, geofisika, vulkanologi)


kejadian manusia di alam rahim (embriologi), atau soal makanan (teknik kimia, ilmu gizi) .
Semua persoalan itu sudah diteliti ratusan kali, dan sudah dibahas ribuan kali dalam berbagai
forum. Bisakah membuktikan bahwa ada ayat Al-Qur’an yang salah tentang gunung . Adakah
ayat Al-Qur’an yang membingungkan dalam soal makanan. Adakah ayat Al-Qur’an yang

15
Afiq Fakhry (NIM : 10511083), Makalah Agama dan Etika Islam, ITB, tahun 2012 yang mengutip
dari Anthes, Richard A; John J. Cahir; Alistair B. Fraser; mand Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosfere, s.
269) . Millers, Albert; and Jack C.Thompson, 1975, Element of Meterology, s. 141-142.
tidak terbukti benar dalam soal kejadian manusia di alam rahim. Tidak, tidak pernah ada hasil
verifikasi para peneliti yang mebuktikan ada kesalahan di dalam Alqur’an, naik kesalahan
bahasa, kesalahan sejarah, kesalahan matematika maupun kesalahan biologis.
Ayat-ayat lain yang bisa diverifikasi adalah :
 Tentang awal kejadian langit dan bumi. Di dalam QS. 21 : 30 Allah menegaskan :
“Apakah orang-orang lafir tidak mengetahui, sesungguhnya langit dan bumi dahulunya
adalah satu yang padu, maka kemudian kami lontarkan. Dan Kami jadikan semua
makhluk hidup dari air, apakah mereka tidak mau beriman”.
 Tentang pergerakan gunung dan lempengan bumi.”Dan kamu melihat gunung, kamu
menyangka gunung itu diam. Tidak gunung itu bergerak sebagaimana geraknya awan”.
 Tentang laut : Allah menyatakan ‫ َو ْاﻟﺒَﺤْ ِﺮ ْاﻟ َﻤ ْﺴ ُﺠﻮر‬dan laut yang di dalam tanahnya ada api,
QS. 52 : 6
 Tentang dua laut yang airnya asin dan tawar

‫ﻮن ِ ﻠْ َﯿ ًﺔ‬َ ‫ﻮن ﻟَ ْﺤ ًﻤﺎ َﻃ ِﺮ ّ َو َ ْﺴ َﺘ ْﺨ ِﺮ ُﺟ‬


َ ‫ﰻ ﺗَ ُ ُﳇ‬ َ َ ‫َو َﻣﺎ َْﺴ َﺘ ِﻮى اﻟْ َﺒ ْﺤ َﺮ ِان َﻫ َﺬا َ ْﺬ ٌب ﻓُ َﺮ ٌات َﺳ ٓ ِﺋ ٌﻎ‬
ٍّ ُ ‫ﴍاﺑُ ُﻪ َوﻫ ََﺬا ِﻣﻠْ ٌﺢ َ ٌﺎج َو ِﻣﻦ‬
‫ﺗَﻠْ َ ُﺴﻮﳖَ َﺎ َو َ َﺮى اﻟْ ُﻔ ْ َ ِﻓ ِﻪ َﻣ َﻮا ِﺧ َﺮ ِﻟﺘَ ْ َ ُﻐﻮا ِﻣﻦ ﻓَﻀْ ِ ِ َوﻟَ َﻊ‬
‫ﻟ ُ ْﲂ َ ْﺸ ُﻜ ُﺮون‬
Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain
asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang
segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada
masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat
mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur.

Seandainya Alqur’an bukan karya Allah, mana mungkin Alqur’an mampu memberi
informasi tentang ilmu pengetahuan modern. Ayat-ayat di atas membuktikan bahwa dilihat
dari perspektif sains, Alqur’an pasti karya Allah, bukan karya nabi Muhammad SAW.
Semakin hari akan semakin terbukti kebenaran Alqur’an, semakin pesat
perkembangan sains dan teknologi, akan semakin cepat terbuka tabir kebenaran Alqur’an,
sehingga kelak tidak ada satu ayat Alqur’an pun yang tidak jelas, semua akan terbukti benar.
Allah menegaskan :”Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)
Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaskan bagi mereka bahwa
Alqur’an itu adalah benar”. (QS. Fushilat : 53)

Metode Falsifikasi.
Metode falsifikasi dari Karl Popper, yakni cukup dengan mengajukan satu bukti untuk
menggugurkan sebuah statemen. Misalnya ada statemen : “Semua angsa berwarna putih “.
Jika bisa diajukan satu fakta saja yang berlawanan dengan statemen tersebut (misalnya ada
satu angsa berwarna hitam), maka statemen tersebut menjadi gugur.
Semua mukmin meyakini bahwa Alqur’an sebagai firman Allah, susunan bahasanya
sangat indah sehingga tidak dapat disaingi oleh susunan bahasa karya siapapun. Allah
menegaskan

َ ‫ُﻗﻞ ﻟ ِ ِﱧ ْاﺟ َ َﻤ َﻌ ِﺖ ْاﻻ ُﺲ َواﻟْﺠِ ﻦ َ َﲆ ن ﯾَ ﺗُﻮا ِﺑ ِﻤﺜْﻞِ َﻫ َﺬا اﻟْ ُﻘ ْﺮ َء ِان َﻻﯾ َ ﺗ‬
‫ُﻮن ِﺑ ِﻤﺜْ ِ ِ َوﻟَ ْﻮ َﰷ َن ﺑ َ ْﻌﻀُ ﻬ ُْﻢ ِﻟ َﺒ ْﻌ ٍﺾ َﻇﻬ ًِﲑا‬

Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa
Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia,
sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". QS. 17 : 88

Perlu diketahui bahwa tradisi keagamaan bangsa Arab pra-Islam berputar di sekitar dua
poros. Pertama adalah hedonisme yakni mengejar kebahagiaan materi, pribadi dan duniawi.
Berat dan sulitnya hidup di gurun padang pasir diobati dengan anggur, wanita dan syair.
Banyak anak, banyak isteri, banyak teman dan banyak hewan gembala (unta dan domba)
adalah target kehidupan mereka.Poros yang kedua adalah romantisme. Pada tingkat individu
diungkapkan dalam muru’ah atau nilai-nilai keksatriaan. Nilai-nilai ini meliputi keberanian
dalam perang, keramahtamahan meski miskin, ksatriaan dan kepandaian berpidato serta
bersyair. Kepiawaian dalam bersyair menjadi kehormatan yang mata luar biasa.16
Alqur’an turun dengan memperhatikan karakteristik Arab yang hedonisme dan
romantisme, maka dari sisi bahasa, Alqur’an berbahasa dengan amat cantik dan sangat luar
biasa karena sanggup mengalahkan sya’ir- sya’ir yang dibanggakan pada waktu itu. Alqur’an
pun menerangkan tentang ksatriaan di medan perang sebagai syahid, sebuah kelas yang
paling pria, menjelaskan tentang sorga dengan segala kemewahan dan kecantikan wanitnya
yang dilengkapi dengan buah-buahan, anggur, wanita dan perhiasan mas dan sutera.
Muncullah orang yang mengajukan bukti-bukti kelemahan bahasa Alqur’an. Mereka
menyatakan “kun fayakun” adalah salah, kalimat yang seharusnya adalah “kun fakan”.
Betulkah pendapat mereka ini ? Tidak !, yang benar justru “kun fayakun” artinya jadilah

16
Ismail R. Al-Faruqi dan Louis Amya Al-Faruqi, Atlas Budaya, Menjelajah Khazanah Peradaban
Gemilang, Mizan, Bandung, Cetakan III, 2001, hal. 101.
kamu, maka berproseslah jadi, bukan jadi secara tiba-tiba, sedangkan kun fakan berarti jadi
secara tiba-riba tanpa proses.
Kita ambil kasus Maryam, ketika Maryam diberi tahu bahwa dia akan mempunyai
seorang anak laki-laki bernama Isa al-masih (QS. 3 : Ali Imran : 45-46). Maryam kaget dan
mengadukan informasi ini kepada Allah, bagaimana mungkin ia punya anak padahal dia
bukan pelacur, dan tidak pernah disentuh oleh pria manapun. Lantas Allah menjawab bahwa
Allah menciptakan makhluk apa pun yang dikehendakinya. Apabila Allah menghendaki
sesuatu maka Dia cukup mengatakan “ kun fayakun” (QS. 3 Ali Imran 47). Sejak itu Maryam
pun mengalami proses hamil dari sebulan, dua bulan sampai sembilan bulan, bukan tiba-tiba
hamil besar lalu melahirkan. Jadi mana yang benar, Alqur’an atau orang pengeritik ?
Kasus lain tentang kalimat : Iyyaka na’budu. Menurut mereka, kalimat itu lemah
susunannya (dhu’fu ta’lif), seharusnya iyya na’buduka. Justru yang baik dan tajam adalah
iyyaka na’budu yang mengandung makna bahwa kami menyembah langsung padamu (tanpa
perantara). Siapa yang lebih baik, Al-Qur’an atau pendapat mereka ? Siapapun boleh menguji
Alqur’an dengan metode falsifikasi ini. Dengan metode falsifikasi ini, ternyata sampai hari
ini tidak seorang pun yang mampu menunjukkan kelemahan Alqur’an.17
Muncul pertanyaan, mengapa banyak ilmuwan yang tetap menolak Alqur’an ?
Penolakan sebagian orang terhadap Alqur’an pada intinya karena kesombongan. Mereka
sebenarnya paham dan mengakui kebenaran Alqur’an, tetapi hati mereka keras melebihi batu
untuk bisa menerima Alquran sebagai kitab suci. Sekali lagi, itu semua kesombongan mereka
semata-mata. Mereka mengetahui, memahami, meyakini kebenarannya, tetapi hati mereka
telah terkunci mati. Orang-orang yang tetap dalam kekufuran setelah mengetahui kebenaran
Alqur’an, sangat mungkin merasa gengsi karena sudah terlanjur bangga dengan agama dan
kebudayaannya, takut kehilangan kehormatan dari para sahabatnya, takut kehilangan
penghasilan dan fasilitas sebagai tokoh agama yang selama ini diterimanya, merasa berat
mengamalkannya terutama melaksanakan salat lima waktu, serta faktor-faktor lainnya.

Pendapat Isa Bugis tentang bahasa Al-Qur’an :


Menurut para ulama di seluruh dunia, Alqur’an itu berbahasa Arab “Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya berupa Alqur’an berbahasa Arab agar kamu memahaminya”.

17
Untuk mengetahui uji verifikasi dan uji falsifikasi terhadap Alqur’an, penulis menganjurkan kepada
para pembaca budiman agar menyimak debat terbuka antara Dr. Zakir Naik seorang pemikir Islam dari India
dengan pendeta Creamble ahli kebidanan di kota Los Angeles dengan topik Alqur’an dan Bible tentang sains.
Lihat di internet.
(QS. Yusuf : 2). Bukan hanya itu, bahkan para ahli sampai meneliti detail lafadz-lafadznya.18
Akan tetapi menurut Isa Bugis (tokoh paham Isa Bugis), Alqur’an bukan bahasa Arab tetapi
bahasa wahyu.19 Alasannya adalah karena Muhammad adalah keturunan nabi Ismail dari
jurhum kedua, sehingga Muhammad berdarah Babylon, bukan berdarah Arab asli. Dengan
demikian, bahasa Nabi Muhammad bukan bahasa Arab tetapi serumpun dengan bahasa Arab,
itulah yang disebut "bilisáni qaumih" (berbicara dengan bahasa kaumnya).
Pendapat Isa Bugis ini tidak tepat. Alasan pertama, sebagaimana dijelaskan oleh
Ismail al-Faruqi, suku Arab asli (al-‘Aribah) ialah suku Qanaan, Ya‘rub, Yasyjub dan Saba'.
Kemudian datanglah suku Arab Musta‘ribah I (Pendatang I), yakni suku ‘Adnan, Ma’ad dan
Nizar. Lantas datang pula suku Arab Musta‘ribah II (Pendatang II) yakni suku Fihr atau
Quresy. Jadi suku Quresy adalah bagian dari Suku Arab, bukan suku lain.20 Suku-suku
pendatang lantas berbaur dan mempelajari bahasa yang ada yakni bahasa Arab, bukan
mempelajari bahasa Babylon atau selain bahasa Arab.
Alasan kedua, bangsa Arab termasuk bangsa Semit. Dewasa ini yang dikatagorikan
bahasa Semit adalah setengah kawasan bagian Utara, bagian Timurnya berbahasa Akkad atau
Babylon dan Assyiria, sedangkan bagian Utara adalah bahasa Aram, Mandaera, Nabatea,
Aram Yahudi dan Palmyra. Kemudian di bagian Baratnya adalah Foenisia, Ibrani Injil. Di
belahan Selatan, yakni di bagian utaranya berbahasa Arab sedangkan sebelah selatan
berbahasa Sabe atau Hymyari, dan Geez atau Etiopik. Hampir semua bahasa di atas telah
punah hanya bahasa Arablah yang masih hidup".21
Apakah ada bahasa selain Arab yang serumpun dengan bahasa arab? dapat dilihat
antara lain dari bentuk hurufnya. Huruf Arab berbeda sekali dengan dengan huruf bahasa
Fonesia, Aramaea, Ibrani, Syiria Kuno, Syiria Umum, Kaldea dan Arab. Para pembaca bisa
melihat perbedaan huruf-huruf tersebut pada buku "Atlas Budaya" karya Ismail Al-Faruqi
bersama isterinya.22

18
Alqur’an yang berbahasa Arab berisi 77.439 kata, 323.105 huruf. Hebatnya kata hayat sebanyak 145
kali sama banyaknya dengan kata maut sebagai lawan kata hayat. Lafadz akhirat berjumlah 115 kali sama
banyaknya dengan lafadz dunia sebagai lawan kata akhirat. Kata malaikat berulang sebanyak 88 kali sama
dengan jumlah kata setan sebagai lawan kata malaikat. Kata yaum (hari) diulang sampai 365 kali sama dengan
jumlah hari dalam setahun, sedangkan kata syahr (bulan) diulang sampai 12 kali sama dengam jumlah bulan
dalam setahun. Bukankah ini luar biasa. (Lihat Muslim Nurdin, dkk , Moral dan Kognisi Islam, Alfabeta,
Bandung, 1995, hal. 47-48
19
Diresume dari hasil wawancara dengan para tokoh Isa Bugis di Sukabumi serta diskusi dengan
pengajar Tafsir Isa Bugis di masjid Istiqamah, jalan Citarum Bandung.
20
Isma'il R. Al-Faruqi, Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya, Menjelajah Khazanah Perdaban
Gemilang, judul asli : The Cultural Atlas of Islam), terjemahan Ilyas Hasan (Bandung; Mizan, 2001), hal. 45 -47
21
Isma'il Al-Faruqi, Atlas Budaya, hal. 58
22
Isma'il Al-Faruqi, Atlas Budaya, hal. 63.
Alqur'an menggunakan huruf Arab bukan huruf lain, dengan demikian bahasa dan
tulisan Alqur'an memang mutlak bahasa Arab bukan bahasa yang serumpun dengan bahasa
Arab. Kalau pun mau dikatakan serumpun, harus dikatakan bahwa bahasa Alqur’an
serumpun dengan bahasa Semit. Menurut Ismail Al-Faruqi, bahasa Semit yang masih hidup
sampai saat ini adalah bahasa Arab. Dengan demikian maka bahasa Al-Qur'an adalah bahasa
Arab, bahasanya orang Arab bukan serumpun dengan bahasa Arab.
Hujjah lain dari kelompok Isa Bugis adalah bahwa jika Al-Qur’an berbahasa Arab,
pasti semua orang Arab mengerti Al-Qur’an, tetapi pada kenyataannya tidak semua orang
Arab mengerti Al-Qur’an, kalau begitu Al-Qur’an bukanlah bahasa Arab.
Hujjah inipun lemah. Mengapa demikian? Keadaan ini sama saja dengan orang
Indonesia. Tidak semua orang Indonesia mampu memahami karya sastera berbahasa
Indonesia, ini karena buku-buku sastera itu menggunakan bahasa Indonesia kelas tinggi.
Pada umumnya orang-orang Arab dalam percakapan mereka sehari-hari menggunakan
bahasa Arab Yaumiyah (bahasa Arab Harian), sedangkan Al-Qur’an menggunakan bahasa
Arab Fusha (bahasa Arab resmi, bahasa buku). Di samping itu untuk dapat memahami suatu
teks tidak cukup dengan mengetahui kosa kata (mufradat) tetapi harus berbekal ilmu
pengetahuan tentang isi teks. Sarjana sastera Indonesia misalnya, tidak otomatis dapat
memahami teks buku-buku Ilmu Kimia. Begitu pun sarjana Kimia tidak otomatis memahami
teks tentang filsafat. Untuk mampu memahami teks ilmu pengetahuan, harus memiliki syarat-
syarat, antara lain memahami substansi materi, memiliki frame of reference yang teratur,
serta memiliki paradigma berfikir yang menunjang. Ketidakmengertian sebahagian orang
Arab terhadap teks-teks Alqur’an tidak menunjukkan bukti bahwa Alqur’an bukan bahasa
Arab.23
Hujjah ketiga Isa Bugis adalah bahwa kata ‘Arabiyyan dengan doble ya merupakan ya
nisbat yang menunjukkan serumpun dengan bahasa Arab tetapi bukan bahasa Arab. Wahbah
Zuhayly, ketika menafsirkan ayat tersebut menyatakan bahwa kata ‘arabiyyan bermakna
24
“nuzila bilisánin ‘arabiyyin mubin, yaqra-u bi lugah al-‘arabi”, yang artinya al-Qur’an
diturunkan dengan lisan orang Arab, di baca dengan bahasa Arab. Senada dengan itu,
Muhammad Ibn Muhammad Abu Syahbah dalam bukunya: ”Al-Madkhal li Dirásah Al-

23
Lihat : Asep Zaenal Ausop, Ajaran dan gerakan NII Kartosoewirjo, NII KW IX dan Ma’had Al-
Zaytun, Tafakkur, Bandung, 2012, hal. 218 – 223.
24
Wahbah Zuhayly, al-Tafsâr al-Munâr, fâ al-‘Aqâdah wa asy-Syarâ‘ah wa al-Manhaj, (Beirut : Dar al-
Ma’shir, 1998 M/ 1418 H), Juz 11, hal. 202.
Qur’án al-Karim” menjelaskan bahwa Al-Qur’an itu adalah kitab ‘arabiyyah al-akbar atau
kitab berbahasa Arab yang maha besar.25
Alasan terakhir kelompok Isa Bugis adalah bahwa Alqur’an adalah bahasa orang
Quresy bukan bahasa Arab. Padahal bahasa Quresy adalah bahasa Arab, perbedaan antara
bahasa Quresy dengan bahasa suku Tamim misalnya hanyalah dalam dialeknya saja bukan
dalam makna.26 Dengan demikian hujjah Isa Bugis yang menyatakan al-Qur'an bukan bahasa
Arab, seluruhnya tertolak.

4. Karakteristik dan Fungsi Alqur’an

Dalam hal Al-Qur’an sebagai sebuah sumber hukum Islam pertama yang berkaitan
erat dengan As-Sunnah, Alqur’an memiliki dua karakteristik utama yakni Mujmal dan
Sistemik. Sifat mujmal artinya bersifat global sehingga memerlukan perincian sunnah Rasul.
Misalnya perintah shalat, shaum maupun haji hanyalah menggunakan kalimat yang singkat :
aqimis shalat, (dirikanlah shalat), kutiba ‘alaikum as-shiam (diwajibkan atas kamu berpuasa)
wa atimmu alhajj (sempurnakanlah ibadah hajimu), sedangkan tentang tatacara
mengerjakannya tidak dijelaskan. Untuk praktiknya, Rasulullah-lah yang memberikan
penjelasan, dari mulai tatacara shalat, berumah tangga, berekonomi sampai urusan bernegara.
Penjelasan Rasulullha saw itu disebut Sunnah Rasul. Adapun Sistemik karena Alquran
merupakan sebuah sistem di mana setiap ayat merupakan subsistem yang saling berkaitan,
oleh karena itu tidak boleh menafsirkan ayat Alqur’an sepotong sepotong karena akan
melahirkan kesimpulan yang salah. Selain itu, dalam menafsirkan satu ayat harus melihat
kaitannya dengan ayat yang lain karena Alqur’an itu saling menafsirkan antara sebahagian
dengan sebahagian lainnya (Alqur’an yufassiru ba’dhulu ba’dha). Jadi tidak boleh
melakukan penafsiran Alqur’an secara parsial.
Karakteristik lainnya dari Alqur’an adalah :
 Syumul : Alqur’an telah mencakup semua besaran pokok bidang kehidupan manusia, dari
mulai persoalan dapur sampai persoalan tempur, dari mulai persoalan politik, ekonomi,
sosial budaya, pertahanan keamanan, sampai kepada persoalan luar angkasa, bahkan
mencakup kehidupan setelah mati. Allah menegaskan :”ma faratna fi al-kitabi min syai-

25
Muhammad Ibn Mu\ammad Abã Syahbah dalam bukunya :”Al-Madkhal li Dirásah Al-Qur’án al-Karâm”
1992 M/ 1412 H.,(Mesir: Maktabah as-Sunnah, 1992 M/1412 H ), hal 9.
26
Koran Pelita :”Seminar Tafsir Alqur’an di IKIP Jakarta,” Selasa, 29 Maret 1994/16 Syawwal 1414 H. Lihat
pula M. Amin Djamaluddin, Penyimpangan dan Kesesatan Ma‘had al-Zaytun, hal. 34, LPPI, Jakarta, 2001.
in” tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam al-kitab “. (QS. 6/Al-An’am : 38). Jadi jika
seorang muslim ingin menjadi orang saleh, benar di dunia dan selamat di akhirat, cukuplah
menggunakan Alqur’an sebagai buku pedoman. Hal-hal lain yang bersifat rincian dapat
lihat pada sunnah Rasul.
 Haq (benar): Semua isi Alqur’an itu benar, tidak ada sedikitpun kesalahan. Allah
menjamin “Sesungguhnya Alqur’an itu kitab yang mulia. Selamanya tidak akan dapat
datang kepadanya yang salah, baik dari depan maupun dari belakangnya”. (QS. Fushilat
: 41-42). Oleh karena itu seorang muslim jangan sedikitpun ragu atas kebenaran Alqur’an.
 Berbobot : isi Alqur’an sangat berbobot, setiap ayatnya mengandung makna yang dalam
dan sangat bermanfaat. Allah menegaskan :”Sekiranya Kami menurunkan Alquran ini
kepada sebuah gunung pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan
takut kepada Allah”. (QS. 59/Al-Hasyr : 21). Ini ada sebuah perumpamaan yang
mengisyaratkan betapa Alqur’an sangat berbobot, bukan karya ilmiah biasa. Sayang sekali
jika manusia tidak memanfaatkan Alqur’an untuk mencapai kesuksesan dunia akhirat.
 Narasi Wahyu : Alqur’an bukan sekedar kitab hukum seperti Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP), Alqur’an bukan kitab kode etik yang semata-mata menyusun
kode etik secara sistimatis bab perbab, Alqur’an bukan kitab science yang penuh rumus-
rumus, Alqur’an bukan pula kitab sejarah yang mencantumkan kronologis kejadian tahun
pertahun, Alqur’an bukan kitab roman, dan Alqur’an pun bukan buku psikologi kematian,
tetapi Alqur’an adalah buku tentang ayat-ayat Allah, tentang kebesaran Allah yang
didalamnya terdapat nilai, hukum, etika, keyakinan, ritual, dan lain-lain yang diperlukan
untuk keselamatan manusia. Semuanya disajikan dengan narasi wahyu berupa kisah.
Allah menegaskan :”Allah yang menurunkan sebaik-baiknya cerita, ialah kitab Alqur’an
yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang. (QS. Al-Zumar : 23). Hukum yang
ada pada Alqur’an diurai dengan narasi kisah dan nasihat sehingga terasa gurih penuh gizi
dan tidak membosankan. Contoh ketika Alqur’an mengurai tentang substansi, essensi dan
kasus-kasus rumah tangga, pasti ayatnya disebar di beberapa surat dan diurai dengan
konteksnya masing-masing, sehingga jika dibaca secara keseluruhan terasa saling
melengkapi. Lain lagi jika anda membaca buku undang-undang hukum yang disajikan bab
perbab, pasal demi pasal dan ayat demi ayat pasti anda jenuh membacanya.
 Bahasanya santun : ketika menceritakan nabi Yusuf yang digoda oleh Zulaiha tidak ada
kesan porno yang merangsang nafsu, ketika menceritakan sikap Yahudi dan Nashrani
terhadap Islam tidak ada kesan provokatif, atau ketika menjelaskan kasus-kasus rumah
tangga tidak membuat orang takut menikah.
 Rasional Kontekstual : Di dalam Alqur’an, satu persoalan bisa diulang-ulang dalam
beberapa ayat pada beberapa surat yang berbeda, tetapi dengan konteknya masing-masing
dan disertai ibarat dan ilustrasi yang berbeda-beda pula, misalnya soal syirik. Allah
menegaskan :” wa laqad sharrafna li al-nasi fi hadza al-qurani min kulli matsal”, Dan
sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia di dalam Alqur’an, ini tiap-
tiap macam perumpamaan tetapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali
mengingkarinya. (QS. 17/Al-Isra : 89).
 Kohern dan konsisten : artinya satu ayat dengan ayat lainnya saling mengokohkan dan
tetap begitu dari awal sampai akhir. Allah menegaskan bahwa : “Sekiranya Alqur’an
bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”.
(QS. 4 An-Nisa : 82).
 Bersifat Final : Hukum Alqur’an berisi hukum dan nilai yang sudah final, sempurna (QS.
5 : 3). Tidak ada revisi atau ralat. Oleh karena itu, para pakar agama atau para ulama tidak
perlu mengubah hukum yang sudah nyata dan jelas, tidak perlu pula membuat konsideran
mengingat, menimbang, memperhatikan lalu memutuskan hukum baru, karena semua
konsideran telah diperhitungkan oleh Allah, jauh sebelum Alquran diturunkan.
 Normatif bukan Simbolik : Alqur’an sarat dengan nilai-nilai dan norma-norma. Contoh
soal shalat, Alqur’an hanya menyebutkan esensi shalat, bahwa shalat itu untuk mengingat
Allah dan untuk mencegah maksiat. Akan tetapi Alqur’an tidak menyentuh soal simbol-
simbol. Shalat yang dimulai dengan takbiratul Ihram sambil mengangkat kedua tangan
sampai gerakan salam melihat ke kanan dan ke kiri, itu semua adalah simbol-simbol
lita’dzim atau untuk menghormati Allah. Demikian pula tentang simbol-simbol berhaji,
berbuat baik kepada orang tua, dll. Jadi Alqur’an adalah kitab yang sarat dengan nilai dan
norma bukan dengan simbol.
 Mudah dipelajari. Alqur’an termasuk katagori buku popular yang bisa dibaca, dipahami
dan diamalkan oleh semua lapisan masyarakat, bukan hanya untuk kalangan hawas
(cendikia) saja. Allah menegaskan :” walaqad yassarna al-qur’an li al-dzikr fahal min
mudzdzakir” Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Alqur’an untuk dipelajari, maka
adakah orang yang mengambil pelajaran ? “. (QS. Al-Qamar : 22). Kalimat yang persis
sama diulang lagi pada surat yang sama pada ayat 32 dan ayat 40. Selain kalimat “Fa
biayyi ala –i rabbikuma tukadziban (nikmat yang manalagi yang kamu dustakan yang ada
di dalam surat Al-Rahman), tidak pernah kejadian pengulangan ayat Alquran dengan
redaksi yang sama sampai tiga kali pada satu surat. Luar biasa, mungkin Allah ingin
meyakinkan manusia bahwa Alqur’an itu mudah dipelajari oleh semua lapisan masyarakat.
 Abadi : Alqur’an bersifat abadi, berlaku sampai kiamat, tak akan dikoreksi dan haram
dikoreksi, tak ada lagi perdebatan dalam soal-soal yang sudah jelas, memperdebatkan
persoalan yang sudah jelas di dalam Alqur’an dengan pendapat-pendapat baru yang
memang niatnya untuk menggugat Alqur’an adalah haram hukumnya (la yujadilu

Fungsi Alqur’an :
Adapun fungsi Alqur’an adalah sebagai huda, bayyinat, furqan, muhaimina dan al-syifa.
Penjelasannya sbb :
 Fungsi Huda (Petunjuk) : Allah menegaskan :”Inna hadza al-qur’an yahdi li allati
hiya aqwam”, sesunggunya Alqur’an ini memberi petunjuk ke jalan yang lebih lurus.
(QS. 17 / Al-Isra ayat 9). Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk jalan, mana jalan
yang benar dan mana jalan yang salah. Petunjuk itu bukan sekadar harus dibaca dan
diketahui tetapi harus diikuti, ibarat petunjuk di jalan tol. Seandainya tidak ada
petunjuk arah di jalan tol, pasti semua sopir mengalami kesulitan. Semua sopir pasti
akan bingung apabila tidak ada petunjuk jalan; harus masuk jalur mana dan harus
belok di mana. Papan petunjuk arah di jalan tol biasanya menggunakan font tulisan
yang besar-besar berwarna putih dengan dasar berwarna hijau, agar enak ke mata dan
jelas dibacanya. Papan itu dipasang di tiang yang tinggi agar bisa dilihat dari jarak
jauh.
Ketika kendaraan mendekati papan petunjuk, sopir menjalankan mobil agak pelan
agar bisa membaca papan petunjuk arah dengan benar. Setelah membacanya dengan
cermat, sopir tidak bingung lagi, lantas ia segera mamacu mobil ke arah yang sesuai
dengan petunjuk itu. Bayangkan, jika seharusnya mobil keluar ke kanan tetapi sopir
membawa mobil melaju lurus. Pastikah salah ? Oh ya pasti salah, keliru dan akan
sesat. Sopir itu seolah-olah tidak mempunyai otak, sudah jelas harus keluar ke kanan,
malah terus lurus, itu menyalahi petunjuk. Tindakan apa yang akan anda lakukan
terhadap sopir yang bersikap mengabaikan petunjuk ? minimal sopir itu dimarahi,
maksimal dipecat. Kini banyak muslim yang “tidak berotak”, sudah tahu bahwa
perbuatan itu haram tetapi dikerjakan juga. Sudah tahu bahwa berbuka aurat itu haram
mutlak hukumnya, tetapi ini malah pamer aurat. Afala ta’qilun ? Apakah kamu tidak
menggunakan akal ?
Alqur’an merupakan aturan yang harus diikuti tanpa tawar menawar. Mengabaikan
petunjuk Al-Qur’an pasti tersesat ( QS. 13: 37). Petunjuk yang ada pada Al-Qur’an
benar-benar sebagai ciptaan Allah bukan cerita yang dibuat-buat (QS. 12:111), jadi
tidak perlu ragu-ragu, apalagi lebih suka menggunakan aturan yang lain daripada
Alqur’an. Naudzu billahi min dzalik. Semua ayat Al-Qur’an harus menjadi rujukan
(bukan hanya reference) dalam semua sisi kehidupan, tanpa kecuali.

‫َ ُ ِﻣ ْﻦ ِﺧ ِﻪ‬ ‫َ ﳞَﺎ ا ِ َﻦ َءا َﻣ ُﻮا ُﻛﺘِ َﺐ َﻠَ ْﯿ ُ ُﲂ اﻟْ ِﻘ َﺼ ُﺎص ِﰲ اﻟْ َﻘ ْ َﲆ اﻟْ ُﺤﺮ ِ ﻟْ ُﺤ ّ ِﺮ َواﻟْ َﻌ ْﺒﺪُ ِ ﻟْ َﻌ ْﺒ ِﺪ َو ْا َﻧﱺ ِ ْ َﻧﱺ ﻓَ َﻤ ْﻦ ُﻋ ِﻔ َﻲ‬
◌ُ ‫اب ِﻟ ُﲓ‬
ٌ ‫َ َﺬ‬ ُ َ َ‫وف َو دَا ٌء اﻟَ ْﯿ ِﻪ ِ ْﺣ َﺴ ٍﺎن َذ ِ َ َ ْﲣ ِﻔ ُﻒ ُ◌ ِّﻣﻦ ِرّ ُ ْﲂ َو َر ْ َﲪ ٌﺔ ﻓَ َﻤ ِﻦ ا ْﻋ َﺘﺪَ ى ﺑ َ ْﻌﺪَ َذ ِ َ ﻓ‬
ِ ‫ﳾ ُء ُ◌ ﻓَﺎﺗِّ َﺒﺎ ُع ِ ﻟْ َﻤ ْﻌ ُﺮ‬
َْ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-
orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan
wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari
saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara
yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan
suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa
yang sangat pedih . Surat Al Baqarah: 178.

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam syariat Islam, hukuman mati
diperbolehkan terutama bila dijatuhkan kepada para pelaku kriminal dan penjahat yang
sudah menyengsarakan rakyat banyak.
 Fungsi Bayyinat (Penjelasan) : Alqur’an berfungsi memberikan penjelasan tentang
apa-apa yang dipertanyakan oleh manusia. Dalam fungsinya sebagai bayyinát, Al-
Qur'an harus dijadikan rujukan semua peraturan yang dibuat oleh manusia, jadi manusia
tidak boleh membuat aturan sendiri sebab sistem aturan produk akal manusia sering
hanya bersifat trial and error. Salah satu contoh fungsi bayyinat antara lain penjelasan
seputar posisi nabi Ibrahim as. Banyak orang beranggapan bahwa nabi Ibrahim as adalah
kekeknya semua agama, sehingga agama Yahudi, Nashrani dan Islam, semua agama itu
sama nilainya, sama benarnya, semua penganutnya masuk syorga. Maka Alqur’an
datang memberikan penjelasan bahwa nabi Ibrahim itu bukan Yahudi dan bukan pula
Nashrani tetapi seorang muslim yang hanief, lurus.
ِ ْ ‫َﴫا ِﻧﯿﺎ َوﻟَ ِﻜﻦ َﰷ َن َﺣ ِﯿﻔًﺎ ﻣ ْﺴ ِﻠ ًﻤﺎ َو َﻣ َﺎﰷ َن ِﻣ َﻦ اﻟْ ُﻤ‬
‫ﴩ ِﻛ َﲔ‬ َ ْ ‫َﻣ َﺎﰷ َن ا ْ َﺮا ِﻫ ُﲓ ﳞَ ُﻮ ِد َو َﻻ ﻧ‬
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia
adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah
dia termasuk golongan orang-orang musyrik.“ QS. 3 : 67

Ayat ini menjelaskan bahwa nabi Ibrahim as adalah bertauhid, bertuhan Maha Esa, Allah
saja.
 Fungsi Furqan (pembeda) : Fungsi ketiga Al-Qur’an adalah sebagai furqan atau
pembeda antara yang haq dan yang batil, antara muslim dan luar muslim, antara nilai
yang diyakini benar oleh mukmin dan nilai yang dipegang oleh orang-orang kafir.
Dengan menggunakan kedua macam hukum secara beriringan yakni hukum alam dan
hukum Alqur’an, ditujukan antara lain untuk menampakkan kejayaan Islam dan
mengalahkan segenap tata aturan ciptaan manusia (liyudlhirah ‘ala al-din kullih). Supaya
tujuan itu bisa dicapai, maka hukum Allah (Al-Qur’an) harus benar-benar dijadikan
undang-undang oleh para khalifah fil ardl dalam mengelola bumi.
Untuk bisa memahami dan menggali fungsi-fungsi Al-Qur’an, baik sebagai huda,
bayyinat maupun furqan secara mendalam, maka Al-Qur’an perlu dipelajari bagian
demi bagian secara cermat dan tidak tergesa-gesa (QS. 75 : 16-17, QS. 17 : 105-106),
memahami munásabah atau hubungan ayat yang satu dengan yang lain, surat yang satu
dengan surat yang lain.
 Fungsi Muhaimina (batu ujian) : Alqur’an merupakan batu ujian bagi semua persoalan
yang diperselisihkan. Demikian juga jika ada temuan sains yang bentrok secara konten
dengan Alqur’an, silakan ulangi penelitian itu yang dimulai dari sign Alqur’an. Alqur’an
bisa dijadikan batu ujian untuk semua data ilmiah seputar sosiologi, psikologi, politik,
ekonomi, biologi, kelautan, astronomi, dll.
 Fungsi Mauidlah dan Rahmah : “Wahai manusia, telah datang kepadamu pelajaran
dari Tuhanmu, dan penyembuh bagi penyakit yang ada di dada, dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman (QS.10/ Yunus : 57). Alqur’an merupakan kitab
yang berisi nasihat yang merupakan tanda kasih sayang Allah kepada hambanya. Allah
sangat menyayangi hamba ciptaannya jauh melebihi kasih sayang ayah kepada anaknya.
Setiap manusia mau melangkah, Allah memberikan nasihat. Allah pun memberikan
pahala yang amat banyak kepada hambaNya, juga mengampuni kesalahan hambaNya.
Kurang apa baiknya Allah kepada manusia, mengapa manusia mengabaikan Alqur’an
sebagai pemberian Allah.
 Fungsi Korektor (musaddiqan) : yakni alat ukur untuk mengoreksi kekeliruan kitab-
kitab sebelumnya, baik kitab Taurat, Zabur, dan Injil mengingat kitab-kitab itu telah
mengalami pengoplosan dengan karya tulis mamusia. (QS. Fathir [35] :31).
 Fungsi Asy-Syifa (obat, resep) : “Dan Kami turunkan dari Alqur’an suatu yang
menjadi penawar, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Alqur’an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian “ (QS/ 17 Al-Isra : 82). Di
dalam Alqur’an terdapat resep bagi orang yang frustrasi, resep bagi orang yang terkena
mushibah, resep tentang ekonomi, resep tentang makanan, dll.Dalam hal ini kita wajib
menggunakan resep dari Allah serta tidak boleh mengoplos resep Allah ini.
Coba perhatikan ibarat di bawah ini.
Seorang pasien datang kepada dokter untuk berobat. Terjadilah dialog kecil.
Dokter : “Sakit apa ibu ?”
Pasien : “Tidak tahu dok. Tubuh saya menggigil, tangan sangat gemetar dan kepala
pusing-pusing !”
Dokter: “Baik bu, kita periksa dulu, silahkan ibu masuk kamar periksa, dan tidur !”, kata
dokter dengan suara datar, nyaris tanpa emosi dan tanpa ekpressi.
Diperintah begitu, pasien langsung taat. Ia masuk ke ruang periksa. Gordengnya
ditutupkan. Ia berada di kamar itu berduaan dengan dokter padahal dokter itu bukan
muhrimnya. Pertanyaannya mengapa pasien begitu menaati dokter ? Jawabannya karena
percaya. Mengapa suami yang mengantarnya pun tidak curiga ? Karena, dia pun percaya
kepada dokter. Jadi modal penting yang paling awal adalah modal percaya (dalam istilah
agama disebut iman)
Dokter lalu menyuruh pasien membuka baju, perintah ini pun ditaatinya tanpa banyak
komentar. Bukan hanya itu tetapi dokter memegang-megang tubuh pasien. Anehnya,
pasien tetap pasrah. Tidak ada pasien yang marah-marah karena dipegang dokter yang
nonmuhrim.
Dokter berkata lagi :” Ibu harus disuntik”
Dengan suara tak berdaya, pasien mengatakan :”Terserah dokter”. Mengapa ia begitu
pasrah ? karena percaya kepada dokter.
Dokter :”Ibu disuntik di bagian pantat ya”
Pasien :” Baik dok ! “. Walaupun sebenarnya pasien malu berbuka aurat, tetapi demi
kesembuhan, dia siap berbuat apapun.
Ketika dokter menyedot cairan obat dari topless dengan alat suntik, terlihat cairan obat
itu berwarna agak kuning. Pasien diam saja, tidak banyak tanya. Tidak sedikit pun
curiga bahwa mungkin saja cairan itu hanya air jeruk. Mengapa tidak banyak bertanya,
karena pasien sangat mempercayai dokter.
Ketika disuntik, pasien merasa sakit, meskipun demikian, ia tidak menjerit atau meminta
tolong kepada suaminya. Mengapa demikian ? karena percaya bahwa rasa sakit adalah
sebuah resiko dari keinginan sembuh. Selesai disuntik, persoalan belum selesai, tapi
pasien harus membayar dengan sejumlah uang yang relatif besar. Herannya, pasien tidak
pernah menawar walaupun satu rupiah. Ia dengan rela membayar walaupun sebenarnya
ia tidak memiliki banyak uang. Mengapa demikian besar pengorbanan pasien ? karena ia
ingin sembuh.
Setelah pasien membayar biaya pengobatan, dokter menyerahkan resep. Resep hanya
ditulis tangan pada kertas buram, tidak pernah ada resep yang diprint out pada kertas lux
dengan menggunakan tinta warna. Ketika pasien membaca resep dokter, dia bingung
karena tulisannya jelek sekali, lebih jelek dari tulisan murid kelas empat SD. Resep tidak
dapat dibaca apalagi dipahami. Anehnya, tidak ada seorang pasien pun yang berani
merobek resep itu. Mengapa demikian ? sebab dia percaya kepada dokter, walaupun
tulisannya tak dapat dipahami, tapi resep dokter tidak mungkin salah.
Resep dokter dibawa ke apotik, ternyata harga obatnya malal, namun karena percaya dan
perlu, harga mahal tak jadi masalah. Bukan hanya mahal, tetapi obat itu hanya sedikit,
rasanya pahit, dan tidak dipahami benar apa manfaatnya. Meskipun begitu pasien tidak
mempermasalahkannya, yang penting obat itu telah dibeli dan siap dimakan.
Itulah sikap sami’na wa atha’na pasien kepada dokter. Sikap taat total ini diawali oleh
sikap percaya kepada dokter. Seharunya, sikap mukmin terhadap Alqur’an harus lebih
percaya dan taat daripada sikap pasien terhadap dokter. Jika ingin menjadi muslim yang
baik harus diawali dengan sikap percaya bahwa Allah pasti benar, nabi Muhammad saw
adalah orang yang paling taqwa, resep Allah pasti mujarab, Alqur’an adalah aturan yang
paling tinggi, jauh mengalahkan semua aturan dan undang-undang yang dibuat oleh akal
manusia termasuk para profesor hukum. Seorang muslim tidak boleh bersikap rewel,
terlalu banyak bertanya tentang persoalan yang tidak semestinya ditanyakan, tetapi harus
bersikap samina wa atha’na. Jika ada aturan Alqur’an yang masih kurang dipahami,
maka kerjakanlah jangan menunggu sampai paham, sebab bisa keburu mati.
Selanjutnya penulis dapat menjelaskan bahwa sifat obat ada lima yakni mahal, sedikit,
pahit, berdosis dan dimakan sampai habis, demkikian pula sifat Al-Qur’an.
Sifat pertama obat adalah mahal. Untuk mengamalkan hukum-hukum Al-Qur’an di
muka bumi, di antara sejumlah hukum yang telah ada, di antara ribuan pemikiran yang
berkembang, di antara sekian banyak draft keputusan badan legislatif, di antara sekian juta
kepentingan, kita harus membayar mahal untuk mengamalkannya, kita memerlukan
perjuangan keras (jihad) dengan mengorbankan apa yang kita miliki. Muslim yang mengaku
beriman, wajib berkorban, dengan menempatkan kemauan, perasaan, dan pemikiran di bawah
Al-Qur’an. Siapapun yang siap berkorban itulah orang beriman, tetapi apabila ragu-ragu
untuk berkorban, itulah orang fasik, jika menolak berkorban, itulah sikap kufur, kemudian
apabila pura-pura berkorban padahal memiliki niat busuk, itu adalah sikap munafik. Anda
mau menjadi kelompok mana ? terserah, itu pilihan.
Sifat kedua obat adalah sedikit. Tidak pernah ada pasien diberi obat dokter sampai
dua kilogram, tetapi cukup sedikit. Demikian pula dengan Alqur’an yang hanya 30 juz, 114
surat, atau 6666 ayat. Akan tetapi isinya meliputi semua aspek hidup dan kehidupan
walaupun bersifat global, dan meliputi penjelasan persoalan fisika dan metafisika,
menerangkan alam syahadah dan alam gaib.
Coba anda bandingkan : Ada 1000 buku hasil disertasi dan penelitian tim profesor
tentang nilai dan hukum, masing masing 400 halaman. Di sampingnya ada satu Al-Qur’an 30
Juz, mana yang paling benar isinya ? karya profesor atau karya Allah. Yang paling benar
pasti Al-Qur’an.
Buku-buku yang menjelaskan norma, nilai, dan hukum, seharusnya berisi penjabaran
norma, nilai dan hukum Al-Qur’an bukan mengkritik Al-Qur’an. Tidak pantas, Al-Qur’an
ciptaan Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu, dikritik oleh profesor yang hanya
memiliki sedikit ilmu. Profesor adalah guru besar, sangat pintar dibandingkan dengan
mahasiswa, tetapi profesor tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan ilmu Allah.
Seorang mukmin yang mengesampingkan Al-Qur’an karena terpukau oleh hasil pemikiran
filsafat hukum seorang guru besar, yang substansinya bertentangan dengan hukum Al-
Qur’an, adalah Jahiliyah, bertindak sangat bodoh.
Boleh saja profesor (muslim atau nonmuslim) melakukan kritik tajam terhadap Al-
Qur’an tetapi dengan syarat : (1). Niatnya harus lurus sebagai ilmuwan, bukan bermaksud
dequranisasi (2). Metodologinya teruji sehingga validasi dan akurasinya dapat dipertanggung
jawabkan (3). Bersikap terbuka, tidak ada data yang disembunyikan, sebagaimana pernah
dilakukan oleh sebagian ahli Kitab di masa Rasulullah (4). Jika Al-Qur’an ternyata benar,
mereka harus secara terbuka menyatakan bahwa pendapatnya selama ini adalah salah, batil.
Sebaliknya, jika Alqur’an rontok diuji oleh sains, ambruk diuji oleh hasil penelitian,
penulislah orang yang pertama keluar dari Islam.
Sifat ketiga obat adalah pahit. Mengamalkan Alqur’an itu pahit, misalnya wanita
yang menerima harta warisan yang jumlahnya setengah dari bagian pria padahal inginnya
sama rata. Membayar zakat juga berat, inginnya bebas zakat. Apalagi menyangkut persoalan
poligini, perempuan ingin menghapus ayat Alqur’an yang melegalkan poligini.
Sifat keempat obat adalah berdosis. Mengamalkan ajaran Islam harus mengikuti
dosis yang ditetapkan, misalnya shalat wajib harus lima kali dalam sehari semalam, shaum
Ramadhan wajib dilakukan sepenuh bulan Ramadhan, berhaji harus dilaksanakan pada
tanggal 8 sampai 13 Dzulhijjah, dll. Apabila dosisnya tepat, pahalanya adalah surga, tetapi
jika dosisnya kurang atau malah over dosis, maka pasti ia celaka.
Sifat kelima obat adalah harus dimakan sampai habis. Demikian pula dengan Al-
Quran, sebagai obat, isi Al-Qur’an tidak selalu sejalan dengan perasaan (feeling) kemauan
(willing) dan ratio (thinking). Mengapa begitu ? Karena otak, rasio atau nalar manusia sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor; keterbatasan kemampuan berpikir, pengaruh pengalaman
hidup, masukan dari buku yang dibaca, dorongan nafsu, dan kandungan niat di dalam hati.
Allah swt sebagai “dokter dan pembuat resep” menghendaki agar seorang mukmin
mengamalkan seluruh ayat Al-Qur’an tanpa terkecuali, dari mulai ayat satu al-Fatihah sampai
ayat terakhir surat al-Nas. Al-Qur’an jangan dipilih dan dipilah, tetapi harus diamalkan secara
kaffah, totalitas, menyeluruh. Memilih dan memilah ayat Al-Qur’an adalah sikap kufur.
Apabila ada seorang ulama atau sekelompok orang melaksanakan Islam oplosan,
hidupnya di dunia akan sengsara di akhirat pun tidak bias langsung masuk syorga. Misalnya
melaksanakan shalat seperti rasul tetapi berpakaian ala jahiliah; shaum mengikuti kaifiyat
Rasulullah tetapi makan bergaya Abu Jahal; berhaji mengikuti manasik nabi tetapi ekonomi
dan perbankannya sarat dengan riba; Berdoa dan berdzikir mengikuti Rasulullah, tetapi
dalam politik berpola Yahudi. Berislam oplosan seperti itu, bukan menyembuhkan tetapi
malah menjadi mabuk. Dokter saja akan marah jika pasien mengoplos obat, apalagi Allah
Swt, pasti sangat murka jika seorang muslim mengoplos tatanan hidup Al-Qur’an dengan
tatanan hidup Jahiliyah. Sikap demikian adalah Nu’minu biba’dlin wa nakfuru biba’dlin,
mengimani sebahagian ayat Alqur’an tetapi kufur terhadap sebahagian ayat lainnya.
Jika mau kufur, maka tolak saja semua aturan Al-Qur’an daripada menolak
sebahagiannya saja, tanggung, lantas gunakanlah tatanan hidup yang lain. Akibatnya sudah
pasti, yakni di dunia mungkin sukses tetapi di akhirat tinggal merasakan adzab neraka. Akan
tetapi jika setengah-setengah, berislam tanggung, menerima sebagian ayat Al-Qur’an tetapi
menolak sebagian ayat lainnya, sangat mungkin di dunia tidak mendapat apa-apa, di akhirat
pun masuk neraka, Rugi, rugi, dan rugi. Naudzu billahi min dzalik.

5. Kedudukan Alqur’an

Standing position Alqur’an adalah sebagai sumber pertama dan utama seluruh ajaran
Islam, dan sebagai buku panduan hidup. Lebih jauh kedudukan Alqur’an adalah sbb :
 Alqur’an kitab wahyu : Alqur’an bukan karya nabi Muhammad saw tetapi
mahakarya Allah SWT. Pembuktian Alqur’an sebagai wahyu dapat dilakukan
melalui penelitian akademis rasional, baik dari sisi kebahasaan, kisah-kisah masa
silam yang dipaparkannya, dari sisi kebenaran ramalannya, dan dari sisi sains modern.
 Alqur’an kitab suci : Kitab suci harus suci dari kesalahan, kekhilafan, dan kekeliruan
sekecil apapun kekeliruan tersebut. Metode falsifikasi bisa digunakan di sini. Satu
saja ada kesalahan di dalam kitab itu, maka gugurlah sebutan sebagai kitab suci, tetapi
berubah menjadi kitab tidak suci. Apabila anda ingin mengetahui benar salahnya
suatu agama maka lihatlah kitab sucinya, kemudian teliti konsep theologinya, jangan
melihat kepada perilaku penganutnya karena sangat variatif sehingga sulit dijadikan
standard.
 Alqur’an sumber utama ajaran Islam : Ajaran Islam yang luas dan holistik
semuanya bersumber kepada Alqur’an. Di dalam Alqur’an inilah kita dapat
menemukan persoalan akidah, syari’ah dan akhlak. Di dalam Alqur’an kita akan
mendapatkan panduan mewujudkan peradaban ilahiyah. Mengabaikan Alqur’an
adalah pertanda nyata hancurnya kehidupan.
 Alqur’an kitab sign bukan kitab science: Di dalamnya berisi ayat, tanda, sign
tentang banyak hal tetapi belum merupakan sebuah sains. Kewajiban muslim adalah
menelusuri sign di dalam Alqur’an melalui penelitian empirik sehingga menjadi sains.
 Alqur’an kitab hukum yang pasti: Seluruh hukum di dalam Alqur’an bersifat pasti,
tetap dan objektif. Hukum – hukum produk manusia yang bertentangaan dengan
hukum Allah dianggap hukum Jahiliyah, batil dan wajib ditinggalkan, tidak peduli
hukum itu karya siapa. Allah berfirman “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakikatnya), tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya”. (QS. 4 An-Nisa : 65).
 Alqur’an kitab pesan yang harus dilaksanakan bukan kitab wacana : Alqur’an
adalah burhan (bukti keterangan) dan nuran mubina (cahaya yang nyata). Lihat QS.
4/Al-Nisa : 174-175). Juga Allah menegaskan :”qad ja-akum min Allahi nurun wa
kitabun mubin “, sungguh telah datang kepadamu cahaya dan kitab yang nyata (QS.
5/Almaidah : 15-16). Alquran berisi perintah dan larangan untuk direalisasikan.
Semua perintah dan larangan yang ada di dalam Alqur’an telah melalui proses
“mengingat, memperhatikan, mempertimbangkan, dan memutuskan” dalam
pandangan Allah swt, jadi mustahil ada kesalahan walaupun sebesar debu dan
mustahil memerlukan revisi. Oleh karena itu para ahli agama, jangan sekali
menjadikan Alqur’an sebagai wacana, dan tidak perlu mengubah-ubah hukum
Alqur’an.
 Alqur’an kitab subjektif : Kebenaran subjektif adalah kebenaran yang tidak perlu
pengakuan segenap makhluk, diakui benar atau tidak, tidak berpengaruh kepada
kebenaran Alqur’an. Setuju atau tidak, Allah tidak memerlukan justifikasi dari
manusia dan Allah mustahil meralat isi Alqur’an. Contoh soal poligini atau beristri
lebih dari satu, meskipun ada seribu profesor ahli hukum dan HAM yang menyatakan
ketidak setujuannya kepada konsep poligami, toh Allah tidak akan mengubahnya.
Allah lebih mengetahui dari pada seribu profesor itu, baik tentang HAM, tentang
perasan wanita, tentang sifat-sifat manusia bahkan tentang masa depan dunia.
Kalapun ada orang berpoligini tetapi melahirkan derita keluarga, itu karena kesalahan
dalam aplikasi bukan dalam teori.
 Alqur’an kitab ilmu bukan kitab persepsi : Persepsi adalah pengetahuan yang
belum pasti benar sedangkan Ilmu adalah pengetahuan yang pasti benar. Ilmu sama
dengan al-haq (kebenaran). Belum semua ayat Alqur’an dapat dibuktikan
kebenarannya melalui penelitian empirik, tetapi Allah berjanji akan mengungkap
kebenaran Alqur’an dari seluruh penjuru bumi. “Akan kami perlihatkan kepada
mereka tanda-tanda Kami di seluruh penjuru dan dari dalam diri mereka sendiri
hingga nyata bagi mereka bahwa Allah yang benar (QS.41 : 53). Dal hal-hal sisi
kebenaran Alqur’an yang belum dapat dibuktikan kebenarannya secara empirik, tetap
harus diyakini kebenarannya oleh semua mukminin, kebenaran Allah melalui
Alquran bersifat sekaligus sedangkan kebenaran sains sifatnya bertahap.
 Alqur’an sebagai batu ujian (muhaimina) : Jika ada temuan sains yang bentrok
secara konten dengan Alqur’an, silakan ulangi penelitian itu yang dimulai dari sign
Alqur’an. Alqur’an bisa dijadikan batu ujian untuk semua data ilmiah seputar
sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, biologi, kelautan, astronomi, dll.
 Alqur’an berisi hukum final. Hukum Alquran berlaku sejak diturunkannya sampai
hari kiamat. Sejuta orang mengatakan bahwa potong tangan bagi pencuri adalah
melanggar HAM tapi pasti lebih benar perintah Allah. Hampir semua perempuan
tidak setuju dengan poligini, tetapi Allah tidak akan pernah mengubahnya, sebab
Allah menetapkan poligini bukan berdasarkan uji coba, trial and error, tetapi
merupakan keputuan final. Allah adalah Tuhan Yang Maha Mengetahui sifat manusia,
sifat pria dan sifat wanita, Allah pun mengetahui apa yang akan terjadi pada bumi ini.
Allah tidak mungkin salah menetapkan sesuatu, dan Allah mustahil meralat
keputusannya, Allah tidak mungkin merevisi karya-Nya. Maha Suci Allah dari
kesalahan.
 Alqur’an sebagai kitab Perjanjian Terakhir : Orang-orang Nashrani memiliki
kitab Bible yang merupakan gabungan dari Kitab Perjanjian Lama (Taurat), kitab
Perjanjian Baru (Injil) serta surat-surat dari Paulus. Isi kitab Bible dikritik tuntas oleh
Alqur’an. Allah meluruskan akidah orang-orang Nashrani dengan kitab Perjanjian
yang paling baru, yakni Alqur’an. “Dia telah menurunkan Al-kitab (Alqur’an) kepada
engkau hai Muhammad, dengan benar dan membenarkan (mengoreksi) kitab yang
ada sebelumnya”. (QS. 3/Ali Imran : 3-4). Seyogianya orang-orang Nashrani mau
dikoreksi oleh kitab Perjanjian yang paling baru, Alqur’an.
 Alquran kitab paradigma pembangunan peradaban. Nabi saw telah membuktikan
ini. Nabi saw mengubah bangsa Arab Jahiliyah dengan Alqur’an, 13 tahun di Mekah
dan 10 tahun di Medinah, total 23 tahun. Nabi Muhammad saw berhasil mengubah
bangsa Arab yang Jahiliyah menjadi masyarakat berperadaban Ilahiyah, mengubah
masyarakat biadab menjadi masyarakat beradab hanya dalam tempo 23 tahun, kurang
dari lima pelita. Lebih khusus lagi, nabi Muhammad saw telah benar-benar berhasil
melalukan reformasi total masyarakat Madinah hanya dalam tempo 10 tahun, setara
dengan dua kali pilkada, subhanallah.
Apabila para pemegang kekuasaan negara lebih mempercayai para profesor di bidang
hukum dan HAM daripada aturan Alqur’an, maka masyarakat akan tetap seperti
Jahiliyah. Kalau ingin fair, sebaiknya ada masa uji coba terhadap efektifitas hukum.
Jika hukum model A telah dilaksanakan selama 25 tahun dan ternyata sangat tidak
berhasil, maka seharusnya diganti dan beralih kepada hukum model B.
Kalau ada satu juta profesor ahli hukum dan HAM menyelenggarakan lokakarya
sehingga menghasilkan hukum pernikahan, perbankan, perdata dan pidana, tetapi
hasilnya bertentangan dengan Alqur’an, maka semua hasil lokakarya itu dianggap
salah, batil, gugur, dan ditolak. Semua orang yang terlibat di dalamnya, baik sebagai
penggagas idea, pembuat draftnya, penyebarnya, dan pendukungnya, adalah termasuk
orang-orang yang zalim.

6. Kritik terhadap Tafsir Alqur’an Kaum Liberal

Interaksi seorang muslim terhadap Alqur’an ada lima level yakni (1). Iqra yakni
sekadar membaca huruf, lafadz dan kalimah-kalimah Alqur’an (2). Tilawah yakni membaca
Alqur’an dengan tarjemahnya (3). Tafsir yakni menggali isinya (4). Mengamalkannya (5).
Mendakwakannya.
Terjemah adalah alih bahasa, misalnya dari bahasa Arab kepada bahasa Indonesia,
Inggris, Jerman, Jepang, Cina, dll. Untuk menerjemahkan Alqur’an, para ahli terikat dengan
makna mufradat dan tata bahasa Arab dan ilmu-ilmu bantu. Kemudian walaupun sudah
mengusai bahasa Arab dengan segala ilmu bantunya, tetapi kebenaran terjemahan tidak
semutlak kebenaran Alqur’an itu sendiri. Contoh : ayat 25 surat Al-Hadid yang menyatakan
“wa anzalna al-hadida”. Harusnya diterjemahkan “dan Kami turunkan besi”. Akan tetapi
para ahli tafsir menerjemahkan wa anzalna bukan Kami turunkan melainkan Kami keluarkan
atau Kami ciptakan. Mengapa dermikian ? Karena pengetahuan mereka tentang besi sangat
kurang, disangkanya besi adalah material asli di bumi padahal besi itu diturunkan dari langit.
Jadi walaupun Alqur’annya sendiri pasti benar, tetapi ada kemungkinan beberapa terjemahan
Alqur’an masih ada kesalahan. Oleh karena itu, kita tetap harus mengkritisi terjemahan
Alqur’an.
Untuk memahami isi atau pesan Alqur’an yang terkandung dalam seluruh ayatnya
tidaklah cukup dengan terjemah, sebab terjemah hanyalah alih bahasa, tetapi perlu melakukan
penafsiran terhadap ayat Alqur’an.
Dilihat sumber datanya, tafsir terbagi dua yakni yakni tafsir bil ma’tsur dan tafsir
bima’qul. Penjelasannya sbb :
 Tafsir bi al-Ma’`tsur: ialah menafsirkan ayat dengan ayat atau ayat dengan hadits,
misalnya menafsirkan QS. 2 : 62 oleh QS. 3 : 19 dan 85 serta QS. Al-Bayyinah : 6-7.
 Tafsir bi al-Ma‘qul ialah penafsirkan alqur’an dengan logika, disebut juga tafsir bir
ra’yu, misalnya menafsirkan surat Al-Hadid ayat 25 tentang asal muasal besi.
Dilihat dari sisi caranya terbagi dua yakni tafsir Tahlilil dan tafsir Maudhui.
Penjelasannya sbb :
 Tafsir tahlili ialah menafsirkan Alqur’an secara runtut, ayat perayat, dari mulai surat
Al-Fátihah ayat pertama sampai surat An-Nás ayat terakhir, tanpa terikat oleh tema,
judul atau pokok bahasan.
 Tafsir maudlu‘i ialah penafsiran berdasarkan tema-tema yang dipilih sebelumnya.
Caranya semua ayat yang berkaitan dengan tema (maudlu’) yang dibahas
diinventarisir tanpa terikat oleh urutan surat, kemudian disistimatisir dan ditafsirkan
sehingga antara ayat yang satu dengan ayat yang lain saling melengkapi pembahasan
tema. Misalnya pembahasan tentang riba, maka seluruh ayat yang berkaitan langsung
atau tidak langsung dengan masalah riba, diinventarisir dan disistimatisir kemudian
dibahas menurut sub-sub tema sehingga sampai kepada kesimpulan.
 Dari sisi perspektifnya, tafsir Alqur’an juga beragam corak Apabila penafsiran
Alqur’an dilihat dari persepektif cabang ilmu pengetahuan tertentu seperti Psikologi,
Sosiologi, Biologi, dll, maka disebutlah tafsir ‘ilmi. Apabila didekati dari perspektif
tasawuf disebutlah tafsir Tasawuf atau tafsir sufi.27
Kini muncul kelompok orang yang menafsirkan Alqur’an dengan dominasi rasio yang
biasa dikenal dengan sebutan kelompok Islam liberal. Mereka mengusung dua isu pokok
yakni kesetaraan gender dan kesetaraan agama. Tema apapun, materi apapun, dan acara
apapun dan di manapun, fokusnya adalah promosi tentang kesetaran gender dan pluralisme.
Tafsir Alqur’an yang diketengahkan oleh kelompok Islam Liberal adalah menggoalkan kedua
isu itu walaupun mendapat penentangan hebat dari pada ulama.
Penafsiran Alqur’an kelompok Islam Liberal menggunakan tiga pendekatan yakni
tafsir metaforis, tafsir hermeneutika dan tafsir sosial kesejarahan.

Tafsir metaforis :

27
Corak tafsir lainnya adalah tafsir Ijdiwaj yakni campuran antara tafsir tahlili dan tafsir maudhu’i (2).
Tafsir Muqarranah yakni tafsir perbandingan untuk mengkomparasi berbagai tafsir untuk dianalisis dan
diambil mana yang paling kuat.
Tafsir metaforis ialah mengambil makna kiasan (majazi) dengan mengesampingkan
makna hakiki. Contoh : Ada kalimat “tikus-tikus dipenjara.” Pernyataan ini tidak rasional,
maka kata tikus dimaknai koruptor. Menurut kelompok Islam Liberal, di dalam Alqur’an
banyak sekali lafadz-lafadz yang harus diterjemahkan secara majazi, misalnya tentang
pernyataan bahwa tongkat (asha) nabi Musa menjadi ular. Itu dianggap tidak rasional,
karena kalau tongkat bisa menjadi ular berarti telah mengubah sunnatullah padahal
sunnatullah tidak akan pernah berubah. Supaya rasional, maka diambillah makna kedua dari
kata ‘asha yakni pegangan. Dengan demikian maka pernyataan menjadi :” Musa
melemparkan pegangan (baca: agama Islam) ke tengah-tengah masyarakat, ternyata sanggup
mengalahkan isme-isme atau agama buatan ahli sihir, sehingga agama Musa as menang,
lantas menyebar cepat sekali, menjalar-jalar bagaikan ular (bukan ular sebenarnya).
Demikian pula seputar peristiwa hukum bakar bagi nabi Ibrahim a.s yang dijatuhkan
oleh raja Namrud sebagaimana diterangkan di dalam QS. 21/Al-Anbiya : 68-70.

‫ﻼﻣﺎ َﻋﻠَﻰ إِﺑْـَﺮا ِﻫ َﻴﻢ‬ ِِ ِ


َ ‫ﺼُﺮوا آﳍﺘَ ُﻜ ْﻢ إِ ْن ُﻛْﻨـﺘُ ْﻢ ﻓَﺎﻋﻠ‬
ً ‫ﲔ ﻗُـ ْﻠﻨَﺎ َ َ ُر ُﻛ ِﻮﱐ ﺑَـْﺮًدا َو َﺳ‬ ُ ْ‫ﻗَﺎﻟُﻮا َﺣِّﺮﻗُﻮﻩُ َواﻧ‬
ِ
َ ‫َﺧ َﺴ ِﺮ‬
‫ﻳﻦ‬ ْ ‫ﺎﻫ ُﻢ اﻷ‬ ُ َ‫َوأ ََر ُادوا ﺑِﻪ َﻛْﻴ ًﺪا ﻓَ َﺠ َﻌ ْﻠﻨ‬
Maka berkatalah :”Bakarlah dia dan bantulah Tuhan-Tuhan kamu jika kamu hendak
bertindak”. Kami berfirman :”Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah
bagi Ibrahim”. Mereka hendak berbuat makar kepada Ibrahim, maka Kami jadikan
mereka itu orang-orang yang paling merugi.

Menurut tafsir Ibn Katsir, orang-orang kafir mengumpulkan kayu bakar yang banyak
sekali bahkan para perempuan yang sakit pun ikut mengumpulkannya. Kayu bakar itu akan
digunakan untuk membakar Ibrahim. Kayu bakar dikumpulkan sehingga bertumpuk tinggi di
bumi. Lantas disulutlah kayu bakar tersebut sehingga menghasilkan api yang besar sekali.
Ibrahim disimpan di atas tumpukan kayu tersebut sedangkan pembakaran dikomandoi oleh
sesorang bernama Hizan. Ibrahim waktu itu berkata :”Ya Allah Engkau sendiri di langit, dan
aku pun sendiri menyembahmu”. Tafsir al Bughawi menerangkan bahwa Ibn Abbas berkata:
“Seandainya Allah tidak menyatakan ‘dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim’, bisa jadi
Ibrahim justeru mati karena kedinginan atau mungkin api itu akan dingin selamanya.
Menurut kelompok Islam Liberal, Ibrahim tidak mempan dibakar api adalah
pernyataan tidak rasional, sebab tidak mungkin api yang panas menjadi dingin. Karena kalau
demikian berarti sunnatullah api berubah. Supaya rasional, maka pernyataan tersebut harus
diitafsirkan sbb : “ Ibrahim dibakar oleh suasana masyarakat yang sangat panas bagaikan
api”.
Selintas upaya rasionalisasi Alqur’an ini bagus sekali tetapi ketika ditanya,
“Bagaimana tafsir bahwa nabi Isa lahir dari rahim Maryam yang perawan. Apakah rasional
?”. Kelompok ini sangat sulit menjawab secara tepat dan rasional.

Tafsir Hermeneutika :
Ialah menafsirkan ayat Alqur’an dari sisi kandungan makna di balik yang tersurat.
Contoh tentang ayat anjuran poligami. Menurut kelompok Rasional Liberal, Allah memang
memerintahkan seorang pria muslim untuk menikah dengan perempuan yang baik akhlaqnya
sampai batas maksimal empat orang istri. (QS. An-Nisa [4] : 3). Akan tetapi pada ayat itu
juga Allah swt langsung menjelaskan bahwa apabila kamu khawatir berbuat tidak adil, lebih
baik satu isteri saja, ini justeru sebagai sinyal monogami, satu isteri. Ayat yang lain
menegaskan :”Kalian tidak akan mampu berbuat adil di antara para isteri walaupun kalian
sangat ingin berbuat adil”. (QS. 4/ An-Nisa : 129). Ini berarti, Allah menegaskan bahwa
kamu Muhammad tidak akan bisa berbuat adil walaupun memaksakan diri. Kalau begitu –
demikian kelompok Islam Liberal – pada prinsipnya pernikahan dalam Islam adalah
monogami dan mengharamkan poligami.
Betulkah begitu ? Padahal poligami dilaksanakan oleh Nabi dan banyak para
sahabatnya, bagaimana mungkin para sahabat tidak memahami pesan batini Al-Qur’an.
Siapa yang salah, Nabi dan para sahabatnya atau para pemikir Islam liberal ?
Penulis perlu jelaskan, bahwa adil itu ada dua level, yakni adil absolut dan adil nisbi.
Hanya Allah-lah yang bisa berlaku adil absolut sedangkan manusia termasuk Nabi saw hanya
bisa berbuat adil nisbi, oleh karena itu lanjutan ayat di atas adalah :”Maka janganlah kalian
terlalu condong dengan sebenar-benarnya kepada isteri yang lebih kalian cintai, sehingga
kalian membiarkan isteri yang lain terkatung-katung”. (QS. 4 / An-Nisa : 129). Ayat ini
tidak dikutip oleh pemikir Islam Liberal. Jadi, yang penting jangan memperlakukan para
isteri terlalu timpang, yang satu diempok-empok sedangkan yang lain diabaikan,
diterlantarkan. Itu dosa.

Pendekatan Sosial Kesejarahan :


Menurut kelompok Rasional Liberal, hukum itu berkembang sesuai dengan
perkembangan social, hukum itu pun terikat olehg ruang dan waktu. Contoh : Pada zaman
jahiliyah, kaum wanita tidak mendapatkan harta pusaka (warisan). Datanglah Islam. Islam
memandang cara demikian sangat tidak adil, maka Islam mengatur bahwa wanita
mendapatkan warisan tetapi setengah dari bagian pria. Diatur demikian, karena apabila
wanita yang semula tidak memperoleh warisan, tiba-tiba mendapat bagian yang sama dengan
pria, besar kemungkinan akan mengakibatkan heboh nasional. Itu dulu, empat belas abad
yang silam. Sekarang zaman sudah berubah, oleh karena itu perlu ada reinterpretasi terhadap
konsep adil, apalagi wanita zaman sekarang bukan lagi pihak yang tertanggung tetapi banyak
perempuan menjadi pihak yang menanggung. Oleh karena itu, akan sangat memenuhi prinsip
keadilan apabila bagian perempuan sama besar dengan bagian laki-laki.
Muncullah pertanyaan bagi kelompok Rasional Liberal :” Apakah adil itu adalah
sama rata atau proporsional ?”. Apakah warisan bagi perempuan sebesar setengah dari bagian
laki-laki yang Allah tetapkan dinilai tidak adil sehingga perlu direvisi ? Bukankah aturan
Islam itu telah sempurna ?”. Kalau aturan Allah masih perlu revisi, mengapa Allah tidak
menurunkan nabi yang baru ?”.
Tokoh-tokoh Islam Liberal memberikan pandangan bahwa, rentang waktu dari zaman
nabi Isa sampai ke zaman nabi Muhmmad adalah 600 tahun, sudah ada perubahan dari
sayri’ah Isa ke syari’ah nabi Muhammad, padahal rentang waktu dari nabi Muhammad
sampai sekarang sudah lima belas abad, jadi sangat wajar dan rasional jika ada reinterpretasi
terhadap syari’ah yang dibawa oleh nabi Muhammad guna menghasilkan syari’ah yang sama
sekali baru.
Kelompok ulama Salafi menyanggah, bahwa syari’ah yang pokok tidak perlu diubah
karena nabi Muhammad adalah nabi terakhir, dan ajaran Islam telah sempurna (QS. Al-
Maidah [5] : 3). Ijtihad hanya berlaku dalam hal-hal yang detail yang belum dijelaskan oleh
Alqur’an maupun hadits. Pendapat-pendapat kelompok rasional liberal yang lebih didominasi
oleh akal/ ratio ini telah mendapatkan penentangan hebat dari para pemikir Islam lain yang
tafaqquh fiddin.
Sebenarnya upaya rasionalisasi tafsir Alqur’an bukanlah hal baru, misalnya penafsiran
Muhammad Abduh tentang surat al-Fil yang berbeda dengan tafsiran terdahulu. Menurut
tafsir Ibn Abbas dan lain-lain, burung Abábil itu melempar pasukan gajah dengan batu dari
neraka (sijjil), Setiap burung membawa tiga butir batu, dua butir di kedua kakinya dan satu
butir di paruhnya. Batu tersebut adalah batu kecil dari tanah yang membara.28 Tetapi
Muhammad Abduh dengan tafsir metaforis rasionalnya berpendapat lain, menurutnya sijjil
bukanlah batu dari neraka tetapi berupa virus. Dengan serangan virus itulah tentara Abrahah
menjadi sakit parah dan akhirnya mati.

28
Wahbah Zuhayly, Tafsir Al-Munir, (Beirut , 1991) Juz 30, hal.408.
Upaya rasionalisasi ayat Al-Qur’an dalam batas-batas tertentu sah-sah saja karena
Islam memang rasional sehingga Islam itu diperuntukkan bagi orang-orang yang berakal (al-
din al-aql). Namun batasan rasional atau tidaknya, logis atau tidaknya sesuatu kejadian
sangat tergantung kepada kemajuan berpikir dan kebudayaan termasuk perkembangan sains
teknologi yang berkembang saat itu.
Manusia dengan rasionya yang berpikir berlandaskan kausality, tidak dinilai serba
mampu untuk mencapai segenap ilmu, karena rasio memiliki daya deteksi yang terbatas.
Oleh karena itu, apabila rasio dijadikan sebagai ukuran segenap kebenaran agaknya terlalu
riskan.
Lantas apakah sesuatu yang tidak dimengerti harus ditaati juga? Sebenarnya manusia
banyak melakukan perbuatan bukan karena mengerti tetapi karena percaya. Sebagai contoh,
seorang professor doktor di bidang agama akan tetap menggunakan resep dari dokter
meskipun tulisan pada resep itu tidak dapat dibaca dengan matanya dan tidak dapat dipahami
dengan otaknya. Ia menaati resep dokter bukan karena mengerti tetapi karena percaya.
Begitupun dengan Alqur’an yang berfungsi sebagai resep, obat (syifá), maka kalau sementara
ini akal belum mampu menerima apa yang dikandung oleh Alqur’an, sebaiknya diterima saja
dahulu, nanti di saat kemudian, apa-apa yang dianggap tidak rasional sangat mungkin
menjadi rasional juga. Jadi pada dasarnya baik suprarasional maupun metarasional
seluruhnya masih dalam koridor rasional.
Apakah boleh menafsirkan Alqur’an dengan rasio (tafsir bi al-ra’yi) ? Menurut
Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiji di dalam buku : “At-Tafsir fi Qawá‘id ‘ilmi at-Tafsir”,
dijelaskan bahwa para sahabat biasa menafsirkan Al-Qur’an dengan ra’yu, hal ini dilakukan
apabila mereka tidak menemukan tafsirnya dalam hadis mutawátir, juga tidak terdapat dalam
29
Ijma‘ ulama”. Adapun tafsir bi ar-ra’yi yang dilarang adalah min ghair ‘ilm (tanpa imu)
tetapi sekadar mengikuti selera. Tafsir ra’yu tidak boleh kalau meninggalkan pemahaman
yang sudah bisa dipahami dari lafadz-lafadz Alqur’an 30

29
Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiji di dalam buku : “At-Taysir fâ Qawá‘id ‘ilmi at-Tafsâr”, (
Damsyiq : Dar-Al-Qalam,1990 M/1410 H), hal. 135
30
Muhammad ibn Sulaiman: “At-Taysi
r fâ Qawá‘id ‘ilmi at-Tafsâr”, hal.136.
Menurut hemat penulis, dalam hal tafsir ayat Alqur’an yang menyangkut akidah dan
ibadah lebih baik mengikuti tafsir ulama salafi (terdahulu), tetapi tafsir ayat yang
menyangkut sains lebih baik mengikuti tafsir ulama/ilmuwan khalafi (yang sekarang).
Contoh : kalimat wa anzalna hadida (QS. Al-Hadid : 25) dalam banyak tafsir adalah
mengeluarkan besi dari pertambangan, tetapi yang lebih pas dengan fakta adalah Allah
menurunkan besi dari langit. Ini lebih sesuai dengan fakta ilmiah.
Sebagai penutup bab ini penulis akan bertanya secara berurutan.
 Apakah Anda percaya bahwa Alqur’an itu wahyu Allah ? Jika tidak percaya silahkan
lakukan penelitian sesuka Anda tetapi bersifat rasional ilmiah.
 Apakah Anda yakin bahwa isi Alqur’an itu benar ? Jika ragu, ajukan bukti bahwa Al-
qur’an mengandung kesalahan. Jika Anda meyakini bahwa Alqur’an benar, apakah Anda
mau melaksanakannya secara penuh ? Jika Anda bersedia, maka anda adalah orang yang
berpikir rasional, objektif dan bernalar. Tetapi jika Anda menolak kebenaran Alqur’an
hanya karena anda terbuai pola pikir dan nafsu syaithaniyah, maka Anda termasuk orang
yang oleh Allah ditanya afala ta’qilun ? apakah kamu tidak menggunakan akal ?.

7. Posisi Filsafat di hadapan Alqur’an

Alqur’an adalah kitab mukjizat, kitab ilmu pengetahuan, kitab yang berisi beragam
ilmu termasuk ilmu supranatural dan metarasional, Alquran bersifat syumul (lengkap), haq
(benar) dan memberikan pencerahan spiritual. Akan tetapi mengapa umat Islam mempelajari
filsafat ?
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi pendalaman filsafat Yunani oleh para
pemikir Islam, antara lain sbb :
Faktor pertama, pada abad kedua akhir, wilayah Islam telah sangat luas sehingga
penganut Islam telah menebar di mana-mana. Di tempat yang baru itu, mereka bertemu
dengan pemikiran nonmuslim, bukan hanya bertemu, tetapi umat Islam mendapat serangan
dahsyat dari pemikiran nonmuslim yang berbasis filsafat Yunani. Serangan pemikiran mereka
terutama diarahkan kepada basic keyakinan muslim terhadap Alqur’an. Situasi dan kondisi
ini memaksa pemikir muslim untuk mempelajari logika-logika falsafati untuk dijadikan alat
penangkal serangan tersebut. Harapannya adalah, dengan menggunakan logika lawan, kita
akan mudah mematahkan serangannya.
Faktor kedua, banyak tokoh Kristen yang masuk Islam, ketika mereka berusaha
memahami isi ayat Alqur’an, mereka membawa kebingungan mereka dalam menafsirkan
kitab Bible yang di dalamnya mengandung banyak konflikasi dan kontradiksi pemikiran,
maklum kitab Bible bukan semata firman Tuhan Allah tetapi telah bercampur dengan ide,
gagasan dan pemikiran para penulisnya. Metode yang mereka gunakan dalam menafsirkan
Bible antara lain metode hermeneutika yang berbasic filsafat, kemudian dibawa untuk
menafsirkan Alqur’an padahal isi Alqur’an tidak mengandung konflikasi dan kontradiksi
sebagaimana yang terjadi pada Bible.
Faktor ketiga, Ada beberapa oknum muslim dan orang Kristren yang baru masuk
Islam yang mencari keuntungan dari kemakmuran dalam negara baru yang didirikan di Timur
Dekat. Upaya penerjemahan besar-besaran buku-buku filsafat dan pengajaran intensif filsafat
di mana-mana merupkan proyek yang menguntungkan.
Faktor Keempat, pada masa itu filsafat berkaitan erat dengan ilmu kedokteran dan
ilmu alam. Teks ilmu pengetahuan dan filsafat saling terkait. Buku-buku atau manuskrip
kedokteran dan ilmu alam mengandung banyak penjelasan filosofis. Jadi sangat sulit
memisahkan keduanya. Akibatnya, muslim yang ingin mempelajari kedokteran dan ilmu
alam, mau tidak mau harus mempelajari filsafat.
Muncullah para filosofis muslim seperti Al-Kindi, nama lengkapnya Abu Ayub Al-
Kindi (w. 251 H/866 M), Ikhwan asy-Syafa (sekitar 313-363 H/927-975). Al-Farabi, nama
lengkapnya Abu an-Nashr Muhammad al-Farabi (w.339H./950 M), Ibnu Shina, nama
lengkapnya Abu Ali al-Husain bin Shina (w. 428 H/1037 M), Ibnu Rusyd, nama lengkapnya
Muhammad Abdul Walid bin Rusyd (w.593 H/1198 M), dan Ibnu Khaldun (w. 808 H/1046
M). Pokok-pokok pikiran mereka akan diuraikan secara ringkas berikut ini.
Al-Kindi31 : Ia berpendapat bahwa antara pemikiran Islam dengan logika Filsafat
Yunani terdapat jurang pemisah, Al-Kindi adalah orang pertama yang berusaha
menjembatani kesenjangan antara agama dan filsafat, syari’at dan logika Yunani.
Menurutnya, agama dan filsafat memiliki tujuan yang sama tetapi berbeda metode
pencapaiannya. Dalam hal ini ada yang aneh pada Al-Kindi, di satu sisi, dia berpola pikir

31
Ismail Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah Peradaban
Gemilang, Mizan, Bandung, 2011, hal. 337.
mu’tazilah tetapi di sisi lain dia menerima pencerahan gnostik (kasyaf) sebagai metode
mencapai kebenaraan religius dalam wilayah tasawuf.
Ikhawan asy-Syafa (Persaudaraan suci)32 : yakni sekelompok ikhwan yang
tergabung di Basrah yang terkenal sekitar tahun 375 Hijrah. Mereka berpendapat bahwa
syari’at Islam adalah obat bagi orang sakit agar pulih, sedangkan filsafat adalah obat bagi
orang sehat untuk tetap sehat. Allah memberikan akal dan wahyu sebagai dua alat
penyelamatan manusia yang saling melengkapi; filsafat memberikan bukti hujjah kebenaran
sedangkan syari’at membawa manusia kepada kecintaan dan ketaatan kepada Allah. Ikhwan
asy-Syafa pun berusaha membuat ringkasan berbagai macam cabang ilmu pengetahuan (53
cabang ilmu penegtahuan) menjadi satu struktur tunggal.
Al-Farabi33: Ia berpendapat bahwa syari’at yang dibawa para nabi dan filsafat yang
dibawa para filosouf, bersatu dalam tujuan dan objek yang dipelajari yakni mempelajari
realitas ciptaan dan tatanan tuhan. Dasar pemikiran Al-Farabi adalah, bahwa malaikat
merupakan logos (kecerdasan) aktif yang memberikan kecerdasan kepada nabi dan filosouf .
Apa yang diberikan kepada nabi dan filosouf adalah satu dan sama, perbedaannya adalah
bukan terletak pada isi atau konten yang diberikannya tetapi terletak pada sisi penerimanya,
sebagai nabi atau filosouf. Dari pendapat al-Farabi ini lantas berkembang pemikiran bahwa
bagi orang hawas (intelek) atau filosouf, keberadaan nabi itu tidak penting karena para
fislosouf bisa sampai kepada kebenaran melalui kekuatan akalnya tanpa bantuan wahyu.
Menurut Al-Farabi, filsafat yang sepenuhnya bergantung kepada akal bersifat rasional dan
kritis, sedangkan ilmu Kalam (tepatnya akidah) yang sepenuhnya bergantung kepada wahyu,
bersifat dogmatis. Selain itu, sebagaimana Al-Kindi, Al-Farabi pun menyatukan rasionalisme
syari’at dengan intuisi pencerahan dari tasawuf.
34
Ibnu Shina : ia adalah seorang ahli kedokteran. Buku-bukunya dijadikan referensi
ilmu kedokteran di Eropa hampir seribu tahun sejak diterbitkan sampai abad 17 Masehi. Ia
pun ahli matematika dan seorang filosouf. Sebagaimana Al-Kindi dan Al-Farabi, Ibnu Shina
pun menerima intuisi pencerahan gnostik tasawuf dan etika perenungan sufi sebagai metode
untuk kembali kepada Yang Mutlak. Pemikiran-pemikiran Ibn Shina banyak diserang oleh
Imam Al-Ghazali terutama pendapatnya bahwa Tuhan Allah hanya mengetahui hal-hal yang
kulliah tetapi tidak mengetahui hal-hal yang juz’iyyah.

32
Atlas Budaya Islam, p.338.
33
Atlas Budaya Islam, p.340.
34
Atlas Budaya Islam, p.341
35
Ibnu Rusyd : Ia menulis al-Kulliyat sebuah ikhtihar tentang medis yang melebihi
kehebatan karya Ibnu Shina, baik kejelasan, kekayaan maupun sistimatikanya. Ibnu Rusyd
pun berhasil membuat ulasan tentang filsafat Aristotels melebihi ulasan al-Kindi, Al-Farabi
maupun Ibnu Shina, sehingga Ibnu Rusyd dianggap sebagai “guru kedua” setelah Aristotels.
Ibnu Rusyd telah gagal mengkompromikan syari’at dengan filsafat melebihi kegagalan yang
dialami oleh Al-Farabi. Ibnu Rusyd justeru mempertajam perebedaan antara keduanya.
Menurut Ibnu Rusyd, teolog – metakallimin – adalah pengkhutbah bagi masyarakat untuk
mengendalikan moral yang diawali dengan wahyu dan diakhiri dengan wahyu, yang mutlak
harus diterma. Adapun filosouf adalah guru sejati yang bergerak dari satu langkah logis ke
langkah logis lainnya berdasarkan pemikiran nalar kritis atas realitas. Jadi jurang antara
filsafat dan agama tidak bisa dijembatani.

36
Ibnu Khaldun : Ia membagi gugusan ilmu menjadi dua yakni kebenaran rasional
dan kebenaran spiritual. Kebenaran rasional dicapai dengan akal – rasio – nalar, sedangkan
kebenaran spiritual dicapai melalui wahyu dan kenabian. Akal tidak bisa mencapai kebenaran
spiritual seperti telinga tidak mungkin bisa mendengar cahaya atau mata tidak mungkin
melihat suara. Ibnu Khaldun menyalahkan para filosouf yang bermaksud merekonsiliasi
syari’at dan wahyu di satu sisi dengan nalar dan filsafat di sisi yang lain. Keduanya akan
selalu berbeda, baik kemampuan maupun metodenya. Akal tidak akan pernah mencapai
kebenaran spiritual karena memang itu bukan tujuan akal. Seluruh kebenaran transendental
berada di luar jangkauan akal. Kebenaran transendental hanya bisa dicari melalui wahyu dan
kenabian, bukan melalui akal.
Berdasarkan fakta sejarah, para filosouf yang semula bermaksud menyatukan dan
mempertemukan filsafat dengan syari’at ternyata tidak berhasil. Akhirnya harus dipilih dan
dipilah; di satu sisi, akal – filsafat berfungsi mengungkap hakikat kebenaran alam semesta
sedangkan hakikat dan kebenaran hal-hal spiritual dicapai melalui wahyu dan kenabian.
Sayangnya, sampai hari ini masih banyak filosouf yang ngotot memikirkan secara mendalam
hal-hal spiritual yang menjadi wilayah wahyu, dengan alasan bahwa berfilsafat adalah
berpikir bebas tanpa dihalangi oleh dogma, dan objek kajian pun unlimited sehingga filsafat
boleh memikirkan segala hal termasuk masalah spiritual dan ketuhanan. Apa hasilnya?
Kekeliruan demi kekeliruan. Astagfirullah al-‘adzim.

35
Atlas Budaya Islam, p.342
36
Atlas Budaya Islam, p.343 – 334
Apa karakteristik berpikir falsafati ?
Filsafat adalah hasil pemikiran manusia tentang sesuatu, pemikiran yang memiliki
karakteristik sbb : (1). Liberal, bebas tidak terikat oleh tradisi, dogma atau nilai apapun (2).
Logis – rasional, murni bertitik tolak dari pemikiran dan dapat diterima akal, tanpa muatan
emosi. (3). Sistimatis ; runtut dari A sampai ke Z. Filsafat melangkah dari pemikiran logis ke
pemikiran logis berikutnya. (4). Radikal ; mendalam sampai ke akarnya atau sampai
kepada hakikat sesuatu. (5). Spekulatif, menduga-duga tetapi tidak untuk dibuktikan (6).
Subjektif, bersifat perseorangan, tidak perlu semua filosofis berpandangan sama tentang
sesuatu (7). Komprehensif (menyeluruh), (8). Universal, bersifat dan berlaku umum. (9).
Kohern, antar bagiannya saling mengokohkan (10). Konsisten, taat azas dan prinsip.
Apa Ruang lingkup kajian filsafat ?
Ruang Lingkup kajian filsafat ada tiga yakni ontologi, axiologi dan epistemologi.
Ontologi adalah memikirkan tentang on (being) segala sesuatu dari sisi metafisikanya, baik
tentang manusia, alam, Tuhan, kepercayaan, sains, dan apa saja yang ada. Axiologi adalah
memikirkan seputar etika, estetika, baik dan buruk serta manfaat dari segala yang ada.
Adapun Epistemologi adalah memikirkan hakikat ilmu pengetahuan, kriteria ilmu
pengetahuan, sumber ilmu pengetahuan dan cara memperoleh ilmu pengetahuan.
Apa hasil pemikiran para filosouf ?
Hasilnya adalah konsep tentang manusia, alam, Tuhan, baik dan buruk serta eksistensi
ilmu yang tersebar pada buku-buku filsafat. Akan tetapi pemikiran dan pandangan para
filosouf itu sangat perspektif (dari sudut pandang terbatas), tidak holistik, kalaupun
menggunakan pendekatan holistik tetapi holistik yang tidak integralistik, kalaupun
menggunakan pendekatan integralisitik tetapi bukan integralistik transendental, kalaupun
transendental tetapi tidak memiliki sumber yang akurat, bukan bersumber dari firman Allah.
Jadi hasil pemikiran falsafati sebagai world view pasti akan sangat berbeda dengan
pandangan wahyu.
Apa karakteristik hasil pemikiran filosouf ?
a). Sangat minimal : Hasil pemikiran para filosouf, baik pemikiran tentang alam,
manusia maupun tuhan, sangat minimal. Bukan hanya minimal bahkan pada masa klasik
pemikirannya lebih bersifat mitos. Berbeda dengan Alqur’an, sebab penjelasan Alqur’an
tentang alam misalnya jauh melampaui apa yang dipaparkan para filosouf. Menurut
Alqur’an, alam itu diciptakan berasal dari dukhan (gas panas) kemudian dilontarkan atau big
bang, kemudian partikelnya saling menjauh (expanding univers), Allah menciptakan tujuh
lapis langit yang berlapis, Allah menciptakan menghamparkan bumi, Allah yang menurunkan
hujan, Allah menurunkan besi dari langit, besi bukanlah atom yang ada di bumi. Ayat lain di
dalam Alqur’an menerangkan bahwa alam itu bersifat profan (tidak sakral, tidak suci), alam
itu diciptakan dari ketiadaan, penciptaan alam itu bertujuan, bermanfaat, alam memiliki
hukum sendiri-sendiri yang melekat pada dirinya, alam itu bertasbih, alam itu fana, yakni
rusak dan hancur, alam itu harus diolah dengan panduan Alqur’an, energi itu kekal tetapi
kekalnya baqa ‘aradhi bukan baqa’ hakiki, dan waktu itu relatif.
b). Bersifat perspektif : artinya apa yang diungkapkan oleh para filosouf tergantung
sudut pandangnya. Ibarat orang yang memegang gajah. Orang yang memegang kakinya akan
menyatakan bahwa gajah itu seperti tiang beton, orang yang memegang telinganya akan
menegaskan bahwa gajah itu seperti daun besar, sedangkan orang yang memegang perutnya
akan berkeyakinan bahwa gajah itu mirip gentong air. Pandangan para filosouf sangat
perspektif dan oleh karenanya sangat sempit dan parsial sehingga para filosouf tidak
memperoleh gambaran metafisika yang sebenarnya. Contoh tentang hakikat manusia.
Kelompok essensialisme menyatakan bahwa manusia itu memikiki esensi yang apabila hilang
maka hilanglah makna kemanusiaannya, apa itu, ialah akal. Aliran ekstensistensialisme
berpendapat bahwa manusia itu makhluk yang memiliki eksistensi yakni kebebasan, jika
kebebasannya tercabut maka manusia tidak lagi dianggap eksis.
Berbeda dengan Alqur’an, ketika Alqur’an membahas konsep manusia, penjelasan
Alqur’an bersifat holitik (kaffah) yakni melihat manusia dari seluruh sisi kemanusiaannya,
dari semua sudut pandang, luar dan dalam. Juga bersifat integralistik, yang memandang
dimensi jasad, perilaku, kesadaran, nurani dan ruh manusia dalam satu kesatuan. Pembahasan
manusia oleh Alqur’an meliputi kedudukan manusia sebagai hamba (abid) Allah, peran
manusia sebagai khalifah (penguasa ) bumi, tugas manusia sebagi pemakmur bumi, strategi
hidup manusia untuk menjadikan aktivitasnya sebagai ibadah kepada Allah serta menjelaskan
alam-alam yang dilalui manusia dari mulai alam arwah, alam rahim, alam dunia, alam qubur
sampai ke alam akhirat. Jadi Alqur’an membahas manusia secara holistik (menyeluruh,
komprehensif, kaffah) serta integrated (dari semua perspktif, menyatu, tidak parsial).
Apa perbedaan antara keterangan yang diperoleh melalui berpikir falsafati dan
yang diperoleh melalui AlQur’an ?
Perbedaan pengetahuan yang diperoleh melalui filsafat dan pengetahuan melalui
Alqur’an adalah sbb :
 Titik Pemberangkatan : berbagai pandangan filsouf tentang berbagai hal berangkat
dari keraguan dan keingintahuan manusia. Berbeda dengan ilmu pengetahuan yang
dijelaskan oleh Alqur’an, berangkat dari pengetahuan Allah yang Maha Pengasih (Ar-
Rahman), Maha Penyayang (ar-Rahim), Maha Mengetahui (al-‘Alim, al-Khabir),
yang ingin mengajar manusia tentang kebenaran, yang ingin menjaga manusia dari
sikap ragu-ragu, yang ingin menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat.
 Sumber pengetahuan : Segala pengetahuan falsafati bersumber dari otak, rasio, nalar
manusia yang amat terbatas, yang dalam proses kerjanya bersifat trial and eror.
Berbeda dengan ilmu pengetahuan Qur’ani bersumber langsung dari Allah SWT yang
Maha Mengetahui apa yang telah terjadi, sedang terjadi dan yang akan terjadi, yang
nampak maupun yang tersembunyi, yang lahir maupun yang batin, yang syahadah
maupun yang ghaib, yang kasar maupun yang halus.
 Sudut pandang : Filsafat memandang segala sesuatu berdasarkan perspektif dan
sifatnya parsial, sedangkan Alqur’an menggunakan pendekatan holistik - integralisitik
– transendental.
 Sifat kebenaran : Kebenaran filsafat adalah spekulatif – relatif bahkan bisa dikatakan
mungkin benar mungkin salah, sedangkan Alqur’an pasti benar (haq), kebenarannya
bersifat pasti (qath’y), masa berlakunya sampai kiamat (tidak ada revisi). Alqur’an
bisa diverifikasi dan bisa difalsifikasi. Ayat demi ayat Alqur’an bisa diuji dengan
segala macam metode, baik menggunakan pendekatan konflik maupun menggunakan
pendekatan harmoni.
 Sifat bahasa : Bahasa filsafat menjelimet, sangat banyak orang yang tidak dapat
memahami teks-teks buku filsafat, tetapi bahasa Alqur’an sangat mudah, gampang
dipahami dan mudah diamalkan.

Muncul pertanyaan, bagaimana sikap mukmin terhadap Filsafat ?


Sikap mukmin terhadap filsafat adalah (1). Bersikap kritis dalam mempelajari filsafat,
mukmin harus bersikap kritis. Jangan menelan pemikiran falsafati mentah-mentah, lebih baik
lagi ada analisis komparatif. (2). Menjadikan filsafat hanya sebagai referensi saja bukan
sebagai rujukan (maraji’). Mukmin sebaiknya mengetahui bagaimana konsep alam, manusia,
tuhan dan lain-lain berdasarkan pemikiran para filosouf tetapi itu hanya sebagai pengetahuan
dan pengayaan, adapun yang menjadi pegangan tetap saja konsep alam, manusia, tuhan
menurut Alqur’an. (3). Menjadikan filsafat sebagai pisau bedah. Mukmin bisa terbantu
dengan pemikiran dan metodologi falsafati ketika menerangkan Alqur’an – Al-Islam. Akan
tetapi jangan sampai pisau bedah itu yang dijadikan konten lantas mengabaikan konten
Alqur’an.
Sebagai penutup penulis tegaskan bahwa kewajiban muslim terhadap Alqur’an adalah
meyakini seluruh ayat Alqur’an tanpa kecuali, wajib mempelajarinya sekemampuan masing-
masing, wajib memahami isinya sejauh kemampuannya, wajib mengamalkannya secara
bertahap dan menyeluruh, wajib mendakwahkannya dan wajib membelanya dengan tenaga,
pikiran, harta bahkan darah dan nyawa Allah menegaskan :”Wa man a’radla ‘an dzikrillahi
fainnahu ma’isyatan dhanka “, barang siapa yang berpaling dari Alqur’an maka baginya
kehidupan yang sempit”:” ( QS. Thaha [20]: ).

HAKIKAT : KARAKTERISTIK KEDUDUKAN: FUNGSI


Alqur’an Syumul Sumber 1 aj. Islam ALQUR’AN :
adalah kalam Haq Kitab Wahyu. 1. Hudan
Allah yang Mujmal Kitab Suci. 2. Bayyinat
diturunkan Berbobot Kitab sign. 3. Furqan
kepada nabi Sitemik Kitab Hukum.
4. Asy-Syifa
Mummmad Narasi wayu Kitab Landasan.
saw. Layyina Kitab ilmu 5. Mau’idlah
Kitab subjektif 6. Muhaimina.
Kitab Paradigma pemb. 7. Rahmah
Kitab Perjanjian Terakhir.

Anda mungkin juga menyukai