Djoko
tjantra merupakan buron Kejaksaan Agung sejak 2009. Saat itu, melalui putusan tahap
peninjauan kembali, mahkamah Agung menyatakan Djoko bersalah dalam korupsi
pengalihan hak tagih Bank Bali dan kasus tersebut diberitakan secara luas. Djoko
dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun namun Djoko melarikan diri dan tidak
pernah menjalankan hukuman tersebut (BBC News: 7 Juli 2020).
Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap ke jaksa pinangki dan
dijerat dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 13
Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. pemberian suap di duga
berkaitan dengan permohonan peninjauan kembali (PK) dan pengurusan fatwa ke
Mahkamah Agung (MA). (detiknews: 2 September 2020)
Pertanyaan:
Menurut analisis anda, bagaimanakah perlakuan khusus yang diberikan kepada Djoko
Tjandra berdasarkan konsep keadilan sebagai salah satu cita hukum (Recht
Idee) dalam kajian filsafat hukum? Jelaskan!
Jawaban :
Jika dilihat dari perspektif filsafat hukum, maka akan membahas mengenai kedudukan hukum, hakikat
hukum serta tujuan hukum itu sendiri. Tujuan hukum berupa kepastian, keadilan, kemanfaatan dan lain-
lain, merupakan kajian dari filsafat hukum. Dengan pendekatan secara filsafat, keadilan menjadi bagian
yang tak terpisahkan. Filsafat ilmu hukum telah memberi sudut pandang bahwa hukum harus
mewujudkan keadilan. Menurut Rudolph Heimanson, keadilan itu melakat pada tujuan hujum. Pendapat
ini selaras dengan pendapat Tourtoulon yang mengemukakan dengan gamblang “lex injusta non est lex”
yang berarti bahwa jika hukum tidak menciptakan keadilan maka hal tersebut tidak merupakan suatu
hukum. Dari banyaknya aliran filsafat hukum yang menerangkan konsep tentang keadilan, ada 2 hal
yang sifatnya universal, yakni tujuan dan karakter atau ciri-ciri keadilan. Tujuan merupakan sesuatu yang
ingin diraih dalam hubungan hukum baik antar warga, maupun antara warga dengan negara atau
hubungan antar negara. Sedang ciri-ciri atau karakter yang melekat pada keadilan adalah: adil, bersifat
hukum, sah menurut hukum, tidak memihak, sama hak, layak, wajar secara moral dan benar secara
moral.
Jika dikaitkan dengan kasus Djoko Tjandra sangat jauh dari rasa keadilan dimana seorang terdakwa
masih bebas dan justru mendapatkan perlakuan khusus dari penegak hukum. Hal ini dikarenakan
penegak hukum yang menangani kasus Djoko Tjandra itu kurang memiliki
integritas sehingga kasus itu sangat mungkin terjadi, kesalahan serupa
sesungguhnya sering terjadi di masa lalu dan itu dapat dijadikan pelajaran
berharga bagi penegak hukum. Kasus ini sangat memalukan karena tidak
hanya melibatkan satu instansi saja, tetapi banyak instansi.
Oleh karena itu harus ada sanksi pidana dalam penanganan oknum terlibat
karena sikap mereka sudah mencederai rasa keadilan publik dan dapat
dikualifikasi sebagai obstruction of justice, menghambat atau menghalangi
penegakan hukum kasus korupsi.
Secara yuridis formal, untuk menegakkan hukum, dalam hal ini melaksanakan putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap (inkracht). Namun dari segi keadilan, hal ini tidaklah patut. Hukum bukan
cuma masalah legal formal, namun yang lebih esensial adalah kepatutan. Ini sebabnya, kepatutan
menjadi unsur klasik dalam rumusan perbuatan melawan hukum. Kepatutan dalam hal ini adalah
kesesuaian dengan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat.
Sumber :
Shintamy Nesyicha Syahril & Rasji, Pemangkasan Hukuman Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Korupsi Berdasarkan Gender Dalam Perspektif Filsafat Hukum, Seminar ke-III Universitas Tarumanegara,
Jakarta, Desember 2021