Anda di halaman 1dari 23

MODERASI ISLAM DALAM TEOLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam, dewasa ini dihadapkan dengan berbagai realitas menarik, saat
sebagian oknum muslim menggunakan legalitas agama, demi
memperebutkan elektorat suara masyarakat. Atas nama agama mereka
mendistorsi pesan Islam, sebagai agama yang santun dan penuh rahmah,
malah hujatan, cemooh, fitnah dilakukan oleh oknum muslim ini demi
kepentingan politis.
Realitas demikian, menunjukkan wajah islam yang bias akan
rahmah, cinta, bahkan terkesan kolot dan primitiv. Sesugguhnya Islam
tidak dapat dinilai dari oknum pemeluk, tapi bagaimanapun dalam ilmu
sosial pemeluk agama menjadi active actor sebagai representasi sebuah
Agama tersebut.
Pemahaman seseorang pada agama yang dianut sangat
mempengaruhi beragama dan bersosial. Perangkat metodologi berfikir
menjadi sangat urgen dalam memahami sebuah literatur agama, Islam
dengan Alquran dan Hadis sebagai sumber hukum Islam menjadi panduan
utama untuk menjalankan syariat agama.
Beberapa madzhab fiqih muncul sebagai ekspresi murni untuk
mengejawentahkan kalam Ilahi berupa Alquran dalam bersyariat, dan
memahami hadist Nabi sesuai sosio historis, supaya dapat memunculkan
pemahaman holistik.
Dalam hal teologi, islam dapat ditafsirkan dengan menggunakan
berbagai metodologi. Sehingga dalam peradaban Islam berbagai teolog-
teolog muslim bermunculan, perbedaan para teolog dalam memahami
Islam dilatar belakangi cara metodologi untuk memahami Islam berbeda.
Sehingga muncul berbagai aliran teologi Islam.
Merasa sangat perlu untuk memahami perangkat metodologi para
teolog Islam, supaya dapat memilah dan memetakan aliran teologi yang
dapat diterima di Indonesia, demi menjawab sebuah dilematika realitas
saat ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metodologi Islam moderat pada sebuah teologi?
C. Batasan Masalah
1. Memahami metodologi teologi Islam
2. Memahami moderasi Islam melalui para teolog
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teologi Islam
Secara etimologi teologi berarti studi tentang Tuhan, secara
terminologi adalah sebuah studi tentang kumpulan-kumpulan doktrin
keagamaan tertentu.1
Teologi juga merupakan ilmu yang membahas eksistensi mutlak.
Pada awalnya, ilmu ini membahas masalah-masalah yang berhubungan
dengan jasmani dan spiritual seperti esensi, kesatuan, pluralitas,
keharusan, kemungkinan, dan lain sebagainya. Fokus pembahasan
kemudian pada semua eksistensi memiliki ruh, berlanjut pada bagaimana
proses keluarnya eksistensi dari ruh dengan berbagai tingkatannya,
membahas kondisi ruh setelah terpisah dari tubuh dan kembalinya seperti
asalnya.2 Demikian pengertian teologi yang identik dengan pendekatan
filosofis.
Nama lain dari teologi adalah ilmu kalam, pengertiannya tidak jauh
berbeda. Ilmu yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil rasional
ilmiah, sebagai benteng untuk menolak para penentang akidah.3
Islam adalah agama yang mendapatkan legalitas keridhaan Allah
sebagai agama umat manusia.4 Sehingga fokus pembahasan adalah aliran-
aliran akidah dalam agama Islam.
Berkembangy aliran tentu dilandasi berbagai realitas sosio kultural
dan sosiohistoris pada masa Nabi. Pengaruh kehidupan pra Nabi diutus
sangat terlihat dalam berbagai aliran yang ada, masyarakat Arab dengan
berbagai agama saat itu.
Berbagai latar belakang masyarakat Arab menerima ajakan masuk
Islam dengan Alquran sebagai kitab suci panduan hidup yang luar biasa.

1
Dahlan al-Barry, t.t. Kamus Ilmiah Populer, Arkola: Surabaya, hlm. 746.
2
Ibnu Khaldun, 2001, Mukaddimah Ibnu Khaldun, diterjemahkan oleh Masturi Irham, Jakarta:
Pustaka Kautsar, hlm. 920.
3
Rochimah dkk, 2014, Ilmu Kalam, Surabaya: UIN Sunan Ampel, hlm. 1.
4
Qs al-Maidah 6:3. Ali al-Shobuni, 1981, S{ofwah al-Tafa>si>r, Beirut: Dar al-Qur’an al-Kari>m, Juz
I, hlm. 328.
Pada saat Nabi hidup dapat dikatakan stabil dalam dinamika memahami
sebuah agama. Nabi sebagai kiblat dan jujukan saat terdapat ketidak
pahaman pada para sahabat, aliran-aliran teologi muncul pasca wafatnya
Nabi.
B. Aliran-Aliran Teologi Islam
1. Aliran Khawarij
Secara etimologi khwarij berasal dari kata kharaja-yakhruju berarti
keluar.5 Merupakan dari isim muntahal jumu’ padanan kata fawa>’ila isim
fail dari asal padanan kharaja,6 khawarij bermakna orang-orang keluar.
Pengertian secara terminologi adalah setiap orang yang keluar dari
kepemimpinan yang sah serta disepakati oleh mayoritas umat Islam.7
Demikian istilah disematkan bagi mereka yang memberontak terhadap
keabsahan Imam yang sah, baik pada masa sahabat, khula>fa> al-ra>shidi>n,
ta>bi’i>n, atau terhadap pemimpin yang sah pada masa setelahnya.8
a. Sejarah Khawarij
Dalam pembahasan teologi, khawarij muncul saat khalifah Ustman
bin Affan, bibit kaum pemberontak dan pembangkang terasa sejak enam
terakhir masa Khalifah Ustman bin Affan, menurut mereka “Ustman
pantas dibunuh, karena sudah melakukan dosa besar, dholim saat
melaksanakan kekhalifaan” nepotisme sangat terasa saat itu.
Baru kemudian polemik tetap berlanjut, saat pemahaman
mengkafirkan mukmin yang berbuat dosa besar diperbolehkan. Polemik
berlanjut setelah peperangan Jamal antara Ali bin Abi Tholib dan Aisyah.
Konflik kekhalifaan berlanjut saat pusat negara dipindahkan ke Kuffah,
perselisihan antara Ali dan Muawiyah berujung pada peperangan Siffien.9

5
Taufiqul Hakim, t.t. Kamus at-Taufiq, Jepara: El-Falah, hlm. 155
6
Muhammad Ma’s}u>m, t.t. al-Amtsilah al-Tas}ri>fiyyah, Surabaya: t.tp. hlm. 51.
7
M. Yunan Yusuf, 2014, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khwarij ke Buya Hamka
hingga Hasan Hanafi, Jakarta: Prenamedia, hlm. 43.
8
Al-Shah}rasta>ni, t.t. Aliran-Aliran Teologi dalam Sejarah Umat Manusia, diterjemahkan:
Asywadie Syukur, Surabaya: Bina Ilmu, hlm. 101.
9
Budhy Munawwar, 2006, Ensiklopedia Nurcholish Madjid, Bandung: Mizan, Juz II, hlm. 1218.
Dapat dikatakan, munculnya Khawarij dengan jelas, saat arbitrase.
Arbitrase terjadi berawal dari polemik pembunuhan Khalifah Ustman,
sengketa sahabat Ali bin Abi Thlib dan Muawiyah bin Abi Sofyan
berlanjut, sampai perang Siffin meletus selama sekitar sepuluh hari. Dalam
peperangan tersebut pihak Muawiyah bin Abi Sofyan terpukul telak,
kerugian besar dialami oleh Gubernur Damaskus saat itu. Siasat politik
dijalankan, Amr bin Ash sang tangan kanan Muawiyah yang ahli siasat
perang, mengangkat Alquran ke atas dengan tombak meminta damai.
Para sahabat penghafal Alquran dari pihak Ali, mendesak untuk
berdamai dengan pihak Muawiyah. Jalur damai ditempuh, sebuah tahkim
atau arbitrase diadakan untuk mencapai kedamaian. Sebuah kesepakatan
awal antara Abu Musa al-Asy‟ari sebagai perwakilan Ali bin Abi Tholib
dan Amr bin Ash perwakilan dari pihak Muawiyah bin Abi Sofyan
disepakati, sebelum memasuki area arbitrase. Terdapat kesepakatan awal
adalah menurunkan Ali bin abi Tholib dan Muawiyah bin Abi Sofyan dari
jabatan Khalifah, singkat cerita setelah Abu Musa al-Asy‟ari menyatakan
untuk menurunkan Ali dari jabatan khalifah, Amr bin Ash mengkhianati
kesepakatan awal, malah sebaliknya Amr bin Ash mengangkat Muawiyah
bin Abi Sofyan sebagai Khalifah.10
Dengan demikian, sebagian tentara Ali bin Abi Tholib sudah tidak
sepakat atas pelaksanaan arbitrase. Sehingga muncul polemik dalam kubu
Ali bin Abi Tholib, mereka beranggapan bahwa sikap Ali untuk menerima
hasil arbitrase adalah salah, karena arbitrase adalah keputusan manusia
bukan keputusan Allah, bertentangan dengan Qs al-Maidah 5:44.
‫َ َ ْ َّن‬ ‫َ َّن‬ ُ ‫ُ َن‬ ٗ ُ َ َ ‫َّن ٓ َ َ ن َ َّن ن َ ٰى‬
ِ ‫ٱ ٌَ أ نشو ًُْا ل‬
ٌَ ‫َِّل‬ ِ ‫ۡلَّن ِ ُّييْن‬ َّ ِ ‫ َيل ُى ب‬ٞۚ ٍْ‫ِيّ ِدى َو‬ ‫ِج أٍزۡل ٱْ ف‬
ٓ ُ َ َ ْ ُ َ ‫َّن‬ َ ْ ُ ‫َ ُ ْ َ َّن َّن ُّي َ َ ن َ ن َ ُ َ ن ُ ن‬
‫ء‬ٞۚ َ ‫ب ٱِ َوَكٍْا عو نيُِ ش َّ َدا‬
ِ ‫ٰى‬ ‫ِت‬ ‫ل‬ ٌِ
‫ي‬ ‫بًِ ش ِ ْا‬ ‫ِ اوا و لل ٰىَ ِيْن و ٱ‬

10
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khwarij ke Buya Hamka hingga
Hasan Hanafi..., hlm. 7-8. Lihat juga Ali Must}ofa al-Gurab>bi>, 1948, Ta>ri>kh al-Farq al-Islamiyah,
t.tp. al-Maktabah al-H{usainiyyah, hlm. 12-13.
ٓ َ ُ ‫َ َ َ ٗ َ ٗ َ َ َّن ن َ ن‬ َ ‫ن‬ َ ٌ‫ه‬ ‫ََ َن‬
‫َت َش ُْا ْ َّن‬
ًِ‫ ويٌ هى َيلى ب‬ٞۚ ‫ي ٰى ِِت ثًَ قو ِيَل‬a‫اا َو ٱش نْ ِن وَلَا تَشنتَ ُواْ بَِٔا‬ ‫فَل‬

َ َ ‫َ َ َ َّن ُ َ ُ َ َ ُ ن‬
٤٤ ‫ٱ فأ ْو َٰٓلهِك ِ ُى ه ٰى ِ ُلون‬ ‫أٍزل‬

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di


dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang
dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh
nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang
alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka
diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka
menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut
kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah
kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit.
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
kafir”
Berlandaskan ayat ini, mereka menghukumi semua yang terlibat pada
tahkim atau arbitrase tersebt termasuk orang-orang kafir, termasuk Ali,
Musa al-Asy‟ari, Muawiyah, dan Amr bin Ash. Orang kafir berarti ia
keluar dari Islam, orang yang keluar dari Islam adalah orang yang murtad,
maka darah orang murtad adalah halal darahnya untuk dibunuhnya.11
Kelompok khawarij, beranggapan segala hal yang tidak didasari oleh
ketetapan Alquran adalah sesat. Sehingga kelompok ini tidak mengakui
kekhalifaan Ustman dan Ali, impilkasi dari pemikiran mereka sampai
urusan pernikahan, dinyatakan bahwa tidak sah pernikahan kecuali dengan
kelompoknya.12 Mereka yang memprakarsai kelompok khawarij adalah al-
Asy‟asy bin Qais al-Kindi, Mas‟ar bin Fudaki al-Tamam dan Zaid bin
Husain al-Thai.13

11
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khwarij ke Buya Hamka hingga
Hasan Hanafi..., hlm. 9-10.
12
Al-Shah}rasta>ni, Aliran-Aliran Teologi dalam Sejarah Umat Manusia..., Juz I, hlm. 102.
13
Ibid., hlm. 101.
b. Pokok Pemikiran Khawarij
Beberapa pokok pemikiran khawarij dalam Islam yang dapat
diketahui.
1. Memahami term kafir bukan hanya orang yang tidak masuk agama
Islam. Tapi term kafir juga mereka sematkan kepada orang muslim
sekalipun, jika ia tidak menghukumi sebuah tanpa dilandasi hukum
Allah.14
2. Iman bukan sekadar dalm tashdiq dalam hati saja, harus
disempurnakan dalam sebuah perbuatan untuk menjalankan agama.
Sehingga khawarij menganggap orang yang berbuat dosa besar
termasuk kafir, berdasarkan dengan Qs al-Nisa‟ 4:31.
c. Karakter Aliran Khawarij
Berdasarkan keterangan sejarah, akidah yang ditawarkan oleh
khawarij, cenderung memahami ayat Alquran secara tekstual. Pemahaman
khawarij seakan tertuju ayat ini saja, sehingga sikap ekstrem dapat terjadi.
Dengan demikian khawarij dapat dikatergorikan kelompok yang menganut
radikalisme, kekerasan sebagai cara mereka bersosial.
2. Aliran Murji’ah
Secara etimologi, Murji‟ah berasal dari padanan irja’. Terdapat
beberapa pengertian. Pertama, sebutan sebuah kelompok Muslim yang
menanggukan perbuatan dari niat dan balasan, sebagaimana dalam surah
Qs al-A’ra>f :111.15
َ ٌ‫قَ ل ُ ْٓا ْ أَ نج نُ َوأَ َٱ هُ َوأَ نش نِن ِف ل ن ًَ َدآن‬
َ ‫ح ٰى ِِش‬
١١١ ٌ‫ي‬ ِ ِِ ِ ِ

“Pemuka-pemuka itu menjawab: "Beri tangguhlah dia dan


saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang
akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir)”

14
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khwarij ke Buya Hamka hingga
Hasan Hanafi..., hlm. 46.
15
Rochimah dkk, Ilmu Kalam..., hlm. 65.
Kedua, dapat juga diambil dari padanan kata al-raja>’berarti memberi
harapan.16 Pengertian secara terminologi kelompok yang memisahkan atau
mengesampingkan suatu amal pada keimanan seseorang. Menurut
kelompok Murji‟ah, orang yang melakukan kemaksiatan tidak
mengurangu keimanan.17 Berbedanya pendapat dalam etimologisnya,
memiliki landasan. Jika Murjiah yang dimaksud adalah berkonotasi pada
sebuah makna penangguhan, melihat anggapan mereka bahwa
kemaksiatan tidak mengurangi kadar keimanan seorang, ada penangguhan
hukuman kepada yang bermaksiat sampai hari akhir.18
a. Sejarah Murjiah
Beberapa prespektif sejarah, tentang latar belakang kemunculan al-
Murji‟ah, dalam sebuah pendapat bahwa aliran ini perkiraan muncul saat
munculnya Khawarij pada masa sahabat, demi menjaga persatuaan umat
Islam saat terjadinya rumitnya polemik arbitrase. Khawarij sebagai pihak
yang tidak terima dengan keputusan arbitrase, al-Murji‟ah muncul sebagai
respon pro arbitrase menambah rumit polenik.19
Aliran al-Murji‟ah dianggap sebagai aliran yang digagas oleh cucu
Ali bin Abi Tholib, al Hassan bin Muhammad al-Hanafiyah pada tahun
695 M. Bahwa 20 tahun setelah kematian Muawiyah tahun 680 M al-
Mukhtar membawa teologi Syiah ke Kuffah sekitar pada tahun 685-687
M, kemudian muncul respon atas gagasan irja’ atau penangguhan sekitar
tahun 695 M oleh al-Hasan bin Muhammad dalam sebuah surat singkat
yang menunjukkan sikap politik untuk menanggulangi perpecahaan umat.
Seiring dengan waktu al-Hassan mengelak dari fanatisme Syiah pada Ali
bin Abi Thalib, serta menjauhkan diri Khawarij.20

16
Al-Shah}rasta>ni, Aliran-Aliran Teologi dalam Sejarah Umat Manusia..., Juz I, hlm. 174.
17
Rochimah dkk, Ilmu Kalam..., hlm. 66.
18
Al-Shah}rasta>ni, Aliran-Aliran Teologi dalam Sejarah Umat Manusia..., Juz I, hlm. 174.
19
Rubini, 2018, ‚Khawarij dan Murji’ah Prespektif Ilmu Kalam‛ dalam Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam, Vol. 7, No. 1, hlm. 109.
20
Ibid.
Tokoh-tokoh Murji‟ah, diantaranya Muhammad bin Syu‟aib, al-
Shalihi dan al-Khalidi.21
b. Pokok Pemikiran Murji’ah
1. Pengakuan iman cukup dalam hati, terlepas dari sebuah perbuatan.
Perbuatan dan iman itu terpisah.
2. Selama bersyahadat, maka seseorang tidak dapat dianggap kafir.
Hukuman akan ditangguhkan, hanya Allah yang dapat menjatuhkan di
akhirat. 22
3. Meletakkan urgensi iman daripada amal.
4. Memberikan harapan kepada muslim yang berdosa besar untuk
memperoleh ampunan dan rahmat Allah.23
5. Murji‟ah cenderung mengambil sikap tidak ikut campur dalam urusan
politik, seperti pada peristiwa terbunuhnya Ustman bin Affan.
Sehingga prinsip Murji‟ah pada khalifah yang dholim, tidak akan
menentangnya, karena dalam prespektif Murji‟ah Khalifah adalah
bukan urusan manusia tapi urusan Allah.24
c. Karakter Aliran Murji’ah
Murji‟ah dalam menyampaikan akidahnya, cenderung liberal atau
bebas, walaupun ayat Alquran digunakan untuk legitimasi sebuah dogma
teologisnya. Sehingga Murjiah dapat berbentuk sikap yang bebas tanpa
aturan.
3. Aliran Mu’tazilah
Mu‟tazailah berasal dari kata I’tazala yang berarti berpisah atau
memisahkan diri. Dalam pengetian terminlogi Mu‟tazila terdapat dua
definisi. Pertama, kelompok murni yang menjadi respon polemik politik
saat itu, kelompok yang menengahi pertentangan antara Ali bin Abi Tholib

21
Al-Shah}rasta>ni, Aliran-Aliran Teologi dalam Sejarah Umat Manusia..., Juz I, hlm. 175.
22
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khwarij ke Buya Hamka hingga
Hasan Hanafi..., hlm. 53. Lihat juga Murji’ah Wikipedia, dalam
https://id.wikipedia.org/w/index.php?.
23
Rubini, ‚Khawarij dan Murji’ah Prespektif Ilmu Kalam‛ dalam Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam..., hlm. 110
24
Rochimah dkk, Ilmu Kalam..., hlm. 74.
dan lawan-lawannya. Kedua, paham teologis yang muncul dilatar
belakangi dialog antara Washil bin Atha (80-131 H) menemui Hasan
Bashri.25
a. Sejarah Aliran Mu’tazilah
Pada suatu kesempatan halaqoh yang diasuh oleh Hasan Bashri,
Washil bin Atha mengajukan pertanyaan, apakah orang mukmin yang
melakukan dosa besar masih mukmin atau menjadi kafir. Hasan Bashri
berdiam sejenak sembari mencari jawaban yang tepat, Washil tiba-tiba
menyampaikan pendapatnya sendiri. “Menurut pendapat saya, bahwa
seorang mukmin yang melakukan dosa besar bukan menjadi kafir atau
tetap mukmin, tetapi berada diantara kedunya. Tidak kafir juga tidak
mukmin.” Kemudian Washil berpindah tempat ke bagian lain dari Masjid
Basrah dan mengulangi pendapatnya, Hasan Bashri seraya berkata
“I’tazala ‘anna> Washil” yang berarti Washil telah memisahkan diri dari
kita.26
Terdapat riwayat lain perihal sejarah munculnya nama Mu‟tazilah.
Disebutkan oleh Ibnu Khalkan, Qatadah bin Da‟amah pada suatu hari
masuk Masjid Bashrah dan menuju majelis Amr bin Ubaid yang disangka
adalah halaqah Hasan Bashri, setelah mengetahui bahwa bukan Hasan
Bashri, kemudian ia berdiri dan meninggalkan halaqoh tersebut, dengan
berkata “ini kaum Mu‟tazilah. Semenjak peristiwa tersebut muncul istilah
Mu‟tazilah.27
Perkembangan aliran Mu‟tazilah semakin luas, saat khalifah al-
Ma‟mun (w. 218 H) mengikuti aliran Mu‟tazilah, Mu‟tazilah menjadi
aliran teologi resmi sebuah Negara saat itu, diteruskan oleh generasi
selanjutnya yaitu al-Mu‟tashim, dengan gaya kemiliteran banyak Ulama

25
Rochimah dkk, Ilmu Kalam..., hlm. 79-80.
26
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khwarij ke Buya Hamka hingga
Hasan Hanafi..., hlm. 72.
27
Jumal Ahmad, 2017, ‚Muktazilah: Penamaan, Sejarah dan Lima Prinsip‛ dalam Makalah
Islamic Thought, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. hlm. 9
yang dibunuh oleh al-Mu‟tashim karen tidak mengikuti ajaran Mu‟tazilah
termasuk Ahmad bin Hambal.28
Mu‟tazilah, merupakan sebuah teologi revolusi Abbasiyah, sehingga
tidak dapat dilepaskan dari sebuah konspirasi politik sang khalifah pada
masanya.29 Mu‟tazilah juga dikenal sebagai kaum rasionalis Islam, secara
teologis Mu‟tazilah merupakan titisan kaum Khawarij.30
Diantara tokoh Mu‟tazilah yang berada di Bashrah, Washil bin Atha
(80-131 H), Abu Huzail Muhammad bin Huzail bin Ubaidillah (135-235
H), Ibrahim bin Sayyar bin Hani (w 231 H), Abu Ali Muhammad bin Ali
al-Jubba‟i (135-67 H). Sedangkan tokoh yang berada di Ba‟dad Bisyir bin
al-Mu‟tamir (w 26 H), Abu al-Hussain al-Khayyat (w 300 H).31
b. Pokok Aliran Mu’tazilah
1. Seorang mukmin yang melakukan dosa besar, bukan menjadi kafir
atau masih mukmin, tapi berada di posisi tengah.32
2. Alquran dianggap sebagai Makhluk, sampai terjadi peristiwa mih}na.
3. Menolak sifat azali Allah untuk mempertahankan sebuah doktrin
tauhid mutlak, demikian didasari untuk menyangkal teologi al-
Mujassimah dan al-Musyabbiha yang menyerupakan dan
menyamakan Allah layaknya Manusia, bahkan menolak sifat-sifat
Allah, seperti sifat wajib, jaiz dan mustahil Allah sekalipun.33
c. Karakter Aliran Mu’tzilah
Aliran Mu‟tazilah dapat dikatergorikan dalam beberapa
kecenderungan, Mu‟tazilah pada masa sahabat muncul sebagai kelompok

28
Ibid., hlm. 12-13. Bandingkan dengan Abdul Qadir Muhammad, 2018, Biografi Abul Hasan al-
Asy’ari, diterjemahkan oleh Tatam Wijaya, t.tt. Qaf Media, hlm. 39.
29
Ahmad Lahmi, 2015, ‚al-Mihnah dalam Dinasti Abbasiyah Khalifah al-Ma’mun‛ dalam Jurnal
Saintifika Islamica, Vol. 2, No. , hlm. 116.
30
Budhy Munawwar, Ensiklopedia Nurcholish Madjid..., Juz II, hlm. 1218.
31
Jumal Ahmad, ‚Muktazilah: Penamaan, Sejarah dan Lima Prinsip‛ dalam Makalah Islamic
Thought..., hlm. 15.
32
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khwarij ke Buya Hamka hingga
Hasan Hanafi..., hlm. 81.
33
Jumal Ahmad, ‚Muktazilah: Penamaan, Sejarah dan Lima Prinsip‛ dalam Makalah Islamic
Thought..., hlm. 16. Lihat juga M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari
Khwarij ke Buya Hamka hingga Hasan Hanafi..., hlm. 77.
yang berada di tengah-tengah polemik negara saat terjadinya arbitrase
pada Ali bin Abi Tholib. Kemudian sebagai teologi murni, walapun pada
perkembangannya menjadi nafas revolusi Abbasiyah.
Dalam menetapkan sebuah akidah, menurut Abu Zahrah. Bahwa
Mu‟tazilah menggunakan premis-premis logika dalam menetapkan sebuah
aqidah, dalam beberapa hal Mu‟tazilah menolak sesuatu yang tidak sesuai
dengan akal.34
Kecenderungan logika sangat mempengaruhi dalam menetapkan
sebuah akidah teolog. Dapat dikategorikan sebagai kaum rasionalis.
4. Aliran Jabariyah
Jabariyah secara etimologi berasal dari kata padanan jabara
bermakna memaksa. Jabara memiliki arti kata memaksa dan
mengharuskan melakukan sesuatu.35 Secara terminologi, berarti menolak
adanya upaya yang dilakukan oleh manusia dalam melakukan sesuatu,
melainkan semuanya disandarkan kepada Allah.36
Terdapat dua pengertian Jabariyah. Pertama, Jabariyah murni,
menolak adanya perbuatan dari manusia, beranggapan bahwa manusia
tidak memiliki daya dan upaya untuk berbuat sesuatu. Kedua, Jabariyah
Moderat, mengakui adanya perbuatan manusia yang dinamakan kasab,
sedangkan untuk perbuata baik-buruk merupakan ciptaan Tuhan.37
a. Sejarah Jabariyah
Embrio pemikiran Jabariyah sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi
dalam benak beberapa sahabt Nabi, diceritakan saat beberapa sahabat Nabi
sedang membicarakan masalah qadar. Nabi marah seraya bersabda, “untuk
inikah kalian diperintahkan? Umat sebelum kalian binasa karena mereka
berbuat seperti kamu ini, saling mempertentangkan ayat dengan ayat yang
lain, perhatikan apa yang diperintah jalankan, apa yang dilarang jauhilah!”

34
Jumal Ahmad, ‚Muktazilah: Penamaan, Sejarah dan Lima Prinsip‛ dalam Makalah Islamic
Thought..., hlm. 17.
35
Luwis Ma’luf, 1998, al-Munjid fi> Lughah wa al-A’lam, Beirut: Da>r al-Mashriq, hlm. 78.
36
Rochimah, Ilmu Kalam..., hlm. 108
37
Al-Shah}rasta>ni, Aliran-Aliran Teologi dalam Sejarah Umat Manusia..., Juz I, hlm. 71.
hardik Nabi kepada Sahabat.38 Nabi suatu saat memberikan keterangan
bahwa dari umatnya kelak akan ada kaum yang berkata “semuanya qadha
dan qadar Allah”, demikian Nabi mengibaratkan sebagai kaum Majusi.39
Paham ini muncul sudah muncul di kalangan Arab lama sebelum
Islam datang, asumsi tidak berlebihan jika kita memahami bangsa Arab
yang dipengaruhi dengan gurun pasir Sahara, dengan panasnya terik
matahari, air yang sedikit ditemukan, udara yang kering, sedikit tumbuhan
yang dapat tumbuh subur. Dengan alam ganas dan alam yang indah
demikian, hanya kepada Dzat pengasih dan penyanyang penduduk
setempat berharap. Kesunyian berupa keagungan dan kepasrahan diri
menjadi satu, sehingga tiada hal yang dapat dilakukan oleh manusia
kecuali kehendak Tuhan.
Aliran Jabariyah dapat tertanam dan berkembang cepat karena
kondisi sosio lokalitas saat itu. Terdapat ayat Alquran yang turun di
tengah-tengah mereka, Qs Surah al-An‟am 6:111.40
‫َ َ ن َ َّن َ َ َّن ن َ ٓ َ ن ُ ن َ َ َٰٓ َ َ َ َ َّن َ ُ ُ ن َ ن َ ٰى َ َ َ ن َ َ َ ن ن ُ َّن‬
‫ُك َ ن‬
‫َش ٖء‬ ‫۞ولْ أجَ ٍزۡل َِل ِّى لً هِم وَكًّى لًْ و ِشٍ عوي ِّى‬

َ ُ ‫ُ ُ ٗ َّن َ ُ ْ ُ ن ُ ٓ ْ َّن ٓ َ َ َ ٓ َ َّن ُ َ َ ٰى َّن َ ن َ َ ُ َ ن‬


١١١ ‫َثِ نى َي َّوْن‬ ِ ‫ق َل ي َكٍْا َِلؤيَِْا َِّل أن يش ء ٱ ول‬
‫لٌ أ ك‬

“Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan


orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan
Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka,
niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah
menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”
Juga pada surah Qs al-S{a>ffa>t 37:96.
َ ُ َ ُ َ َ َ ُ ‫َ َّن‬
٩٦ ‫ٱ ٱوقل نى َو َي ت نع ًَوْن‬ ‫و‬

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang


kamu perbuat itu"

38
Rochimah, Ilmu Kalam..., hlm. 109.
39
Ibid.
40
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khwarij ke Buya Hamka hingga
Hasan Hanafi..., hlm. 67.
Ayat ini seakan mendukung paham aliran ini, bahwa Allah yang
dapat berbuat sesuatu, sedangkan kita sebagai pemeran drama kehidupan
ini.
Tokoh aliran Jabariyah diantaranya, al-Ja‟d bin Dirham, Jahm bin
Safwan.41
b. Pokok Aliran Jabariyah
1. Manusia mengerjakan sesuatu dalam keadaan terpaksa, karena pada
hakikatnya adalah Allah yang dapat berbuat semaunya.
2. Perbuatan manusia baik-buruknya merupakan kehendak Allah,
perbuatan yang bersifat responsif adalah tiada pelakunya. Karena
makhluk tidak dapat berbuat sekehendaknya.
3. Allah tidak dapat dilihat walaupun di akhirat, Manusia juga kekal baik
di surga atau neraka, sedangkan surga dan neraka akan fana. Demikian
menurut Jahm bin Safwan.42
4. Manusia ibaratkan pohon yang berbuah sendiri, air yang mengalir
dengan sendirinya,Matahari yang terbit dan terbenam.
c. Karakter Aliran Jabariyah
Karakter paham Jabariyah sama sepereti fatalisme, bahwa semua
perbuatan adalah berasal dari keterpaksaan. Agaknya kecenderungannya
sama halnya dengan paham Murji‟ah, berdasarkan teks ayat tanpa
memahami ajaran Nabi secara holistik. Sehingga paham Jabariyah ini,
menggambarkan kepasrahan diri yang sangat berlebihan.
5. Aliran Qadariyah
Qadariyah berasal dari padanan kata qadara secara etimologi berarti
kemampuan atau kekuatan.43 Secara terminologi bahwa paham yang
menganggap bahwa setiap perbuatan manusia tidak diintervensi oleh
Allah. Sedangkan menurut Harun Nasution, bahwa Qadariyah yang

41
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khwarij ke Buya Hamka hingga
Hasan Hanafi..., hlm. 68-70.
42
Rochimah, Ilmu Kalam..., hlm. 112-113.
43
Luwis Ma’luf, al-Munjid fi> Lughah wa al-A’lam..., hlm. 436.
dimaksud adalah manusia memiliki kemampuan untuk melakukan
kehendaknya, bukan malah manusia tunduk atas qadha dan qadhar Allah.44
a. Sejarah Aliran Qadariyah
Munculnya aliran Qadariyah dikenalkan oleh Ma‟bad al-Juhani,
seorang Tabi‟in dan temannya Ghailan al-Dimasqi, keduanya
mendapatkan paham ini dari seorang lelaki Kristen yang masuk Islam di
Irak. Ma‟bad merupakan ahli hadist dan ahli tafsir berasal dari keturunan
orang Majusi Bashrah. Kemudian dianggap sesat, karena dianggap
pendapat-pendapatnya sesat.
Sedangkan Ghailan al-Dimasqi menyebarkan paham ini di
Damaskus, tantangan dari sang khalifah Umar bin Abdul Aziz dialamatkan
kepadanya. Sampai sepeninggal Umar bin Abdul Aziz, Hisyam bin Abdul
Malik mengajukan perdebatan yang alot, sebelum diberi hukuman mati.45
Paham Qadariyah mendapatkan banyak tantangan di kalangan
Bangsa Arab, karena lebih subur aliran Jabariyah daripada Qadariyah di
tanah Arab. Kepentingan rezim Damaskus juga sangat mempengaruh
untuk membungkam paham ini, Qadariyah akan menanamkan masyarakat
yang berani mengkritik pranata sosial yang mampan.
Beberapa dalil memerkuat paham ini, surah Qs al-Kahf 18:29.
َ ‫َ َ َ ٓ َ َ ن َ ن ُ ن َّن ٓ َ ن َ ن‬ ‫َ ٓ َن ن‬ َ ُ َ ‫َوقُن ن‬
‫ٱ ُّي‬
ٍ‫ ِج أخ د‬ٞۚ ‫يٌِ َّن ّبِل نىۖۡ ف ًٌَ ش َء فو ُيؤيٌِ ويٌ ش ء فويل ل‬ ِ
‫ن‬ ‫ن‬ ٓ ْ ُ َ ْ ُ ُ َ َ ‫َّن‬
‫ ن ي َ نص َ ِييْا ُح اْا ب ِ ًَ ٖء َ ل ًُ نّ ِن يَشِْي‬ٞۚ َّ ‫ل ِولٰىو ِ ًِ َ ٍ ً ا أ َ َا ب ِ ِّ نى ُ َ ااِق‬

ًََ ‫ٓ ن‬
٢٩ ‫اب َو َش َءت ُم نلت ق‬ َ ‫ ب نئ َس َّن‬ٞۚ َ‫ل ن ُْ ُجْه‬
ُ ‫لِش‬
ِ

“Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu;


maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman,
dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir".
Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu
neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka
meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air

44
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khwarij ke Buya Hamka hingga
Hasan Hanafi..., hlm. 57-58.
45
Rochimah, Ilmu Kalam..., hlm. 122.
seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah
minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling
jelek”
Sama halnya dengan surah Qs Fus}s}ilat 40:41
َ ٌ‫َ ن‬ َ ‫َّن َّن َ ُ ن ُ َ ٓ َ َ ٰى َ َ َ ن َ ن َ َ َ ن َ ٓ َ َ َ ُ ن‬
‫ۡلَّن ِ ٱۡي أم‬ ‫ٰى‬
‫ٱ ٌ و ِ دون ِِف ءاي َِ َّل َي ْن عويَ ۗٓ أفًٌ وَق ِِف‬ ِ ‫ِن‬

َ ُ َ ‫َّن َ ن ٓ َ ٗ َ ن َ ن َ ٰى َ ن َ ُ ْ َ ن ُ ن َّن ُ َ َ ن‬
ٌ ‫ْن بَ ِص‬
٤٠ ‫ۡي‬ ‫يٌ أ ِِت ءايَِ ْم ه ِق ً ِ خًوْا ي شِئ ى ٍُِۥ بًِ تعًو‬

“Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami,


mereka tidak tersembunyi dari Kami. Maka apakah orang-orang yang
dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah orang-orang yang
datang dengan aman sentosa pada hari Kiamat? Perbuatlah apa yang
kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan”

b. Pokok Aliran Qadariyah


1. Manusia merdeka dalam setiap perbuatan. Baik buruknya perbuatan
manusia tergantung manusia, tapi berdasarkan kemampuan dan
usahanya sendiri.46
2. Allah tidak memiliki sifat
3. Iman merupakan hak setiap manusia bukan dominasi kaum Quraisy.47
4. Takdir dianggap sebagai nasib yang telah ditentukan sejak zaman
azali. Takdir yang dimaksud adalah bersifat alamiah. Seperti manusia
tidak akan tercipta dengan sisip ikan, ikan tercipta hidup di laut.48
c. Karakter Aliran Qadariyah
Pokok aliran ini mencerminkan bahwa manusia adalah makhluk
segalanya. Rasionalitas pendapat agaknya mencenderungi paham ini.
6. Aliran al-Ash’ari

Golongan al-Ash’ariyah, berasal dari kata al-Ash’ari yang


merupakan kata yg disandarkan kepada Abu Hasan al- Ash‟ari.49 Secara

46
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khwarij ke Buya Hamka hingga
Hasan Hanafi..., hlm. 61.
47
Rochimah, Ilmu Kalam..., hlm. 125.
48
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khwarij ke Buya Hamka hingga
Hasan Hanafi..., hlm. 60-61. Lihat juga Rochimah, Ilmu Kalam..., hlm. 125.
terminologi dapat dipahami bahwa Paham al-Ash‟ari berusaha untuk
menyeimbangkan porsi antara Akal dan Naql, yakni dalam teologi al-
Asy‟ari selain menggunakan argument tekstual berupa teks-teks suci dari
al-Qur‟an dan al-Sunnah, juga menggunakan argument rasional berupa
mantik atau logika Aristoteles.50

a. Biografi Abul Hasan al-Ash’ari

Nama asli beliau Adalah Ali ibn Ismail ibn Abi Basya, namun dalam
pendapat yang lain di sebutkan nama asli beliau Ishaq ibn Salim ibn Ismail
ibn Abdullah ibn Musa ibn Bilal ibn Abi Burdah ibn Abi Musa.51
Mengenai tahun kelahiran beliau, ulama berbeda pendapat. Menurut ibnu
Khalilkan berpendapat bahwa al-Ash‟ari lahir pada tahun 260 H / 873 M
atau 270 H / 883 M dan wafat di Bagdad pada tahun 324 H52 atau 330 H
dimakamkan diantara Karkh dan Bab al-Basrah.53 Beliau merupakan
keturunan dari sahabat Abu Musa al-Ash‟ari, Seorang sahabat Nabi yang
menjadi wakil dari Ali bin Abi Thalib dalam Peristiwa Arbitrase.54

al-Ash‟ari Lahir dan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang


menganut faham Ahli Sunnah wal Jamaah. Hal ini terbukti, Bahwa
Ayahnya Ismail merupakan seorang ulama ahli hadis yang menganut
faham Ahli Sunah Wal Jamaah, ketika menjelang wafatnya beliau
menitipkan al-Ash‟ari kepada al-Imam al-Hafizh Zakariya al-Saji, seorang
pakar Hadits dan pakar fiqih madzhab al-Shafi‟i.55 Namun setelah al-
Ash‟ari berumur sepuluh tahun, ibunya menikah dengan Abu Ali al-
Jubba‟i, seorang tokoh Mu‟tazilah terkemuka di Basrah, sehingga sejak

49
Abdul Qadir muhammad al-Husain, 2018, Imam Ahl al-Haqq Abu al-Hasan al-Asy’ari,
diterjemahkan oleh M. Tatam Wijaya, t.t. PT Qaf, hlm. 64.
50
Supriadin, 2014, ‚al-Asy’ariyah (Sejarah, Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Doktrin-doktrin
Teologinya)‛, dalam Jurnal Sulesana, Volume 9, Nomor 2, hlm.61.
51
Abdul Qadir muhammad al-Husain, Imam Ahl al-Haqq Abu..., hlm. 19.
52
Yunan yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam..., hlm. 89.
53
Rokimah dkk, 2014, Ilmu Kalam ,Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, hlm. 131.
54
Yunan yusuf, Alampikiran Islam .., hlm. 88.
55
Rokimah dkk, Ilmu Kalam..., hlm. 131
saat itu beliau menekuni akidah Mu‟tazilah kepada ayah tirinya.56 sehingga
dalam kurun waktu kurang lebih 40 tahun al-Ash‟ari mengeluti dan
menekuni pemahaman-pemahaman Mu‟tazilah dan menjadi pakar
terkemuka di kalangan Mu‟tazilah.57 Sehingga tidak jarang al-Ash‟ari
mewakili Abu Ali al-Jubba‟i dalam forum perdebatan dengan kelompok
luar Mu‟tazilah.

b. Sejarah al-Ash’ariyah

Adapun proses konversi al-Ash‟ari dari paham Mu‟tazilah ke paham


Ahlu Sunnah wa al-Jama‟ah, menurut sejarah sebagaimana dikutip oleh
Muhammad Idrus Ramli yang disampaikan oleh para ulama seperti al-
Hafizh bin „Asakir al-Dimasyqi, Syamsudin bin Khalilkan, al-Imam
Tajuddin al-Subki dan lain-lain, setidakya terdapat dua hal yang
melatarbelakangi konversi al-Ash‟ari dari paham Mu‟tazilah ke paham
Ahlu Sunnah wa al-Jama‟.

Pertama, ketidak puasan al-Ash‟ari terhadap ideologi Mu‟tazilah


yang selalu mendahulukan akal tetapi tidak jarang menemukan kebuntuan
dan mudah dipatahkan dengan argumentasi akal yang sama.58

Al-Subki dan Ibnu Khalkan berpendapat bahwa dalam rangka


mempersiapkan diri untuk menjawab pemikiran aliran Mu‟tazilah, al-
Asy‟ari untuk sementara mengurung diri di rumahnya selama 15 hari,
merenung dan mencoba membanding bandingkan dalil-dalil kedua
kelompok aliran yang bertentangan (Mu‟tazilah dan ulama Sunni).
Kemudian ia keluar menemui masyarakat dan mengundang mereka untuk
berkumpul. Selanjutnya, pada suatu hari jumat di Bashrah ia naik mimbar
dan berkata,”Barang siapa yang telah mengenalku, maka sebenarnya dia
telah mengenalku. Dan barang siapa yang belum mengenalku, maka kini
saya memperkenalkan diri. Saya adalah fulan ibnu fulan. Saya pernah

56
Ibid. hlm. 132.
57
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam.., hlm. 89.
58
Rokimah dkk, Ilmu Kalam..., hlm. 132.
mengatakan bahwa Alquran adalah makhluk, bahwa Allah tidak terlihat
oleh indra penglihatan kelak pada hari kiamat, dan bahwa perbuatan-
perbuatan saya yang tidak baik, saya sendirilah yang melakukannya. Kini
saya bertobat dari pendapat seperti itu, serta siap sedia untuk menolak
pendapat Mu‟tazilah, dan mengungkap kelemahan mereka. Selama
beberapa hari ini saya telah menghilang dari hadapan anda sekalian,
karena saya sedang berpikir. Menurut pendapat saya, dalil-dalil kedua
kelompok itu seimbang. Kemudian saya memohon petunjuk kepada Allah,
maka Allah memberikan petunjuk kepada saya untuk meyakini apa yang
tertera dalam kitab-kitab saya. Saya akan melepaskan apa yang pernah
saya percayai, sebagaimana saya menanggalkan baju ini”.59

Selain hal tersebut, berdasarkan pendapat al-Syahrastani,


perdebatan-perdebatan dan dialog yang sering terjadi antara al-Ash‟ari
dengan gurunya tidak bisa dilepas dalam rangka menginterpretasi sebab
peralihannya itu. suatu dialog menarik antara al-Ash‟ari dan gurunya Abu
Ali al-jubbai ialah :

al-Ash‟ari : “Bagaimana pendapatmu tentang nasib tiga orang yang


meninggal dunia, satu orang mukmin, satunya orang kafir dan satunya
anak kecil?”

al-Jubbai : “yang mukmin akan memperoleh derajat yang tinggi


(surga), yang kafir akan mendapatkan siksaan dan celaka (neraka), dan
anak kecil akan selamat dari siksaan dan celaka (Neraka).”

al-Ash‟ari : “Mungkinkah anak kecil tersebut meminta derajat yang


tinggi kepada Allah?”

al-Jubbai : “Tidak mungkin, karena Allah akan berkata kepada anak


itu,” orang mukmin itu memperoleh derajat yang tinggi karena amalnya,

59
Nukman Abbas, al-Asy’ari: Misteri Perbuatan Manusia dan Takdir Tuhan , hlm. 108, dikutip
dari Supriadin, 2014, ‚al-Asy’ariyah (Sejarah, Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Doktrin-doktrin
Teologinya)‛ , Jurnal Sulesana, Volume 9, Nomor 2, hlm. 64.
sedangkan kamu belum sempat beramal. Jadi kamu tidak bisa meperoleh
derajat itu.”

al-Ash‟ari : “Bagaimana kalau anak kecil itu menggugat kepada


Allah dengan berkata , “Tuhan, demikian itu bukan salahku. Andaikan aku
Engkau beri umur panjang, tentu aku akan beramal seperti orang mukmin
itu.”

al-Jubbai : “Tidak bisa, Allah akan menjawab, “Bukan begitu, justru


aku telah mengetahui , bahwa apabila kamu diberikan umur panjang ,
maka kamu akan durhaka, sehingga kamu nantinya kamu akan disiksa.
Oleh karena itu, demi masa depanmu, aku matikan kamu sewaktu masih
kecil, sebelum kamu menginjak usia taklif. ”

al-Ash‟ari : “Bagaiman seandainya orang kafir itu menggugat


kepada Allah dengan berkata, “Tuhan , Engkau telah mengetahui masa
depan anak kecil itu dan juga masa depanku. Tapi mengapa Engkau tidak
memperhatikan masa depanku, dengan mematikan aku sewaktu masih
kecil dulu, sehingga aku tergolong orang yang selamat seperti anak kecil
itu, dan mengapa Engkau biarkan aku hidup hingga dewasa sehingga aku
menjadi orang kafir dan akhirny aku disiksa seperti sekarang ini?”

Mendengar pertanyaan al-Ash‟ari ini, al-Jubbai menghadapi jalan


buntu dan tidak mampu memberikan jawaban. al-Jubbai, hanya berkata :
“kamu hanya bermaksud merusak keyakinan yang telah ada.”

al-Ash‟ari : “Aku tidak bermaksud merusak keyakinan yang selama


ini anda yakini. Akan tetapi, guru tidak bisa menjawab pertanyaanku.”60

Ibnul ‟Imad al-Hanbali Mengomentari hal ini, dan berkata :


“perdebatan ini menunjukkan bahwa Allah memberikan rahmat-Nya

60
Muhammad idrus Ramli, 2009, Madzhab al-Asy’ari : benarkah Ahlus Sunah Wa al-Jama’ah?
Jawaban terhadap Aliran Salafi, Surabaya : Khalista, hlm. 21. Dikutip dari Rokimah dkk, Ilmu
Kalam..., hlm. 133.
kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan menimpakan azab bagi siapa
saja yang Dia kehendaki”61

Bagi Mu‟tazilah, anak kecil tersebut tidak akan mengajukan protes


kepada Allah, karena hal tersebut sudah merupakan suatu keadilan
baginya, bahwa tempat yang cocok untuknya memang di sana. Kalau
Tuhan menempatkan anak kecil sederajat dengan tempat orang yang
taqwa, tentu dia sendiri akan merasakan bahwa Tuhan sudah tidak adil lagi
terhadap dirinya. Sebab, tempatnya memang bukanlah seharusnya
sederajat dengan orang-orang yang taqwa. Di alam akhirat, menurut
Mu‟tazilah, tidak ada lagi perdebatan tentang keadilan Tuhan. Di sana,
manusia sudah mendapati al-Wa'ad wa al-Wa‟id. Dia sudah menepati janji.
Yang taqwa mendapat sorga, yang kafir mendapat neraka, dan jika di sana
terdapat yang meninggal dunia dalam keadaan masih kecil, baik anak-anak
orang mukmin atau kafir, maka bagi mereka tidak ada alasan untuk
disiksa, karena Tuhan Maha Suci dari penganiayaan.62

Kedua, kegersangan teologi yang moderat pada saat itu. Pasca


peristiwa mihna, Islam seakan agama yang closed minded, pembunuhan
sebagai perbuatan legal demi penguatan rezim dengan teologi tertentu
seperti Mu‟tazilah. Betapa mirisnya kondisi Islam saat itu, harga nyawa
tidak berarti dalam Islam. Dapat dipahami jika al-Ash‟ari melakukan
pengasingan diri demi mendapatkan hidayah Allah, supaya dapat
memberikan oase untuk peradaban Islam saat itu.

Saat al-Ash‟ari meninggalkan teologi Mu‟tazilah semakin merosot


pamornya. Ruang sangat terbuka dengan usaha al-Ash‟ari untuk
menawarkan konsep berfikir yang terbuka dan moderat. Tentu oknum

61
Abu>l Hasan al-Asy’ari,> al-Ibanah `an Us}ul ad-Diyanah, hlm. 19-20. Harun Nasution, Teologi
Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,h, 66-67. dikutip dari Supriadin, 2014, ‚al-
Asy’ariyah (Sejarah, Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Doktrin-doktrin Teologinya)‛ , Jurnal
Sulesana, Volume 9, Nomor 2, hlm. 65.
62
A. Mahmud Subhi, 1982, Fi> ‘Ilm al-Kala>m, Iskandiyah: t.p. Juz II, hlm.159. dikutip dari
Supriadin, 2014, ‚al-Asy’ariyah (Sejarah, Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Doktrin-doktrin
Teologinya)‛, Jurnal Sulesana, Volume 9, Nomor 2, hlm. 65.
yang telah lama tidak sepakat dengan al-Mu‟tazilah memiliki ruang untuk
ikut bersuara dan mendemonstrasikan tawaran teologi al-Ashari.63
Dorongan humanisme dan semangat beragama yang rahmah menjadi
sebuah alasan untuk memunculkan teologi baru. Dengan demikian al-
Ash‟ari resmi sebagai julukan bagi yang mengikuti grand desaign of
Ash’ari thought.

c. Pokok Aliran al-Ash’ari


1. Akidah al-Ash‟ariyah tentang Allah dan Rasulallah ada 50 sifat, terdiri
dari dua puluh sifat Wajib Allah, dua puluh sifat Mustahil, satu sifat
jaiz Allah. Ditambah dengan dua puluh sifat wajib Rasul, dua puluh
sifat mustahil Rasul, dan satu sifat jaiz Allah.64
2. Ash‟ari berpendapat, bahwa Allah yang menciptakan perbuatan-
perbuatan manusia, sedangkan timbulnya perbuatan berasal dari
perantara daya yang diciptakan, sehingga manusia yang sebenarnya
tempat bagi kehendak Allah. Terdapat dua kategori ditawarkan,
pertama adalah perbuatan involunter (di luar pengawasan atau
kemauan) dan perbuatan manusia kasb, perumpamaan sederhana
seperti seseorang yang berjalan sendiri dengan kemauannya sendiri, ia
berjaln tanpa ada paksaan, demikian perbuatan manusia kasb. Manusia
akan menggigil karena demam, contoh dari involunter. Kedua
perbuatan juga merupakan ciptaan Tuhan.65
d. Karakter al-Ash’ariyah
Kerangka berfikir al-Ash‟ari menggunakan berbagai sudut pandang,
bukan sekadar nalar rasio yang digunakan, pemahaman ayat ahkam secara
tekstualis diimbangi dengan mempertimbangkan sosio historis dan sosio
kultural. Kombinasi antara nash dan nalar beriringan sama, al-Ash‟ari
berposisi di tengah-tengah antara golongan rasionalis dan golongan
teksualis.

63
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam.., hlm. 92.
64
Abdul Qadir muhammad al-Husain, Imam Ahl al-Haqq Abu .., hlm. 21.
65
Rokimah dkk, Ilmu Kalam..., hlm. 143.
Cara pendekatan al-Ash‟ari dalam memahami dogma agama bukan
hanya sekadar melalui tekstualis, dan rasionalis. Demikian aliran yang
dapat dipahami oleh mayoritas umat Muslim.66
C. Metodologi Teologi Islam Moderat
Beberapa hal yang perlu dipahami untuk dapat menghasilkan sebuah
dogma teologis Islam Moderat, diantaranya adalah.
1. Moderat dan berimbang, saat terjadi ketimpangan pranata sosial
maupun agama.67
2. Memahami ajaran agama dengan secara holistik bukan parsial,
tekstual dan kontekstual. Supaya tidak terbawa pada pemahaman
yang dangkal saat tekstual, begitu juga tidak terlalu ekstrem saat
rasionalitas diunggulkan dan menafikan teks agama. Bersikap wajar
juga menjadi penting dalam segala aspek kehidupan.
3. Rasio dan teks agama tidak akan bertentangan. Teologi seharusnya
bukan fokus akidah saja, tapi harus disinergihkan dengan disiplin
ilmu lainnya.

66
Rokimah dkk, Ilmu Kalam..., hlm. 138.
67
Abdul Qadir muhammad al-Husain, Imam Ahl al-Haqq Abu ..., hlm. 98.

Anda mungkin juga menyukai