Anda di halaman 1dari 3

IDENTITAS

Program sajian : Konteks

Pokok Bahasan : 3.3. Pengembangan Pola Hidup Kristiani

Sub Pokok Bahasan : 3.3.1. Pola Hidup Sederhana, Kearifan Lokal

Bahan Bacaan : Efesus 5:15 dan Markus 7:3-13

Jenis /sub Jenjang : Remaja /Remaja 1

Semester : Ganjil

Waktu Penyajian : 90 menit

Tujuan Umum Penyajian ( TUP )

Setelah proses penyajian peserta didik diharapkan memiliki kemampuan : Memahami Pola Hidup
Kristiani

Tujuan Khusus Penyajian ( TKP )

Setelah Proses Penyajian Peserta Didik diharapkan memiliki kemampuan :

Dapat menyebutkan pengertian dan tujuan pola hidup yang bermakna.

Dapat menjelaskan hidup sederhana dalam kaitan dengan kearifan lokal.

Dapat menjelaskan hubungan hidup sederhana dengan iman Kristen.

Uraian Materi

Pengertian Pola Hidup Sederhana yang Bermakna

Kata pola berarti bentuk atau gambaran dan kata sederhana berarti secukupnya. Dari pengertian di atas
maka dapat disimpulkan bahwa pola hidup sederhana sangat berkaitan dengan bentuk atau gaya hidup
yang secukupnya atau apa adanya. Hidup dalam kesederhanaan bukan berarti tidak memakai perhiasan,
pakaian, dan fasilitas lain yang baik, namun hidup dengan berpenampilan baik untuk menjadi berkat.
Sesungguhnya, kesederhanaan dimulai dari sikap hati, yaitu sikap hati tidak mencari hormat atau
penilaian manusia. Orang yang memiliki sikap hati yang sederhana tidak pernah merasa dirinya berharga
dengan fasilitasyang ada padanya.
Pola Hidup Sederhana dengan Kearifan Lokal

Remaja adalah masa pembentukan identitas. Artinya pada masa inilah terjadi proses pencarian dan
pemantapan sifat serta kebiasaan yang akan menjadi ciri khas seseorang yang dipertahankan. Tidak
heran bila pada masa ini remaja mulai mempertanyakan kondisi lingkungan. Hal lain juga ialah banyak
remaja terlibat dalam hal-hal yang salah seperti; kecanduan narkoba, seks bebas, pola hidup konsumtif
karena memang pengaruh dari teman sebaya yang mengatakan “tidak gaul”, “ketinggalan zaman”. Hal
ini merupakan pengaruh yang menyesatkan. Namun banyak remaja tidak sanggup menangkal pengaruh
semacam ini karena memang tidak memiliki karakter yang kuat. Karena itu, banyak orang mengeluhkan
akan kehidupannya yang serba kekurangan. Di era globalisasi dan keterbukaan informasi ini, tidak
mudah bagi kita untuk menahan diri dari gaya hidup yang semuanya serba menggunakan uang. Karena
itu, banyak orang terpuruk dan mengalami kebangkrutan disebabkan mengikuti trend gaya hidup
modern, agar dianggap anak gaul modern.

Dalam hubungan dengan hidup sederhana maka kearifan lokal sangat penting. Dimana kebiasaan-
kebiasaan positif yang bernuansa melindungi dan melestarikan lingkungan hidup yang dapat dilakukan
secara individual atau kelompok masyarakat di daerah tertentu yang bersifat lokal itu diperlukan (Efesus
5:15). Karena sebagai generasi muda yang percaya kepada Tuhan telah menerima terang maka orang
percaya harus berjalan sesuai terang itu. Hidup sesuai terang berarti seperti orang arif dan bukan seperti
orang bebal yaitu memanfaatkan waktu semaksimal mungkin bagi kemuliaan Tuhan. Bersenang-senang
dahulu, bersakit-sakit kemudian. Tetapi baiklah menjadi generasi muda yang bekerja keras sesuai waktu,
membelanjakan uang untuk kebutuhan hidup, bukan untuk gaya hidup dan mempersiapkan tabungan
masa depan. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Dalam konteks kemajemukan di Maluku, realitas orang Maluku memiliki kearifan lokal sebagai modal
sosial yang dapat mempersatukan orang Maluku, ketika menghadapi persoalan dan tantangan bersama.
Kearifan lokal dimaksud baik dalam bentuk “institusi” seperti Pela - Gandong, Siwalima, maupun dalam
bentuk ungkapan-ungkapan seperti “Ale rasa beta rasa ” (anda rasa saya rasa, artinya ketika anda
merasakan dan mengalami sesuatu, baik senang maupun susah, saya juga merasakan hal tersebut),
“Sagu salempeng dipatah dua ” (sagu satu buah dibagi dua), “Potong di kuku rasa di daging ” (potong di
kuku rasa di daging, artinya seseorang mengalami susah atau sakit, orang lain merasakannya juga),
“Manggurebe maju” (berlomba untuk maju), dan sebagainya. Berbagai kearifan lokal ini melekat dalam
kehidupan orang Maluku dan merupakan suatu keniscayaan sosial, bersifat kodrati dan tak dapat
disangkal karena lahir dari sebuah proses sejarah bersama yang panjang sebagai penemuan jati diri
orang Maluku yang mendasar. Realitas kemajemukan masyarakat Maluku ini, menegaskan perlu adanya
penghargaan terhadap keanekaragaman tersebut.

Hubungan Hidup Sederhana dengan Iman Kristen

Hidup sederhana adalah dua kata yang mudah diucapkan tapi terkadang sulit diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari apalagi ketika umat Kristiani diperhadapkan dengan hari raya besar seperti
pengucapan syukur. Atau juga karena pengaruh lingkungan yang cenderung memaksakan diri untuk
menyediakan berbagai hal, sementara dalam keluarga sendiri sementara terjadi kekurangan finansial.
Keadaan ini tentu akan menimbulkan masalah dan kesusahan di kemudian hari karena tindakan hidup
yang konsumtif, tak terkendali dan boros. Pola hidup seperti ini tidak akan membawa rasa sukacita
karena apa yang didapat akan habis dalam waktu yang cepat dan tidak membawa dampak positif.
Menerapkan pola hidup sederhana merupakan salah satu bentuk pengelolaan berkat Tuhan, yaitu tidak
hidup berlebihan, tidak boros, tidak berfoya-foya, dan hidup sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan.

Hidup sederhana berarti melihat hidup dari perspektif yang lebih luas dan bernilai kekekalan. Artinya
kita memandang hidup dari perspektif Tuhan dan kepentingan-Nya. Kita memikirkan bukan saja
kebutuhan pribadi dan keluarga, kita pun memikirkan kebutuhan orang di sekitar kita. Kita tahu bahwa
semua yang dimiliki adalah pemberian Tuhan untuk digunakan sesuai kehendak-Nya.

Sejak kekristenan mulai hadir dan bertumbuh, tujuan adalah untuk membantu menumbuhkan konteks
agar iman bisa bertumbuh, dihayati dan ditopang. Bukan berarti apabila kita belajar agama Kristen,
maka kita akan memiliki iman. Dalam perspektif kristiani, pada dasarnya iman berasal dan ditumbuhkan
serta dianugerahkan oleh Tuhan sendiri. Rasul Paulus mengungkapkan keyakinannya tentang iman
Kristen dalam Kitab Efesus bahwa iman adalah karunia dan digerakkan oleh Tuhan, bukan karena usaha
maupun kepandaian para pengajar. Memang proses belajar mengajar tidak otomatis dan tidak berarti
dapat secara langsung menyebabkan tumbuhnya iman seperti analogi orang makan obat yang bias
langsung sembuh. Iman adalah pemberian Allah. Iman bertumbuh karena adanya respons atau
tanggapan terhadap karunia Tuhan. Iman menjadi nyata dan efektif karena karya Roh Kudus dalam hati
dan kehidupan manusia. Iman memiliki tiga ranah penting yaitu sebagai suatu keyakinan, sebagai
tindakan mempercayai dan sebagai tindakan atau perbuatan.

Anda mungkin juga menyukai