Anda di halaman 1dari 1

C.

KEPERCAYAAN KEPADA TETE NENE MOYANG (LELUHUR) DAN MAKHLUK GAIB

Masyarakat kepulauan Maluku merupakan masyrakat yang memiliki agama, yaitu agama
Islam, Kristen, Hindu Buddha (agama Samawi) yang disebut juga dengan agama modern. Walaupun
masyarakat Maluku sudah memiliki dan mengalami agama modern, mereka tetap memiliki
keterikatan dengan paham-paham agama local (agama suku)nya masing-masing. Dalam keterkaitan
ini mereka masih mempertahankan kedudukan Tete Nene Moyang dalam agama modern ini. Bahkan
yang masih menonjodol dari hal ini adalah orang Maluku dan generasinya tidak dapat dilepas-
pisahkan keberadaannya dengan leluhur (Tete Nene Moyang) mereka.

Kepercayaan asli berupa agama suku dimiliki masing-masing masyarakat kepulauan, dimana
Tete Nene Moyang berperan penting (sentral) di dalamnya. Pusat dari pada agama suku sendiri
ialah, roh Tete Nene Moyang melalui upacara-upacara yang di tunjukan kepada leluhur mereka
untuk meminta Keamanan, kesuburan tanah bahkan kesejahteraan hidup.

Mario Lawalata dalam tulisanya (2012) menjelaskan bahwa Upu diartikan sebagai Tuhan,
tuan, bapak atau orang yang dimuliakan atau orang yang dihormati. Berdasarkan pada identitas
masyarakat Maluku, kata Upu cukup beragam di gunakan, seperti Upu Lanite, Up Lera, Upu Ume,
Duad Lervuan, Ratu, dll. Dalam keberadaannya di dunia Upu dipandang sebagai Tuhan dan serentak
Leluhur yang melahirkan manusia pertama. Dalam pandangan kosmologi, Upu Lanite digambarkan
sebagai “laki-laki” (Tuan atau Tuhan langit) dan Upu Ume atau Upu Ina (Ina=Ibu) sebagai perempuan
(tuan atau Tuhan tanah/bumi), mereka bertemu dan berinteraksi (memberi dan menerima) untuk
saling menghidupkan.

Dipercaya bahwa dari pertemuan kedua inilah, maka lahirlah manusia-manusia yang dihidup
dikepulauan Maluku. Dalam termilogi kekerabatan orang Maluku, Tete Nene Moyang dikenal
dengan istilah; Tete yaitu satu istilah yang menyebut orang tua laki-laki ayah dan ibu ego
(seseorang). Nene adal term yang digunakan untuk menyebut ibu dari ayah dan ibu. Masyarakat
Maluku dalam dua perspektif pemaknaan menyebut leluhurnya, yaitu: Upu untuk leluhur komunal
sedangkan Tete Nene Moyang untuk leluhur kosmos atau negeri, mata rumah, keluarga, atau marga.
Menurut Huliselan Tete Nene Moyang memiliki dua peran yaitu: melindung dan menghukum anak
cucunya. Sesuai pandanga kosmologi masyarakat kepulauan, masyarakat kepulauan maluku percaya
pada tiga kekuatan besaryang berkaitan dengan leluhur mereka, yaitu gunung, tanah, dan Tete Nene
Moyang.

Sebanarnya pada konsep Tete Nene Moyang pada masyarakat kepulauan Maluku, adalah
konsep yang berusaha membina dan menjaga hubungan antara yang masih hidup, para leluhur dan
lingkungan hidupnya. Frank Cooley (198:109, dalam hubungan ini adalah benar bila dikatakan
masyarakat Maluku merupakan persekutuan anatara orang-orang hidup dan orang mati (saling
menghidup-hidupkan).

Anda mungkin juga menyukai