Anda di halaman 1dari 102

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya yang telah diberikan, sehingga kami telah dapat menyelesaikan laporan
penelitian ini dengan judul Analisis Makro Ekonomi Aceh Tahun 2021.

Banyak informasi yang diperoleh dalam penelitian, diharapkan dapat memberikan dasar yang
kuat bagi para pembuat kebijakan pembangunan ekonomi daerah untuk mulai berpikir
tentang kebijakan yang perlu diterapkan. Pengambilan kebijakan yang tepat dapat
mendukung pengembangan pembangunan sentra pusat pertumbuhan ekonomi (pole growth
centre) secara terintegras baik secara regional maupun pada setiap kabupaten/kota.

Untuk mencapai hal di atas, Pemerintah Aceh perlu segera mengambil kebijakan
strategis. Melakukan pengembangan dan penguatan kelembagaan ekonomi dengan
menyiapkan roadmap pengembangan Kawasan sesuai potensi yang dapat menjadi unggulan
daerah baik dalam perencanaan dalam jangka pendek dan jangka Panjang. Kerangka kerja
ekonomi harus berpihak kepada masyarakat lokal dan dengan kearifan lokal serta
menggunakan teknologi secara konsisten dan berkesinambungan (suistainable).

Laporan ini merupakan upaya kolektif yang melibatkan stakeholders terkait yang
relevan dengan keahlian baik dari unsur akademisi, berbgai pihak, terutama Tim Litbang
Bappeda Aceh dan akademisi dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota, Pelaku usaha
dan masyarakat. Kami sangat berterima kasih kepada semua pihak atas atensi dan
partisipasinya baik berupa arahan, saran, dan kritikan yang bersifat menbangun
sejak tahap penyusunan proposal, proses hingga akhir dari kegiatan penelitian ini.

Kegiatan penelitian dilaksanakan melalui literatur, wawancara dan kunjungan ke


lapangan (field study) dan seminar, sehingga banyak mendapat data dan informasi yang
update. Pertemuan rutin antara Tim Litbang Bappeda dan Tim Analisis telah membantu
dalam membangun menyamakan persepsi dan menyempurnaan argument pendapat
berbagai pihak dalam penelitian.

Selanjutnya ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan masukan, dukungan dan saran-saran yang bersifat membangun demi kemajuan
perekonomian Aceh untuk masa yang akan datang. Ucapan terima kasih ditujukan kepada
Pemerintah Aceh dan Kabupaten/kota, akademisi dan pemerhati masalah sosial ekonomi
Aceh, Pelaku usaha dan masyarakat. Semoga temuan dalam kajian laporan ini dapat memberi

i
kontribusi pemikiran untuk pengembangan pembangunan daerah dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Aceh.

Banda Aceh, November 2020


Kepala Bappeda Aceh

H.T Ahmad Dadek, SH, MH

ii
EXECUTIVE SUMMARY

Pendahuluan

Persentase penduduk miskin di Aceh merupakan yang tertinggi di Pulau Pulau


Sumatera. Berbagai upaya penanggulangan kemiskinan mampu menunjukkan dampak yang
positif. Terlihat dari persentase penduduk miskin yang menurun, namun demikian upaya
tersebut belum sepenuhnya berhasil. Kemiskinan dirasa masih menjadi permasalahan yang
cukup serius, hal ini ditandai dengan banyaknya masyarakat yang masih kekurangan bahan
makanan, sulit untuk memenuhi kebutuan pokok hidup dan masih banyak masyarakat menjadi
pengangguran.

Rilis Berita Resmi Statistik (BRS, 2020) menunjukkan bahwa selama periode
September 2019 – Maret 2020, Garis Kemiskinan Aceh naik sebesar 3,51 persen, yaitu dari
Rp. 504.414,- per kapita per bulan (September 2019) menjadi Rp. 522.126,- per kapita per
bulan (Maret 2020). Kemudian Garis Kemiskinan juga mengalami kenaikan pada September
2020, namun tidak signifikan (hanya sebesar 0,40 poin) sehingga menjadi Rp 524.208,- per
kapita per bulan. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK) Aceh 2020,
yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan
(GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan lebih besar dibandingkan peranan
komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Besarnya
sumbangan GKM terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2020 sebesar 76,04 persen (73,51
persen di perkotaan dan 77,33 persen di perdesaan), sedangkan pada September 2019 sebesar
76,20 persen.

Dari telaahan terhadap hasil Susenas 2019 dan 2020, maka dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar tingkat kemiskinan dipengaruhi oleh komoditi makanan seperti beras, rokok,
ikan tongkol/tuna/ cakalang, cabe merah, kue basah, gula pasir, telur ayam ras, bawang merah,
bandeng dan kembung. Sedangkan komoditi non makanan yang berpengaruh diantaranya;
biaya perumahan, bahan bakar (bensin), listrik, pendidikan, pakaian jadi laki-laki dewasa,
pakaian jadi perempuan dewasa dan biaya angkutan. Aceh perlu untuk membangun fondasi
ekonomi yang kuat agar tidak lagi terpuruk. mulai saat ini Aceh harus dapat menumbuhkan
dan memperkuat industri- industri yang menghasilkan bahan kebutuhan pokok sehingga Aceh
tidak lagi tergantung pada daerah lain.

Bila dilihat dari distribusi pengangguran berdasarkan kelompok pendidikan, sebagian

iii
besar pengangguran disumbangkan oleh penduduk yang menamatkan pendidikan SMTA
kejuruan, SMTA dan yang menamatkan pendidikan di tingkat universitas. Peningkatan jumlah
pengangguran pada tahun 2020 terjadi hampir di semua kategori jenjang pendidikan di Aceh.
Pandemi Covid-19 diduga menjadi salah satu penyebab keterpurukan tersebut, dikarenakan
kondisi perekonomian tidak berjalan secara normal baik perusahaan-perusahaan maupun
sector UMKM sehingga banyak terjadi pemutusan hubungan kerja atau dirumahkan.
Pemutusan hubungan kerja ini sangat berdampak pada tingkat pengangguran di Aceh. para
pekerja dengan jumlah laki-laki yang pengangguran akibat Covid-19 sebanyak 9,9 ribu orang
dan perempuan sebanyak 8 ribu orang. Bila dilihat dari sebarannya berdasarkan daerah tempat
tinggal, Jumlah pengangguran terbanyak akibat Covid-19 berada di wilayah perdesaan
sebanyak 9,1 ribu orang dan perempuan sebanyak 8 ribu orang.

Tujuan Penelitian

Kajian Analisis Ekonomi Makro Aceh ini bertujuan: (1) Menganalisis pengaruh
pertumbuhan ekonomi, inflasi, IPM dan pengangguran terhadap kemiskinan; (2)
Mengidentifikasi prospek makro ekonomi Aceh; dan (3) Menganalisis strategi implementasi
penyusunan program dan kegiatan prioritas ekonomi makro (kemiskinan, pertumbuhan
ekonomi, inflasi, IPM, gini rasio dan pengangguran).

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Aceh, ruang lingkup dalam penelitian ini adalah melihat
pengaruh variabel makro (pertumbuhan ekonomi, Inflasi, Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) dan pengangguran) terhadap kemiskinan di Aceh. Data Variable yang digunakan adalah
pada 8 kabupaten/kota di Aceh periode 2015 – 2019. Penelitian ini memakai jenis data
sekunder yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh dan Kementerian
Keuangan Republik Indonesia (KEMENKEU) dengan bentuk data panel yang meliputi data
pertumbuhan ekonomi, Inflasi, IPM, pengangguran dan kemiskinan di 12 kabupaten/kota di
Aceh tahun 2015 – 2019. Data dalam bentuk deskriptif kuantitatif yaitu data angka yang
berasal dari intitusi tertentu. Kemudian peneliti juga menggunakan data primer yang
diperoleh langsung dari 8 kabupaten/ kota di Aceh melalui pengisian kuesioner yang telah
disediakan.

Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dan kualitatif serta deskriptif.
Metode analisis kuantitatif data sekunder dalam penelitian ini memakai data panel dan
estimasi data panel. Selain itu juga menggunakan Teknik Penaksiran Model dan uji estimasi
statistik.
iv
Temuan dan Kesimpulan

1. Ada beberapa hasil yang didapatkan dari uji t, yaitu: (1) IPM berpengaruh secara parsial
terhadap kemiskinan; (2) Inflasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap kemiskinan;
(3) Tingkat Pengangguran tidak berpengaruh secara parsial terhadap kemiskinan; (4) Laju
pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara parsial terhadap kemiskinan. Sedangkan hasil
uji f diketahui bahwa secara simultan variable IPM, Inflasi, Tingkat Pengangguran dan
Laju Pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Berdasarkan hasil REM menunjukkan hasil estimasi untuk menghitung seberapa besar
variabel independen yaitu IPM, Inflasi, Tingkat Penganggruran dan laju pertumbuhan
ekonomi (IPM, INF, TPT, PE), yang ditunjukkan dari Rsquares 0,505 dimana 50,5 persen
seluruh variabel bebas dalam model mampu mendeskripsikan variabel terikat sedangkan
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar model regresi. Artinya bahwa desentralisasi
fiskal dan jumlah penduduk mampu menjelaskan perubahan pertumbuhan ekonomi
sebesar 61,8% dan 38,2% lainnya di jelaskan oleh faktor lain.

2. Berdasarkan data makro ekonomi (pertumbuhan ekonomi, IPM, pengangguran, inflasi,


gini rasio dan kemiskinan) di kabupaten/kota sampel, pada umumnya relative kurang
menggembirakan, namun potensi sumber daya unggulan daerah tersedia dan belum
dikelola secara optimal karena keterbatasan sumber daya manusia.
3. Strategi implementasi penyusunan program dan kegiatan prioritas ekonomi makro
(kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, IPM, gini rasio dan pengangguran) sudah
berpedoman pada Permendagri No. 86 Tahun 2017 namun usulan program/ kegiatan
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, hampir seluruhnya tidak memuat informasi
analisis ekonomi atas program/kegiatan pada periode terkait maupun periode yang akan
datang dan hanya mengusulkan dalam bentuk KAK saja sehingga tidak dapat menentukan
program dan kegiatan prioritas. Hal tersebut dikarenakan ketentuan mengenai analisis
ekonomi belum diatur di dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017.

Saran dan Rekomendasi

1. Perlu peningkatan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan menetapkan regulasi


pada setiap dokumen perencanaan dan penganggaran (RPJMD hingga APBD) yang
memuat tentang makro ekonomi (Pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, gini
rasio, IPM, inflasi dan kemiskinan).

v
2. Optimalisasi Peningkatan pemanfaatan potensi sumber daya unggulan daerah melalui
hilirisasi dengan menggunakan inovasi dan teknologi digitalisasi tepat guna, dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia.

3. Penetapan aturan dalam Permendagri terkait analisis makro ekonomi daerah guna
pengajuan program dan kegiatan prioritas. Pemerintah daerah harus mempunyai
instrumen untuk melakukan monitoring dan evaluasi seperti database yang terintegrasi,
serta penyelarasan kinerja pemda agar capaian kinerja pemda yang berkaitan dengan
kemiskinan penduduk dapat terpantau dengan jelas dan tidak tumpang tindih.

vi
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi, IPM dan
pengangguran terhadap kemiskinan, mengidentifikasi prospek makro ekonomi Aceh dan
menganalisis strategi implementasi penyusunan program dan kegiatan prioritas ekonomi
makro. Metode yang digunakan adalah regresi linear berganda dan analisis korelasi dengan
menggunakan data sekunder dan primer. Hasil penelitian ini menunjukkan pencapaian kinerja
makro ekonomi belum dapat menunjukkan dampak yang maksimum terhadap pengentasan
kemiskinan di Aceh. Pemerintah daerah harus mempunyai regulasi yang jelas mengenai
kemiskinan, mempunyai instrumen untuk melakukan monitoring dan evaluasi, lebih proaktif
dalam memberikan pemahaman pembinaan kepada pemerintah daerah terutama kepada para
personel SKPD, lebih memprioritaskan alokasi untuk belanja modal dari APBD dan
peningkatan kemampaun aparatur pemerintah daerah serta peran aktif masyarakat.

Kata kunci: Kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, IPM, pengangguran.

vii
ABSTRACT

The purpose of this research is to ascertain the influence of economic growth, inflation, HDI,
and unemployment on poverty, to assess Aceh's macroeconomic prospects, and to examine
the macroeconomic priority programs and activities' execution strategy. Multiple linear
regression and correlation analysis are used to analyze secondary and primary data. According
to the findings of this research, achieving macroeconomic success has not had the greatest
influence on poverty reduction in Aceh. Local governments must have clear regulations on
poverty, monitoring and evaluation instruments, and be more proactive in providing guidance
to local governments, particularly to SKPD personnel, prioritizing capital expenditure
allocations from the APBD, and increasing the capacity of local government officials and
public participation.
Keywords: Poverty, economic growth, inflation,HDI, unemployment

viii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
EXECUTIVE SUMMARY ................................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................................ vii
ABSTRACT.......................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................xiii
DAFTAR GRAFIK.............................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 7
1.3 Tujuan Kegiatan ................................................................................... 7
1.4 Manfaat ................................................................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 8


2.1 Kemiskinan .......................................................................................... 8
2.2 Pertumbuhan Ekonomi......................................................................... 11
2.3 Pengangguran ....................................................................................... 11
2.4 IPM....................................................................................................... 12
2.4.1 Pendidikan ............................................................................................ 13
2.4.2 Kesehatan ............................................................................................. 13
2.5 Inflasi.................................................................................................... 14
2.6 Penelitian Sebelumnya ......................................................................... 15
2.7 Kerangka Pemikiran............................................................................. 19
2.8 Hipotesis............................................................................................... 19

BAB III METODE PENELITIAN............................................................................ 20


3.1 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................... 20
3.2 Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 20
3.3 Model dan Analisis Data ...................................................................... 20
3.3.1 Data Panel ............................................................................................ 20

ix
3.3.2 Estimasi Data Panel.............................................................................. 20
3.3.3 Teknik Penaksiran Model .................................................................... 22
3.4 Uji Estimasi Statistik............................................................................ 23
3.4.1 Uji Secara Parsial (t-Statistik) .............................................................. 23
3.4.2 Uji Secara Simultan (F-Statistik) ......................................................... 23
3.5 Definisi Operasional Variabel.............................................................. 23
3.6 Metode Analisis Korelasi ..................................................................... 23
3.7 Populasi dan Sampel ............................................................................ 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 25


4.1 Kondisi Umum Daerah ........................................................................ 25
4.2 Gambaran Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), Inflasi dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh ........ 45
4.3 Sistem Perencanaan dan pengelolaan Belanja Pembangunan di Aceh 53
4.4 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), Inflasi dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh ........ 58
4.4.1 Pemilihan Model .................................................................................. 58
4.4.2 Uji Asumsi Klasik ................................................................................ 60
4.4.3 Uji t....................................................................................................... 63
4.4.4 Uji f ...................................................................................................... 64
4.4.5 Hasil Uji Regresi .................................................................................. 64
4.5 Keterkaitan Hubungan Pendapatan, Kegiatan, Output, Outcome,
SKPD Dan Tujuan Pembangunan Yang Berkelanjutan....................... 66
4.6 Karakteristik Responden ...................................................................... 67
4.6.1 Wilayah Penelitian ............................................................................... 67
4.6.2 Jenis Kelamin Responden..................................................................... 69
4.6.3 Usia Responden.................................................................................... 69
4.7 Uji Validitas Item ................................................................................. 70
4.8 Analisis Crosstabs ................................................................................ 71
4.8.1 Hubungan persepsi responden terkait alokasi anggaran dalam
penanganan kemiskinan masih minim dengan persepsi responden
terhadap pemerintah belum maksimal dalam menangani kemiskinan. 72

x
4.8.2 Hubungan persepsi responden terkait bantuan pemerintah untuk
masyarakat miskin tidak tepat sasaran dengan persepsi responden
terhadap pemerintah belum maksimal dalam penanganan kemiskinan 73
4.8.3 Hubungan persepsi responden terkait tingkat harga barang tinggi
dengan persepsi responden terhadap pemerintah belum maksimal
dalam menangani kemiskinan .............................................................. 75
4.8.4 Hubungan persepsi responden terkait akses transportasi antara
kecamatan dan gampong dengan persepsi responden terhadap
pemerintah belum maksimal dalam menangani kemiskinan ............... 77
4.8.5 Hubungan persepsi responden terkait keseriusan pemkab dalam
mengembangkan iklim usaha yang lebih baik bagi daerahnya dengan
persepsi responden terhadap pemerintah belum maksimal dalam
menangani kemiskinan......................................................................... 79
4.8.6 Hubungan persepsi responden terkait penyaluran bantuan modal
untuk usaha mikro dengan persepsi responden terhadap pemerintah
belum maksimal dalam menangani kemiskinan .................................. 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 83


5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 83
5.2 Saran..................................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 85

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Komponen Garis Kemiskinan , 2019-2020 (Maret-September) ................... 3


Tabel 1.2 Komoditi Pembentuk Garis Kemiskinan Tahun 2019 .................................. 4
Tabel 1.3 Perkembangan Komponen Ketenagakerjaan Aceh Tahun 2016-2020.......... 5
Tabel 1.4 Perkembangan Komponen Ketenagakerjaan Aceh Menurut Tingkat
Pendidikan, Tahun 2016-2020 ...................................................................... 6
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Aceh Berdasarkan Kabupaten/Kota Tahun
2016-2020 ..................................................................................................... 26
Tabel 4.2 Pertumbuhan Ekonomi Aceh Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2016-
2020 .............................................................................................................. 30
Tabel 4.3 Pertumbuhan dan Distribusi PDRB ADHK 2010 Menurut Pengeluaran
Aceh Tahun 2018-2020 ................................................................................. 30
Tabel 4.4 IHK dan Tingkat Inflasi Aceh (Gabungan 3 Kota) Desember 2020 Tahun
Kalender 2020, dan Tahun ke Tahun Menurut Kelompok Pengeluaran
(2018=100) ................................................................................................... 32
Tabel 4.5 Komoditas Andil Tertinggi terhadap Inflasi/Deflasi Aceh (Gabungan 3
kota) (Banda Aceh, Lhokseumawe, Meulaboh) Desember 2020 ................. 33
Tabel 4.6 PDRB Perkapita ADHB Aceh 2016 – 2020 ................................................. 34
Tabel 4.7 Komponen Garis Kemiskinan , 2019-2020 (Maret-September) ................... 38
Tabel 4.8 Komoditi Pembentuk Garis Kemiskinan Tahun 2019 .................................. 39
Tabel 4.9 Perkembangan Komponen Ketenagakerjaan Aceh, Tahun 2016-2020 ........ 40
Tabel 4.10 Perkembangan Komponen Ketenagakerjaan Aceh, Tahun 2016-2020 ........ 41
Tabel 4.11 Dampak Covid-19 terhadap Penduduk Usia Kerja Menurut Jenis Kelamin
dan Daerah Tempat Tinggal, Agustus 2020 ................................................. 41
Tabel 4.12 Angka Melek Huruf (AMH) Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Tahun 2016
2020 ................................................................................................................... 42
Tabel 4.13 Angka Melek Huruf (AMH) Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Aceh,
Sumatera Utara dan Nasional Tahun 2014– 2020 .............................................. 43
Tabel 4.14 Angka Rata-Rata Lama Sekolah Tahun 2016-2020 ........................................... 44
Tabel 4.15 Angka Rata-rata Lama Sekolah Aceh dan Rata-Rata Sumatera Tahun 2016 –
2020 .................................................................................................................... 45

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Pulau Sumatra


Tahun 2016-2020 ........................................................................................ 2
Gambar 4.1 Peta Wilayah Administrasi Aceh ................................................................ 25
Gambar 4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Aceh dan Nasional, 2016-2020 (Persen) ...... 29
Gambar 4.3 Laju Inflasi Aceh dan Nasional Tahun 2016 – Des 2020 ........................... 31
Gambar 4.4 Indeks Gini Rasio Aceh 2015 – 2020.......................................................... 34
Gambar 4.5 Perkembangan Nilai Indeks Williamson Tahun 2016-2020 ................................ 35
Gambar 4.6 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Aceh, 2017-2020 (Maret dan
September) ................................................................................................... 36
Gambar 4.7 Posisi Relatif Jumlah dan Persentase Penduduk per Provinsi di Indonesia,
Maret 2020 .................................................................................................. 37
Gambar 4.8 Data Indikator Makro Aceh ........................................................................ 45
Gambar 4.9 Data Capaian Indikator Makro Aceh ......................................................... 46
Gambar 4.10 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Aceh tahun 2015-2020 .................... 47
Gambar 4.11 Tingkat Pengangguran Terbuka Nasional, Aceh 2015-2020 ...................... 47
Gambar 4.12 Angka Kemiskinan Aceh ............................................................................ 48
Gambar 4.13 Persentase Kemiskinan di Indonesia Tahun 2020....................................... 48
Gambar 4.14 Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi Di Pulau Sumatera Tahun
2015-2020 ................................................................................................... 49
Gambar 4.15 IPM Nasional, Aceh 2015 -2020 ................................................................ 50
Gambar 4.16 Alokasi Belanja Langsung Provinsi Di Sumatera Tahun 2019................... 50
Gambar 4.17 Alokasi Belanja Langsung kabupaten/ kota di Aceh tahun 2019 ............... 51
Gambar 4.18 Struktur PDRB Aceh dan Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan
Usaha Triwulan II Tahun 2020 ................................................................... 52
Gambar 4.19 Struktur Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha
Triwulan II -2020 ....................................................................................... 52
Gambar 4.20 Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III-2019, Triwulan II dan III-2020 (Y-
O-Y) Menurut Lapangan Usaha ................................................................. 53
Gambar 4.21 Keterkaitan Hubungan Pendapatan, Kegiatan, Output, Outcome, SKPD
Dan Tujuan Pembangunan Yang Berkelanjutan ........................................ 67
Gambar 4.22 Responden dari unsur SKPD di 8 (delapan) kabupaten/kota ...................... 68
xiii
Gambar 4.23 Responden dari unsur masyarakat di 8 (delapan) kabupaten/kota .............. 68
Gambar 4.24 Jenis Kelamin Responde dari unsur SKPD dan masyarakat
di 8 (delapan) kabupaten/kota ..................................................................... 69
Gambar 4.25 Usia Responden .......................................................................................... 69

xiv
DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Posisi Relatif Persentase Penduduk Menurut Provinsi di Indonesia,


Maret-September 2020 .................................................................................... 69

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemerintah Indonesia menyadari salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja


perekonomian adalah dengan cara melakukan pembangunan nasional agar
mampumenciptakan lapangan pekerjaan dan menata kehidupan yang layak demi mewujudkan
kesejahteraan penduduk Indonesia. Berbagai program dan kegiatan pembangunan telah
diarahkan terutama pada pembangunan daerah, khususnya daerah yang memiliki tingkat
kemiskinan yang masih tinggi. Pembangunan daerah tentunya harus dilakukan secara terpadu
dan berkesinambungan sesuai prioritas kebutuhan masing-masing daerah. Sasaran
pembangunan nasional telah ditetapkan melalui pembangunan jangka panjang dan jangka
pendek. Salah satu indikator utama dalam keberhasilan pembangunan nasional adalah laju
penurunan jumlah penduduk miskin (Dermoredjo, 2003).

Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,


menciptakan equity (keadilan dan pemerataan pembangunan) serta tetap memperhatikan
aspek keberlanjutan sumberdaya bagi generasi berikutnya. Hal tersebut diungkapkan oleh
Priyarsono (2011) bahwa pembangunan ekonomi yang ditempuh oleh negara-negara sedang
berkembang bertujuan antara lain untuk tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan bagi
seluruh masyarakat. Masalah utama yang dihadapi oleh setiap negara yang membangun
termasuk Indonesia, dalam mencapai kesejahteraan masyarakat tersebut adalah pengangguran,
pertumbuhan ekonomi ketimpangan distribusi pendapatan serta kemiskinan.

Persentase penduduk miskin di Aceh merupakan yang tertinggi di Pulau Pulau


Sumatera. Berbagai upaya penanggulangan kemiskinan mampu menunjukkan dampak yang
positif. Terlihat dari persentase penduduk miskin yang menurun, namun demikian upaya
tersebut belum sepenuhnya berhasil. Persentase penduduk miskin menurut provinsi di Pulau
Sumatera tahun 2016-2020 dapat dilihat pada Gambar 1.1

1
Gambar 1.1
Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Pulau Sumatera
Tahun 2016-2020

Sumber BPS, 2021

Begitu halnya permasalahan utama yang juga dihadapi oleh Aceh adalah masalah masih
tingginya angka kemiskinan. Angka kemiskinan di Aceh bila bandingkan dengan provinsi
lain di Indonesia masih tergolong cukup tinggi. Kemiskinan dirasa masih menjadi
permasalahan yang cukup serius, hal ini ditandai dengan banyaknya masyarakat yang masih
kekurangan bahan makanan, sulit untuk memenuhi kebutuan pokok hidup dan masih banyak
masyarakat menjadi pengangguran.

Inflasi merupakan salah satu faktor yangberpengaruh terhadap kemiskinan, inflasi


secara umum berarti suatu keadaan dalam perekonomian di mana terjadi kenaikan harga-
harga secara umum. Inflasi memiliki dampak positif dan negatif tergantung pada parah atau
tidaknya tingkat inflasi tersebut. Jika inflasi itu ringan, mempunyai pengaruh yang positif
dimana dapat mendorong perekonomian lebih baik yaitu meningkatkan pendapatan nasional
dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
Sebaliknya dalam masa inflasi yang parah yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali,
keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Selain inflasi, faktor
lain yang diduga memiliki pengaruh terhadap kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu faktor penting untuk lepas dari lingkaran
kemiskinan, karena pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran adanya perkembangan

2
aktivitas pembangunan untuk mencapai tingkat kemakmuran. Faktor lain yang berpengaruh
terhadap kemiskinan adalah pengangguran. Pengangguran terjadi karena pertumbuhan
angkatan tenaga kerja lebih tinggi dari pertumbuhan lapangan pekerjaan yang ada. Dalam
sudut pandang makro ekonomi, pengangguran yang tinggi merupakan masalah bagi suatu
perekonomian daerah atau negara.

BPS menggunakan ukuran Garis Kemiskinan (GK) untuk menghitung jumlah dan
persentase penduduk miskin berdasarkan daerahnya. Rilis Berita Resmi Statistik (BRS, 2020)
menunjukkan bahwa selama periode September 2019 – Maret 2020, Garis Kemiskinan Aceh
naik sebesar 3,51 persen, yaitu dari Rp. 504.414,- per kapita per bulan (September 2019)
menjadi Rp. 522.126,- per kapita per bulan (Maret 2020). Kemudian Garis Kemiskinan juga
mengalami kenaikan pada September 2020, namun tidak signifikan (hanya sebesar 0,40 poin)
sehingga menjadi Rp 524.208,- per kapita per bulan.

Tabel 1.1
Komponen Garis Kemiskinan , 2019-2020 (Maret-September)

Sumber: BPS, Susenas (2020)

Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK) Aceh 2020, yang terdiri
dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM),
terlihat bahwa peranan komoditi makanan lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan
makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Besarnya sumbangan GKM
terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2020 sebesar 76,04 persen (73,51 persen di perkotaan
dan 77,33 persen di perdesaan), sedangkan pada September 2019 sebesar 76,20 persen.

3
Tabel 1.2
Komoditi Pembentuk Garis Kemiskinan Tahun 2019

Sumber: BPS, Susenas (2020)

Dari telaahan terhadap hasil Susenas 2019 dan 2020, maka dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar tingkat kemiskinan dipengaruhi oleh komoditi makanan seperti beras, rokok,
ikan tongkol/tuna/ cakalang, cabe merah, kue basah, gula pasir, telur ayam ras, bawang
merah, bandeng dan kembung. Sedangkan komoditi non makanan yang berpengaruh
diantaranya; biaya perumahan, bahan bakar (bensin), listrik, pendidikan, pakaian jadi laki-laki
dewasa, pakaian jadi perempuan dewasa dan biaya angkutan.

Dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab naiknya angka kemiskinan, terutama


pada masa pandemi Covid 19 serta komoditi-komoditi yang berkontribusi terhadap Garis
Kemiskinan, maka Aceh perlu untuk membangun fondasi ekonomi yang kuat agar tidak lagi
terpuruk. mulai saat ini Aceh harus dapat menumbuhkan dan memperkuat industri- industri
yang menghasilkan bahan kebutuhan pokok sehingga Aceh tidak lagi tergantung pada daerah
lain. Ketergantungan ini bahkan telah menyebabkan aliran dana ke luar (capital outflow) Aceh
cukup tinggi, sehingga angka kemiskinan Aceh masih tinggi dan pertumbuhan ekonomi Aceh
masih rendah.

Perkembangan kondisi ketenagakerjaan di Aceh sangat variatif. Bila dilihat dari


jumlah penduduk usia kerja, terjadi peningkatan jumlah penduduk yang bekerja dari tahun
2016 hingga 2020. Peningkatan jumlah tersebut berimplikasi terhadap meningkatnya jumlah
penduduk usia kerja di Aceh yang juga memiliki tren yang meningkat dari 3,51 juta orang
4
menjadi 3,88 juta orang. Namun demikian, tren positif tersebut tidak terjadi pada jumlah
pengangguran yang harus mengalami peningkatan di tahun 2020 dengan jumlah sebesar 167
ribu orang atau dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 6,59 persen.
Perkembangan ketenagakerjaan di Aceh tahun 2016 hingga tahun 2020 dapat dilihat pada
Tabel 1.3 berikut:
Tabel 1.3
Perkembangan Komponen Ketenagakerjaan Aceh, Tahun 2016-2020

Komponen Tahun
Ketenagakerjaan 2016 2017 2018 2019 Agustus 2020
Penduduk UsiaKerja 3.513.965 3.590.825 3.663.250 3.734.614 3.881.000
a. Angkatan Kerja 2.257.943 2.288.777 2.353.440 2.366.320 2.527.000
Bekerja 2.087.045 2.138.512 2.203.717 2.219.698 2.360.000
Penganggur 170.898 150.265 149.723 146.622 167.000
b. Bukan AngkatanKerja 1.256.022 1.302.048 1.309.810 1.368.294 1.354.000
Tingkat Pengangguran
7,57 6,57 6,36 6,2 6,59
Terbuka (TPT) Persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2020
Bila dilihat dari distribusi pengangguran berdasarkan kelompok pendidikan, sebagian
besar pengangguran disumbangkan oleh penduduk yang menamatkan pendidikan SMTA
kejuruan, SMTA dan yang menamatkan pendidikan di tingkat universitas. Ketiga kelompok
pendidikan tersebut mengalami peningkatan jumlah penganggur pada tahun 2020 dengan
persentase SMTA kejuruan sebesar 10,87 persen, SMTA sebesar 9,39 persen dan penganggur
di tingkat universitas sebesar 8,42 persen.

Peningkatan jumlah pengangguran pada tahun 2020 terjadi hampir di semua kategori
jenjang pendidikan di Aceh. Pandemi Covid-19 diduga menjadi salah satu penyebab
keterpurukan tersebut, dikarenakan kondisi perekonomian tidak berjalan secara normal baik
perusahaan-perusahaan maupun sector UMKM sehingga banyak terjadi pemutusan hubungan
kerja atau dirumahkan. Pemutusan hubungan kerja ini sangat berdampak pada tingkat
pengangguran di Aceh. para pekerja dengan jumlah laki-laki yang pengangguran akibat
Covid-19 sebanyak 9,9 ribu orang dan perempuan sebanyak 8 ribu orang. Bila dilihat dari
sebarannya berdasarkan daerah tempat tinggal, Jumlah pengangguran terbanyak akibat Covid-
19 berada di wilayah perdesaan sebanyak 9,1 ribu orang dan perempuan sebanyak 8 ribu
orang. Jumlah pengangguran dan Distribusi pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan
akibat pandemi Covid-19 dapat dilihat pada tabel berikut:
5
Tabel 1.4
Perkembangan Komponen Ketenagakerjaan Aceh Menurut Tingkat Pendidikan,
Tahun 2016-2020
Tahun

Pendidikan 2016 2017 2018 2019 2020

≤SD 3,07 2,32 3,22 2,9 2,57

SMTP 3,01 4,53 3,42 5,04 4,9

SMTA Umum 12,96 10,74 9,83 8,5 9,39

SMTA Kejuruan 14,85 10,95 10,72 10,76 10,87

DIPLOMA I/II/III/ 5,79 8,2 5,92 7,45 6,67


AKADEMI

UNIVERSITAS 10,77 8,06 9,3 7,04 8,42

TPT 7,57 6,57 6,36 6,2 6,59

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2020

Faktor lain yang berpengaruh terhadap kemiskinan adalah Indeks Pembangunan


Manusia (IPM). IPM terdiri dari 3 dimensi (kesehatan, pendidikan, dan hidup layak
pendapatan perkapita) yang sangat menentukan kualitas manusia. Pendidikan memainkan
peranan penting dalam meningkatkan kemampuan dalam menyerap teknologi modern dan
mengembangkan kapasitas dalam mewujudkan pertumbuhan dan pembangunan. Selain itu,
kesehatan merupakan syarat dalam meningkatkan produktivitas, karena dengan kesehatan,
pendidikan mudah di capai. Dalam hal ini, kesehatan dan pendidikan merupakan komponen
penting pembangunan ekonomi dalam membantu mengurangi kemiskinan. Dengan
pendidikan dan kesehatan maka pendapatan tinggi akan mudah di dapat. Begitu sebaliknya
dengan pendapatan tinggi maka akan mudah mengeluarkan dana kesehatan dan pendidikan.

Fenomena makro ekonomi tersebut, seperti yang telah dijelaskan diatas menjadi hal
yang sangat penting bagi masyarakat dan pemerintah. Semua faktor tersebut dapat
mempengaruhi kondisi sosial ekonomi mayarakat dan mempengaruhi pemerintah dalam
pengambilan kebijakan yang tepat untuk mengatasi permasalahan kemiskinan. Oleh karena itu,
upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai
aspek kehidupan masyarakat dan dilaksanakan secara terpadu.
6
1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang dideskripsikan di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah


untuk penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi, IPM dan pengangguran terhadap


kemiskinan;

2. Bagaimana prospek makro ekonomi Aceh;

3. Bagaimana strategi implementasi penyusunan program dan kegiatan prioritas ekonomi


makro (kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, IPM, gini rasio dan pengangguran).

1.3 Tujuan Kegiatan

1. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi, IPM dan pengangguran terhadap


kemiskinan;

2. Mengidentifikasi prospek makro ekonomi Aceh;

3. Menganalisis strategi implementasi penyusunan program dan kegiatan prioritas ekonomi


makro (kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, IPM, gini rasio dan pengangguran).

1.4 Manfaat

Berdasarkan tujuan di atas, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai:

1. Bagi Pemerintah, Memberikan rekomendasi strategi dan kebijakan prioritas ekonomi


makro Aceh;

2. Bagi Masyarakat, Memberikan informasi tentang perkembangan makro ekonomi Aceh;

3. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai


referensi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiskinan

Kemiskinan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis
(chronic poverty) atau kemiskinan struktural yang terjadi terus-menerus dan kemiskinan
sementara (transient poverty) yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat
secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi
kondisi kritis dan bencana alam. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, pendidikan dan kesehatan, kemampuan
berusaha, dan mempunyai akses yang terbatas kepada kegiatan sosial ekonomi sehingga
menumbuhkan perilaku miskin. Selain itu, perilaku miskin ditandai pula oleh perlakuan
diskriminatif, perasaan ketakutan dan kecurigaan serta sikap apatis dan fatalistis. Dalam
kaitan itu, upaya penanggulangan kemiskinan terkait erat dengan upaya pemberdayaan
masyarakat dan penyediaan berbagai kebutuhan pokok dengan biaya yang terjangkau
sehingga secara bertahap mereka dapat meningkatkan kemampuannya untuk memanfaatkan
peluang yang terbuka, Heinz, 1988.

Secara umum upaya penanggulangan kemiskinan ada dua strategi utama yang
ditempuh. Pertama, melakukan berbagai upaya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
pokok dan melindungi keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan
sementara akibat dampak negatif krisis ekonomi dan kemiskinan struktural. Kedua,
melakukan berbagai upaya untuk membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan
struktural, antara lain, memberdayakan mereka agar mempunyai kemampuan yang tinggi
untuk melakukan usaha, dan mencegah terjadinya kemiskinan baru.

Kemiskinan berdampak pada kondisi keadaan kurang gizi dan tingkat kesakitan
(morbiditas), dan hal lain merupakan suatu lingkaran setan yang akan membuat kondisi suatu
bangsa semakin terpuruk. Masih relatif tingginya masalah-masalah gizi masyarakat itu
menunjukkan bahwa aspek kemampuan ekonomi (daya beli) berpengaruh paling dominan
dalam timbulnya masalah gizi masyarakat, disamping adanya faktor kurang sadar gizi, kondisi
lingkungan sanitasi dan keterbatasan akses bagi golongan masyarakat yang kurang mampu.
Kemampuan ekonomi keluarga yang rendah itu tidak terlepas dari faktor keterbatasan

8
lapangan kerja, termasuk keterbatasan dalam hal kemampuan psikomotorik dan kognitif yang
dapat dikembangkan untuk memperluas peluang mendapatkan tambahan pendapatan. Berikut
ini gambaran keterkaitan beragam faktor dalam lingkaran setan kemiskinan, dimana faktor
kekurangan gizi masuk di dalamnya, Todaro, 1999.

Dampak dari kondisi kurang gizi pada jangka waktu lama akan tercermin pada
beragam masalah gizi masyarakat dan pada gilirannya menyangkut langsung pada
sumberdaya insani yang memprihatinkan, yakni rendahnya produktivitas fisik, mental
(ketahanan menerima stres) dan intelektual (kecerdasan), Sitorus, 1996.
Akar penyebab kemiskinan pedesaan dan perkotaan menurut Papilaya,2013:

1. Tipologi Kemiskinan Perdesaan


Menurut Munker dalam Papilaya (2013) sebab-sebab utama kemiskinan di pedesaan
adalah ketidakmampuan masyarakat menghadapi kondisi-kondisi yang berubah, karena (a)
kondisi kesehatan dan fisik yang lemah karena kekurangan gizi dan penyakit; (b)
pengalaman yang menjadi sumber pengetahuan tidak relevan dengan perubahan zaman; (c)
ketiadaan akses terhadap teknologi; (d) sumber pendapatan tidak terjamin; (e) kondisi
pemerintahan, hukum, dan polotik tidak berpihak pada kaum miskin; dan (f) bias perkotaan
dan terbatasnya infrastruktur pedesaan.

2. Tipologi Kemiskinan Perkotaan


Penyebab kemiskinan di perkotaan, yaitu: (a) kerangka kerja pemerintah dan hukum yang
tidak memadai; (b) urbanisasi, buta huruf, kawasan kumuh; (c) ketidakmampuan
mendapatkan kerja; (d) pengangguran; dan (e) tidak memiliki akses terhadap sumber daya
tanah air da negeri.
Papilaya, 2013, merumuskan delapan strategi percepatan pengurangan kemiskinan dan
pemiskinan sebagai berikut:

1. Pelembagaan tata kepemerintahatahan yang baik (Good Governance)


Strategi ini bertujuan untuk membentuk atau mengubah perilaku individu dan perilaku
kolektif menjadi perilaku baru yang lebih produktif dan normatif bagi rumah tangga miskin,
pemerintah/para elitis, dan dunia usaha. Strategis ini dilakukan melalui pelembagaan dan
penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dalam kehidupan rumah tangga dan
penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pelayanan publik.

2. Peningkatan kapabilitas rumah tangga miskin

9
Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan potensi diri, ras percaya diri, dan kemampuan
serta spirit kewirausahaan rumah tangga miskin (RTM) dan stakeholders terkait.

3. Revitalisasi modal sosial

Strategi ini bertujuan untuk memberdayakan nilai-nilai kearifan lokal sebagai kekuatan
perekat, pendorong, dan penghela di antara sesama stakeholder pembangunan sehingga
dapat berfungsi sebagai jaring pengaman sosial (social safety net) dalam upaya
pengurangan kemiskinan dan pemiskinan.

4. Advokasi kebijakan publik

Strategi ini bertujuan untuk melakukan reorientasi modal politik melalui reformasi
kebijakan (policy reform) dan penganggaran publik sehingga lebih berpihak pada upaya
pengurangan kemiskinan dan pemiskin (pro-poor budgrting).

5. Peningkatan keterjaminan sosial

Strategi ini bertujuan untuk memberikan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan rasa
aman bagi rumah tangga miskin, sangat miskin (miskin absolut). Khususnya bagi mereka
yang berusia nonproduktif atau mereka yang mengalami dampak bencana alam dan konflik
sosial.

6. Pemberdayaan infrastruktur

Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas rumah tangga miskin terhadap
kelembagaan kesehatan, pendidikan, keuangan dan pemasaran serta menjamin
terpenuhinya hak-hak dasar rumah tangga miskin.

7. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan

Strategi ini bertujuan untuk memberdayakan potensi ekonomi rakyat yang dimiliki oleh
rumah tangga miskin sehingga mereka dapat meningkatkan produksi, produktivitas, dan
pendapatan secara persisten berdasarkan mata pencaharian utama.

8. Redistribusi aset

Strategi ini dilakukan untuk meningkatkan aset/modal, akses, dan kontrol rumah tangga
miskin terhadap lingkungan sumber daya alam atau buatan melalui redistribusi aset/lahan
sehingga tidak terjadi deprivasi lahan, ketimpangan penguasaan/kepemilikan sumber daya
alam/lahan oleh kelompok elite/pemodal.

10
2.2 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan merupakan salah satu tujuan utama dalam


pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tersebut dapat dicapai
dengan meningkatkan sumber utama pertumbuhan ekonomi yang memiliki implikasi
akumulatif. Salah satu sumber utama pertumbuhan ekonomi yaitu modal Sumber Daya
Manusia (SDM). Modal manusia menjadi salah satu bagian penting dalam pembangunan
perekonomian suatu negara sebab ketika kita mempunyai modal manusia yang berkualitas
maka akan memberikan kontribusi lebih besar terhadap pembangunan ekonominya. Secara
teoritis menurut, Schultz, 1961, modal manusia adalah konsep angkatan kerja dalam
perspektif klasik mirip dengan suatu properti dan dikonseptualisasikan sebagai kapasitas
produktif manusia yang nilainya lebih besar jika dibandingkan semua kekayaan yang dimiliki.

Menurut teori pertumbuhan neo klasik tradisional, pertumbuhan output selalu


bersumber dari satu atau lebih dari tiga faktor diantaranya kenaikan kualitas dan kuantitas
tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan penyempurnaan teknologi,
Todaro dan Smith, 2008. Selanjutnya, Mankiw, Romer dan Weil (MRW) memodifikasi
model pertumbuhan neo klasik. Mereka mengusulkan pemakaian variabel akumulasi modal
manusia (human capital). Sumber pertumbuhan ekonomi dengan demikian berasal dari
pertumbuhan kapital, tenaga kerja dan modal manusia. Hasil estimasi yang dihasilkan dari
model MRW ternyata lebih baik dibandingkan dengan model neo klasik, Mankiw, 2006.

2.3 Pengangguran

Pengangguran adalah seseorang yang mempunyai identitas sebagai angkatan kerja


atau yang sedang sedang mencari pekerjaan. Pengangguran memberikan pengaruh negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi, apabila pengangguran naik maka akan menurunkan
pertumbuhan ekonomi. maka permintaan akan barang dan jasa juga mengalami penurunan.

Pemerintah meningkatkan belanjanya dalam rangka penyediaan infrastruktur yang


dapat mendorong investasi, dengan adanya investasi maka perekonomian selayaknya
berkembang dan dapat menciptakan peluang lapangan pekerjaan yang baru maka dapat
menyerap tenaga kerja (pengangguran). menekan tingkat kemiskinan dan pada akhirnya akan
menaikan pendapatan perkapita.

Pengangguran merupakan kondisi masyarakat termasuk dalam angkatan kerja yang


mau bekerja tetapi belum mampu mendapatkan pekerjaan. Faktor yang paling utama terjadi

11
pengangguran ialah kurangnya pengeluaran. Saat barang dan jasa dihasilkan oleh pengusaha,
pengusaha akan menghasilkan barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan dapat
diperoleh. Kemudian jika semakin banyak produk yang diminta maka semakin banyak produk
yang dihasilkan,Sadono, 2008.

Pengangguran umumnya dikarenakan jumlah angkatan kerja yang mencari pekerjaan


tidak seimbang terhadap jumlah lapangan perkerjaan tersedia atau mampu menyerap
pengangguran. Pengangguran adalah permasalah perekonomian dikarenankan ada
pengangguran maka produktivitas dan pendapatan masyarakat bekurang. Maka dapat
menyebabkan kemiskinan, kriminalitas dan masalah sosial lainnya.

Angkatan kerja terbagi atas kelompok yang bekerja dan kelompok yang tidak bekerja.
Kelompok yang bekerja ialah masyarakat yang sudah bekerja yang dapat menghasilkan
barang dan jasa. Sedangkan kelompok yang tidak bekerja termasuk ke dalam kelompok
pengangguran. Penduduk dikatakan sebagai angkatan kerja yaitu penduduk yang sudah
berumur 15 sampai 64 tahun, McEachern, 2000. Tingkat pengangguran diukur sebagai
persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah tingkat angktan kerja. Metode pengukuran
tingkat pengangguran pada suatu wilayah dapat diperoleh dari persentase membagi jumlah
pengangguran dengan jumlah angkatan kerja.

Teori klasik menerangkan bahwa pengangguran di selesaikan dengan penawaran atau


mekanisme harga dipasar bebas agar tercipta permintaan tenaga pekerja maka upah akan
turun dan dapat berakibat produksi perusahaan juga akan turun. Sehingga menyebabkan
permintaan tenaga pekerja akan terus naik karena perusahaan memperbanyak produksi karena
keuntungan yang diperoleh dari rendahnya upah. Peningkatan tenaga pekerja bisa menyerap
kelebihan tenaga pekerja yang tersedia dipasar jika harga kembali normal, T.Gilarso, 2003.

Menurut teori Keynes menyatakan pengangguran diakibatkan oleh permintaan agregat


yang rendah dan terhambat pertumbuhan ekonomi karena rendahnya produksi dan rendahnya
konsumi. Menurut Teori Keynes, tidak berlaku mekanisme pasar bebas. Disaat tenaga kerja
tinggi, maka upah akan turun, akan merugikan bukan mendapat keuntungan, dikarena upah
turun maka daya beli masyarakat terhadap barang ikut mengalami penurunan juga. Maka
produsen dapat kerugian, tidak bisa menyerap tenaga kerja, T.Gilarso, 2003.

2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Sukirno, 1985 pertumbuhan ekonomi menggunakan metode menaikkan output

12
perkapita tiap tahunnya dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut menjadi indeks
keefektifan pembangunan. Apabila semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah
maka semakin tinggi juga tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Sedangkan pembangunan
ekonomi yaitu suatu proses dalam meningkatan pendapatan perkapita melalui cara mengelola
potensial ekonomi riil menggunakan penanaman modal, penggunaan teknologi, penguasaan
ilmu pengetahuan, peningkatan kapasitas diri, dan meningkatkan keterampilan. Pembangunan
ekonomi atau lebih tepatnya pertumbuhan ekonomi merupakan syarat untuk tewujudnya
pembangunan manusia karena dengan pembangunan ekonomi terjamin peningkatan
produktivitas dan peningkatan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja

Brata, 2004, parameter terpenting dalam meninjau pembangunan serta meningkatkan


kesejahteraan masyarakat ialah melihat besaran PDRB. Sehingga semakin besarnya PDRB
berpotensi terhadap pendapatan daerah, diantaranya dikarenakan oleh tingkat penghasilan
masyarakat. Dibuktikan dari tercapainya pembangunan manusia yang berdampak kepada
meningkatnya pendapatan dan produktivitas dengan terciptanya peluang pekerjaan.

Menurut Pangestika & Widodo, 2017, menyimpulkan Produk Domestik Regional


Bruto (PDRB) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap IPM. Artinya kenaikan
PDRB dapat menaikan jumlah IPM. Selanjutnya menurut Manggala, 2019, Pengaruh Dana
Desa (DD) Dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap IPM Kabupaten/Kota Di
Provinsi Jawa Barat” PDRB pengaruhnya adalah positif dan signifikan terhadap IPM.

2.4.1 Pendidikan

Dardiri, 2005, Mengupayakan individu dan kelompok masyarakat sebagai warga


negara (members of the nation-state) yang baik, masyarakat sadar akan hak dan kewajibannya
serta mampu mempersiapkan individu dan kelompok masyarakat untuk memasuki pasar
tenaga kerja disisi yang lain sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional juga telah menyebutkan bahwa
pendidikan diarahkan untuk mengembangkan segenap potensi yang ada pada diri peserta
didik. Tujuan dari Pendidikan secara umum adalah guna memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak terpuji, serta ketrampilan yang
diperlukan masyarakat, bangsa dan negara.

2.4.2 Kesehatan
Peristiwa kekurangan gizi serta derajat kesehatan masyarakat berhubungan erat
dengan kemiskinan. Oleh karena itu sangat dimungkinkan sekali apabila derajat kesehatan
13
dlperbaiki, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi juga akan dinikmati. Meningkatnya
pertumbuhan ekonomi sudah barang tentu disebabkan puia oieh semakin produktifnya
sumberdaya manusia yang merupakan masukan bagi perkembangan perekonomian tersebut.
Dampak program gizi terhadap produktivitas dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,
dikemukakan secara jelas oleh Cesario, Simon dan Kinne, 1980.

Teori modal manusia menempati peran utama dalam teori pertumbuhan ekonomi
modern. Pada tingkat ekonomi makro stok modal manusia memiliki peran penting bagi proses
pertumbuhan ekonomi, pada tingkat mikro modal manusia dapat menjelaskan variasi dalam
struktur upah dan distribusi upah antar individu dan kelompok. Becker, 2006, mendefinisikan
sebagai pengetahuan, informasi, ide, keahlian dan kesehatan dari seorang individu
Menurut Bloom et al., 2004, tenaga kerja yang sehat secara fisik dan mental
memberikan berpengaruh multidimesional sehingga dapat meningkatkan produktifitasnya
serta memperoleh pendapatan lebih tinggi. Jalur dari adanya kualitas pendidikan dan
kesehatan yaitu kemampuan dan keterampilan yang dapat meningkatkan kapasitas untuk
berproduksi selanjutnya mengembangkan kapasitas diri dalam meningkatkan kapasitas
ekonomi suatu negara. Tingkat keberhasilan investasi di bidang pendidikan dan kesehatan
ditunjukkan dari hasil produktivitas yang dihasilkan oleh individu tersebut.

2.5 Inflasi
Inflasi merupakan salah satu permasalahan utama dalam makro ekonomi. Oleh karena
dampak dari adanya inflasi dapat membuat ketidakstabilan ekonomi suatu negara, lambatnya
pertumbuhan ekonomi dapat memicu peningkatan tingkat pengangguran. Inflasi merupakan
proses naiknya harga barang secara umum dalam waktu periode tertentu, Nopirin, 2000,
faktor penyebabnya antara lain:
1. Demand Pull Inflation
Demand Pull Inflation terjadi apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat
dibandingkan produktif perekonomian, sedangkan produksi telah berada pada keadaan
kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh.
2. Cost Push Inflation or Supply Shock Inflation
Cost Push Inflation or Supply Shock Inflation ialah meningkatnya biaya produksi. Tanda-
tanda dari inflasi ini adalah harga barang barang meningkat tetapi produksinya malah
turun. Inflasi ini diawali dengan mengurangnya penawaran total yang diakibatkan oleh
meningkatnya biaya produksi.

14
Beberapa dampak akibat inflasi terhadap ekonomi suatu negara menurut Nopirin,
1990, antara lain:
1. Dampak terhadap pendapatan

Peristiwa terjadinya kesenjangan pendapatan dimasyarakat. Ketidakmerataan pendapatan


di negara tersebut menyebabkan ada pihak yang dirugikan dan juga diuntungkan karena
merupakan dampak inflasi terhadap pendapatan.

2. Dampak terhadap efisiensi

Inflasi memiliki dampak terhadap faktor produksi dalam pengalokasian faktor produksi
tersebut. Inflasi ini sendiri akan mengakibatkan naiknya produksi suatu barang yang diikuti
naiknya demand terhadap barang atau jasa.

3. Dampak terhadap output

Inflasi yang tinggi mengakibatkan lemahnya nilai tukar riil, hal ini diikuti dengan
keputusan masyarakat untuk menyimpan uang daripada memegang uang cash. Dengan
sedikitnya masyarakat yang memegang uang maka transaksi dinegara tersebut mengalami
penurunan dan juga diikuti dengan menurunya produksi barang.

2.6 Penelitian Sebelumnya

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Moh. Arif Novriansyah,2018, mengenai


pengaruh pengangguran dan kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Gorontalo, penelitian ini memperoleh hasil kesimpulan bahwa pengangguran dan kemiskinan
berpengaruh negative signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo. Hal
ini juga sesuai dengan hasil perhitungan dengan menggunakan regresi sederhana, dimana
tingkat signifikansi seluruh koefisien korelasi satu sisi yang diukur dari probabilitas
menghasilkan angka 0,019. Karena probabilitasnya lebih kecil dari 0,05, maka korelasi antara
variabel tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan (Variabel X1 dan X2) dan
pertumbuhan ekonomi (Varibel Y) adalah signifikan.

Penelitian lainnya dengan judul “Pengeluaran Pemerintah Daerah pada sector


pendidikan, kesehatan dan kemiskinan terhadap indeks pembangunan manusia. Penelitian ini
mengunakan data panel pada 13 kabupaten/kota di Kalimantan Selatan periode 2004 s/d 2013.
Hasil Penelitian ini menunjukkan Pengeluaran pemerintah sector Pendidikan, sector kesehatan
dan jumlah penduduk miskin berpengaruh positif dan signifikan terhadap IP, Bagtiar Arifin
dan Ahmadi Murjani, 2017.
15
Selanjutnya penelitian dengan judul “Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia
dengan menggunakan data time series dan cross section di 26 Provinsi periode 1996,
1999,2002, 2004, 2005 dan 2006. Analisis data menggunakan metode efek acak (random
effect dengan hasil menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara konsumsi rumah
tangga untuk makanan dan non makanan, pengeluaran pemerintah untuk Pendidikan, rasio
penduduk miskin dan krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia, Ginting, 2008.

Maulana melakukan penelitian dengan Judul “Analisis kontribusi pengeluaran


Pemerintah Daerah terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia di Provinsi
Banten tahun 2002-2011. Penelitian ini menggunakan data time series dan juga dilakukan
dengan menggunakan model dari Ramirez yang dimodifikasi yaitu regresi linear sederhana
(Ordinary Least Square) diantaranya model common effect, fixed effect dan random effect.
Setelah dianalisis menunjukkan hasil belanja ekonomi Pemerintah kabupaten/kota berdampak
positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia.

Badrudin dan hasanah meneliti pengaruh pendapatan dan belanja daerah terhadap
pembangunan manusia di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta secara kuantitatif dengan
metode metode analisis regresi data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja
daerah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap IPM.

Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran pemerintah daerah


pada sector Pendidikan memiliki pengaruh secara signifikan terhadap IPM. Penelitian ini
menggunakan data time series yang dilakukan oleh Meylina, dkk.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan Mirza menggunakan data panel gabungan data
time series dan cross section pada 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah dengan Judul “Pengaruh
Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan
Manusia di Jawa Tengah tahun 2006-2009, kesimpulan bahwa kemiskinan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap IPM, pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap IPM dan belanja modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM.

Yuda Perwira melakukan penelitian dengan judul Pembangunan Sumber Daya


Manusia di Aceh dengan metode analisis deskriptif data sekunder. Hasil Penelitian
menyatakan bahwa disparitas Indeks Pembangunan Manusia sangat tinggi antar
kabupaten/kota di Aceh.

Penelitian lainnya yang dilakukan Heru Syah Putra dengan Judul Alam dan

16
kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan metode IFLS 5, Hasil penelitian dengan
pendekatan linear probability model menunjukkan bahwa rumah tangga yang mengalami
bencana alam akan memiliki kemungkinan lebih besar menjadi miskin sebesar 4,68%
dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak mengalami bencana alam.

Khoirul Anwar, dengan judul penelitiannya Analisis Dampak Defisit Anggaran


terhadap Ekonomi Makro di Indonesia Data yang digunakan merupakan data sekunder
perekonomian Indonesia antara tahun 2009 – 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
defisit anggaran dari utang luar negeri akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan bersifat
inflationary. Hasil estimasi menunjukkan bahwa defisit anggaran dari utang luar negeri akan
meningkatkan jumlah uang beredar, dan akan mempengaruhi peningkatan tingkat harga atau
inflasi serta pembentuk pendapatan nasional.

Hasil Penelitian lainnya dengan judul Analisis Pengaruh Performa Ekonomi Makro
terhadap Kemiskinan di Jawa Timur menunjukan bahwa variable laju pertumbuhan ekonomi
ataupun tingkat pengangguran terbuka berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kemiskinan di Jawa Timur. Penelitian yang dilakukan oleh Choirul Iqbal ini menggunakan
data Panel dengan metode Random Effect (REM).

Penelitian yang dilakukan oleh Imamuddin Yuliadi dengan Judul Analisis Makro
Ekonomi Indonesia Pendekatan IS-LM. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa
keseimbangan umum terjadi pada pendapatan nasional sebesar 6251.929 dan tingkat suku
bunga sebesar 12,3. Kebijakan fiskal bertujuan untuk peningkatan kapasitas pertumbuhan
ekonomi Indonesia dengan mendorong iklim investasi yang baik melalui penghapusan efek
crowding out. Untuk itu, diperlukan kebijakan fiskal yang ekspansif dan peningkatan fungsi
intermediet lembaga keuangan untuk mencapai pendapatan nasional yang tinggi agar
kebijakan moneter dapat mendorong sektor riil.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Mikhral Rinaldi, Abd. Jamal, Chenny
Seftarita dengan judul Analisis Pengaruh Perdagangan Internasional dan Variabel Makro
Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Penelitian ini menggunakan data
periode 2000 sampai dengan 2015. Model yang digunakan adalah Ordinary Least Square
(OLS) dengan menggunakan software Eviews 7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia, ketika tenaga kerja mengalami peningkatan sebesar 10.000 PDB akan naik sebesar
47,2 Rupiah. Variabel transaksi berjalan berpengaruh negatif signifikan terhadap PDB
17
Indonesia, bila transaksi berjalan naik sebesar US$ 1 juta PDB Indonesia akan turun sebesar
9,77 Rupiah. Variabel rate berpengaruh negatif dan signifikan terhadap PDB Indonesia, ketika
Rupiah terdepresiasi sebesar 1 Rupiah PDB akan berkurang sebesar 76,5 Rupiah. Dalam
penelitian ini variabel investasi tidak berpengaruh terhadap PDB Indonesia

Ummi Kalsum, 2017, melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pengangguran


Dan Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan
metode regresi berganda yang datanya diambil dari tahun 2011- 2015 per semester. Adapun
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel pengangguran berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Indra, Pan Budi Marwoto dan Yudi Rafani dengan
judul Analisis Pengaruh Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran terhadap
Kemiskinan di Indonesia. Data diolah dengan menggunakan analisis regresi berganda dan
pengujian hipotesis menggunakan statistik uji T dan uji statistik F dengan taraf signifikan 5%,
koefisien determinasi R2 dan uji. Secara parsial menggunakan uji T membuktikan bahwa
inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan
berpengaruh negatif signifikan terhadap Kemiskinan dan Tingkat Pengangguran berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kemiskinan.

Penelitian yang dilakukan oleh Siwi Nur Indriyani dengan judul Analisis Pengaruh
Inflasi dan Suku Bunga Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Tahun 2005 – 2015
dengan menggunakan data sekunder yaitu Inflasi, dan Suku Bunga. Metode yang digunakan
adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan inflasi
dan tingkat suku bunga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia
tahun 2005–2015.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Rizka Febiana Putri, 2015, dengan judul
Analisis Pengaruh Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi Dan Upah Terhadap Pengangguran
Terdidik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan data panel
yang diuji dengan metode analisis regresi doubel log linier yang dilakukan secara parsial.
Hasil penelitian adalah inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan upah secara bersama-sama
berpengaruh secara signifikan terhadap pengangguran terdidik di Provinsi Jawa Tengah,
inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terdidik, pertumbuhan

18
ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terdidik, upah
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terdidik.

Hasil penelitian selanjutnya dengan judul nalisis Pengaruh Inflasi, Pertumbuhan


Ekonomi Dan Upah Terhadap Pengangguran Terdidik menyatakan bahwa variabel
pengangguran yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi tidak
ada pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.Ilmu. Penelitian ini
menggunakan metode regresi berganda Ordinary Least Squares (OLS) yang datanya diambil
dari tahun 2011 – 2015 per semester.

2.7 Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan Strategi Implemantasi


Ekonomi Program Penyusunan Kegiatan
Prioritas Ekonomi Makro
Inflasi

Kemiskinan
IPM

Skenario Alternatif
Pengangguran Implementasi Makro Aceh

2.8 HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian
ini adalah pertumbuhan ekonomi, IPM berpengaruh negatif terhadap kemiskinan sedangkan
inflasi dan pengangguran berpengaruh positif terhadap kemiskinan di Aceh.

19
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Aceh, ruang lingkup dalam penelitian ini adalah melihat
pengaruh variabel makro (pertumbuhan ekonomi, Inflasi, Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) dan pengangguran) terhadap kemiskinan di Aceh. Data Variable yang digunakan
adalah pada 8 kabupaten/kota di Aceh periode 2015 – 2020.

3.2 Jenis Dan Sumber Data

Penelitian ini memakai jenis data sekunder yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik
(BPS) Provinsi Aceh dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (KEMENKEU) dengan
bentuk data panel yang meliputi data pertumbuhan ekonomi, Inflasi, IPM, pengangguran dan
kemiskinan di 8 kabupaten/kota di Aceh tahun 2015 – 2020. Data dalam bentuk deskriptif
kuantitatif yaitu data angka yang berasal dari intitusi tertentu.

Kemudian peneliti juga menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari 8
kabupaten/ kota di Aceh melalui pengisian kuesioner yang telah disediakan.

3.3 Model dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dan kualitatif serta deskriptif.
Metode analisis kuantitatif data sekunder dalam penelitian ini memakai data panel. Prasetyo
& Firdaus, 2009, data panel merupakan kombinasi antara cross section dan runtun waktu.
Regresi yang digunakan adalah menggunakan regresi linear berganda.

3.3.1 Data Panel

Bentuk panel data ialah kombinasi dari data runtun waktu dan cross section yang
memakai beberapa individu untuk diamati dalam periode tertentu. Terdapat kelebihan yang
dimiliki diantaranya berikut ini:

1. Penggunaan data panel akan menghasilkan variabel-variabel individual lebih spesifik dan
lebih tegas.

2. Dengan menggunakan jenis ini dapat menghasilkan banyak informasi, varian lebih tepat
juga efisien.

20
3. Pengujian perubahan data dinamis, sehingga mampu memberikan hasil yang sangat baik.

4. Dapat mengukur serta menghitung pengaruh yang tiada mampu dilakukan oleh data time-
series dan cross section.

5. Dapat mempelajari model perilaku yang lebih komplek.

6. Penggunaan data panel juga meminimalkan data yang bias.

Menurut Supranto, 2001, teknik perhitungan yang bisa dilakukan untuk


mengidentifikasi hubungan dari beberapa variabel bebas dengan satu variabel terikat ialah
analisis regresi linear. Model regresi linear berganda diformulakan seperti dibawah ini
(Ghozali, 2011) :

Yit = α + β1X1i,t + β2X2i,t …. + βnXni,t + еit ………(1)

Bentuk Regresi ini dapat kita transformasikan menjadi:

KMi,t= α + β1IPMi,t + β2 INF + β3TPTi,t + β4 PE + еit

Dimana: KM = Kemiskinan (persen)


α = Konstanta
PE = Pertumbuhan Ekonomi (Persen)
INF = Inflasi (Persen)
IPM = Indeks Pembangunan Manusia (persen)
TPT = Tingkat Pengangguran Pengangguran (persen)
β = Koefisien regresi
i = 12 Kabupaten/kota di Provinsi Aceh
t = Tahun dari 2015-2019
е = Residual/eror term
3.3.2 Estimasi Data Panel

Gujarati, 2003, Menjelaskan tiga teknik yang dapat dipakai dalam mengestimasikan
panel data, yaitu ;

1. Common Effect Model (CEM)

Model ini sangat sederhana untuk mengestimasi melalui kombinasi cross section dan
runtun waktu. Dalam menggabunggkan data, model ini tidak melihat perbedaan antar waktu
maupun individu dan diasumsikan bahwa karakter antar variabel tidak berubah dalam semua

21
periode. Maka untuk mengestimasi model data panel ini bisa dikerjakan dengan memakai
metode Ordinary least Square (OLS).

2. Fixed Effect Model (FEM)

Model ini merupakan cara estimasi mengenakan variabel dummy untuk variabel
bebasnya. FEM mengasumsikan apabila diperoleh perbedaan antara variabel bisa
disederhanakan dari intersep yang berbeda.

3. Random Effect Model (REM).

REM memperkirakan variabel pengganggu bisa jadi saling berpengaruh antar individu
dan waktu. Pada model ini juga perbedaan intersep diakomodasi oleh masing – masing error
term. Adapun kelebihannya mampu mentiadakan heteroskedastisitas. Model ini dikenal juga
dengan Error Component Model (ECM).

3.3.3 Teknik Penaksiran Model

Terdapat beberapa pengujian yang dilakukan untuk memilih model yang paling akurat
adalah sebagai berikut :

1. Uji Statistik F (Chow Test)

Merupakan pengujian untuk memilih common effect ataupun fixed effect, model
manakah yang lebih akurat dalam mengestimasi data panel. Berikut estimasi hasilnya:

H0 : pilih Common Effect Model (CEM)

H1 : pilih Fixed Effect Model ( FEM)

Jika prob. dibawah 0,05 maka hipotesis yang diterima adalah H1 dan tolak H0. Jika prob.
diatas 0,05 maka tolak H1 dan terima H0.

2. Uji Hausman

Pengujian untuk memilih model yang sesuai dipakai antara Model Random Efek
maupun Model Fix Efek. Berikut hasilnya:

H0 : pilih Random Effect Model (REM)

H1 : pilih Fixed Effect Model (FEM)

Jika Prob < 0,05 maka hipotesis yang diterima ialah H1 dan tolak H0. Jika Prob. >
0,05 maka H1 ditolak dan terima H0.

22
3. Uji Lagrange Multiplier (LM)

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan model yang sesuai yaitu antara model
common effect ataupun random effect. Dengan menggunakan uji ini untuk memastikan model
paling tepat sesuai asumsi hipotesis. Berikut hasilnya :

H0 : pilih Common Effect Model (CEM)

H1 : pilih Random Effect Model (REM)

Jika Prob. dibawah 0,05 maka hipotesis yang diterima adalah H1 dan tolak H0. Jika
Prob diatas 0,05 maka tolak H1 dan terima H0.

3.4 Uji Estimasi Statistik

3.4.1 Uji Secara Parsial (t-Statistik)

Uji ini dipakai agar terlihat apakah variabel bebas secara parsial memiliki memiliki
pengaruh nyata/signifikan kepada variabel terikat. Melalui hipotesis: apabila t – Hitung > t –
Tabel ataupun p – Hitung < α sehingga H1 diterima dan H0 ditolak.

3.4.2 Uji Secara Simultan (F-Statistik)

Uji secara simultan (Uji F) merupakan satu pengujian untuk melihat apakah variabel
independen secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap tingkat variabel dependen.
Uji F memiliki aturan, dimana jika Probabilitas lebih kecil dari 5 persen maka H0 ditolak.

3.5 Defenisi Operasional Variabel

Berikut variabel yang dikaji dalam penelitian ini yaitu:

1. Kemiskinan adalah persentase penduduk miskin dalam satuan persen.

2. PE adalah tingkat Pertumbuhan ekonomi dalam satuan persen

3. INF Adalah tingkat inflasi dalam satuan persen

4. IPM yaitu indeks komposit untuk mengukur pencapaian kualitas pembangunan manusia
yang dihitung dalam satuan poin pada 23 kab/kota di Aceh dari periode 2015 – 2019.

5. PGGR adalah tingkat pengangguran dalam satuan persen

3.6 Metode Analisis Korelasi

Metode penelitian dapat diartikan sebagai sebuah kesatuan prosedur yang berguna untuk
mencapai tujuan akhir tertentu (Sulistyo Basuki:2006: 92). Penelitian ini menggunakan
23
metode analisis korelasi/ uji korelasi. Metode analisis data primer dalam penelitian ini
menggunakan analisis korelasi/ uji korelasi berguna untuk mengetahui tentang
keterkaitan antar variabel dalam sebuah penelitian, menunjukkan kuat lemahnya
hubungan antar variabel, serta memperlihatkan arah korelasi antara variabel yang diteliti
(Shinta Margareta, 2013). Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Spearman Rank Test yaitu pengujian statistik nonparametrik yang digunakan untuk
mengetahui hubungan antar variabel. Adapun penelitian ini juga menguji normalitas
data untuk membuktikan data berdistrbusi normal atau tidak.

3.7 Populasi dan Sampel

Populasi terhadap data primer dalam penelitian ini adalah segala kelompok yang diteliti
untuk mendapatkan data yang terdiri dari manusia atau peristiwa atau benda-benda dari unit
yang diteliti. Sampel merupakan bagian dari populasi yang berisi manusia, peristiwa, maupun
benda- benda yang dipilih (Sekaran, 2006).

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat non Aparatur Sipil Negara (ASN),
Satuan Kerja perangkat Daerah (SKPD) dan Pegawai Badan Perencana Pembangunan Daerah
(Bappeda) Aceh. Pengambilan sampel dihitung dengan rumus Slovin, yaitu:

=
1+

Dimana:

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah populasi (kelompok rumah sederhana / RT II)

e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang digunakan. Dalam hal ini 10%.

24
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Kondisi Umum Daerah

4.1.1 Provinsi Aceh

A. Aspek Geografi dan Demografi

Aceh terletak di ujung barat laut Pulau Sumatera dengan ibukota Banda Aceh yang
memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang lalu lintas perdagangan nasional dan
internasional. Aceh menghubungkan belahan dunia timur dan barat yang secara astronomis
terletak pada 01o58’37,2”- 06o04’33,6” Lintang Utara dan 94o57’57,6”- 98o17’13,2” Bujur
Timur. Berdasarkan letak geografis, batas wilayah Aceh adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Malaka dan Laut Andaman


Sebelah Selatan : berbatasan dengan Samudera Hindia
Sebelah Timur : berbatasan dengan Sumatera Utara
Sebelah Barat : berbatasan dengan Samudera Hindia
Gambar 4.1
Peta Wilayah Administrasi Aceh

Sumber: Qanun RTRW Aceh 2013-2033

Gambar 2.1. menunjukkan bahwa Aceh memiliki luas wilayah darat 58.880,87 Km2,
wilayah lautan sejauh 12 mil seluas 7.478,80 Km2, dan garis pantai sepanjang 2.698,89 km
atau 1.677,01 mil. Secara administratif, Aceh memiliki 23 Kabupaten/Kota yang terdiri dari
18 Kabupaten dan 5 (lima) Kota, 289 Kecamatan, 805 Mukim dan 6.497 Gampong/Desa
sesuai dengan Keputusan Gubernur Aceh Nomor: 140/632/2017.

25
Distribusi penduduk Aceh periode tahun 2016-2020 tersebar di 18 kabupaten dan 5
(lima) kota seperti yang ditunnjukkan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1.
Distribusi Jumlah Penduduk Aceh Berdasarkan Kabupaten/Kota
Tahun 2016-2020
Tahun
No Kabupaten/Kota
2016 2017 2018 2019 2020
1 Simeulue 90.291 91.375 92.393 93.228 92.865
2 Aceh Singkil 116.712 119.490 121.681 124.101 126.514
3 Aceh Selatan 228.603 231.893 235.115 238.081 232.414
4 Aceh Tenggara 204.468 208.481 212.417 216.495 220.860
5 Aceh Timur 411.279 419.594 427.567 436.081 422.401
6 Aceh Tengah 200.412 204.273 208.505 212.494 215.576
7 Aceh Barat 197.921 201.682 205.971 210.113 198.736
8 Aceh Besar 400.913 409.109 417.302 425.216 405.535
9 Pidie 425.974 432.599 439.131 444.976 435.275
10 Bireuen 443.627 453.224 461.726 471.635 436.618
11 Aceh Utara 593.492 602.554 611.435 619.407 602.793
12 Aceh Barat Daya 143.312 145.726 148.111 150.393 150.775
13 Gayo Lues 89.500 91.024 92.602 94.100 99.532
14 Aceh Tamiang 282.921 287.007 291.112 295.011 294.356
15 Nagan Raya 158.223 161.329 164.483 167.294 168.392
16 Aceh Jaya 87.622 89.618 91.087 92.892 93.159
17 Bener Meriah 139.890 142.526 145.086 148.175 161.342
18 Pidie Jaya 151.472 154.795 158.091 161.215 158.397
19 Banda Aceh 254.904 259.913 265.111 270.321 252.899
20 Sabang 33.622 33.978 34.571 34.874 41.197
21 Langsa 168.820 171.574 174.318 176.811 185.971
22 Lhokseumawe 195.186 198.98 203.284 207.202 188.713
23 Subulussalam 77.084 78.725 80.215 81.417 90.751
Aceh 5.096.248 5.189.466 5.281.314 5.371.532 5.274.871
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2021

Tabel 4.1 menggambarkan bahwa penduduk Aceh pada tahun 2020, berjumlah
5.274.871 jiwa yang terdiri dari 2.647.563 jiwa laki-laki dan 2.627.308 jiwa perempuan.
Dilihat dari distribusinya, jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kabupaten Aceh Utara,
yaitu sebanyak 602.793 jiwa atau sebesar 11,42 persen dibanding tahun sebelumnya 11,53
persen dari total penduduk Aceh. Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit berada di
Kota Sabang, yaitu sebanyak 41.197jiwa atau sebesar 0,78 persen dari total penduduk Aceh.
Dilihat dari perkembangannya, penduduk Aceh mengalami peningkatan sebesar 3,50 persen
dari tahun 2016 sejumlah 5.096.248 jiwa menjadi 5.274.871 jiwa pada tahun 2020. Secara
Nasional tahun 2020 penduduk Aceh adalah 1.92 persen dari jumlah penduduk Indonesia
yang mencapai 270,20 juta Jiwa.

26
Kepadatan penduduk kota lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan penduduk
kabupaten. Pada tahun 2020, Kota Banda Aceh memiliki kepadatan penduduk kota tertinggi
(4.146 jiwa/km2), disusul Kota Lhokseumawe (1.043 jiwa/Km2) dan Kota Langsa (710
jiwa/Km2). Sedangkan Kota Subulussalam memiliki kepadatan penduduk terendah (65
jiwa/Km2). Kepadatan penduduk kabupaten yang tertinggi adalah Kabupaten Bireuen (230
jiwa/km2) dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Kepadatan penduduk Kabupaten Gayo
Lues sebesar 17jiwa/km2 merupakan kepadatan penduduk terendah di antara kabupaten
lainnya.

Secara demografis struktur penduduk Aceh pada Tahun 2020 tergolong tipe ekspansif
yaitu komposisi penduduk Aceh berdasarkan kelompok umur didominasi oleh penduduk usia
muda yang tergolong dalam kelompok umur 0-14 tahun yaitu sebesar 1.461.114 jiwa,
kelompok umur 15 – 59 tahun (usia produktif) sebesar 3.387.400 jiwa, dan kelompok umur 60
tahun keatas (lanjut usia) sebesar 426.357 jiwa.

Potensi pengembangan wilayah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh
(RTRWA) Tahun 2013-2033 telah menetapkan 4 (empat) kawasan sebagai bagian dari
rencana pengembangan kawasan strategis Aceh yang meliputi:

a. Kawasan pusat perdagangan dan distribusi Aceh atau ATDC (Aceh Trade and Distribution
Center) tersebar di 6 (enam) zona, meliputi;

1. Zona Pusat: Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie
dengan lokasi pusat agro industri di Kabupaten Aceh Besar;

2. Zona Utara: Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe, Kabupaten
Aceh Utara, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah dengan lokasi pusat
agro industri di Kabupaten Bireuen;

3. Zona Timur: Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Tamiang dengan
lokasi pusat agro industri di Kabupaten Aceh Tamiang;

4. Zona Tenggara: Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tenggara, Kota Subulussalam,
Kabupaten Singkil, Pulau Banyak dengan lokasi pusat agro industri di Kabupaten Aceh
Tenggara;

5. Zona Selatan: Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten
Simeulue dengan lokasi pusat agro industri di Kabupaten Aceh Barat Daya;

27
6. Zona Barat: Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Jaya
dengan lokasi pusat agro industri di Kabupaten Aceh Barat.

b. Kawasan agrowisata yang tersebar di 17 (tujuh belas) kabupaten/kota yang tidak termasuk
ke dalam lokasi pusat agro industri;

c. Kawasan situs sejarah terkait lahirnya MoU Helsinki antara Pemerintah Indonesia dengan
Gerakan Aceh Merdeka; dan

d. Kawasan khusus.

Aceh memiliki potensi dan keunggulan antara lain: di bidang pertanian, pertambangan
dan pariwisata. Dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan
kerja, maka potensi dan keunggulan tersebut dikembangkan melalui pola pengembangan
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), Kawasan Strategis Pariwisata, dan
Pengembangan Kawasan Strategis dan Khusus yang wilayahnya sesuai dengan potensi
daerah.

B. Aspek Kesejahteraan Masyarakat

Pencapaian kinerja perekonomian Aceh dapat diukur salah satunya melalui


pertumbuhan PDRB atau pertumbuhan ekonomi. Indikator tersebut menjadi salah satu hal
mutlak dalam menilai keberhasilan pembangunan daerah. Pada akhir tahun 2019 hingga 2020
terjadi pergeseran fase kontraksi yang cukup besar dialami bukan hanya Aceh dan Nasional,
namun juga perekonomian secara global akibat pandemi Covid-19. Pada tahun 2020,
perekonomian Aceh turun minus 0,37 persen dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar 4,15
persen. Pola yang sama juga dialami oleh Nasional dengan pertumbuhan ekonomi sebesar
minus 2,07 persen.

Pergeseran pertumbuhan ekonomi yang cukup besar terjadi pada sektor transportasi dan
pergudangan yang merosot tajam di tahun 2020 sebesar minus 28,44 persen. Nilai tersebut
jauh menurun bila dibanding dengan periode tahun sebelumnya yang tumbuh rata-rata 2
persen pertahun. Implikasi pandemi Covid-19 diduga juga dialami oleh beberapa sektor
lainnya yang tumbuh negatif yakni penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar minus
7,68 persen. Multiplier effect dari pandemi Covid-19 pada kedua sektor tersebut berkaitan
erat dengan beberapa pembatasan aktifitas dan kunjungan masyarakat ke dalam maupun luar
daerah.

28
Meskipun ditengah lesunya aktifitas perekonomian Aceh, namun terdapat beberapa
sektor yang mampu bertahan dan tumbuh positif diantaranya sektor pertanian, pertambangan,
listrik dan gas, konstruksi, informasi komunikasi, jasa pendidikan dan jasa kesehatan.
Diantara sektor-sektor penopang perekonomian tersebut, informasi dan komunikasi menjadi
sektor dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 11,98 persen atau meningkat tajam dari 5,26
persen pada tahun 2019. Kemudian disusul oleh konstruksi yang tumbuh sebesar 10,61 persen
pada tahun 2019, sebagaimana tercermin pada gambar 4.2:
Gambar 4.2
Laju Pertumbuhan Ekonomi Aceh dan Nasional, 2016-2020 (Persen)
6
5.03 5.07 5.17
5 5.02
4.18 4.61
4 4.15
3 3.29

0 2016 2017 2018 2019 2020-0.37


-1

-2 -2.07
-3
Aceh Nasional

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi , 2020 (diolah)

Peningkatan yang cukup drastis pada sektor informasi dan komunikasi diduga akibat
meningkatnya aktivitas belajar mengajar secara daring dan work from home dalam
penggunaan paket telekomunikasi. Sedangkan peningkatan pada sektor konstruksi masih
didominasi oleh beberapa pembangunan sektor strategis lainnya di Aceh. Perkembangan
pertumbuhan dan distribusi sektor tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Meskipun terjadi pergeseran struktur perekonomian, sektor pertanian masih menjadi


sektor dominan dibandingkan sektor lainnya. Pada Tabel 4.2 tercatat bahwa pada tahun 2020
sektor pertanian memiliki kontribusi sebesar 28,80 persen. Kontribusi tersebut meningkat
dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar 27,77 persen. Kemudian sektor perdagangan
menjadi sektor terbesar kedua dengan nilai sebesar 14,62 persen, namun kontribusinya turun
bila dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar 15,39 persen.

Selain dengan menggunakan pendekatan lapangan usaha, perekonomian Aceh juga


dapat ditinjau berdasarkan pendekatan pengeluaran berdasarkan atas harga konstan (ADHK)

29
2010 dengan 9 (sembilan) komponen pembentuknya. Adapun pertumbuhan ekonomi Aceh
berdasarkan distribusi PDRB ADHK 2010 menurut pengeluaran Aceh Tahun 2016-2020
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2.
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Aceh
Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2016-2020
Tahun (%)
Lapangan Usaha 2016 2017 2018 2019 2020
Growth Share Growth Share Growth Share Growth Share Growth Share
Pertanian, Kehutanan, danPerikanan 3,75 27,8 5,25 28,09 4,03 27,93 3,39 27,77 3,47 28,80
Pertambangan dan Penggalian -12,79 6,98 5,58 7,08 6,66 7,22 5,91 7,29 8,23 7,97
Industri Pengolahan -5,84 5,24 -2,87 4,88 8,26 5,05 -01,10 4,8 -4,43 4,60
Pengadaan Listrik dan Gas 10,39 0,15 4,55 0,15 7,55 0,16 6,95 0,16 2,78 0,17
Pengadaan Air;Pengelolaan Sampah,
Limbah, dan Daur Ulang 9,32 0,03 4,53 0,03 7,17 0,03 24,2 0,04 -2,87 0,04
Kontruksi 12,65 10,43 -4,2 9,59 2,74 9,42 5,16 9,51 10,61 10,56
Perdagangan Besar dan Rceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3,15 15,74 3,55 15,64 4,05 15,56 3,01 15,39 -5,34 14,62
Trasportasi dan Pergudangan -0,49 7,64 4,99 7,69 2,67 7,55 2,96 7,47 -28,44 5,36
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 8,39 1,19 11,29 1,27 8,28 1,32 6,73 1,35 -7,63 1,25
Informasi dan Komunikasi 2,72 3,6 2,71 3,55 2,23 3,47 5,26 3,51 11,98 3,94
Jasa Keuangan dan Asuransi 9,86 1,7 4,48 1,7 0,87 1,64 12,58 1,77 0,55 1,79
Real Estat 7,79 3,87 7,88 4,01 6,09 4,07 6,87 4,17 -1,19 4,14
Jasa Perusahaan 7,14 0,63 4,67 0,63 6,61 0,65 5,83 0,66 -3,19 0,64
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 9,75 8,55 8,62 8,91 6,28 9,06 3,18 8,97 -3,31 8,71
Jasa Pendidikan 9,99 2,35 9,98 2,48 7,94 2,56 8,65 2,67 3,47 2,77
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,16 2,77 9,04 2,89 5,79 2,93 7,52 3,02 4,48 3,17
Jasa Lainnya 6,41 1,33 8,25 1,38 5,33 ,39 7,24 1,44 1,47 1,45
Produk Domestik Regional Bruto 3,29 100 4,18 100 4,61 100 4,14 100 -0,37 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2021

Tabel 4.3.
Pertumbuhan dan Distribusi PDRB ADHK 2010
Menurut Pengeluaran Aceh Tahun 2018-2020

2018 2019 2020


KOMPONEN Pertumbuhan Pertumbuhan Pertumbuhan
Pengeluarn Konsumsi Rumah Tangga 2,03 2,14 -0,36
Pengeluarn Konsumsi LN PRT 0,08 0,21 -0,07
Pengeluarn Konsumsi Pemerintah 0,7 1,28 -1,43
Pembentukan Modal Tetap Bruto 1,11 2,16 1,23
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri 0,92 0,73 -0,47
Dikurangi Impor Luar Negeri -0,1 0,79 -1,65
Net Ekspor Antar Daerah
PDRB 4,61 4,14 -0,37
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2021

Pada Tabel 4.3. terlihat bahwa kontraksi ekonomi terjadi pada hampir semua komponen
pembentuk PDRB pengeluaran. Pengeluaran konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah
tangga tumbuh negatif berturut-turut sebesar minus 1,43 persen dan minus 0,36 persen.

30
Sedangkan belanja modal pemerintah yang tergambar dari nilai PMTB tumbuh positif sebesar
1,23 persen. Masih menguatnya pertumbuhan belanja modal pemerintah tersebut diduga
berkaitan erat dengan masih beroperasinya sejumlah proyek pemerintah seperti pembangunan
jalan tol dan sejumlah proyek multi years yang masih berjalan hingga saat ini.

Perkembangan laju inflasi Aceh kurun waktu 2016-2020 terus mengalami penurunan.
Pada tahun 2016 inflasi aceh sebesar 3.95 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi
nasional sebesar 3.02 persen.

Gambar 4.3
Laju Inflasi Aceh dan Nasional Tahun 2016 – Desember 2020

6.00

5.00
4.25

4.00 3.95

3.61
3.00 3.02 2.72
2.50

2.00 1.69
1.84
0.99
1.00
0.42
0.45
- 0.34

2016 2017 2018 2019 Dec-19 Dec-20

Banda Aceh Lhokseumawe Meulaboh Aceh Nasional

Sumber : Berita Resmi Statistik (BRS), 2021

Jika dilihat pada bulan Desember tahun 2020, di Kota Meulaboh terjadi inflasi sebesar
1.02 persen, Kota Banda Aceh sebesar 0.85 persen, dan Kota Lhokseuawe sebesar 1.27
persen. Secara agregat, inflasi Aceh sebesar 0.99 persen lebih tinggi di bandingkan dengan
inflasi Nasional sebesar 0.45 persen. Inflasi yang terjadi di Aceh terjadi pada bulan Desembar
tahun 2020 disebabkan adanya kenaikan harga karena adanya kenaikkan oleh indeks
komponen pengeluaran, yaitu: kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 3.18
persen, kesehatan sebesar 0.31 persen, dan transportasi sebesar 0.65 persen. Untuk kelompok
pengeluaran yang mengalami deflasi (penurunan harga) yaitu : kelompok perlengkapan,

31
peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar -0.29 persen dan kelompok perawatan
pribadi dan jasa lainnya sebesar -0.83 persen.
Tabel 4.4.

IHK dan Tingkat Inflasi Aceh (Gabungan 3 Kota)


Desember 2020 Tahun Kalender 2020, dan Tahun ke Tahun
Menurut Kelompok Pengeluaran (2018=100)

Tingkat Tingkat Tingkat Andil


Kelompok IHK IHK IHK Inflasi Inflasi Inflasi Inflasi
Desember November Desember Desember Tahun Tahun ke Desember
2019 2020 2020 2020 (%) Kalendar Tahun 2020
2020 (%)
Umum 102,85 105,5 106,54 0,99 3,59 3,59 0,99

Makanan Minuman 102,73 106,76 110,15 3,18 7,22 7,22 0,97


danTembakau
Pakain dan Alas 104,23 106,90 106,90 0,00 2,56 2,56 0,00
Kaki
Perumahan, Air,
Listrik, Gas dan 101,08 101,72 101,75 0,03 0,66 0,66 0,01
Bahan Bakar Rumah
Tangga
Perlengkapan,
Peralatan dan 102,01 103,38 103,08 -0,29 1,05 1,05 -0,01
Pemeliharaan Rutin
Rumah Tangga
Kesehatan 105,09 111,46 111,81 0,31 6,39 6,39 0,01
Transportasi 103,21 103,78 104,45 0,65 1,2 1,2 0,08
Informasi,
Komunikasi dan Jasa 101,06 99,86 99,87 0,01 -1,18 -1,18 0,00
Keuangan
Rekreasi, Olahraga, 106,24 108,84 108,84 0,00 2,45 2,45 0,00
dan Budaya
Pendidikan 102,82 104,64 104,64 0,00 1,77 1,77 0,00
Penyediaan Makanan
dan 104,72 107,24 107,26 0,02 2,43 2,43 0,00
Minuman/Restoran
Perawatan Pribadi 104,39 113,39 112,45 -0,83 7,72 7,72 -0,06
dan Jasa Lainnya
Sumber : Berita Resmi Statistik (BRS), 2021
Beberapa komoditas yang memberikan andil tertinggi terhadap inflasi, antara lain : ikan
tongkol/ikan ambu-ambu sebesar 0.21 persen, cabai merah sebesar 0.19 persen, telur ayam ras
sebesar 0.10 persen, udang basah sebesat 0.08 persen, angkutan udara sebesar 0.08 persen,
ikan dencis sebesar 0.05 persen, ikan kembung sebesar, 0.04 persen, cabai rawit sebesar 0.04
persen, minyak goreng sebesar 0.03 persen, ikan biji nagka/ikan kuniran sebesar 0.03 persen,
ikan bandeng/ikan bolu sebesar 0.02 persen, kacang panjang sebesar 0.02 persen, cumi-cumi
sebesar 0.02 persen, ayam hidup sebesar 0.01 persen, jeruk nipis sebesar 0.01 persen, ikan
tuna sebesar 0.01 persen, pir sebesar 0.01 persen, ikan mujahir sebesar 0.01 persen, kangkung
sebesar 0.01 persen, dan apel sebesar 0.01 persen. sedangkan komoditas penyumbang deflasi,

32
yaitu : emas perhiasan sebesar -0.07. sepeda motor sebesar -0.01 persen, cabai hijau sebesar -
0.01 persen, daging ayam ras sebesar -0.01 persen, kulkas/lemari es -0.01, buah naga sebesar -
0.01 persen, dan pepaya sebesar -0.01 persen. dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5.
Komoditas Andil Tertinggi terhadap Inflasi/Deflasi Aceh
(Gabungan 3 kota) (Banda Aceh, Lhokseumawe, Meulaboh)
Desember 2020

Inflasi Komoditas Deflasi


Komoditas
Ikan Tongkol/Ikan Ambu-ambu 0,21 Emas Perhiasan -0,07
Cabai Merah 0,19 Sepeda Motor -0,01
Telur Ayam Ras 0,10 Cabai Hijau -0,01
Udang Basah 0,08 Danging Ayam Ras -0,01
Angkutan Udra 0,08 Kulkas/Lemari Es -0,01
Ikan Dencis 0,05 Buah Naga -0,01
Ikan Kembung 0,04 Pepaya -0,01
Ikan Biji Nangka/Ikan Kuniran 0,03 - -
Ikan Bandeng/Ikan Bolu 0,02 - -
Kacang Panjang 0,02 - -
Cumi-Cumi 0,02 - -
Ayam Hidup 0,01 - -
Jeruk Nipis/Limau 0,01 - -
Ikan Tuna 0,01 - -

PIR 0,01 - -
Ikan Mujair 0,01 - -
Kangkung 0,01 - -
Apel 0,01 - -
Sumber : Berita Resmi Statistik (BRS), 2021

Nilai PDRB Perkapita diperoleh dengan cara membagi nilai PDRB dengan jumlah
penduduk pertengahan tahun. Indikator ini dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan
penduduk di suatu wilayah. Meskipun sebenarnya nilai PDRB Perkapita ini belum tentu
menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk secara riil masyarakat, namun demikian dengan
mengamati perkembangan PDRB Perkapita dari tahun ke tahun setidaknya dapat diketahui
gambaran tingkat kesejahteraan penduduk secara umum di Aceh.

33
Tabel 4.6.
PDRB Perkapita ADHB Aceh 2016 - 2020
Tahun
Berdasarkan Harga Berlaku
2016 2017 2018 2019 2020
Nilai dengan Migas (Juta Rupiah) 26,85 28,1 29,73 30,57 30,47
Nilai tanpa Migas (Juta Rupiah) 26,02 27,19 28,67 29,52 29,54
Nilai dengan Migas (US$) 2.017,57 2.102,39 2.087,19 2.092,43 2.089,57
Nilai tanpa Migas (US$) 1.955,21 2.034,18 2.012,75 2.020,37 2.025,79
Sumber : Berita Resmi Statistik (BPS Aceh) Tahun 2021
Dari Tabel di atas terlihat bahwa perkembangan PDRB Per kapita tanpa migas Aceh
memiliki tren meningkat setiap tahun dengan pencapaian PDRB per kapita tahun 2020
sebesar 29,54 juta rupiah. Namun demikian, perkembangannya dengan menggunakan migas
mengalami kontraksi di tahun 2020 dengan nilai PDRB perkapita sebesar 30,47 juta rupiah
atau menurun 0,1 persen dari tahun sebelumnya.
Indeks Gini merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk menganalisa tingkat
kesenjangan di suatu daerah. Nilai tersebut diukur berdasarkan klasifikasi pendapatan
masyarakat sehingga dihasilkan indeks dengan kisaran 0–1. Menurut Michael Todaro bahwa
nilai Indeks Gini yang terletak antara 0,50–0,70 menandakan pemerataan yang sangat
timpang, sedangkan apabila nilainya terletak antara 0,36–0,49 menunjukan kesenjangan
sedang, sementara apabila nilai Gini terletak diantara 0,20–0,35 dinyatakan pemerataan relatif
tinggi atau merata. Secara rinci perkembangan Indeks Gini Aceh terdapat pada Gambar 4.4.:
Gambar 4.4
Indeks Gini Rasio Aceh 2015 – 2020

Aceh Nasional
0.41
0.391 0.389 0.384 0.382
0.39 0.380
0.381
0.37
0.35 0.33 0.333 0.329 0.325 0.319 0.323
0.33
0.31
0.29
0.27 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Sumber : Berita Resmi Statistik (BPS Aceh) Tahun 2021

Perkembangan Indeks Gini Aceh dari tahun 2015 hingga 2020 mengalami kondisi
fluktuatif. Ini terlihat dari Gambar 4.4. yang menggambarkan bahwa nilai ketimpangan Aceh

34
menurun pada tahun 2019 sebesar 0,319 namun kembali naik pada tahun 2020 sebesar 0,323.
Tren yang sama juga terjadi pada kondisi Nasional yang meningkat tipis dari tahun 2019
sebesar 0,380 menjadi 0,381 pada tahun 2020. Peningkatan kesenjangan pendapatan
merupakan fenomena yang terjadi secara umum di seluruh provinsi di Indonesia pada tahun
2020 sebagai dampak dari pandemi Covid-19 dan pengaruhnya terhadap penurunan
pendapatan masyarakat.

Ketimpangan regional merupakan cerminan dari kemajuan pembangunan di suatu


wilayah. Nilai indeks ketimpangan tersebut tidak hanya terlihat dari kesenjangan tingkat
kemiskinan yang terdapat di kabupaten maupun kota, namun juga terlihat dari besarnya
pertumbuhan ekonomi yang meningkat serta distribusi pendapatan yang tidak merata.
Pertumbuhan ekonomi yang cepat namun tidak diimbangi dengan pemerataan, akan
menimbulkan ketimpangan wilayah. Kondisi ketimpangan regional yang digambarkan dari
Indeks Williamson Aceh terdapat pada gambar 4.5 berikut:

Gambar 4.5
Perkembangan Nilai Indeks Williamson Tahun 2016-2020

0.4

0.39
0.389

0.38
0.376
0.37

0.36
0.360
0.354
0.35 0.349

0.34

0.33

0.32

2016 2017 2018 2019 2020

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2021

Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa perkembangan nilai ketimpangan


berdasarkan Indeks Williamson dari tahun 2016 hingga 2020 dikategorikan sedang menuju
rendah. Nilai tersebut terlihat dari capaian pada tahun 2016 sebesar 0,389 dan tahun 2019
sebesar 0,349 dengan rata-rata penurunan sebesar 0,01. Penurunan ini diperkirakan akibat dari
adanya percepatan pembangunan ekonomi di daerah yang didukung dengan pendanaan
35
Otonomi Khusus. Pada tahun 2020 indeks williamson mengalami peningkatan sebesar 0.360
yang diakibatkan oleh tinggi dan rendahnya nilai pendapatan perkapita di beberapa
Kabupaten/Kota dan terdapat sinergisitas signifikansi antara kabupaten yang satu dengan
kabupaten lainnya.

Rilis BPS untuk hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional September 2020 menunjukkan
bahwa angka kemiskinan Aceh sebesar 15,43 persen, dimana angka ini mengalami kenaikan
sebesar 42 poin dari konsisi September 2019 atau naik 44 poin dari kondisi Maret 2020. BPS
mencatat bahwa Aceh mengalami penurunan angka kemiskinan sebesar 0,31 poin dari 15,32
persen pada periode maret tahun 2019 yang mencapai 15,32 persen. Kondisi ini terjadi pada
awal masa pandemi Covid 19, dimana dampak pandemi belum menyentuh berbagai aspek
tatanan sosial ekonomi, Aceh sempat mengalami penurunan angka kemiskinan dan
menduduki posisi 14,99 persen, turun 2 poin dari September 2019, namun kemudian kembali
melonjak menjadi 15,43 persen di tengah parahnya dampak Covid 19.

Gambar 4.6
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Aceh, 2017-2020
(Maret dan September)

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2021 (data diolah)

Beberapa faktor yang disinyalir menjadi penyebab naiknya kemiskinan pada bulan
September 2020 adalah Pandemi Covid 19 yg menyebabkan penambahan orang miskin baru
(kehilangan mata pencaharian, hilangnya lapangan berusaha dan terbatas ruang gerak),
pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi akibat banyaknya usaha ekonomi yg harus
terhenti/tutup, bangkrut atau berkurangnya omset secara drastis (pertumbuhan Konsumsi
Rumah Tangga juga terkontrasi karena rendahnya pendapatan, Laju Inflasi umum yang
36
rendah (artinya tidak ada pertumbuhan ekonomi dan tidak ada permintaan), naiknya harga
eceran barang-barang kebutuhan pokok, serta naiknya Angka Pengangguran terbuka (Aceh
mencatat selama pandemi sebesar 61 ribu pekerja informal kehilangan pekerjaan).

Posisi relatif Tingkat Kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin Aceh dibandingkan 33
provinsi lainnya di Indonesia dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut:

Gambar 4.7
Posisi Relatif Jumlah dan Persentase Penduduk per Provinsi di Indonesia,
Maret 2020

Sumber: Susenas ( 2020)

Dilihat dari tingkat persentase, maka posisi relatif angka kemiskinan Aceh per Maret
2020 berada pada urutan ke 7 dari 34 provinsi di Indonesia. Sedangkan sebanyak enam
provinsi lainnya, mulai dari urutan pertama adalah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara
Timur, Maluku, Gorontalo dan Bengkulu.

Sementara itu, jika dilihat dari sisi jumlah, maka Aceh berada pada urutan ke 9 dari 34
provinsi, dimana 3 provinsi tertinggi jumlah penduduk miskin berada di Pulau Jawa, yaitu:
Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kemudian diurutan keempat sampai dengan ke
delapan diikuti oleh Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan, Lampung dan
Papua. Urutan posisi provinsi relative persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia
Maret-September 2020 dapat dilihat dalam grafik 4.1 berikut ini:

37
Grafik 4.1.
Posisi Relatif Persentase Penduduk Menurut Provinsi di Indonesia,
Maret-September 2020

Sumber: BPS, Susenas (September 2020)

BPS menggunakan ukuran Garis Kemiskinan (GK) untuk menghitung jumlah dan
persentase penduduk miskin berdasarkan daerahnya. Rilis Berita Resmi Statistik (BRS, 2020)
menunjukkan bahwa selama periode September 2019 – Maret 2020, Garis Kemiskinan Aceh
naik sebesar 3,51 persen, yaitu dari Rp. 504.414,- per kapita per bulan (september 2019)
menjadi Rp. 522.126,- per kapita per bulan (Maret 2020). Kemudian Garis Kemiskinan juga
mengalami kenaikan pada September 2020, namun tidak signifikan (hanya sebesar 0,40 poin)
sehingga menjadi Rp 524.208,- per kapita per bulan.

Tabel 4.7.
Komponen Garis Kemiskinan , 2019-2020 (Maret-September)

Sumber: BPS, Susenas (2020)

Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK) Aceh 2020, yang terdiri
dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM),
terlihat bahwa peranan komoditi makanan lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan
38
makanan (diantaranya: perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Besarnya
sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2020 sebesar 76,04 persen (73,51 persen di
perkotaan dan 77,33 persen di perdesaan), sedangkan untuk GK pada September 2019
sebesar 76,20 persen.

Tabel 4.8
Komoditi Pembentuk Garis Kemiskinan Tahun 2019

Sumber: BPS, Susenas (2020)

Dari telaahan terhadap hasil Susenas 2019 dan 2020, maka dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar tingkat kemiskinan dipengaruhi oleh komoditi makanan seperti beras, rokok,
ikan tongkol/tuna/ cakalang, cabe merah, kue basah, gula pasir, telur ayam ras, bawang
merah, bandeng dan kembung. Sedangkan komoditi non makanan yang berpengaruh
diantaranya; biaya perumahan, bahan bakar (bensin), listrik, pendidikan, pakaian jadi laki-laki
dewasa, pakaian jadi perempuan dewasa dan biaya angkutan.

Dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab naiknya angkakemiskinan, terutama


pada masa pandemi Covid 19 serta komoditi-komoditi yang berkontribusi terhadap Garis
Kemiskinan, maka Aceh perlu untuk membangun fondasi ekonomi yang kuat agar tidak lagi
terpuruk. mulai saat ini Aceh harus dapat menumbuhkan dan memperkuat industri- industri
yang menghasilkan bahan kebutuhan pokok sehingga Aceh tidak lagi tergantung pada daerah
lain. Ketergantungan ini bahkan telah menyebabkan aliran dana ke luar (capital outflow) Aceh
cukup tinggi, sehingga angka kemiskinan Aceh masih tinggi dan pertumbuhan ekonomi Aceh
masih rendah.
39
Perkembangan kondisi ketenagakerjaan di Aceh sangat variatif. Bila dilihat dari jumlah
penduduk usia kerja, terjadi peningkatan jumlah penduduk yang bekerja dari tahun 2016
hingga 2020. Peningkatan jumlah tersebut berimplikasi terhadap meningkatnya jumlah
penduduk usia kerja di Aceh yang juga memiliki tren yang meningkat dari 3,51 juta orang
menjadi 3,88 juta orang. Namun demikian, tren positif tersebut tidak terjadi pada jumlah
pengangguran yang harus mengalami peningkatan di tahun 2020 dengan jumlah sebesar 167
ribu orang atau dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 6,59 persen.
Perkembangan ketenagakerjaan di Aceh tahun 2016 hingga tahun 2020 dapat dilihat pada
Tabel 4.9 berikut:
Tabel 4.9
Perkembangan Komponen Ketenagakerjaan Aceh, Tahun 2016-2020

Tahun
Komponen
Ketenagakerjaan 2016 2017 2018 2019 Agustus 2020

Penduduk UsiaKerja 3.513.965 3.590.825 3.663.250 3.734.614 3.881.000

a. Angkatan Kerja 2.257.943 2.288.777 2.353.440 2.366.320 2.527.000

Bekerja 2.087.045 2.138.512 2.203.717 2.219.698 2.360.000

Penganggur 170.898 150.265 149.723 146.622 167.000

b. Bukan AngkatanKerja 1.256.022 1.302.048 1.309.810 1.368.294 1.354.000

TPT (Persen) 7,57 6,57 6,36 6,2 6,59

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2020

Secara umum TPT dari tahun 2016 sampai 2020 terus mengalami penurunan, namun
masih terdapat pada beberapa jenjang Pendidikan pada tahun 2020 terjadi fluktuasi TPT,
terutama pada jenjang Pendidikan SMTA dan universitas. Kondisi ini dampak dari wabah
virus corona 19. Bila dilihat dari distribusi pengangguran berdasarkan kelompok jenjang
pendidikan, sebagian besar pengangguran disumbangkan oleh penduduk yang menamatkan
pendidikan tingkat SMTA kejuruan, SMTA umum dan yang menamatkan pendidikan di
tingkat universitas. Ketiga kelompok pendidikan tersebut mengalami peningkatan jumlah
pengangguran pada tahun 2020 dengan persentase SMTA kejuruan sebesar 10,87 persen,
SMTA umum sebesar 9,39 persen dan pengangguran di tingkat universitas sebesar 8,42
persen. Perkembangan distribusi persentase tingkat pengangguran berdasarkan jenjang
pendidikan yang ditamatkan dapat dilihat pada tabel 4.10. berikut:
40
Tabel 4.10.
Perkembangan Komponen Ketenagakerjaan Aceh, Tahun 2016-2020
Tahun
Pendidikan 2016 2017 2018 2019 2020
≤SD 3,07 2,32 3,22 2,9 2,57
SMTP 3,01 4,53 3,42 5,04 4,9
SMTA Umum 12,96 10,74 9,83 8,5 9,39
SMTA Kejuruan 14,85 10,95 10,72 10,76 10,87
DIPLOMA I/II/III/ AKADEMI 5,79 8,2 5,92 7,45 6,67
UNIVERSITAS 10,77 8,06 9,3 7,04 8,42
TPT 7,57 6,57 6,36 6,2 6,59
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2020

Peningkatan jumlah pengangguran pada tahun 2020 terjadi hampir di semua kategori
jenjang pendidikan di Aceh. Pandemi Covid-19 diduga menjadi salah satu penyebab
keterpurukan tersebut, dengan jumlah laki-laki yang menganggur akibat Covid-19 sebanyak
9,9 ribu orang dan perempuan sebanyak 8 ribu orang. Bila dilihat dari sebarannya berdasarkan
daerah tempat tinggal, jumlah penganggur terbanyak akibat Covid-19 berada di wilayah
perdesaan sebanyak 9,1 ribu orang dan perempuan sebanyak 8 ribu orang. Jumlah
pengangguran akibat pandemi Covid-19 terdapat pada Tabel 4.11. berikut:
Tabel 4.11.
Dampak Covid-19 terhadap Penduduk Usia Kerja Menurut Jenis Kelamin
dan Daerah Tempat Tinggal, Agustus 2020

Jenis Kelamin Daerah Tempat Tinggal


Komponen Laki-laki Perempuan Perkotaan Perdesaan Total (Ribu
(Ribu Orang) (Ribu Orang) (Ribu Orang) (Ribu Orang) Orang)
Pengangguran karenaCovid-19 9,9 8 8,8 9,1 18
Bukan Angkatan Kerja (BAK)
1 4,2 2,7 2,5 5,2
karena Covid-19
Sementara Tidak Bekerja
9,5 11,5 9,1 11,9 21
karena Covid-19
Penduduk Bekerja yang
mengalami pengurangan jam 200,6 143,6 148,9 195,3 344,2
kerja karena Covid- 19
Total 221 167,3 169,5 218,8 388,4
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2020

Saat ini, Angka Melek Huruf (AMH) Aceh sudah berada di atas AMH Nasional, dimana
AMH Nasional adalah 96,00 sedangkan AMH Aceh 98,25. Angka Melek Huruf di Aceh yang
terus mengalami penurunan setiap tahunnya memperlihatkan bahwa berbagai upaya
Pemerintah Aceh dalam menurunkan angka melek huruf melalui berbagai strategi dan
program telah memperoleh hasil yang membanggakan seiring dengan terlaksananya berbagai
41
strategi yang inovatif dan menjawab kebutuhan belajar masyarakat. Namun, bila
dibandingkan dengan AMH propinsi lain di Sumatera, maka AMH Aceh masih berada di
bawah AMH Sumatera Utara (99,16) dan rata-rata Sumatera (98,51). Capaian ini
menunjukkan bahwa sekitar 98,25 persen penduduk usia 15 tahun keatas di Provinsi Aceh
telah bebas buta huruf, atau terdapat 1,75 persen penduduk buta huruf. Angka Melek Huruf
(AMH) Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas Aceh, seperti pada tabel 4.12.
Tabel 4.12.
Angka Melek Huruf (AMH) Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Tahun 2016 – 2020
Tahun
Kabupaten/Kota 2016 2017 2018 2019 2020 Rata-Rata
Simeulue 98,71 98,84 98,49 99,25 98,80 98,82
Aceh Singkil 96,83 96,14 96,24 98,28 96,89 96,88
Aceh Selatan 96,89 96,15 94,95 95,97 96,82 96,16
Aceh Tenggara 98,59 99,24 98,13 99,33 98,60 98,78
Aceh Timur 98,16 98,35 98,42 98,60 99,24 98,55
Aceh Tengah 99,03 99,31 98,93 99,45 98,55 99,05
Aceh Barat 96,94 98,37 97,67 98,01 97,84 97,77
Aceh Besar 98,05 97,21 98,74 98,66 98,48 98,23
Pidie 95,87 96,57 96,64 96,65 97,05 96,56
Bireuen 98,98 98,98 99,43 98,89 98,88 99,03
Aceh Utara 98,05 97,63 98,44 98,21 99,18 98,30
Aceh Barat Daya 96,12 97,12 96,38 96,63 95,55 96,36
Gayo Lues 94,20 96,72 94,08 94,98 93,91 94,78
Aceh Tamiang 97,65 98,45 98,90 97,70 98,14 98,17
Nagan Raya 96,22 95,58 96,61 97,22 97,05 96,54
Aceh Jaya 96,90 96,46 96,47 98,11 96,93 96,97
Bener Meriah 98,96 99,25 99,78 99,69 99,10 99,36
Pidie Jaya 95,64 97,51 96,09 97,51 96,89 96,73
Banda Aceh 99,10 99,42 99,66 99,69 99,79 99,53
Sabang 98,94 98,71 98,16 98,46 99,76 98,81
Langsa 99,29 98,50 98,40 99,44 99,03 98,93
Lhokseumawe 98,99 99,43 99,50 99,24 99,51 99,33
Subulussalam 95,94 98,08 97,59 97,25 97,01 97,17
Aceh 97,74 97,94 98,03 98,21 98,25 98,03
Nasional 95,38 95,50 95,66 95,90 96,00 95,69
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2021 (Data diolah

Selanjutnya pada tabel 4.13 disajikan gambaran tentang Angka Melek Huruf (AMH)
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Aceh, Sumatera Utara dan Nasional Tahun 2016– 2020. Secara
umum perkembangan AMH Aceh, rata-rata Sumatera dan nasional dari tahun 2014 – 2020
mengalami fluktuasi yang cenderung meningkat, sedangkan AMH Sumatera utara terjadi
peningkatan yang signifikan dari 98,57 pada tahun 2014 dan terus meningkat hingga menjadi 99.16
pada tahun 2020.
42
Tabel 4.13.
Angka Melek Huruf (AMH) Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Aceh,
Sumatera Utara dan Nasional Tahun 2014– 2020

Rata-rata
Tahun Aceh Sumatera Utara Nasional
Sumatera
2014 98,25 98,57 98,03 95,88

2015 97,63 98,68 98,05 95,22

2016 97,74 98,88 98,20 95,38

2017 97,94 98,89 98,29 95,50

2018 98,03 99,07 98,40 95,66

2019 98,21 99,15 98,26 95,90

2020 98,25 99,16 98.51 96,00


Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2021 (Data diolah)

Upaya pemberantasan buta huruf di Aceh diarahkan pada kabupaten/kota dengan


tingkat angka melek huruf yang rendah, yaitu Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Barat
Daya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Aceh Singkil. Rendahnya
angka melek huruf di daerah ini tampaknya berbanding lurus dengan angka rata-rata lama
sekolah yang juga relatif rendah. Oleh karena itu, daerah ini menjadi lokasi prioritas
pemberantasan buta huruf di Aceh.

Pada Tabel 4.14. menjelaskan tentang Angka Rata-Rata Lama Sekolah Aceh Tahun
2016 – 2020 terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di
Aceh pada tahun 2020 adalah 9,33 tahun, artinya rata-rata penduduk Aceh menyelesaikan
pendidikan tamat SMP atau terhenti dikelas 1 SMA. Kenaikkan RLS sangat berpengaruh
dengan upaya pemerintah di sektor Pendidikan dalam penyediaan fasilitas pendidikan yang
merata disetiap kabupaten/kota dan karena adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya
Pendidikan. Namun jika diperhatikan lebih lanjut, ternyata Kota Subulussalam merupakan
daerah yang terendah capaian angka rata- rata lama sekolah sebesar 7,84 sedangkan yang
tertinggi adalah Kota Banda Aceh yaitu sebesar 12,65 karena merupakan pusat pemerintahan
dan perekonomian. Rendahnya angka rata-rata lama sekolah di Kota Subulussalam salah
satunya disebabkan oleh sulitnya akses menuju sekolah.

43
Tabel 4.14.
Angka Rata-Rata Lama Sekolah Tahun 2016-2020

Tahun
Kabupaten/Kota Rata-Rata
2016 2017 2018 2019 2020 Pertumbuhan
Simeulue 8,91 9,06 9,07 9,08 9,34 1,19
Aceh Singkil 7,69 7,84 8,05 8,52 8,53 2,63
Aceh Selatan 8,02 8,33 8,38 8,59 8,87 2,55
Aceh Tenggara 9,33 9,63 9,64 9,65 9,66 0,87
Aceh Timur 7,60 7,80 7,85 7,86 8,15 1,76
Aceh Tengah 9,66 9,67 9,68 9,69 9,85 0,49
Aceh Barat 8,70 9,04 9,08 9,09 9,37 1,87
Aceh Besar 9,92 9,93 10,14 10,31 10,32 0,99
Pidie 8,75 8,76 8,81 8,82 8,99 0,68
Bireuen 9,15 9,16 9,17 9,27 9,28 0,35
Aceh Utara 8,09 8,10 8,11 8,46 8,63 1,63
Aceh Barat Daya 7,93 8,12 8,13 8,35 8,66 2,23
Gayo Lues 7,10 7,39 7,69 7,91 8,20 3,67
Aceh Tamiang 8,21 8,47 8,70 8,89 8,90 2,04
Nagan Raya 8,24 8,25 8,26 8,50 8,68 1,31
Aceh Jaya 7,95 8,13 8,37 8,66 8,70 2,28
Bener Meriah 9,43 9,55 9,56 9,78 9,79 0,94
Pidie Jaya 8,46 8,84 8,86 9,04 9,33 2,48
Banda Aceh 12,57 12,59 12,60 12,64 12,65 0,16
Sabang 10,51 10,70 10,97 11,13 11,14 1,47
Langsa 10,71 10,90 11,06 11,10 11,11 0,92
Lhokseumawe 10,53 10,88 10,89 10,90 10,91 0,89
Subulussalam 6,88 7,12 7,39 7,58 7,84 3,32
Aceh 8,86 8,98 9,09 9,18 9,33 1,30
Nasional 7,95 8,10 8,17 8,34 8,48 1,63

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2021 (Data diolah )

Apabila ditinjau dari angka rata-rata lama sekolah, capaian Aceh sebesar 9,33 walaupun
masih terdapat beberapa kabupaten/kota dengan tingkat capaian Rata-rata Lama Sekolah yang masih
berada di bawah rata-rata Sumatera (8,89 tahun) dan rata-rata nasional dengan capaian 8,48
tahun. Sedangkan di tingkat provinsi, Aceh masih berada di bawah angka rata-rata lama
sekolah Provinsi Sumatera Utara (9,54 tahun), seperti ditunjukkan pada Tabel 4.15.
Selanjutnya ke depan Pemerintah Aceh berupaya melakukan percepatan peningkatan rata-rata
lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas antara lain dengan memperkecil angka putus
sekolah danmeningkatkan angka melanjutkan antar jenjang pendidikan.

44
Tabel 4.15.
Angka Rata-rata Lama Sekolah Aceh dan Rata-Rata Sumatera
Tahun 2016 – 2020

Tahun Aceh Sumatera Utara Rata-Rata Sumatera Nasional


2016 8,86 9,12 8,44 7,95
2017 8,98 9,25 8,57 8,10
2018 9,09 9,34 8,59 8,17
2019 9,18 9,45 8,78 8,34
2020 9,33 9,54 8,89 8,48
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2021 (Data diolah)

4.2 Gambaran Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Inflasi


dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh.

Adapun Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Inflasi


dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 4.8 Data Indikator Makro Aceh

Sumber: BPS 2021

Data Indikator Makro Ekonomi Aceh merupakan gambaran daripada pertumbuhan


ekonomi, IPM, pengangguran dan gini rasio Aceh yang mendukung analisis pengaruh

45
Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Inflasi dan Pengangguran
terhadap Kemiskinan di Aceh. Selanjutnya pada gambar 4.9 menunjukkan tentang capaian
indicator ekonomi makro Aceh.

Gambar 4.9 Data Capaian Indikator Makro Aceh

Sumber: BPS 2021

Perkembangan beberapa capaian indicator makro selama 12 tahun yaitu pertumbuhan


ekonomi, IPM, pengangguran dan gini rasio Aceh yang mendukung analisis pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi. Beberapa indicator mengalami fluktuasi dan cenderung terus
menurun. Pada tahun 2008 indikator makro kurang menggembirakan namun ada dua
indicator yang relative baik (IPM dan gini ratio), sebagaimana Pada gambar 4.8.

Pada gambar 4.9 capaian indicator ekonomi makro pada tahun 2008 dan tahun 2020
mengalami perbaikkan dengan capaian masing-masing yaitu IPM sebesar (70,76 dan 71,99),
tingkat kemiskinan sebesar (23,53 dan 15,43 persen), pertumbuhan ekonomi mengalami
kontrasi (5,24 dan 0,37 persen), tingkat pengangguran terbuka sebesar (9,56 dan 6,59 persen)
dan gini ratio sebesar (0,300 dan 0,319). Penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008
karena dampak Tsunami dan pada tahun 2020 dikarenakan oleh Pandemi Covid-19.

46
Gambar 4.10 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Aceh tahun 2015-2020

Sumber: BPS 2021

Selanjutnya pada gambar 4.10 dapat kita lihat tentang pertumbuhan ekonomi nasional
dan Aceh tahun 2015-2020 yang mendukung analisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Inflasi dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di
Aceh. Selanjutnya pada gambar 4.11 ditunjukkan tentang tingkat pengangguran terbuka
nasional, Aceh 2015-2020 adalah sebagai berikut :

Gambar 4.11 Tingkat Pengangguran Terbuka Nasional, Aceh 2015-2020

Sumber: BPS 2021

47
Gambar 4.11 diatas merupakan data tingkat pengangguran terbuka nasional, Aceh
2015-2020 yang mendukung analisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), Inflasi dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh. Selanjutnya pada
gambar 4.12 dapat kita lihat tentang angka kemiskinan di Aceh.
Gambar 4.12 Angka Kemiskinan Aceh

Sumber: BPS 2021

Gambar 4.12 diatas merupakan data angka kemiskinan Aceh yang mendukung analisis
pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Inflasi dan
Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh. Selanjutnya pada gambar 4.13 dapat kita lihat
tentang persentase kemiskinan provinsi di Indonesia tahun 2020.
Gambar 4.13 Persentase Kemiskinan di Indonesia Tahun 2020

Sumber: BPS 2021

48
Gambar 4.13 diatas merupakan data persentase kemiskinan provinsi di Indonesia tahun
2020 yang mendukung analisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), Inflasi dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh. Selanjutnya pada
gambar 4.14 dapat kita lihat tentang persentase penduduk miskin menurut provinsi di pulau
sumatera tahun 2015-2020.

Gambar 4.14 Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi


Di Pulau Sumatera Tahun 2015-2020

Sumber: BPS 2021

Gambar 4.14 diatas merupakan data Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi Di
Pulau Sumatera Tahun 2015-2020 yang mendukung analisis pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Inflasi dan Pengangguran terhadap
Kemiskinan di Aceh. Selanjutnya pada gambar 4.15 dapat kita lihat tentang perkembangan
IPM Nasional, Aceh 2015 -2020.

49
Gambar 4.15 IPM Nasional, Aceh 2015 -2020

Sumber: BPS 2021

Gambar 4.15 diatas merupakan data IPM Nasional, Aceh 2015 -2020 yang mendukung
analisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Inflasi dan
Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh. Selanjutnya pada gambar 4.16 dapat kita lihat
tentang alokasi belanja langsung provinsi di Sumatera Tahun 2019.
Gambar 4.16 Alokasi Belanja Langsung Provinsi Di Sumatera Tahun 2019.

Sumber: BPS 2021

50
Gambar 4.16 diatas merupakan data alokasi belanja langsung provinsi di Sumatera
Tahun 2019 yang mendukung analisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), Inflasi dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh. Dapat dijelaskan
bahwa dalam alokasi belanja lansung juga terdapat alokasi untuk belanaja pegawai yaitu
mencapai 7,54 persen, hal ini menunjukkan angka yang relatif besar jika di bandingkan
dengan provinis lainnya yang terdapat di wilayah Pulau Sumatera. Selanjutnya pada gambar
4.17 dapat kita lihat tentang alokasi belanja langsung kabupaten/ kota di Aceh tahun 2019.

Gambar 4.17 Alokasi Belanja Langsung kabupaten/ kota di Aceh tahun 2019.

Sumber: BPKA 2020

Gambar 4.17 diatas merupakan data alokasi belanja langsung kabupaten/ kota di Aceh
tahun 2019 yang mendukung analisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), Inflasi dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh. Dapat dijelaskan
alokasi belanja lansung untuk kabupaten/kota di Aceh terlihat bahwa didalam alokasi belanja
lansung juga masih terdapat belanja untuk pegawai yang relative besar yang rata-rata
mencapai diatas 10 persen. Selanjutnya pada gambar 4.18 dapat kita lihat tentang Struktur
PDRB Aceh dan Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan Usaha Triwulan II Tahun 2020.

51
Gambar 4.18 Struktur PDRB Aceh dan Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan
Usaha Triwulan II Tahun 2020.

Sumber: BPS 2021

Gambar 4.18 diatas merupakan Struktur PDRB Aceh dan Pertumbuhan Ekonomi
menurut Lapangan Usaha Triwulan II Tahun 2020yang mendukung analisis pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Inflasi dan Pengangguran
terhadap Kemiskinan di Aceh. Selanjutnya pada gambar 4.19 dapat kita lihat tentang
Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Triwulan II -2020.

Gambar 4.19 Struktur Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha


Triwulan II -2020.

Sumber: BPS 2021


52
Gambar 4.19 diatas merupakan Struktur Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha
Triwulan II-2020 yang mendukung analisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), Inflasi dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh.
Selanjutnya pada gambar 4.20 dapat kita lihat tentang Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III-
2019, Triwulan II-2020 dan Triwulan III-2020 (y-o-y) Menurut Lapangan Usaha.

Gambar 4.20 Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III-2019,


Triwulan II dan III-2020 (Y-O-Y) Menurut Lapangan Usaha.

Gambar 4.20 diatas menunjukkan tentang Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III-2019,


Triwulan II-2020 dan Triwulan III-2020 (y-o-y) Menurut Lapangan Usaha. Data ini
merupakan data yang dapat mendukung analisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), Inflasi dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh.

4.3 Sistem Perencanaan dan pengelolaan Belanja Pembangunan di Aceh

Belanja daerah merupakan sarana untuk mencapai tujuan strategis pemerintah serta
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat sehingga pengelolaan belanja harus
dilaksanakan dengan baik mulai dari perencanaan sampai dengan pemantauan. Pengelolaan
belanja sendiri mencakup mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
program dan kegiatan. Pada tahapan perencanaan, diperlukan analisis ekonomi/studi
kelayakan atas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Analisis ekonomi sendiri
merupakan metode yang digunakan untuk menilai program/kegiatan yang akan dipilih untuk

53
dilaksanakan dengan melakukan analisis eksternalitas ekonomi seperti analisis biaya dan
manfaat (cost benefit analysis), analisis efektivitas biaya, dan sebagainya. Analisis ekonomi
daerah dimaksudkan untuk menilai sejauh mana realisasi pembangunan daerah dapat
mempengaruhi kinerja ekonomi daerah dan sejauh mana indikator makro ekonomi daerah
telah sesuai dengan angka yang telah diasumsikan di dalam RPJMD. Untuk meningkatkan
objektivitas dari analisis yang dilakukan, maka analisis perlu direviu oleh pihak yang
berkompeten dan juga dipublikasikan.

Setelah dilakukan analisis ekonomi/studi kelayakan, dilakukan seleksi atas


program/kegiatan yang telah melewati analisis ekonomi/studi kelayakan tersebut. Dalam
tahapan ini, diperlukan kriteria standar yang kemudian dijadikan pedoman agar proses seleksi
dapat selaras dengan prioritas pembangunan daaerah yang telah ditetapkan. Pada tahapan ini,
diperlukan pula transparansi dan pengaturan yang komprehensif oleh pemerintah daerah
untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pelaksanaan belanja.

Atas program/kegiatan terpilih, kemudian dilengkapi dengan penyusunan proyeksi


belanja daerah. Manajemen anggaran yang baik memerlukan penyusunan proyeksi anggaran
yang komprehensif selama kurun waktu pelaksanaan program. Proyeksi biaya tersebut
didokumentasikan dalam suatu perencanaan anggaran yang mencakup proyeksi biaya jangka
menengah dari keseluruhan anggaran yang dimiliki maupun proyeksi atas pengeluaran lain
yang berkaitan dengan pelaksanaan program dan kegiatan.

Program/kegiatan tersebut kemudian direalisasikan sesuai dengan perencanaan yang


telah disusun. Sepanjang proses pelaksanaan program/kegiatan, dilakukan pemantauan dan
pelaporan pelaksanaan program/kegiatan untuk menilai apakah capaian output
program/kegiatan telah sesuai dengan perencanaan, memonitor perkembangan fisik maupun
keuangan, dan perkiraan penyelesaian program/kegiatan, mengidentifikasi permasalahan dan
hambatan pelaksanaan, serta membuat laporan pelaksanaan program/kegiatan secara berkala.
Tidak hanya pada tahapan pelaksanaan, proses pemantauan ini melekat pada setiap tahapan
pengelolaan belanja daerah dan dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga hasil dari
pemantauan dapat digunakan sebagai masukan/perbaikan dalam proses perencanaan maupun
pelaksanaan program/kegiatan selanjutnya. Dengan dilaksanakannya pemantauan yang
memadai, diharapkan pelaksanaan program/kegiatan dapat berjalan dengan baik, tepat waktu,
dan sesuai dengan target capaian program dan kegiatan.

54
Berdasarkan uraian tahapan pengelolaan belanja daerah tersebut, indikator kinerja
pengelolaan belanja daerah meliputi analisis ekonomi, seleksi, proyeksi biaya, dan
pemantauan atas program/kegiatan. Hasil analisis atas pengelolaan belanja program dan
kegiatan terkait pertumbuhan indicator makro ekonomi pemerintah daerah yang diuji petik
menunjukkan adanya permasalahan antara lain yaitu Pemda Belum Melakukan Analisis
Ekonomi atau Studi Kelayakan/ Prakelayakan atas Program dan Kegiatan.

Dokumen analisis ekonomi memuat analisis biaya, manfaat ekonomi dan sosial yang
diantaranya berupa studi kelayakan/pra kelayakan, Kerangka Acuan Kerja (KAK), Detail
Engineering Design (DED) atau dokumen lain yang dipersamakan. Hasil yang diperoleh pada
aspek pengelolaan belanja program dan kegiatan menemukan bahwa hampir seluruh
pemerintah daerah belum melakukan analisis ekonomi/studi kelayakan.

Dalam pelaksanaan maupun pengkoordinasian penyusunan perencanaan dokumen


pembangunan daerah, pemda berpedoman pada Permendagri No. 86 Tahun 2017 tentang Tata
Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi
Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Didalam dokumen usulan program/kegiatan pemerintah
daerah, hampir seluruhnya tidak memuat informasi analisis ekonomi atas program/kegiatan
pada periode terkait maupun periode yang akan datang. Hal tersebut dikarenakan ketentuan
mengenai analisis ekonomi belum diatur di dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017, dan
Bappeda di daerah belum mengusulkan lebih lanjut mengenai konsep pedoman/kebijakan
analisis ekonomi atas kegiatan yang diusulkan sehingga belum ada dasar acuan maupun
panduan untuk melakukan analisis ekonomi tersebut.

Pada beberapa pemerintah daerah yang di observasi dikatakan belum membuat analisis
ekonomi/studi kelayakan atas program/kegiatan yang telah direncanakan, umumnya telah
menyusun KAK sebagai salah satu bentuk analisis ekonomi. Namun, sebagaimana yang
terjadi pada Pemkab Aceh Timur, Pemkab Pulang Pisau, dan Pemkab Karangasem,
ditemukan bahwa belum seluruh program/kegiatan untuk pencapaian makro ekonomi
didukung dengan penyusunan KAK. Penyusunan KAK umumnya dilakukan atas kegiatan
yang bersumber dari DAK yang mana KAK tersebut dibuat untuk memenuhi syarat
pengajuan belanja atas program/kegiatan yang bersumber dari DAK tersebut. Selain belanja

55
yang bersumber dari DAK, KAK juga disusun untuk Belanja Modal yang bersumber dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sedangkan KAK tidak disusun untuk belanja operasional yang
bersifat rutin. Pemeriksaan terhadap KAK yang telah disusun pun diketahui jika KAK
tersebut belum dibuat secara objektif, tepat waktu, dan belum sepenuhnya memiliki indikator
capaian kinerja yang relevan.

Permasalahan selanjutnya yaitu Pemda Belum Sepenuhnya Melakukan Seleksi atas


Usulan Program dan Kegiatan. Penetapan prioritas dalam pelaksanaan penentuan
program/kegiatan sangat dibutuhkan untuk menjamin bahwa program/kegiatan yang
direncanakan telah sesuai dengan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat sehingga dapat
berdampak optimal pada capaian makro ekonomi. Namun, sebagian pemerintah daerah
belum sepenuhnya melakukan seleksi atas usulan program dan kegiatan sesuai prioritas yang
ditetapkan dalam dokumen perencanaan.

Untuk penyusunan program dan kegiatan prioritas dalam perencanaan pembangunan,


Bappenas telah menetapkan Permen PPN/Bappenas No. 5 Tahun 2018 terkait Kriteria,
Metode, dan Tahapan Penyusunan Program dan Kegiatan Prioritas dalam Perencanaan
Pembangunan Pemerintah. Namun, masih ditemukan sebagian pemda yang tidak mengadopsi
kriteria dan metode tersebut dan tidak pula membentuk standarisasi tersendiri dalam rangka
menyeleksi program prioritas daerah. Di beberapa pemda diketahui jika penentuan prioritas
program/kegiatan dilakukan dengan mempertimbangkan visi misi kepala daerah terkait. Pada
beberapa daerah, penentuan usulan program dan kegiatan didasarkan pada hasil musrenbang
dan proses pembahasan anggaran di DPRD sedangkan OPD tidak memiliki dokumen
mengenai dasar pemilihan/seleksi program dan kegiatan tersebut sehingga pemda belum
memilik dasar pertimbangan yang terukur. Beberapa pemda juga diketahui belum sepenuhnya
melakukan penetapan program/kegiatan berdasarkan seleksi prioritas sebagaimana
program/kegiatan prioritas yang ditetapkan di dalam RPJMD. Hal tersebut terlihat dari masih
dominannya penetapan program/kegiatan yang bersifat fisik/pengadaan barang dan jasa
dibandingkan dengan program non fisik sebagaimana ditemukan pada Pemkab Aceh Timur.
Padahal menurut RPJMD, pelayanan publik dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan sosial
dasar lainnya baik kegiatan fisik (infrastruktur) maupun non fisik (non infrastuktur) memiliki
bobot yang sama penting. Selain itu, di lapangan masih ditemukan hasil pelaksanaan kegiatan
yang belum dimanfaatkan sesuai dengan tujuan dan prioritas yang telah ditetapkan seperti
pelaksanaan kegiatan rehabilitasi kelas namun kemudian kelas tidak kunjung

56
ditempati/dimanfaatkan, pelaksanaan kegiatan pembangunan rumah dinas namun tidak
kunjung ditempati/dimanfaatkan, dan pelaksanaan kegiatan lainnya yang mana dari segi
output terpenuhi namun pencapaian tujuan/manfaat/outcome dari pelaksanaan kegiatan tidak
terpenuhi. Beberapa penetapan kegiatan juga diketahui tidak sesuai dan bahkan tidak
memberikan dampak terhadap indikator kinerja program yang ditetapkan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pemilihan kegiatan yang dilakukan belum berdasarkan prioritas dan
sesuai kebutuhan penerima manfaat dari kegiatan tersebut sehingga hal tersebut berpotensi
mengakibatkan tidak terpenuhinya indikator keberhasilan program/kegiatan, kegiatan tidak
berjalan/mangkrak, dan kegiatan tidak dilaksanakan secara berkesinambungan yang pada
akhirnya dapat berpengaruh pada upaya peningkatan pembangunan manusia.

Permasalahan selanjutnmya Pemda Belum Sepenuhnya Melakukan Proyeksi Biaya atas


Program dan Kegiatan. Jika analisis ekonomi daerah ditujukan untuk menilai sejauh mana
realisasi pembangunan daerah dapat mempengaruhi kinerja ekonomi daerah, maka analisis
pengelolaan keuangan daerah ditujukan untuk menilai kapasitas keuangan daerah dalam
mendanai pelaksanaan pembangunan daerah. Selanjutnya, untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi alokasi dana, perlu dilakukan analisa belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan
daerah. Untuk menjamin kesinambungan pelaksanaan kegiatan agar mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, maka diperlukan perencanaan berupa proyeksi perkiraan biaya dibandingkan
dengan sumber pendanaan yang tersedia.

Dalam dokumen RPJMD, telah dimuat mengenai proyeksi pendapatan dan belanja selama
kurun waktu lima tahunan. Namun, proyeksi belanja yang termuat dalam RPJMD tersebut
merupakan proyeksi untuk level program dan belum menggambarkan proyeksi untuk level
kegiatan. Penelaahan terhadap anggaran belanja program yang termuat dalam APBD di
beberapa pemda diketahui belum sepenuhnya selaras dengan proyeksi RPJMD dimana masih
ditemukan program yang dianggarkan di dalam APBD namun tidak termuat di dalam
RPJMD, adanya deviasi yang besar antara anggaran belanja program pada APBD dengan
proyeksi RPJMD dimana terdapat program yang dianggarkan pada APBD dengan nilai
alokasi kurang 75 persen proyeksi RPJMD maupun program yang dianggarkan pada APBD
dengan alokasi lebih dari 125 persen proyeksi RPJMD.

Selain itu, beberapa proyeksi belanja juga diketahui belum mencantumkan sumber
pendanaan. Hal tersebut dikarenakan penentuan sumber pendanaan kegiatan di daerah juga
dipengaruhi oleh kebijakan lainnya termasuk kebijakan pemerintah pusat. Sebagai contoh,

57
jika pada tahun berjalan dilakukan pembangunan jalan yang bersumber dari DAK, maka
ketika pada tahun berikutnya menu yang tersedia pada aplikasi KRISNA adalah untuk
peningkatan jalan, maka pemda tidak memiliki pilihan kecuali untuk mengikutinya sehingga
penganggaran program/kegiatan menjadi berbeda dengan yang direncanakan. Dalam
pelaksanaan proyeksi anggaran, keberlanjutan pelaksanaan kegiatan pada beberapa pemda
juga belum sepenuhnya diperhatikan. Penyusunan RKPD banyak terfokus pada satu tahun
anggaran tanpa disertai proyeksi kebutuhan anggaran tahun berikutnya maupun evaluasi hasil
pelaksanaan program/kegiatan tahun sebelumnya sehingga mengakibatkan pelaksanaan
kegiatan tidak terselesaikan. Padahal penyelesaian pelaksanaan kegiatan termasuk diantaranya
pembangunan infrastruktur merupakan hal yang penting karena pembangunan infrastruktur
merupakan kegiatan yang menunjang pembangunan manusia karena keberadaannya
memberikan kemudahan akses pendidikan, kesehatan, dan perekonomian bagi masyarakat.
Pada Pemkab Kepulauan Selayar, pemda telah melakukan proyeksi anggaran dengan
menetapkan alokasi anggaran program/kegiatan setiap tahun sampai dengan pelaksanaan
program/kegiatan selesai namun belum menetapkan alokasi anggaran dan sumber pendanaan
untuk pemeliharaan dan pemanfaatan program/kegiatan. Ketiadaan anggaran pemeliharaan
tersebut disebabkan pemda menghindari penganggaran ganda khususnya pada bangunan
maupun barang yang diserahkan kepada masyarakat, dan juga karena alasan keterbatasan
anggaran.

4.4 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Inflasi dan
Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh
4.4.1 Pemilihan Model

1. Uji Chow
Ho : Model CEM yang dipilih (prob > 0,05)

H1 : Model FEM yang dipilih (Prob < 0,05)

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 131.916690 (22,134) 0.0000


Cross-section Chi-square 502.402335 22 0.0000

Dipilih model FEM karena prob 0,00 < 0,05

58
Selanjutnya dilakukan lagi uji Hausman untuk membandingkan antara FEM
dengan REM
2. Uji Hausman

Ho : Model REM yang dipilih (prob > 0,05)

H1 : Model FEM yang dipilih (Prob < 0,05)

Correlated Random Effects - Hausman Test


Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 6.483689 4 0.1658

karena prob 0,165> 0,05 maka dipilih model REM


3. Uji Langrange
Ho : Model CEM yang dipilih (prob > 0,05)

H1 : Model REM yang dipilih (Prob < 0,05)

Lagrange Multiplier Tests for Random Effects


Null hypotheses: No effects
Alternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided
(all others) alternatives

Test Hypothesis
Cross-section Time Both

Breusch-Pagan 382.5757 0.502100 383.0778


(0.0000) (0.4786) (0.0000)

Honda 19.55954 -0.708590 13.32964


(0.0000) -- (0.0000)

King-Wu 19.55954 -0.708590 8.426211


(0.0000) -- (0.0000)

Standardized Honda 21.14293 -0.366686 11.28466


(0.0000) -- (0.0000)

Standardized King-Wu 21.14293 -0.366686 6.454835


(0.0000) -- (0.0000)

Gourierioux, et al.* -- -- 382.5757


(< 0.01)

karena prob 0,00 < 0,05 maka dipilih model REM

59
Uji Chow Test 0.000 FEM

Uji Hausman 0.165 REM

Uji Langrange Multiplier 0.000 REM

4.4.2 Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas : Berdistribusi normal jikan probabilitas > 0,05


12
S eries : S tandardiz ed Res iduals
S am ple 2014 2020
10 O bs ervations 161

8 M ean -1.81e-15
M edian 0.016204
M ax im um 0.356177
6
M inim um -0.459147
S td. Dev. 0.199717
4 S k ewnes s -0.247984
K urtos is 2.281441

2
Jarque-B era 5.113844
P robability 0.077543
0
-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3

Disini ditunjukkan bahwa probablitasnya 0,077 > 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa data terdistribusi secara normal

2. Uji Multikolinearitas
X1 X2 X3 X4

X1 1 -0.288 -0.184 -0.208

X2 -0.288 1 0.097 -0.058

X3 -0.184 0.0977 1 -0.254

X4 -0.208 -0.0589 -0.254 1

Hasil menunjukkan antar variable independent < 0,800. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terjadi multikolinearitas.

60
3. Uji Heteroskedasitas

Dengan menggunakan model gletser diperoleh hasil :

Dependent Variable: RESABS

Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)

Date: 10/11/21 Time: 23:35

Sample: 2014 2020

Periods included: 7

Cross-sections included: 23

Total panel (balanced) observations: 161

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.206766 0.778145 -0.265717 0.7908

LOGX1 0.086638 0.181257 0.477986 0.6333

X2 6.30E-05 0.002723 0.023138 0.9816

X3 0.001127 0.001829 0.616268 0.5386

X4 -2.65E-05 0.001097 -0.024151 0.9808

Tidak Terjadi heteroskedasitas karena prob > 0,05

4. Uji Autokorelasi
Dependent Variable: LOGY
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 10/11/21 Time: 23:37
Sample: 2014 2020
Periods included: 7
Cross-sections included: 23
Total panel (balanced) observations: 161
Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.96504 1.007528 10.88312 0.0000


LOGX1 -1.938352 0.234509 -8.265586 0.0000
X2 0.005707 0.003181 1.794079 0.0747
X3 0.002459 0.002178 1.129361 0.2605
X4 0.002769 0.001242 2.230083 0.0272

Effects Specification
S.D. Rho

61
Cross-section random 0.190243 0.9536
Idiosyncratic random 0.041955 0.0464

Weighted Statistics

R-squared 0.511151 Mean dependent var 0.231097


Adjusted R-squared 0.498617 S.D. dependent var 0.059721
S.E. of regression 0.042288 Sum squared resid 0.278965
F-statistic 40.77929 Durbin-Watson stat 0.870723
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.393439 Mean dependent var 2.782093


Sum squared resid 6.381919 Durbin-Watson stat 0.038061

Keterangan, dimana:

DL = 1,6939 DU=1,7943
DU < DW <4-DU : tidak terjadi autokorelasi
1,7943 < 0,870 < 4 – 1,7943
1,7943 < 0,870 < 2,2057
Masih terjadi autokorelasi positif

Untuk itu dilakukan derivative pada masing-masing data, diperoleh hasil:

Dependent Variable: D(LOGY)


Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 10/11/21 Time: 23:58
Sample (adjusted): 2015 2020
Periods included: 6
Cross-sections included: 23
Total panel (balanced) observations: 138
Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.027256 0.007395 -3.685803 0.0003


D(LOGX1) 1.013841 0.789535 1.284099 0.2013
D(X2) 0.002218 0.002147 1.033341 0.3033
D(X3) 0.000194 0.001868 0.103683 0.9176
D(X4) 0.000103 0.001104 0.093514 0.9256

Effects Specification
S.D. Rho

Cross-section random 0.000000 0.0000


Idiosyncratic random 0.037176 1.0000
62
Weighted Statistics

R-squared 0.021093 Mean dependent var -0.019623


Adjusted R-squared -0.008348 S.D. dependent var 0.036246
S.E. of regression 0.036397 Sum squared resid 0.176191
F-statistic 0.716446 Durbin-Watson stat 1.886916
Prob(F-statistic) 0.582112

Unweighted Statistics

R-squared 0.021093 Mean dependent var -0.019623


Sum squared resid 0.176191 Durbin-Watson stat 1.886916

Keterangan, dimana:
DL = 1,6628 DU=1,7819
DU < DW <4-DU : tidak terjadi autokorelasi
1,7819 < 1,886 < 4 – 1,7819
1,7819 < 1,8869 < 2,2181 : maka sudah tidak terjadi masalah autokorelasi
4.4.3 Uji t

Uji t dilakukan untuk melihat pengaruh suatu variable independen terhadap


variable dependen.
Dengan menggunakan hipotesis :
Ho : Tidak Berpengaruh
Ha : Berpengaruh
Jika nilai prob > 0,05 artinya Ho diterima
Jika nilai Prob < 0,05 artinya Ho ditolak
maka :

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.96504 1.007528 10.88312 0.0000


LOGX1 -1.938352 0.234509 -8.265586 0.0000
X2 0.005707 0.003181 1.794079 0.0747
X3 0.002459 0.002178 1.129361 0.2605
X4 0.002769 0.001242 2.230083 0.0272

1. Logx1=IPM

Prob 0,000 < 0,050 maka Ho di tolak

Kesimpulan : IPM berpengaruh secara parsial terhadap kemiskinan

63
2. X2 = Inflasi

Prob 0,0747 > 0,05 maka Ho diterima

Kesimpulan : Inflasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap kemiskinan

3. X3 = Tingkat Pengangguran

Prob 0,2605 > 0,05 maka Ho diterima

Kesimpulan : Tingkat Pengangguran tidak berpengaruh secara parsial


terhadap kemiskinan

4. X4 = Laju Pertumbuhan Ekonomi

Prob 0,0275 < 0,05 maka Ho di Tolak

Kesimpulan : Laju pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara parsial


terhadap kemiskinan

4.4.4 Uji F

Uji simultan dilakuakn untuk melihat pengaruh variable independen secara


bersama-sama terhadap variable dependen. dari tabel diperoleh nilai probabilitas F
adalah 0,000 < 0,05

Kesimpulan :

Secara simultan variable IPM, Inflasi, Tingkat Pengangguran dan Laju


Pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

4.4.5 Hasil Uji Regresi


Dependent Variable: KM?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 10/26/21 Time: 20:20
Sample: 2014 2020
Included observations: 7
Cross-sections included: 23
Total pool (balanced) observations: 161
Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


C 49.68227 4.219807 11.77359 0.0000
IPM? -0.481631 0.056988 -8.451453 0.0000
INF? 0.099445 0.054027 1.840644 0.0676
TPT? 0.022501 0.036792 0.611574 0.5417
PE? 0.041125 0.021185 1.941229 0.0540

64
Random Effects (Cross)
_KAB_SIMEULUE--C 0.337144

_KAB_ACEH_SINGKIL--C 2.892617

_KAB_ACEH_SELATAN--C -5.495950

_KAB_ACEH_TENGGARA--C -3.484485

_KAB_ACEH_TIMUR--C -3.432017

_KAB_ACEH_TENGAH--C 0.989320

_KAB_ACEH_BARAT--C 3.578905

_KAB_ACEH_BESAR--C -0.353550

_KAB_PIDIE--C 3.548293

_KAB_BIREUEN--C -0.858331

_KAB_ACEH_UTARA--C 1.339592

_KAB_ACEH_BARAT_DAYA--C -1.438444

_KAB_GAYO_LUES--C 2.245786

_KAB_ACEH_TAMIANG--C -3.310088

_KAB_NAGAN_RAYA--C 1.651149

_KAB_ACEH_JAYA--C -2.596204

_KAB_BENER_MERIAH--C 5.146949

_KAB_PIDIE_JAYA--C 4.883932

_KOTA_BANDA_ACEH--C -2.353911

_KOTA_SABANG--C 1.968748

_KOTA_LANGSA--C -2.702905

_KOTA_LHOKSEUMAWE--C -1.611108
_KOTA_SUBULUSSALAM--C -0.945440

Model estimasi Random Effect Model (REM) adalah sebagai berikut :

KM = 49.68227 - 0.481631 IPM + 0.099445 INF + 0.022501 TPT + 0.041125 PE

Berdasarkan rumus bisa diinterpretasikan sebagai berikut:


1. Nilai konstanta 49,682 ini berarti bahwa apabila IPM, Inflasi, tingkat pengangguran dan
pertumbuhan ekonomi sama dengan 0 maka Tingkat Kemiskinan sama dengan 49,682

65
2. Koefisien regresi berganda sebesar - 0.481, 0.099, 0.022dan 0.041 mengindikasikan
besaran pengurangan dan penambahan tingkat kemiskinan.

Dependent Variable: KM?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)

Date: 10/26/21 Time: 20:20

Sample: 2014 2020

Included observations: 7

Cross-sections included: 23

Total pool (balanced) observations: 161

Swamy and Arora estimator of component variances

Weighted Statistics

R-squared 0.505713 Mean dependent var 1.565899

Adjusted R-squared 0.493039 S.D. dependent var 1.010381

S.E. of regression 0.719403 Sum squared resid 80.73643

F-statistic 39.90159 Durbin-Watson stat 0.911478

Prob(F-statistic) 0.000000

Berdasarkan hasil REM menunjukkan hasil estimasi untuk menghitung seberapa besar
variabel independen yaitu IPM, Inflasi, Tingkat Penganggruran dan laju pertumbuhan
ekonomi (IPM, INF, TPT, PE), yang ditunjukkan dari Rsquares 0,505 dimana 50,5 persen
seluruh variabel bebas dalam model mampu mendeskripsikan variabel terikat sedangkan
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar model regresi. Artinya bahwa desentralisasi
fiskal dan jumlah penduduk mampu menjelaskan perubahan pertumbuhan ekonomi sebesar
61,8% dan 38,2% lainnya di jelaskan oleh faktor lain.

4.5 Keterkaitan Hubungan Pendapatan, Kegiatan, Output, Outcome , Skpd Dan


Tujuan Pembangunan Yang Berkelanjutan

Keterkaitan Hubungan Pendapatan, Kegiatan, Output, Outcome , Skpd Dan Tujuan


Pembangunan Yang Berkelanjutan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

66
Gambar 4.21 Keterkaitan Hubungan Pendapatan, Kegiatan, Output, Outcome,
Skpd Dan Tujuan Pembangunan Yang Berkelanjutan

Gambar 4.21 diatas menunjukkan tentang Keterkaitan Hubungan Pendapatan, Kegiatan,


Output, Outcome , Skpd Dan Tujuan Pembangunan Yang Berkelanjutan. Data ini merupakan data
yang dapat mendukung analisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), Inflasi dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Aceh.

4.6 Karakteristik Responden

4.6.1 Wilayah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 8 kabupaten/kota yaitu : Kabupaten Aceh Tengah, Bener


Meriah, Bireun, Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Barat, Nagan Raya dan Kota Langsa. Data
dalam bentuk e-kuisioner yang diisi SKPD kabupaten/kota dan masyarakat. Sebaran data
yang telah di isi dapat dilihat pada gambar 4.22 dan gambar 4.23

67
A. SKPD Kabupaten Kota

Gambar 4.22
Responden dari unsur SKPD di 8 (delapan) kabupaten/kota

SKPD
Bener Meriah,
17.39% Langsa, 17.39%

Aceh Tengah , Aceh Barat, 17.39%


19.57%

Aceh Utara, 2.17%


Aceh Timur , 6.52% Nagan Raya, 8.70%
Bireuen, 10.87%

B. Masyarakat

Gambar 4.23
Responden dari unsur masyarakat di 8 (delapan) kabupaten/kota

MASYARAKAT
Bener Meriah
4% Langsa
Aceh Tengah
20%
16%

Aceh Timur
5%

Bireuen
Aceh Barat
9%
21%

Nagan Raya
11%
Aceh Utara
14%

68
4.6.2 Jenis Kelamin Responden
Gambar 4.24
Jenis Kelamin Responde dari unsur SKPD dan masyarakat
di 8 (delapan) kabupaten/kota

Jenis Kelamin

Perempuan, laki laki, 49.50%,


50.50%, 50% 50%

Sebagaimana dapat dilihat dari Gambar 4.24 menunjukkan jumlah responden


perempuan sedikit lebih besar daripada jumlah responden laki-laki. Responden laki-laki
sebesar 49,50 persen dan responden perempuan sebesar 50,50 persen. Responden laki-laki
dan perempuan dari unsur SKPD dan masyarakat di 8 kabupaten kota.

4.6.3 Usia Responden

Usia responden berkisar antara 19 s/d 65 tahun dari unsur SKPD dan masyarakat di 8
kabupaten/kota yaang dapat diklasifikasikan sebagaimana Gambar 4.25 berikut ini:
Gambar 4.25 Usia Responden

55 sd 64 tahun USIA
6.86% 15 sd 24 tahun
7% 19.61%
45 sd 54 tahun
20%
19.61%
20%

25 sd 34 tahun
21.57%
21%
35 sd 44 tahun
32.35%
32%

69
Berdasarkan klasifikasi diatas maka dapat diuraikan bahwa sebagian besar responden
adalah berumur 35 sampai 44 tahun yaitu sejumlah 32 persen dan responden yang berusia
55 sampai 64 tahun adalah responden yang jumlahnya paling sedikit.

4.7 Uji Validitas Item

Uji validitas item merupakan uji instrument data yang mengetahui seberapa cermat
suatu item dalam mengukur apa yang ingin diukur. Item dapat dikatakan valid jika adanya
korelasi yang signifikan dengan skor totalnya, hal ini menunjukkan adanya dukungan item
tersebut dalam mengungkap suatu yang ingin diungkap. Item biasanya berupa pertanyaan atau
pernyataan yang ditujukan kepada responden dengan menggunakan suatu kusioner dengan
tujuan mengungkap sesuatu.

pemerintah
alokasi
kab/kota Bantuan
anggaran tingka akses keseriusan penyalura
belum pemerinta
dalam t transporta pemkab dalam n bantuan
maksimal h untuk
penangana harga si antar mengembangk modal total
dalam masyarak
n baran kecamata an iklim usaha untuk skor
menangani at miskin
kemiskinan g n dan yang lebih baik usaha
permasalaha tidak tepat
masih tinggi gampong bagi daerahnya mikro
n sasaran
minim
kemiskinan

pemerintah
kab/kota Pearson
.639*
belum Correlatio 1 .576** .482** .070 .040 -.085 -.048 *
maksimal n
dalam
menangani Sig. (2-
.000 .000 .488 .692 .396 .636 .000
permasalaha tailed)
n kemiskinan N 101 101 101 101 101 101 101 101

alokasi Pearson
.632*
anggaran Correlatio .576** 1 .383** .189 -.018 -.130 -.024 *
dalam n
penanganan
kemiskinan Sig. (2-
.000 .000 .058 .862 .193 .809 .000
masih minim tailed)
N 101 101 101 101 101 101 101 101

Bantuan Pearson
pemerintah .590*
Correlatio .482** .383** 1 .389** -.084 .049 -.206* *
untuk n
masyarakat
miskin tidak Sig. (2-
.000 .000 .000 .405 .628 .039 .000
tepat tailed)
sasaran N 101 101 101 101 101 101 101 101
Pearson
.457*
Correlatio .070 .189 .389** 1 -.130 .145 -.011 *
tingkat harga n
barang tinggi Sig. (2-
.488 .058 .000 .196 .147 .911 .000
tailed)
N 101 101 101 101 101 101 101 101

70
Pearson
.040 -.018 -.084 -.130 1 .079 .149 .271**
Correlation

Sig. (2-
.692 .862 .405 .196 .434 .136 .006
tailed)

N 101 101 101 101 101 101 101 101

pemerintah
akses alokasi Bantuan
kab/kota akses keseriusan penyaluran
transportasi anggaran pemerintah
belum tingkat transportasi pemkab dalam bantuan
antar dalam untuk
maksimal harga antar mengembangkan modal total
kecamatan penanganan masyarakat
dalam barang kecamatan iklim usaha yang untuk skor
dan kemiskinan miskin
menangani tinggi dan lebih baik bagi usaha
gampong masih tidak tepat
permasalahan gampong daerahnya mikro
minim sasaran
kemiskinan

Pearson
-.085 -.130 .049 .145 .079 1 .411** .351**
Correlation

Sig. (2-
.396 .193 .628 .147 .434 .000 .000
tailed)

N 101 101 101 101 101 101 101 101

Pearson
penyaluran -.048 -.024 -.206* -.011 .149 .411** 1 .415**
Correlation
bantuan
modal Sig. (2-
.636 .809 .039 .911 .136 .000 .000
untuk tailed)
usaha
mikro N 101 101 101 101 101 101 101 101

Pearson
.639** .632** .590** .457** .271** .351** .415** 1
Correlation

Sig. (2-
.000 .000 .000 .000 .006 .000 .000
total skor tailed)

N 101 101 101 101 101 101 101 101

Untuk menentukan item valid atau tidak dapat dilihat pada nilai signifikansi pada total
skor, jika nilai signifikansi < 0,05 maka item valid, tetapi jika signifikansi > 0,05 maka item
tidak valid. Dari output SPSS dapat dilihat bahwa semua item memiliki signifikansi < 0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa item valid.

4.8 Analisis Crosstabs

Analisis crosstabs adalah alat analisis untuk deskripsikan data dengan bentuk kolom dan
baris. Selain itu untuk menganalisis hubungan antara variable baris dan kolom dengan analisis
statistik Chi Square.

71
4.8.1 Hubungan persepsi responden terkait alokasi anggaran dalam penanganan
kemiskinan masih minim dengan persepsi responden terhadap pemerintah belum
maksimal dalam menangani kemiskinan

Berdasarkan table diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:


- Terdapat 2 orang sangat tidak setuju dan 1 orang tidak setuju terkait persepsi alokasi
anggaran dalam penanganan kemiskinan masih minim terhadap pendapat sangat tidak
setuju terkait persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani
permasalahan kemiskinan
- Terdapat 4 orang tidak setuju, 1 orang netral dan 3 orang setuju terkait persepsi alokasi
anggaran dalam penanganan kemiskinan masih minim terhadap pendapat tidak setuju
terkait persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan
kemiskinan

- Terdapat 4 orang tidak setuju, 12 orang netral, 4 orang setuju dan 2 orang sangat setuju
terkait persepsi alokasi anggaran dalam penanganan kemiskinan masih minim terhadap
pendapat netral terkait persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani
permasalahan kemiskinan

- Terdapat 1 orang sangat tidak setuju, 2 orang tidak setuju, 2 orang netral, 24 orang setuju
dan 4 orang sangat setuju terkait persepsi alokasi anggaran dalam penanganan kemiskinan
masih minim terhadap pendapat setuju terkait persepsi pemerintah kab/kota belum
maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan

- Terdapat 4 orang tidak setuju, 2 orang netral, 7 orang setuju dan 22 orang sangat setuju
terkait persepsi alokasi anggaran dalam penanganan kemiskinan masih minim terhadap
pendapat sangat setuju terkait persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam
menangani permasalahan kemiskinan

72
Merumuskan hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan antar persepsi alokasi anggaran dalam penanganan
kemiskinan masih minim terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum
maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan
Ha : Ada hubungan antar persepsi alokasi anggaran dalam penanganan
kemiskinan masih minim terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum
maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan
Menentukan Kriteria
- Jika Signifikasni > 0,05 maka Ho diterima
- Jika Signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak
Kesimpulan:
Karena signifkansi 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa Ada
hubungan antar persepsi alokasi anggaran dalam penanganan kemiskinan masih minim
terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan
kemiskinan

4.8.2 Hubungan persepsi responden terkait bantuan pemerintah untuk masyarakat


miskin tidak tepat sasaran dengan persepsi responden terhadap pemerintah
belum maksimal dalam menangani kemiskinan

73
Berdasarkan table diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Terdapat 1 orang sangat tidak setuju, 1 orang tidak setuju dan 1 orang netral terkait
persepsi bantuan pemerintah untuk masyarakat miskin belum tepat sasaran terhadap
pendapat sangat tidak setuju terkait persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam
menangani permasalahan kemiskinan

- Terdapat 4 orang tidak setuju, 3 orang netral dan 1 orang setuju terkait persepsi bantuan
pemerintah untuk masyarakat miskin belum tepat sasaran terhadap pendapat tidak setuju
terkait persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan
kemiskinan

- Terdapat 5 orang tidak setuju, 13 orang netral, dan 4 orang setuju terkait persepsi bantuan
pemerintah untuk masyarakat miskin belum tepat sasaran terhadap pendapat netral terkait
persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan

- Terdapat 3 orang tidak setuju, 4 orang netral, 20 orang setuju dan 4 orang sangat tidak
setuju terkait persepsi bantuan pemerintah untuk masyarakat miskin belum tepat sasaran
terhadap pendapat setuju terkait persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam
menangani permasalahan kemiskinan

- Terdapat 5 orang tidak setuju, 9 orang netral, 5 orang setuju dan 16 orang sangat setuju
terkait persepsi bantuan pemerintah untuk masyarakat miskin belum tepat sasaran terhadap
pendapat sangat setuju terkait persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam
menangani permasalahan kemiskinan

74
Merumuskan hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan antar persepsi bantuan pemerintah untuk masyarakat
miskin belum tepat sasaran terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum
maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan
Ha : Ada hubungan antar persepsi bantuan pemerintah untuk masyarakat miskin
belum tepat sasaran terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal
dalam menangani permasalahan kemiskinan
Menentukan Kriteria
- Jika Signifikasni > 0,05 maka Ho diterima
- Jika Signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak
Kesimpulan:

Karena signifkansi 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa Ada
hubungan antar persepsi bantuan pemerintah untuk masyarakat miskin belum tepat sasaran
terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan
kemiskinan

4.8.3 Hubungan persepsi responden terkait tingkat harga barang tinggi dengan persepsi
responden terhadap pemerintah belum maksimal dalam menangani kemiskinan

Berdasarkan table diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Terdapat 1 orang tidak setuju, 1 orang netral dan 1 orang setuju terkait persepsi
tingkat harga barang tinggi terhadap pendapat sangat tidak setuju terkait persepsi
pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan

- Terdapat 1 orang tidak setuju, 1 orang netral, 5 orang setuju dan 1 orang sangat tidak
setuju terkait persepsi tingkat harga barang tinggi terhadap pendapat tidak setuju
terkait persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani
permasalahan kemiskinan

75
- Terdapat 7 orang netral, 10 orang setuju dan 5 orang sangat tidak setuju terkait
persepsi tingkat harga barang tinggi terhadap pendapat netral terkait persepsi
pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan

- Terdapat 5 orang netral, 19 orang setuju dan 9 orang sangat tidak setuju terkait
persepsi tingkat harga barang tinggi terhadap pendapat setuju terkait persepsi
pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan

- Terdapat 2 orang sangat tidak setuju, 3 orang tidak setuju, 6 orang netral, 13 orang
setuju dan 11 orang sangat setuju terkait persepsi tingkat harga barang tinggi
terhadap pendapat sangat setuju terkait persepsi pemerintah kab/kota belum
maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan

Merumuskan hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan antar persepsi tingkat harga barang tinggi terhadap
persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani
permasalahan kemiskinan
Ha : Ada hubungan antar persepsi tingkat harga barang tinggi terhadap persepsi
pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan
kemiskinan
Menentukan Kriteria
- Jika Signifikasni > 0,05 maka Ho diterima
- Jika Signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak

76
Kesimpulan:

Karena signifkansi 0,234 > 0,05 maka Ho diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antar persepsi tingkat harga barang tinggi terhadap persepsi
pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan.
Atau dengan kata lain ada perbedaan persepsi tingkat harga barang tinggi dengan
persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani kemiskinan.

4.8.4 Hubungan persepsi responden terkait akses transportasi antara kecamatan dan
gampong dengan persepsi responden terhadap pemerintah belum maksimal dalam
menangani kemiskinan

Berdasarkan table diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:


- Terdapat 1 orang tidak ada jawaban, 1 orang baik namun masih harus diperbaiki dan
1 orang baik dan lancar terkait persepsi akses transportasi antar kecamatan dan
gampong terhadap pendapat sangat tidak setuju terkait persepsi pemerintah kab/kota
belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan
- Terdapat 1 orang tidak memadai, 1 orang baik namun masih harus diperbaiki dan 6
orang baik dan lancar terkait persepsi akses transportasi antar kecamatan dan
gampong terhadap pendapat sangat tidak setuju terkait persepsi pemerintah kab/kota
belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan
- Terdapat 1 orang tidak ada jawaban, 3 orang tidak memadai, 2 orang baik namun
masih harus diperbaiki dan 16 orang baik dan lancar terkait persepsi akses
transportasi antar kecamatan dan gampong terhadap pendapat netral terkait persepsi
pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan
- Terdapat 1 orang tidak ada jawaban, 3 orang tidak memadai, 7 orang baik namun
masih harus diperbaiki dan 22 orang baik dan lancar terkait persepsi akses
transportasi antar kecamatan dan gampong terhadap pendapat setuju terkait persepsi
pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan

77
- Terdapat 2 orang tidak ada jawaban, 3 orang tidak memadai, 7 orang baik namun
masih harus diperbaiki dan 23 orang baik dan lancar terkait persepsi akses
transportasi antar kecamatan dan gampong terhadap pendapat sangat setuju terkait
persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan
kemiskinan

Merumuskan hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan antar persepsi akses transportasi antara kecamatan dan
gampong terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam
menangani permasalahan kemiskinan
Ha : Ada hubungan antar persepsi akses transportasi antara kecamatan dan
gampong terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam
menangani permasalahan kemiskinan
Menentukan Kriteria
- Jika Signifikasni > 0,05 maka Ho diterima
- Jika Signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak
Kesimpulan:
Karena signifkansi 0,720 > 0,05 maka Ho diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antar persepsi akses transportasi antara kecamatan dan
gampong terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani
permasalahan kemiskinan. Atau dengan kata lain ada perbedaan persepsi akses
transportasi antara kecamatan dan gampong dengan persepsi pemerintah kab/kota
belum maksimal dalam menangani kemiskinan.

78
4.8.5 Hubungan persepsi responden terkait keseriusan pemkab dalam mengembangkan
iklim usaha yang lebih baik bagi daerahnya dengan persepsi responden terhadap
pemerintah belum maksimal dalam menangani kemiskinan

Berdasarkan table diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Terdapat 2 orang tidak ada jawaban, dan 1 orang menyatakan ya terkait persepsi
keseriusan pemkab dalam mengembangkan iklim usaha yang lebih baik bagi
daerahnya terhadap pendapat sangat tidak setuju terkait persepsi pemerintah kab/kota
belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan

- Terdapat 1 orang tidak ada jawaban, dan 7 orang menyatakan ya terkait persepsi
keseriusan pemkab dalam mengembangkan iklim usaha yang lebih baik bagi
daerahnya terhadap pendapat sangat tidak setuju terkait persepsi pemerintah kab/kota
belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan

- Terdapat 2 orang tidak ada jawaban, 9 orang menyatakan tidak, dan 11 orang
menyatakan ya terkait persepsi keseriusan pemkab dalam mengembangkan iklim
usaha yang lebih baik bagi daerahnya terhadap pendapat netral terkait persepsi
pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan

- Terdapat 2 orang tidak ada jawaban, 16 orang menyatakan tidak, dan 15 orang
menyatakan ya terkait persepsi keseriusan pemkab dalam mengembangkan iklim
usaha yang lebih baik bagi daerahnya terhadap pendapat setuju terkait persepsi
pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan

- Terdapat 2 orang tidak ada jawaban, 23 orang menyatakan tidak, dan 10 orang
menyatakan ya terkait persepsi keseriusan pemkab dalam mengembangkan iklim
usaha yang lebih baik bagi daerahnya terhadap pendapat sangat setuju terkait
persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan
kemiskinan

79
Merumuskan hipotesis

Ho : Tidak ada hubungan antar persepsi keseriusan pemkab dalam


mengembangkan iklim usaha yang lebih baik bagi daerahnya terhadap
persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani
permasalahan kemiskinan

Ha : Ada hubungan antar persepsi keseriusan pemkab dalam mengembangkan


iklim usaha yang lebih baik bagi daerahnya terhadap persepsi pemerintah
kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan

Menentukan Kriteria

- Jika Signifikasni > 0,05 maka Ho diterima

- Jika Signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak

Kesimpulan:

Karena signifkansi 0,001 < 0,05 maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antar persepsi keseriusan pemkab dalam mengembangkan iklim
usaha yang lebih baik bagi daerahnya terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum
maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan.

80
4.8.6 Hubungan persepsi responden terkait penyaluran bantuan modal untuk usaha
mikro dengan persepsi responden terhadap pemerintah belum maksimal dalam
menangani kemiskinan

Berdasarkan table diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:


- Terdapat 1 orang tidak ada jawaban, dan 1 orang tidak tahu dan 1 orang sudah baik
terkait persepsi penyaluran bantuan modal untuk usaha mikro terhadap pendapat
sangat tidak setuju terkait persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam
menangani permasalahan kemiskinan
- Terdapat 1 orang tidak tahu, 2 orang sudah baik namun belum maksimal dan 5 orang
sudah baik terkait persepsi penyaluran bantuan modal untuk usaha mikro terhadap
pendapat tidak setuju terkait persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam
menangani permasalahan kemiskinan
- Terdapat 2 orang tidak ada jawaban, 2 orang tidak tahu, 8 orang sudah baik namun
belum optimal, dan 10 orang sudah baik terkait persepsi penyaluran bantuan modal
untuk usaha mikro terhadap pendapat netral terkait persepsi pemerintah kab/kota
belum maksimal dalam menangani permasalahan kemiskinan
- Terdapat 3 orang tidak ada jawaban, 7 orang tidak tahu, 2 orang tidak ada, 9 orang
sudah baik namun belum optimal, dan 12 orang sudah baik terkait persepsi
penyaluran bantuan modal untuk usaha mikro terhadap pendapat setuju terkait
persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan
kemiskinan
- Terdapat 2 orang tidak ada jawaban, 6 orang tidak tahu, 4 orang tidak ada, 11 orang
sudah baik namun belum optimal, dan 12 orang sudah baik terkait persepsi
penyaluran bantuan modal untuk usaha mikro terhadap pendapat sangat setuju terkait
persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani permasalahan
kemiskinan di daerah.

81
Merumuskan hipotesis

Ho : Tidak ada hubungan antar persepsi penyaluran bantuan modal untuk usaha
mikro terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam
menangani permasalahan kemiskinan

Ha : Ada hubungan antar persepsi penyaluran bantuan modal untuk usaha mikro
terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani
permasalahan kemiskinan

Menentukan Kriteria

- Jika Signifikasni > 0,05 maka Ho diterima

- Jika Signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak

Karena signifkansi 0,0754 > 0,05 maka Ho diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antar persepsi penyaluran bantuan modal untuk usaha mikro
terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam menangani
permasalahan kemiskinan. Atau ada perbedaan persepsi penyaluran bantuan modal
untuk usaha mikro terhadap persepsi pemerintah kab/kota belum maksimal dalam
menangani permasalahan kemiskinan.

82
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
1. Pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi, IPM dan pengangguran terhadap kemiskinan,
pencapaian kinerja makro ekonomi belum dapat menunjukkan dampak yang
maksimum terhadap pengentasan kemiskinan di Aceh maupun di kabupaten/kota,
dimana:

a. Laju pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara parsial terhadap kemiskinan;

b. Inflasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap kemiskinan;

c. IPM berpengaruh secara parsial terhadap kemiskinan;

d. Tingkat Pengangguran dan Laju Pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara


signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

2. Berdasarkan data makro ekonomi (pertumbuhan ekonomi, IPM, pengangguran, inflasi,


gini rasio dan kemiskinan) di kabupaten/kota sampel, pada umumnya relative kurang
menggembirakan, namun potensi sumber daya unggulan daerah tersedia dan belum
dikelola secara optimal karena keterbatasan sumber daya manusia.

3. Strategi implementasi penyusunan program dan kegiatan prioritas ekonomi makro


(kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, IPM, gini rasio dan pengangguran) sudah
berpedoman pada Permendagri No. 86 Tahun 2017 namun usulan program/ kegiatan
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, hampir seluruhnya tidak memuat informasi
analisis ekonomi atas program/kegiatan pada periode terkait maupun periode yang
akan datang dan hanya mengusulkan dalam bentuk KAK saja sehingga tidak dapat
menentukan program dan kegiatan prioritas. Hal tersebut dikarenakan ketentuan
mengenai analisis ekonomi belum diatur di dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017.

5.2 SARAN

1. Perlu peningkatan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan menetapkan regulasi


pada setiap dokumen perencanaan dan penganggaran (RPJMD hingga APBD) yang
memuat tentang makro ekonomi (Pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, gini
rasio, IPM, inflasi dan kemiskinan).
83
2. Optimalisasi Peningkatan pemanfaatan potensi sumber daya unggulan daerah melalui
hilirisasi dengan menggunakan inovasi dan teknologi digitalisasi tepat guna, dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia.

3. Penetapan aturan dalam Permendagri terkait analisis makro ekonomi daerah guna
pengajuan program dan kegiatan prioritas. Pemerintah daerah harus mempunyai
instrumen untuk melakukan monitoring dan evaluasi seperti database yang
terintegrasi, serta penyelarasan kinerja pemda agar capaian kinerja pemda yang
berkaitan dengan kemiskinan penduduk dapat terpantau dengan jelas dan tidak
tumpang tindih.

84
DAFTAR PUSTAKA

Badrudin dan Hasanah, (2011). Pengaruh pendapatan dan belanja daerah terhadap
pembangunan manusia di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Manajemen,
Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan Volume 9, Nomor 1, April 2011: 23-30,
ISSN:1410-2293. UPN Veteran Yogyakarta.

Bagtiar Arifin dan Ahmadi Murjani, (2017). Pengeluaran Pemerintah Daerah pada sector
pendidikan, kesehatan dan kemiskinan terhadap indeks pembangunan manusia ,
Jurnal Transformasi Administrasi, Volume 07, Nomor 02, November 2017: 1352-
1368: ISSN 2088-5474. PKP2A IV LAN.

Bloom, D. E., Canning, D., & Sevilla, J. (2004). The effect of health on economic growth: A
production function approach. World Development, 32(1), 1²13.
http://doi.org/10.1016/j.worlddev.2003.0 7.002

Badan Pusat Statistik, 2020

Brata, A. G. Analisis Hubungan Imbal Balik Antara Pembangunan Manusia dan Kinerja
Ekonomi Daerah Tingkat II di Indonesia. Lembaga Penelitian – Universitas Atma
Jaya. Yogyakarta, 2004.

Becker, G. S. (2006). The Age of Human Capital. In H. Lauder, P. Brown, J.-A. Dillabough,
& A. H. Halsey (Eds.), Education, Globalization and Social Change (1st ed., pp.
292²294). Oxford: Oxford University Press.

C e Sario , F.J. ; S.R . Simon , an d I.L . Kinne , 1980. Hie Economics of Mainutrition.
Colombus , Ohio : Betell e Memoria l Institute

Choirul Iqbal. (2015). Analisis Pengaruh Performa Ekonomi Makro terhadap Kemiskinan di
Jawa Timur. Digital repository Universitas Jember.

Dardiri, A. 2005. Pengembangan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia.

Ginting, S., Lubis, I dan Mahalli, K. (2008). Pembangunan Manusia di Indonesia dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya, Jurnal Perencanaan dan Pembangunan Wilayah,
Vol.4 No.1

85
Khoirul Anwar. (2014). Analisis Dampak Defisit Anggaran terhadap Ekonomi Makro di
Indonesia, Jejaring Administrasi Publik. Tahun VI,. No. 2, Juli-Desember 2014

Imamuddin Yuliadi. (2001). Analisis Makro Ekonomi Indonesia Pendekatan IS-LM, JEP Vol
6, No. 2. 200, Kajian Ekonomi Negara Berkembang, Hal 171-182.

Indra, Pan Budi Marwoto dan Yudi Rafani (2016). Analisis Pengaruh Inflasi, Pertumbuhan
Ekonomi dan Tingkat Pengangguran terhadap Kemiskinan di Indonesia, Jurnal
Ilmiah Progresif Manajemen Bisnis (JIPMB), Volume 14, Nomor 2, November
2016, ISSN 2354-5682.

Manggala, G. D. (2019). Pengaruh Dana Desa (DD) Dan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota Di Provinsi
Jawa Barat. Jurnal Ekonomi dan Bisnis (JEBSIS) , 3-7.

Mankiw, N.Gregory. (2006). Principle Of Economics Pengantar Ekonomi Makro. Edisi


Ketiga. Jakarta: Salemba Empat.

Maulana, H. (2013). Analisis Kontribusi Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap


Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia di Provinsi Banten tahun 2002-
2011. Jakarta: Tesis Universitas Indonesia

McEachern, W. A. (2000). Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat.

Meylina, A., Nikensari, S.I., dan Kuncara, H. (2013). Pengeluaran Pemerintah Daerah pada
Sektor Pendidikan dan Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia Indonesia,
Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Vol.1 No.1.

Mikhral Rinaldi, Abd. Jamal, Chenny Seftarita. (2017). Analisis Pengaruh Perdagangan
Internasional dan Variabel Makro Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia. Volume 4 Nomor 1, Mei 2017, E-ISSN. 2549-8355. Universitas Syiah
Kuala.

Mirza, DS. (2012). Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal
terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah Tahun 2006-2009,
Economics Development Analysis Journal 1 No. 1. Universitas Negeri Semararang:
Semarang. https://Journal.unnes.ac.id di akses 30 April 2016

Nopirin. (1990). Ekonomi Moneter Buku 1. Yogyakarta: BPFE.

Nopirin. (2000). Ekonomi Moneter Buku 2. Yogyakarta: BPFE.


86
Novriansyah, M. A. (2018). Pengaruh Pengangguran dan Kemiskinan Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Di Provinsi Gorontalo. Gorontalo Development Review.

Pangestika, M., & Widodo, E. (2017). Analisis Regresi Panel Terhadap Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia Di Kabupaten/Kota D.I.Yogyakarta.
Peran Profesi Akuntansi Dalam Penanggulangan Korupsi , 198.

Rizka Febiana Putri (2015). Analisis Pengaruh Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi Dan Upah
Terhadap Pengangguran Terdidik, Economics Development Analysis Journal EDAJ
4 (2) (2015), Hal 175-181. ISSN 2252-6765. Universitas Negeri Semarang.

Schultz, T. W. (1961). Investment in Human Capital. The American Economic Review, 51(1),
1²17.

Siwi Nur Indriyani. (2016). Analisis Pengaruh Inflasi dan Suku Bunga Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Tahun 2005 – 2015. Vol. 4. No. 2 Mei 2016.
ISSN : 2338 – 4794.

Sukirno, S. (1985). Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Jakarta:
LPFE-UI.

Sukirno, S. (2008). Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPFE

T.Gilarso. (2003). Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Ummi Kalsum (2017). Pengaruh Pengangguran Dan Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Sumatera Utara. Jurnal Ekonomikawan,
DOI: 10.30596/ekonomikawan.v17i1.1183 2017

Yuda Perwira, (2017). Pembangunan Sumber Daya Manusia di Aceh, Jurnal Transformasi
Administrasi, Volume 07, Nomor 02, November 2017: 1369-1384: ISSN 2088-5474.
PKP2A IV LAN

87

Anda mungkin juga menyukai