(Mantsani, dkk)
ABSTRAK
Kemiskinan yang terjadi di Indonesia masih tinggi yaitu diatas 10 persen pada tahun 2017. Jika dilihat
per provinsi, provinsi Aceh merupakan provinsi yang memiliki angka kemiskinan tertinggi di wilayah Kawasan
Indonesia Barat (KBI) tahun 2017,padahal Provinsi Aceh merupakan provinsi yang mendapatkan dana otonomi
khusus setiap tahun yang di atur dalam UU. No 18 tahun 2001, kondisi sumber daya manusia di Provinsi Aceh
yang cukup baik dilihat dari tingkat pendidikan yang diukur dari rata-rata lama sekolah sebesar 9,42 tahun
menempatkan Aceh berada pada peringkat ke-8 di Indonesia dan ke-3 di pulau Sumatera, dan infrastruktur
yang baik dibandingkan provinsi lain di wilayah pulau Sumatera terbukti dengan 90 persen panjang jalan
nasional sudah berupa aspal. Sehingga hal ini perlu diteliti kenapa angka kemiskinan di provinsi Aceh Masih
tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum kemiskinan serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya serta mengetahui faktor yang signifikan mempengaruhi kemiskinan di provinsi Aceh tahun
2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linier Berganda. Hasil yang didapat adalah
variabel pendidikan dan perekonomian berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, sementara variabel
infrastruktur dan dana otonomi khusus tidak berpengaruh signifikan. Nilai adj R-squre pada penelitian ini
adalah sebesar 0,484 artinya 48,4 persen keragaman variabel kemiskinan dapat dijelaskan oleh variabel
pendidikan, perekonomian, infrastruktur, dan dana otonomi khusus, sedangkan sisanya 51,6 persen dijelaskan
oleh variabel lain diluar model.
Kata kunci—kemiskinan, analisis regresi linier berganda, otonomi khusus
ABSTRACT
In Indonesia, poverty rate is still relatively high at above 10 percents in 2017. Aceh Province is the
highest poverty rate on western Indonesia region in 2017. Whereas Aceh is a province that gets special
autonomy funds in every year that regulated in UU. No 18 tahun 2001, the condition of human resources in
Aceh Province is quite good, it can be seen from level of education measured by the average length of school
of 9.42 years, placing Aceh ranked 8th in Indonesia and 3rd on the island of Sumatra , and good infrastructure
compared to other provinces in the island of Sumatra proven by 90 percent long national road has ben paved.
So its needs to be investigated the causes of poverty in Aceh province which is still high. This research aim is
to find out the general description of poverty and factors those are thought to influence it and also to know
the factors those significantly influence poverty in Aceh province in 2017. The method that use in this research
is multiple linear regression. The results obtained are the education and the economy have significant effect
on poverty, while the infrastructure and special autonomi fund have no significant effect. The value of adjusted
R-square on the results of this research is 0,484 which mean that 48,4 percent of the variance of poverty
variable can be explained by the variable of education, economic, infrastructure, and special autonomi fund,
while the remaining 51,6 percent is explained by other variables outside the model.
Keywords—poverty, multiple linear regression, special autonomi fund
PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan topik yang selalu menjadi perhatian dan diperbincangkan oleh banyak
negara terlebih lagi negara berkembang baik di dalam forum nasional maupun internasional.
Indonesia sebagai negara berkembang tidak lepas dari masalah kemiskinan sejak awal
kemerdekaannya hingga saat ini. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk terus
menurunkan tingkat kemiskinan yaitu dengan melakukan kebijakan yang secara langsung
berhubungan dengan tingkat kemiskinan baik dalam bidang sosial maupun ekonomi salah satunya
466
Determinasi Kemsikinan Provinsi Aceh Tahun 2017....................................................................................................... (Mantsani, dkk)
dengan membangun berbagai program seperti program pemberdayaan masyarakat yang bisa
melatih masyarakat menjadi mandiri secara ekonomi, melakukan pemberian bantuan tunai dan non-
tunai dalam bidang pendidikan, kesehatan, pangan, dan pembangunan infrastruktur yang secara
langsung dapat memudahkan dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
Kemiskinan yang terjadi di Indonesia dapatdibagi kedalam dua wilayah, Wilayah Kawasan Barat
Indonesia(KBI). KBI dapat dikatakan lebih maju dibandingkan wilayah KTI dimana wilayah KBI
memiliki infrastruktur yang lebih baik dan kondisi geografis yang tidak sesulit di KTI sehingga
pembangunannya lebih cepat dan merata. Meskipun begitu, jika di lihat secara wilayah ternyata
masih terdapat beberapa provinsi di wilayah KBI yang memiliki persentase penduduk miskin yang
tinggi di atas persentase Indonesia, salah satunya adalah provinsi Aceh dengan persentase
penduduk miskin sebesar 16,89 persen
Provinsi Aceh memiliki persentase penduduk miskin tertinggi untuk wilayah KBI pada tahun
2017. Padahal, Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang menerima perhatian khusus dari
pemerintah pusat dengan pemberian otonomi khusus melalui UU No.18/2001. Dimana dengan
otonomi khusus ini Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memperoleh proporsi pendapatan untuk
sumber daya minyak dan gas yang lebih besar yaitu 70 persen. Ketetapan ini melebihi otonomi
biasa yang mengatur pembagian pendapatan provinsi lainnya yang hanya 15 persen dari minyak
dan 35 persen dari gas. Pemberian otonomi khusus ini diharapkan bisa berdampak untuk
memaksimalkan potensi daerah, meningkatkan pendapatan daerah serta dapat menggenjot
pembangunan ekonomi maupun pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Tetapi,
ternyata kebijakan ini belum berpengaruh besar dalam mengatasi kemiskinan yang ada di Provinsi
Aceh. Pernyataan ini didukung oleh data BPS (2017) yang menunjukkan angka kemiskinan Provinsi
Aceh masih cukup tinggi dan pertumbuhan ekonomi belum maksimal, dimana pertumbuhan
ekonomi Provinsi Aceh hanya mampu mencapai 4,19%, kondisi ini masih berada dibawah rata-rata
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,07%.
Seharusnya pemberian dana otonomi khusus memberikan dampak besar kepada kesejahteraan
masyarakat. Karena dengan dana yang besar yang diberikan oleh pemerintah pusat, pemerintah
daerah dapat meningkatkan pembangunan, misalnya dengan menambah infrastruktur yang berguna
dan berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat miskin. Seperti
yang dikatakan oleh Faisal Basri (2002) bahwa infrastruktur merupakan instrumen untuk
memperlancar berputarnya roda perekonomian, sehingga bisa mempercepat akselerasi
pembangunan. Semakin tersedianya infrastruktur, maka akan merangsang pembangunan.
Infrastruktur berguna untuk memudahkan mobilitas faktor produksi. Data dari BPS tahun 2017
menunjukan bahwa dari total sepanjang 1781,72 km ruas jalan nasional di Provinsi Aceh, sekitar
90% kondisi permukaannya sudah beraspal. Hal ini menunjukan bahwa pembangunan infrastruktur
di Provinsi Aceh belum dapat berdampak langsung pada penurunan kemiskinan, mengingat
kemiskinan di Provinsi Aceh masih cukup tinggi.
Tingkat pendidikan penduduk di Provinsi Aceh juga cukup baik dilihat dari angka rata-rata lama
sekolah yaitu 9,42 tahun pada tahun 2017, dimana pada angka tersebut Provinsi Aceh berada pada
peringkat ke lima dengan rata-rata lama sekolah yang tinggi di wilayah KBI. Bila dibandingkan
dengan Provinsi Bali yang memiliki persentase kemiskinan yang lebih rendah yaitu hanya mancapai
4,25% ternyata tingkat pendidikan di Provinsi Bali masih lebih rendah dimana rata-rata lama
sekolahnya hanya mencapai 8,93 tahun.
Dari pemaparan di atas cukup menarik untuk diteliti bagaimana karakteristik sosial ekonomi
kabupaten/kota di Provinsi Aceh serta keterkaitan antara pendidikan, perekonomian, infastruktur,
Dana Otonomi Khusus dan terhadap penurunan kemiskinan di Provinsi Aceh. Oleh karena itu
penelitian ini akan melakukan kajian terhadap faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kemiskinan
di Provini Aceh dengan analisis regresi linier berganda.
METODOLOGI
Landasan Teori
467
Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDGs..(Mantsani, dkk)
Kemiskinan
BPS memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dalam mengukur
kemiskinan BPS menggunakan garis kemiskinan. Penduduk dikategorikan miskin apabila penduduk
tersebut memiliki rata‐rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan (GM). Garis
kemiskinan (GK) sendiri merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis
Kemiskinan Non Makanan (GKNM).
Pendidikan
Todaro dan Smith (2003) menyatakan bahwa pendidikan adalah hal pokok untuk menggapai
kehidupan yang memuaskan dan berharga. Pernyataan tersebut dapat dilihat dengan
menghubungkan pendidikan yang diperoleh seseorang akan memengaruhi kualitas diri atau
produktivitasnya yang akan mengantarkannya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dengan
pendapatan yang memuaskan. Hal ini juga didukung oleh pendapat dari Irdam dan Ilyas (2006)
yang menyatakan bahwa jika seseorang mengeluarkan biaya untuk pendidikan atau pelatihan kerja
maka diperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang akan memperbesar pendapatan pada
waktu yang akan datang, semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seseorang maka
semakin tinggi pula tingkat upah yang diperoleh.
Perekonomian
Pengurangan kemiskinan massal dapat mendorong perluasan perekonomian yang sehat karena
berfungsi sebagai insentif materi dan psikologi untuk memperluas partisipasi publik dalam proses
pembangunan. Sebaliknya, kesenjangan pendapatan yang lebar dan kemiskinan absolut yang
substansial dapat menimbulkan insentif materi dan psikologi yang negatif terhadap kemajuan
ekonomi. Hal ini juga bahkan dapat menciptakan penolakan masyarakat luas terhadap kemajuan,
dan ketidaksabaran terhadap laju pembangunan atau kegagalan pembangunan mengubah kondisi
material mereka. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa upaya mempercepat laju pertumbuhan
ekonomi dan mengurangi kemiskinan bukanlah tujuan yang saling bertentangan (Todaro, 2009).
Infrastruktur
Meier dan Baldwin (dalam Sukirno, 2006) menyatakan bahwa salah satu penyebab negara
berada dalam perangkap kemiskinan adalah terbatasnya mobilitas sumber daya. Dalam hal ini
infrastruktur sangat diperlukan guna mobilisasi yang dilakukan terhadap sumber daya yang
diperlukan untuk membangun maupun sumber daya yang akan diekspor keluar daerah yang dapat
menambah share terhadap perekonomian.
Dana otonomi khusus
Dana Otonomi Khusus didefinisikan sebagai dana yang dialokasikan untuk membiayai
pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. hal tersebut ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh. Dengan pemberian otonomi khusus diharapkan pemerintah daerah
dapat meningkatkan pendapatannya.
Cakupan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup 18 kabupaten dan 5 kota di Provinsi Aceh. Periode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dimana variabel independennya yaitu
variabel pendidikan, perekonomian, infrastruktur, dan dana otonomi khusus, sedangkan kemiskinan
merupakan variabel dependen. Data yang digunakan adalah data yang bersumber dari BPS dan
Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan pada tahun 2017.
Data data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Data kemiskinan yaitu jumlah penduduk miskin menurut kabupaten/kota di provinsi Aceh
tahun 2010-2017 yang bersumber dari publikasi BPS Republik Indonesia yaitu data dan
informasi kemiskinan kabupaten/kota 2017.
468
Determinasi Kemsikinan Provinsi Aceh Tahun 2017....................................................................................................... (Mantsani, dkk)
2. Data perekonomian yaitu Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) atas harga konstan
menurut kabupaten/kota di Provinsi Aceh tahun 2017 yang bersumber dari publikasi BPS
provinsi Aceh : Provinsi Aceh dalam angka 2018
3. Data pendidikan yaitu rata rata lama sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Aceh tahun
2017 bersumber dari publikasi BPS RI : statistik pendidikan Indonesia 2018
4. Data infrasruktur yaitu panjang jalan aspal dalam kondisi baik dan sedang menurut
kabupaten/kota di Provinsi Aceh 2017 bersumber dari Provinsi Aceh Dalam Angka 2018
5. Data dana Otonomi Khusus menurut kabupaten/kota Provinsi Aceh 2017 bersumber dari
website Direktorat Jendral Perimbangan Keungan (DJPK)
Metode Analisis
Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis
inferensia. Kedua metode tersebut digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini. Analisis
deskriptif digunakan untuk menjawab tujuan yang pertama yaitu mengetahui gambaran umum
tentang kemiskinan, perekonomian, pendidikan, infrastruktur, dan dana otonomi khusus melalui
tabel dan grafik. Analisis inferensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier
berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dan independen. Adapaun langkah-langkah regresi linier berganda menurut Gujarati
(2006)
1. menentukan variabel dependen dan independen
2. estimasi parameter model regresi linier berganda
3. Pengujian estimasi parameter
4. Pemeriksaan asumsi klasik, diantaranya adalah:
a. Normalitas menggunakan Uji Jarque Bera
b. Homoskedastisitas menggunakan Uji Breucsh-Pagan-Godfrey
c. Non-Autokorelasi menggunakan Uji Durbin Watson
d. Non-Multikolinieritas menggunakan ukuran Variance Inflation Factor (VIF)
5. Pemeriksaan Koefisien Determinasi
Kemiskinan
Kemiskinan yang terjadi di Provinsi Aceh untuk setiap kabupatennya bisa dikatakan masih
cukup tinggi, kecuali Kota Banda Aceh, hampir semua kabupaten/kota di Provinsi Aceh masih berada
diatas kemiskinan nasional Indonesia. Jika dibagi dalam 2 klasifikasi kabupaten/kota yaitu dengan
persentase penduduk miskin dibawah dan diatas rata-rata provinsi, terdapat 11 kabupaten/kota
yang berada diatas rata-rata provinsi dari total 23 kabupaten/kota.
469
Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDGs..(Mantsani, dkk)
Dilihat dari presentase penduduk miskin untuk setiap kabupaten di Provinsi Aceh 2017,
menunjukan bahwa kabupaten Aceh Singkil merupakan daerah dengan persentase kemiskinan
tertinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya yang berada di Provinsi Aceh, sedangkan
kemiskinan yang terendah adalah Kota Banda Aceh. Kota Banda Aceh memiliki persentase peduduk
miskin terendah dengan angka sebesar 7,44 persen. Hal itu disebabkan karena Kota Banda Aceh
merupakan ibukota provinsi, dimana semua kegiatan ekonomi dan pemerintahan tingkat provinsi
berpusat. Sementara Kabupaten Aceh Singkil merupakan kabupaten dengan persentase kemiskinan
tertinggi yaitu sebesar 22,11 persen. Kemiskinan yang tinggi di Aceh Singkil disebabkan oleh perilaku
dan budaya masyarakatnya yang jelek, sering terjadi kerusuhan sehingga menghambat aktivitas
masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi setiap harinya (Setiawan, 2016).
Perekonomian
Kegiatan perekonomian untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Aceh, menunjukan perbedaan
yang cukup besar. Dengan status sebagai konsentrasi pertambangan, minyak,gas dan penggalian
menempatkan Aceh Utara dengan PDRB tertinggi yaitu sebesar 17,66 triliun atau dengan kontribusi
sebesar 12 persen dari total PDRB Provinsi Aceh disusul oleh Kota Banda Aceh sebagai ibukota
Provinsi di peringkat kedua sebesar 16,81 triliun atau sekitar 11 persen dari total PDRB Provinsi
Aceh. Sedangkan kontribusi ekonomi terendah yaitu oleh Kota Sabang dengan PDRB sebesar 1,27
triliun atau hanya sebesar 0.9 persen dari total PDRB provinsi Aceh. Hal tersebut di jelaskan pada
gambar berikut.
20
15
Triliun
10
Tanpa Migas
5
Migas
-
Kabupaten/Kota
470
Determinasi Kemsikinan Provinsi Aceh Tahun 2017....................................................................................................... (Mantsani, dkk)
2017
Pendidikan
Dilihat dari sisi pendidikan yaitu rata-rata lama sekolah, rata-rata lama sekolah di Provinsi Aceh
menunjukan angka yang cukup baik, bahkan berada diatas rata-rata nasional. Pada tahun 2017
rata-rata lama sekolah di Provinsi Aceh adalah sembilan tahun sementara di tingkat nasional hanya
delapan tahun yang berarti bahwa rata-rata masyarakat di Provinsi Aceh sudah menyelesaikan
pendidikan sampai pada tingkat SLTP. Dimana hal ini dapat dikatakan sebagai hasil dari program
wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah Provinsi Aceh, walaupun belum
sepenuhnya bisa terlaksana di seluruh kabupaten/kota. Tetapi keberhasilan pembangunan
pendidikan di Provinsi Aceh dapat ditunjukkan juga dengan adanya penurunan terhadap angka buta
huruf yaitu sebesar 2.06 persen pada tahun 2017, dimana angka ini lebih kecil dari tahun
sebelumnya yaitu 2.26 persen dan jauh lebih rendah dari rata rata nasional yaitu sebesar 4.50
persen.
Dilihat lebih jauh, keadaan rata-rata lama sekolah di setiap kabupaten/kota di Provinsi Aceh
tidak memperlihatkan ketimpangan yang cukup besar, seperti yang ditunjukan pada gambar berikut.
14 12.59
12
10 7.12
Tahun
8
6
4
2
0
Kabupaten/Kota
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa daerah dengan status kota, memiliki rata-rata lama
sekolah cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kabupaten kecuali pada kota
Subussalam, karena Kota Subussalam merupakan daerah yang baru mekar dari kabupaten Aceh
singkil. Hal yang menyebabkan rata rata lama sekolah cenderung lebih tinggi di daerah dengan
status kota adalah karena infrastruktur penunjang pendidikan yang lebih baik dari daerah kabupaten
(Wahyudin :2018).
Infrastruktur
Kondisi jalan yang mantap (baik dan sedang) di setiap kabupaten/kota di Povinsi Aceh masih
terlihat timpang. Dengan status ibukota provinsi kota Banda Aceh menempati urutan teratas untuk
infrastruktur yang diukur dengan kondisi jalan aspal yaitu sebesar 94,14 persen dalam keadaan baik
dan sedang. Adapun yang paling parah kondisi infrastruktur adalah pada Kabupaten Pidie Jaya,
dimana infrastruktur yang diukur dari kondisi jalan aspal yang baik dan sedang hanya sebesar 18
persen.
471
Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDGs..(Mantsani, dkk)
Persen
60
40
18
20
0
500
Persen
400 15
15.25%
300 10
200
100 40.215 5
0 0
Bener Meriah
Aceh Selatan
Subulussalam
Aceh Tenggara
Nagan Raya
Simeulue
Aceh Singkil
Pidie
Gayo Lues
Aceh Jaya
Aceh Besar
Langsa
Aceh Timur
Aceh Barat
Bireuen
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Sabang
Aceh Utara
Pidie Jaya
Banda Aceh
Lhokseumawe
Untuk mengetahui apakah model yang dihasilkan sudah baik, diperlukan pengujian asumsi
klasik yaitu normalitas, homoskedastisitas, Non-autokorealasi, dan non multikolinieritas. Adapun
hasil pengujian asumsi klasik, sebagai berikut:
Pengujian asumsi klasik yang pertama adalah normalitas. Asumsi ini diuji dengan uji Jarque-
Bera untuk memeriksa kenormalan pada residual dari model estimasi. Adapun hasil pengujian
normalitas dengan nilai jarque-Bera sebesar 0,8341, dimana angka ini lebih kecil dari nilai chi-square
tabel yang bernilai 5,9915. Dari hasil tersebut maka hipotesis nol gagal ditolak yang berarti bahwa
472
Determinasi Kemsikinan Provinsi Aceh Tahun 2017....................................................................................................... (Mantsani, dkk)
residual dari model estimasi berdistribusi normal. Hasil uji Jarque-Bera dapat dilihat pada lampiran
1.
Asumsi yang harus terpenuhi selanjutnya adalah homoskedastisitas. Pada penelitian ini
pengujian asumsi homoskedastisitas menggunakan uji Breusch-Pagan-Godfrey. Adapun nilai p-value
dari hasil pengujian sebesar 0,8669, dimana nilai ini lebih besar dari nilai alpha 0,05 yang berarti
bahwa gagal tolak hipotesis nol, sehingga dapat disimpulkan bahwa varians error bersifat
homoskedastis atau asumsi homoskedastisitas terpenuhi. Hasil uji Breusch-Pagan-Godfrey dapat
dilihat pada lampiran 2.
Asumsi selanjutnya yaitu asumsi multikolinearitas. Berdasarkan pengujian diperoleh bahwa tidak
terdapat multikolinearitas (non multicolinearity) atau dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
hubungan linear antar variabel independen yang digunakan. Hal tersebut terbukti dari nilai variance
inflation factor (VIF) dari masing-masing variabel yang kurang dari 10. Hasil pengujian asumsi
multikolinearitas dapat dilihat di tabel Coefficients pada lampiran 3.
Asumsi terakhir adalah non-autokorelasi yang menggunakan uji Durbin-watson. Adapun hasil
yang diperoleh yaitu nilai Durbin-watson sebesar 2,101, dimana nilai ini berada pada kondisi tidak
terdapat korelasi antar error yaitu 1,7259 < 2,101< 2,2741. Hasil uji Durbin-watson dapat dilihat di
tabel Model Summary pada lampiran 3.
Setelah model terbentuk dan memenuhi semua asumsi klasik, dilakukan pengujian kesesuaian
model. Pengujian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen. Pengujian koefisien regresi dilakukan dengan dua cara yaitu secara bersama-sama
(simultan) dan secara terpisah (parsial). Berikut adalah hasil pengujiannya :
Berdasarkan hasil pengolahan uji simultan diperoleh bahwa nilai Fhitung= 7,744 lebih besar dari
Ftabel= 4,30, yang artinya variabel perubahan PDRB, pendidikan, infrastruktur dan dana otonomi
khusus secara bersama-sama mempengaruhi variabel kemiskinan. Kemudian, untuk uji parsial
diperoleh hasil seperti yang telah tertera pada Tabel 4. Variabel yang signifikan atau dapat dikatakan
berpengaruh terhadap kemiskinan yaitu pendidikan, dan pertumbuhan ekonomi dengan masing-
masing t|hitung| adalah 2,13 dan 2,845. Sedangkan variabel infrastruktur yang digambarkan dengan
panjang jalan aspal dan dana otonomi khusus tidak signifikan atau dapat dikatakan tidak
berpengaruh terhadap kemiskinan pada 𝛼=0,05. Adapaun rincinannya sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Uji Parsial Variabel Independen
Variabel Nilai t hitung Nilai t Keputusan
tabel
(1) (2) (3) (4)
Intercept 6,535 2,0738 Signifikan
Perekonomian -2,251 -2,0738 Signifikan
Pendidikan -2,502 -2,0738 Signifikan
Infrastruktur -0,311 -2,0738 Tidak signifikan
Dana otonomi 1,897 2,0738 Tidak signifikan
khusus
Berdasarkan persamaan di atas, nilai konstanta sebesar 47,366 memiliki arti bahwa jika nilai
perekonomian, pendidikan, infrastruktur, dan dana otonomi khusus konstan atau mendekati nol,
maka kemiskinan akan bernilai 47,366 persen.
Dari hasil output juga diperoleh bahwa model memiliki koefisien determinasi yang telah
disesuaikan (R2adjusted) pada model regresi adalah sebesar 0,484. Artinya variabel perekonomian,
pendidikan, infrastruktur, dan dana otonomi khusus dapat menjelaskan variasi kemiskinan sebesar
48,4 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model.
473
Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDGs..(Mantsani, dkk)
474
Determinasi Kemsikinan Provinsi Aceh Tahun 2017....................................................................................................... (Mantsani, dkk)
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dana otonomi khusus berhubungan positif dan
tidak signifikan terhadap kemiskinan, dimana setiap pertambahan dana otonomi khusus sebesar
satu miliar maka akan menaikkan kemiskinan sebesar 0,009 persen. Hal ini berarti pertambahan
transfer dana otonomi khusus meningkatkan persentase penduduk miskin, meski masih dalam
persentase yang sangat kecil. Sebabnya adalah pemerataan pemberian dana otonomi khusus di
masing masing kabupaten/kota masih terdapat ketimpangan yang sangat besar. Ini dibuktikan dari
data dana otonomi khusus yang ditransfer. Aceh timur hanya mendapat 40 milyar dari total 13 triliun
rupiah sedangkan Aceh Utara mendapatkan 638,43 milyar rupiah. Terjadinya ketimpangan ini
berdampak pada pembiayaan masing masing kabupaten/kota untuk mensejahterakan rakyatnya.
Sehingga transfer yang dilakukan tidak efektif. Akibatnya, tidak menurunkan kemiskinan malah
menambah kemiskinan meskipun tidak signifikan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Joko Tri Haryanto (2016) bahwa desentralisasi
fiskal dan otonomi daerah di Indonesia langsung diberikan kewenangan daerah sementara fungsi
pemerintah pusat hanyalah memberikan advice serta monitoring pelaksanaan. Pola seperti ini yang
menyebabkan tujuan pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah semakin jauh dari tujuan
sebelumnya. Daerah justru semakin bergantung kepada pemerintah pusat, munculnya praktek
dinasti penguasaan didaerah serta maraknya perilaku korupsi para pejabat publik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Kabupaten Aceh Singkil merupakan kabupaten dengan persentase penduduk miskin tertinggi di
Provinsi Aceh, sedangkan yang terendah adalah Kota Banda Aceh. Perekonomian tertinggi
berada pada Kota Banda Aceh dan yang terendah ada pada Kota Sabang dengan memasukan
perolehan dari migas. Infrastruktur yang tertinggi berada di Kota Banda Aceh dan yang terendah
berada di Kabupaten Pidie. Rata-rata lama sekolah tertinggi ada pada Kota Banda Aceh dan
yang terendah ada pada Kota Subulussalam. Kabupaten Aceh Utara merupakan kabupaten
dengan transfer otonomi khusus terbanyak, sedangkan Kabupaten Aceh Timur, merupakan
daerah dengan peneriman dana otonomi khusus terendah.
2. Variabel pendidikan dan perekonomian secara parsial berpengaruh signifikan negatif terhadap
kemiskinan, sedangkan infrastruktur dan dana otonomi khusus tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Aceh tahun 2017.
Berkaitan dengan kesimpulan di atas, saran yang dapat diajukan peneliti adalah :
1. Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan sumber daya manusia melalui peningkatan di
sektor pendidikan, dan perekonomian yang dimana secara signifikan mampu menurunkan
angka kemiskinan Provinsi Aceh.
2. Untuk peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian dengan variabel yang sama dengan
melihat perubahan tiap waktunya dengan metode regresi data panel, dan dapat menambahkan
beberapa variabel lainnya, serta membandingkan kemiskinan sebelum dan setelah bencana
tsunami tahun 2004.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Faisal H. (2002). Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
BPS Provinsi Aceh. (2018). Provinsi Aceh Dalam Angka 2018. Aceh : BPS Provinsi Aceh.
BPS Republik Indonesia. (2007). Data dan Informasi Kemiskinan 2007. Jakarta: BPS.
BPS Republik Indonesia. (2015). Statistik Kemiskinan 2015. Jakarta: BPS.
BPS Republik Indonesia. (2017). Indikator Sosial Ekonomi 2017. Jakarta: BPS.
BPS Republik Indonesia. (2017). Statistik Infrastruktur 2017. Jakarta: BPS.
BPS Republik Indonesia. (2018). Indeks Kemahalan Konstruksi Provinsi dan Kabupaten/Kota 2018. Jakarta:
BPS.
BPS Republik Indonesia. (2018). Statistik Keuangan 2018. Jakarta: BPS.
475
Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDGs..(Mantsani, dkk)
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 07/06/19 Time: 22:40
Sample: 1 23
Included observations: 23
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 23.88124 17.88073 1.335585 0.1983
X1 -1.172035 2.641705 -0.443666 0.6626
X2 -0.238830 1.286558 -0.185635 0.8548
X3 -0.113715 0.092370 -1.231085 0.2341
X4 0.001630 0.012035 0.135455 0.8938
R-squared 0.132966 Mean dependent var 6.047354
Adjusted R-squared -0.059708 S.D. dependent var 6.661791
S.E. of regression 6.857788 Akaike info criterion 6.878307
Sum squared resid 846.5267 Schwarz criterion 7.125154
Log likelihood -74.10053 Hannan-Quinn criter. 6.940388
F-statistic 0.690110 Durbin-Watson stat 1.974687
Prob(F-statistic) 0.608266
476
Determinasi Kemsikinan Provinsi Aceh Tahun 2017....................................................................................................... (Mantsani, dkk)
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .760a .578 .484 2.77978 2.507
ANOVAa
Sum of
Model df Mean Square F Sig.
Squares
1 Regression 190.550 4 47.638 6.165 .003b
Residual 139.089 18 7.727
Total 329.639 22
a. Dependent Variable: presentase penduduk miskin(%)
b. Predictors: (Constant), Perekonomian, Pendidikan, Infrastruktur, Otonomi
Khusus
Coefficientsa
Standardize
Unstandardized Collinearity
d t Sig.
Coefficients Statistics
Model Coefficients
Std.
B Beta Tolerance VIF
Error
1 (Constant) 47.366 7.248 6.535 .000
Perekonomian -2.410 1.071 -.479 -2.251 .037 .517 1.933
Pendidikan -1.305 .522 -.440 -2.502 .022 .757 1.321
Infrastruktur -.012 .037 -.052 -.311 .759 .835 1.198
ln otsus .009 .005 .394 1.897 .074 .542 1.844
a. Dependent Variable: presentase penduduk miskin(%)
477