SELURUH INDONESIA
TUGU RAKYAT
(Tuntutan Pembangunan Pro Rakyat)
Menyongsong seratus tahun Indonesia merdeka, belum terlihat jelas wajah baru
pembangunan bangsa yang telah dicita-citakan seperti yang tertuang dalam pembukaan
Undang-Undang dasar 1945 yakni memajukan kesejateraan umum, mencerdasarkan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Visi besar tersebut sampai dengan 72 tahun
Indonesia merdeka belum terlihat jejak langkah yang jelas dari berbagai sektor ekonomi
bangsa. Era kepemimpinan Indonesia telah berada pada periode demokrasi dan otonomi daerah
sehingga berpengaruh terhadap sektor-sektor pembangunan. Massa demokrasi tersebut telah
mengantarkan bangsa ini pada kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dan tepat 20
oktober 2017 memasuki tahun ke tiga. Pada periode Jokowi-JK kita bisa melihat bagaimana
kondisi bangsa yang secara nyata tidak ada perbaikan sesuai dengan janji Nawacita. Naskah
nawacita menjelaskan bahwa ada sembilan agenda prioritas pembangunan Indonesia yakni (1)
Penguatan peran negara, (2) Penguatan pelayanan publik, (3) Pembangunan daerah dan desa
(4) Penegakan Hukum (5) Peningkatan kulaitas hidup rakyat (6) Peningkatan produktivitas
rakyat (7) Menggerakan komoditas strategis domestik (8) Revolusi karakter bangsa dan (9)
memperteguh Bhineka Tunggal Ika. Semua agenda nawacita tersebut secara nyata belum
benar-benar dirasakan oleh masyarakat indonesia sampai lapisan paling bawah.
Melihat kenyataan tersebut, bangsa ini tengah mengalami kemerosotan dari berbagai
bidang dan secara menyeluruh pemerintah belum mampu menghadirkan Pembangunan yang
memihak kepada rakyat. Oleh karenanya, secara tegas mahasiswa yang menjadi penyambung
lidah rakyat memantapkan langkah gerakan dan menuntut pemerintah segera merealisasikan
TUGU RAKYAT yaitu (1) TUrunkan Kesenjangan Ekonomi, (2) GUgat pengekangan
hak publik dan wujudkan kedaulatan rakyat, serta (3) RAKYAT menuntut tegaknya
supremasi hukum. Narasi besar tersebut menjadi akumulasi dari kemarahan masyarakat
Indonesia atas permasalahan bangsa yang tidak kunjung menemui jalan penyelesaian.
Berdasarkan survei lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, 1 persen orang terkaya
di Indonesia menguasai 49,3 persen kekayaan nasional. Ketimpangan kekayaan
antara orang kaya dan miskin di Indonesia termasuk paling buruk di dunia. Kondisi
ini hanya lebih baik dibanding Rusia, India, dan Thailand.
Besarnya kesenjangan juga terlihat pada penguasaan orang-orang kaya di sektor
perbankan. Dana bank di Indonesia didominasi oleh pemilik rekening di atas Rp 2
miliar. Meskipun hampir 98 persen jumlah rekening di bank dimiliki oleh nasabah
dengan jumlah tabungan di bawah Rp 100 juta.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin pada
periode September 2016-Maret 2017 bertambah 6.900 orang. Namun, tingkat
kemiskinan penduduk secara persentase pada Maret 2017 justru mengalami
penurunan tipis 0,06 persen menjadi 10,64 persen dari posisi September 2016, yaitu
sebesar 10,7 persen. Secara rinci, persentase penduduk miskin di perkotaan turun
sebesar 0,01 persen, sedangkan di perdesaan turun lebih besar yakni 0,03 persen.
Selama periode September 2016-Maret 2017, jumlah penduduk miskin di perkotaan
naik sebanyak 188.190 ribu orang menjadi 10,67 juta orang dari 10,49 juta orang.
Sementara, di daerah perdesaan turun sebanyak 181.290 ribu orang menjadi 17,10
juta orang pada Maret 2017 dari 17,28 juta orang pada September 2016.
Nawa cita pertama digaungkan sebagai judul dari sembilan janji kampanye Joko
Widodo dan Jusuf Kalla saat PEMILU 2014 lalu. Kini janji kampanye itu telah
menjelma menjadi sembilan agenda prioritas yang diimplementasikan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) setiap tahunnya. Oleh karena itu, cukup relevan apabila kita
mengevaluasi tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK melalui nawa cita.
Salah satu cita nawa cita adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Membangun
infrastruktur fisik adalah cara yang dipilih Pemerintahan Jokowi-JK untuk memperkuat
daerah-daerah. Dengan harapan, hal tersebut dapat menjadi faktor fundamental dalam
mendorong pemerataan dan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan.
Berangkat dari cita-cita tersebut, Pemerintahan Jokowi-JK melakukan
pembangunan secara masif, tersebar di Nusantara, dan menyasar hampir segala sektor.
Di tahun 2019 Pemerintah menargetkan penambahan lebih dari 1000 km jalan tol, lebih
dari 2000 km jalur kereta api, sekitar 5000 km jalan nasional, sekitar 5000 km jaringan
pipa gas, serta pembangunan 2 kilang baru. Pemerintah juga menargetkan masyarakat
Indonesia memiliki 100% rasio elektrifikasi, akses air minum layak, dan akses sanitasi
layak. Target yang terlihat sangat optimis untuk dipenuhi hanya dalam 5 tahun masa
jabatan.
Peningkatan hutang negara yang cukup signifikan ini membuat rasio hutang
Indonesia terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) di tahun 2017 mencapai 28.81%.,
sedangkan batas normal hutang menurut Menteri Keuangan RI saat ini, Sri Mulyani,
adalah 30%. Berdasarkan data Kementerian Keuangan total utang pemerintah pusat
mencapai Rp3.706, 52 triliun yang komponen utangnya terdiri dari Surat Berharga
Negara senilai Rp2.979,5 triliun dan pinjaman senilai Rp727 02 triliun. Proyeksi di
2019, rasio hutang terhadap PDB diperkirakan mencapai 29.3,%, meskipun ada potensi
dapat mencapai 32%.
a. Pelanggaran Prosedural
Indikasi pelanggaran prosedural lainnya yang dilakukan oleh proyek kereta api
cepat Jakarta-Bandung terdapat pada Izin Lingkungannya. Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) kereta cepat Jakarta-Bandung yang pertama dikeluarkan pada
tanggal 20 Januari 2016, sehari sebelum groundbreaking proyek. Dokumen AMDAL
ini diselesaikan hanya dalam waktu 41 hari. Padahal secara logika, normalnya dokumen
AMDAL diselesaikan selama dua musim, penghujan dan kemarau.
Perpres 107 tahun 2015 memberikan himbauan kepada Gubernur DKI Jakarta,
Gubernur Jawa Barat Bupati Puwakarta, Bupati Bandung Barat, dan Walikota Bandung
untuk melakukan penyesuaian rencana tata ruang wilayah dengan trase jalur kereta api
cepat Jakarta-Bandung sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang
penataan ruang11. Dalam hal ini Menteri Agraria dan Tata Ruang bertugas untuk
melakukan fasilitasi penyesuaian rencana tata ruang wilayah dengan trase jalur12.
III. Rekalmasi Teluk Jakarta Jelas Memihak kepada Cukong, Pengusaha dan
Taipan
1. Penerbitan AMDAL tidak melibatkan masyarakat sesuai dengan prosedur formal yang
ada
Sebagai suatu ekosistem, fungsi utama pesisir pantai Jakarta adalah menjadi
penyedia sumber daya hayati berupa perikanan, rumput laut, dan terumbu karang.
Kawasan ini juga memiliki peran sebagai penyedia sumber daya nirhayati seperti
mineral yang tidak dapat diperbarui. Ekosistem perairan pantai sangat rentan terhadap
perubahan, sehingga apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun rekayasa,
dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan keseimbangan ekosistem.
Terganggunya ekosistem perairan pantai dalam waktu yang lama, pasti memberikan
kerusakan ekosistem wilayahnya. Kondisi ini menyebabkan kerusakan pantai. Apabila
terjadi penurunan kualitas murni pesisir pantai, maka dampak terbesar yang secara
langsung akan dirasakan adalah dampak ekologi dan biologis.
Selain itu, rusaknya ekosistem atau habitat pada wilayah reklamasi akan
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Dampaknya, biota laut baik flora dan
fauna akan mencari habitat baru. Sudah dapat dipastikan punahnya keanekaragaman
hayati seperti spesies mangrove, ikan, kerang, kepiting, burung, dan berbagai
keanekaragaman hayati, adalah akibat lanjutnya. Musnahnya habitat biota laut ini akan
memberikan dampak signifikan terhadap keseimbangan alam. Apabila gangguan
dilakukan dalam jumlah besar, maka dapat mempengaruhi perubahan cuaca serta
kerusakan alam dalam skala yang luas.
6. PTUN Jakarta pada mei 2016 telah memenangkan gugatan nelayan atas reklamasi pulau
G dan pada demikian juga terhadapa pulau F,I, dan K pada maret 2017
7. Pada tanggal 5 oktober 2017 menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan
mencabut moratorium reklamasi teluk jakarta sehingga proyek reklamasi yang
dikeluarkan pada 19 april 2016. Maka, hal ini mencederai perjuangan dan menindas
hajat hidup nelayan dan rakyat kecil jakarta.
2. GUgat Pengekangan Hak Publik dan Wujudkan Kedaulatan Rakyat
I. Pengupahan yang memiskinkan rakyat harus dicabut
Bahwa berdasarkan UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) “tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian, dan Pasal
28D ayat (2) “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Hal yang sama juga
ditegaskan dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Dalam PP No 78/2015 memuat bahwa Formula
kenaikan upah minimum ditetapkan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan
ekonomi, hal ini mengakibatkan penetapan upah minimum tidak lagi
berdasarkan KHL (Kebutuhan Hidup Layak); telah mereduksi kewenangan
Gubernur serta peran Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam penetapan upah
minimum.
Adapun instrumen untuk memenuhi hidup layak itu adalah KHL. Tetapi
dengan adanya PP Pengupahan tersebut, KHL tidak lagi dipakai sebagai salah
satu acuan untuk menetapkan kenaikan upah minimum. Memang, besarnya
KHL akan ditinjau setiap 5 tahun sekali. Tetapi karena kenaikan upah minimum
sudah diikat hanya sebesar inflasi + pertumbuhan ekonomi, maka keberadaan
KHL (meskipun ditinjau setiap 5 tahun sekali) tidak akan berarti. Kebijakan
seperti ini hanya akal-akalan. PP No 78 tahun 2015 tentang Pengupahan telah
melanggar Pasal-pasal dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu
a. Serikat pekerja tidak dilibatkan dalam kenaikan upah minimum
Sejak 1982 di jaman orde baru, Serikat Pekerja dilibatkan dalam survey
pasar untuk menentukan nilai Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). Baru
kemudian berunding untuk menentukan besarnya upah minimum, yang
salah satu acuannya adalah hasil survey yang dilakukan secara bersama-
sama. Hal ini tidak akan terjadi lagi apabila PP Pengupahan diberlakukan,
karena yang menetapkan besarnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi adalah
Pemerintah (Badan Pusat Statistik). Hematnya bahwa PP Pengupahan
merupakan kebijakan yang memiskinkan buruh dan pengancam demokrasi
dalam hal kebebasan berserikat.
Upah minimum di Thailand 3,5 juta, bahkan Filipina mencapai 4,2 juta,
dan Cina 3,9 Juta. Sementara itu, upah minimum rata-rata di Indonesia
hanya berada dalam kisaran 2 juta. Di Jakarta saja, sebagai ibu kota negara,
upahnya hanya 2,7 juta. Apabila kenaikan upah ditentukan hanya sebatas
inflansi + pertumbuhan ekonomi, maka setiap tahun penyesuaian upah di
Indonesia hanya dalam kisaran 10 persen (bahkan bisa lebih kecil). Padahal
harga kebutuhan pokok di Indonesia penuh dengan ketidakpastian.
c. PP pengupahan didalangi “pengusaha hitam” yang serakah dan rakus
II. Pendidkan Dasar dan Menengah yang Belum Sesuai Amanah Undang-Undang
i. Anggaran pendidikan dasar dan menengah yang miris
Namun kenyataan yang terjadi pada pemerintah pusat ini sungguh sangat jauh
berbeda dengan yang ada di pemerintah daerah. Data terkait prosentase alokasi
anggaran pendidikan di dalam APBD di semua provinsi sebagaimana yang ada
dalam gambar 3 di atas sungguh menggambarkan suatu kenyataan yang sangat tidak
sesuai dengan harapan bersama. Tanpa disadari hal ini tentunya telah mengingkari
konsesnsus bersama sekaligus merupakan konstitusi negara kita terkait prosentase
jumlah anggaran pendidikan. Ini merupakan sikap inkonstitusi atau sikap yang
bertentangan dengan sikap konstitusi dan harus dilawan!!!
Dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, hanya DKI Jakarta saja yang telah
menjalankan amanat konstitusi. 33 provinsi yang lain masih tidak sesuai dengan
amanat konstitusi. Provinsi Papua merupakan provinsi yang paling kecil
mengalokasikan anggaran pendidikannya dalam APBD (murni/di luar transfer
daerah), yakni hanya 1,4 %. Lalu menyusul provinsi Jawa Timur sebanyak 1,7 %,
Sumatera Selatan 2 %, Kalimantan Utara 2,2 %, Papua Barat 2,3 %, dan seterusnya.
a. Kecurangan
c. Pemborosan
f. Gangguan Psikis
Bukan suatu hal yang baru lagi, jika ganguan psikis bukan
menjadi hal yang asing dalam pelaksanaan UN. Stress masal di
antara kalangan guru, orangtua, terutama peserta didik merupakan
contoh yang paling nyata. Hal ini pun bisa membuat mereka dapat
menghalalkan berbagai cara agar dapat memperoleh nilai terbaik
pada UN walau UN bukan lagi penentu kelulusan.
BPJS Kesehatan adalah badan usaha milik negara yang berfungsi untuk
menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia sejak tahun
2014 yang lalu. Jaminan kesehatan ini ditujukan unttuk seluruh warga Indonesia
dari kalangan pejabat sampai ke masyarakat di daerah terpencil dan juga perbatasan.
JKN bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan di Indonesia, sehingga
diharapkan seluruh warga Indonesia dapat memanfaatkan jaminan ini ke depannya.
Dalam pelakasanaan JKN selama dua tahun ini, dibalik segala manfaat sudah
mulai dirasakan, masih terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki. Hal ini terlihat dari
tak sedikit warga yang tidak puas dengan pelayanan kesehatan yang diterima,
pengaktifan kartu yang harus menunggu beberapa hari, adanya layanan kesehatan
yang tidak ditanggung dalam praktiknya, masih adanya warga miskin yang tidak
terdaftar sebagai PBI, dan masih banyak masalah lainnya yang berdampak kepada
masyarakat. Dengan keadaan yang sedemikian rupa, tak lama ini muncul wacana
kenaikan pembayaran iuran yang akan diberlakukan pada tanggal 1 April 2016.
Walaupun demikian, setelah beberapa bahasan dan masukan-masukan, BPJS
kemudian memutuskan untuk menunda pemberlakuan kebijakan tersebut. Namun,
seperti apa kebijakan iuran tersebut? Berikut adalah rincian rencana kenaikan iuran
jaminan kesehatannya. (1) Kelas 1 naik dari Rp 59.500 per orang per bulan, menjadi
Rp 80.000 per orang per bulan, (2) Kelas 2 naik dari 42.500 per orang per bulan,
menjadi Rp 51.000 per orang per bulan, (3) Kelas 3 naik dari 25.500 per orang per
bulan, menjadi Rp30.000 per orang per bulan
Sejauh ini, alasan BPJS menaikan tarif iurannya adalah untuk menutupi defisit
keuangan yang terjadi dan untuk meningkatkan pelayanan jaminan kesehatan.
Kemudian muncullah pertanyaan. Kenapa keuangan BPJS bisa defisit? Setelah
melakukan sedikit analisis, ada beberapa hal yang dapat menjelaskan mengapa
keuangan BPJS defisit. Pertama, fakta data berkata menunjukkan bahwa klaim
besar terpusat di kota-kota. Diagnosis yang diklaimkan di perkotaan adalah
diagnosis-diagnosis yang membutuhkan manajemen jangka panjang atau yang
berbiaya mahal seperti penyakit kardiovaskular, penyakit degeneratif, keganasan,
dan lainnya. Manajemen dan pengobatan penyakit-penyakit tersebut tentunya
membutuhkan biaya besar seperti pemeriksaan penunjang menggunakan MRI,
penatalaksanakan pemasangan ring jantung, kemoterapi, dan lainnya. Kedua, angka
rujukan yang tinggi saat ini menyebabkan meningkatnya klaim. Pelayanan di PPK
(Pemberian Pelayanan Kesehatan) tingkat lanjut di rumah sakit tentu memakan
lebih banyak biaya operasional dibandingkan di PPK tingkat pertama seperti
puskesmas, dokter praktik mandiri, dan PPK tingkat pertama lainnya. Ketiga,
merupakan rahasia umum dan kebiasaan yang tidak baik bahwa ada orang-orang
yang membayar hanya pada sakit dan tidak membayar lagi ketika sudah sembuh
atau hanya ketika mendaftarkan dirinya untuk kepesertaan JKN. Hal ini mengurangi
pemasukan BPJS di kemudian hari untuk menutup klaim dari peserta-peserta yang
lain. Ditambah lagi, ternyata iuran saat ini masih di bawah standar ideal yang
diusulkan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang menyarankan bahwa iuran golongan
III adalah Rp 27.500 ,-.
Kemudian muncul lagi pertanyaan lain seputar alasan kenaikan iuran. Melihat
bahwa angka rujukan yang masih tinggi, banyakanya komplain dari warga, apa
yakin mau menaikkan iuran padahal kualitas layanan masih kurang? YLKI
(Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) mengatakan bahwa pelayanan pasien
untuk kelas PBI sangat buruk padahal mereka adalah golongan masyarakat yang
kurang mampu yang seharusnya dapat dilindungi dan dijamin kesehatannya oleh
pemerintah. Selain, itu juga berdasarkan survei dari BPS (Badan Pusat Statistik),
didapatkan jika konsumsi kesehatan masyarakat Indonesia masih sangat tinggi.
Kenapa ini bisa terjadi ketika seharusnya banyaknya pelayanan kesehatan
kesehatan yang ditanggung oleh JKN menurunkan konsumsi kesehatan masyarakat
Indonesia? Hal ini terjadi karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap PPK yang
bekerjasama dengan BPJS, sehingga masyarakat memilih untuk berobat dengan
biaya sendiri sesuai dengan preferensinya dan tidak menggunakan jaminan
kesehatannya.
Belum lagi masalah persebaran tenaga kesehatan dan juga fasilitas kesehatan di
Indonesia. Hal ini sedari dulu menjadi masalah dan masih belum terpecahkan.
Selama akses kesehatan masih sulit, selama itu pula JKN tidak akan dapat
diterapkan secara merata kepada seluruh warga Indonesia seperti yang diharapkan.
Hal ini kemudian bersangkutan dengan permasalahan klaim-klaim yang terpusat di
kota. Bagi masyarakat di pinggiran dan terpencil, tentu tidak adil ketika iuran
mereka harus dinaikkan untuk menutupi defisit yang mana klaimnya saja tidak
terjadi dan tidak dapat didapatkan di daerahnya. Hal ini kemudian mungkin saja
menjadi pertimbangan perbedaan selisih kenaikan harga pada setiap golongan yang
ada.
Tentu saja defisit yang dialami oleh BPJS saat ini tidak akan tergantikan dengan
sendirinya. Namun juga, pengadaan dan peningkatan pelayanan kesehatan juga
tidak akan terjadi jika tidak ada tambahan usaha dan dana dari piihak-pihak
berwenang. Sehingga memang, seperti yang telah diprediksikan oleh Thabrany
dalam Jaminan Kesehatan Nasional, akan ada penyesuaian lanjutan berkaitan
nominal iuran bergantung pada kebutuhan dan keadaan lapangan. Yang terpenting
dari kenaikan iuran ini adalah tidak hanya penutupan defisit, namun juga perbaikan
pelayanan PPK baik tingkat primer maupun lanjutan. Peningkatan kualitas PPK dan
pelaksanaan aturan BPJS secara tepat akan memunculkan rasa percaya akan
program JKN dan mulai beralih untuk memanfaatkan jaminan yang diberikan.
Dengan demikian, rasa aman dan nyaman akan membawa masyarakat kepada tertib
administrasi yaitu dengan tertib membayar iuran membawa masyarakat kepada
tertib administrasi yaitu dengan tertib membayar iuran karena merasa diuntungkan
dengan adanya JKN.
Selama hampir 3 tahun kepemimpinan jokowi-JK belum ada regulasi yang jelas
mengenai reforma agraria yang menjadi janji nawacita. Kehebohan mengenai rencana
RA yang digadangkan yakni seperti misalnya di kebun badega Kabupaten garut Jawa
Barat dan kebun Tratak Kabupaten Batang Jawa Tengah pada tahun 2016. Pada
penghujung tahun yang sama juga diberikan pengakuan atas keberadaan hutan-hutan
adat di 9 lokasi ( total sekitar 13 rubu hektar). Patut dicatat dalam kasus pemberian
sertifikat hak milik diatas bahwa sejatinya kelompok petani telah menguasai tanah
tersebut berpuluh-pulu tahun dan hal tersenut sebagi usaha para petani untuk merebut
kembali ha tanah merek akibat penertiban HGU untuk perkebunan besar. Sementara
pengakuan keberadaan hutan adat merupakan tindak lanjut dari keputusan MA No
35/PPU-X/2012.
Salah satu hal krusial yang belum jelas dalam pelaksanaan reforma agraria
Jokowi-Jk adalah belum terbentuk kelembagaan pelaksana RA yang jelas. Jadi RA
yang dijalankan sekarang dapat dipastikan sebagai program sepotong-potong, parsial
dan tidak sistematik.
VI. Kedaulatan Maritim Indonesia Bagai Slogan Semata serta Perbaikan Fasilitas
Pelabuhan Pendukung Tol Laut Khususnya didaerah Indonesia Timur
Menjadi Mutlak harus dipenuhi
a. Realisasi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah
Setelah beberapa capaian pemerintah tahun 2016, hal ini nyatanya tidak cukup
berpengaruh untuk mengatasi permasalahan yang selama ini ada. Permasalahan
pertama adalah disparitas. Kota utama seperti Jakarta di bagian barat lebih
mendapatkan harga yang lebih murah karena dekat sumber produksi dan
kemudahan transportasi. Sedangkan di wilayah timur harga kebutuhan pokok
jauh lebih tinggi. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag) per
15 September 2016, harga rata-rata beras di Kota Jayapura misalnya mencapai
Rp14.000/kg, harga mi instan dijual Rp3.000/bungkus. Harga ini belum melihat
harga di kawasan pegunungan Papua. Bandingkan dengan harga beras di DKI
Jakarta pada waktu yang sama, harganya hanya Rp10.960/kg, dan mi instan
hanya cukup ditebus Rp2.340/bungkus . 16Permasalahan kedua yaitu
ketimpangan muatan, dimana sudah adanya fasilitas sebagai akibat
penyelesaian distribusi logistic antar daerah namun keberlanjutan komoditas
dari wilayah tersebut kurang diperhatikan. Sebagai contoh adalah kapal kuning
berpadu putih bertuliskan KM Camara Nusantara I bersandar kosong tanpa
muatan seekor sapi pun di Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat pada pertengahan
Januari 2016. Pada pelayaran perdana, kapal ini sempat sukses membawa
ratusan sapi asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Jakarta pada 11 Desember
2015. Namun, pelayaran kedua kapal itu tanpa hasil. Padahal, kapal ini juga
sebagai upaya pembuktian pemerintah bahwa populasi sapi lokal tersedia untuk
memenuhi kebutuhan daging domestik. 17 Kemudahan akses pendistribsian
logistic pun juga hanya sampai pada pinggir pulau, selanjutnya belum
diimbangi sampai ke daerah pegunungan. (9/8/16) - Asosiasi-asosiasi logistik
di Indonesia mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera melakukan
evaluasi kebijakan yang dijalankan. Hal ini karena para pelaku usaha merasakan
ada sejumlah regulasi yang justru turut memicu tingginya biaya logistik di
negara ini. Banyak faktor yang masih mempengaruhi tingginya harga distribusi
logistik dan harga jual logistik. ALFI mendorong pemerintah melakukan
evaluasi regulasi, yang kemudian dilanjutkan dengan harmonisasi regulasi dan
deregulasi. ALFI yang hingga tahun lalu sudah beranggotakan 3.612 pengusaha
logistik, siap duduk bersama memberikan masukan mana saja di tingkat pusat
dan daerah yang dirasakan ikut memicu biaya tinggi. Faktor lain yang ikut
berpengaruh adalah kondisi infrastruktur, seperti peralatan pelabuhan, jalan dan
lainnya. Begitu pula kebijakan fiskal moneter terkait suku bunga bank, seperti
bea masuk, juga berpengaruh. Tidak kalah penting adalah sumber daya manusia
di sektor logistik yang juga dapat mempengaruhi bisnis di bidang ini. 18
(5/8/16) - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan
jika Indonesia mengalami penurunan peringkat menjadi posisi 63 dari 160
negara pada Indeks Kinerja Logistik atau Logistic Performance Index (LPI)
2016 versi Bank Dunia. Darmin mengatakan setidaknya ada enam aspek utama
dalam membangun sistem logistik nasional, yaitu perbaikan rantai pasok
komoditi utama, infrastruktur transportasi logistik, penyediaan pelaku logistik,
pengembangan SDM, penerapan teknologi, dan harmonisasi regulasi. Darmin
juga menganggap persoalan utama logistik nasional bukan di rantai distribusi,
tapi di komoditas yang tidak ada standardisasi. Masalah selanjutnya adalah
dwelling time. Pada Mei dwelling time Pelabuhan Tanjung Priok rata-rata baru
mencapai 5,6 hari, jauh di bawah target 4,7 hari. Namun, capaian ini sudah lebih
baik ketimbang pada Januari 2015, ketika dwelling time di Tanjung Priok
sempat mencapai 8-9 hari. Di atas kertas, arus barang di Priok bisa selesai dari
sebelumnya 8-9 hari dipersingkat menjadi 3,2 hingga 3,7 hari. Namun, Presiden
Jokowi memerintahkan dwelling time ditekan lagi hingga 2 hari saja. Namun,
capaian positif yang mulai terjadi Tanjung Priok tak menular di pelabuhan
utama lainnya seperti Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan Belawan Medan.
Dwelling time di Pelabuhan Belawan misalnya, masih dua kali dibandingkan
dengan di Tanjung Priok. Capaian dwelling time pelabuhan-pelabuhan di
Indonesia memang kalah jauh dibandingkan dengan negara-negara tetangga
seperti Singapura. Di Singapura, dwelling time hanya butuh 0,5-1,5 hari saja,
sedangkan di Pelabuhan Yokohama, Jepang cukup 2 hari. Bandingkan dengan
di Tanjung Priok yang dianggap sudah membaik, angka dwelling time masih
3,2-3,7 hari. Malaysia lebih unggul dengan dwelling time rata-rata 2-3 hari. 20
b. Hambatan dan tantangan
Beberapa hambatan dan tantangan dalam pelaksanaan program kerja
Pembangunan Konektivitas di luar Pemerintah, meliputi :
1. Indonesia baru memiliki 250 galangan yang 220 galangannya terletak di
Indonesia bagian Barat.
VIII. Pengebiriran Demokrasi dengan Adanya Perpu Nomor 2 tahun 2017 tentang
Organisasi Masyarakat
Polemik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2
Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan (Ormas) masih terus terjadi. Komisioner Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM) Manager Nasution mengungkapkan Komnas HAM
menemukan beberapa kecacatan dalam Perppu ini. Saat ini, Komnas HAM masih
melakukan kajian terkait diundangkannya Perppu Ormas tersebut. Sepintas
penerbitan Perppu tersebut didasarkan pada suatu niat yang baik di mana
Pemerintah akan memberikan perlindungan HAM bagi warga negara. Hal tersebut
dapat dilihat dari uraian beberapa pasal yang termaktub dalam Perppu tersebut.
Beberapa kalangan dari masyarakat sipil, seperti YLBHI/LBH dan lain-lain sudah
menyampaikan pandangan, seolah pemerintah melindungi warga negara dari
tindakan diskriminasi. Namun dicermati pasal-pasal yang terdapat di dalam Perppu
ini, di dalamnya kami temukan lima kecacatan :
Pertama cacat lahir. Secara prosedural penerbitan Perppu tersebut tidak
memenuhi tiga syarat sebagaimana dinyatakan dalam putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) dalam putusan Nomor 38/PUU-VII/2009, yaitu adanya kebutuhan
mendesak. Adanya kebutuhan mendesak ini menurutnya menjadi syarat Perppu
untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang,
adanya kekosongan hukum karena UU yang dibutuhkan belum ada atau tidak
memadai, dan kekosongan hukum tidak dapat diatasi dengan prosedur normal
pembuatan UU. Terakhir syarat tersebut tidak terpenuhi karena tidak ada situasi
kekosongan hukum terkait prosedur penjatuhan sanksi terhadap Ormas.
Kedua, cacat substansi. Kebebasan berserikat merupakan hak yang ada dalam
Konstitusi dan UU HAM yang harus dijamin dan dilindungi oleh pemerintah.
Namun, Perppu tersebut mengandung muatan pembatasan kebebasan untuk
berserikat yang tidak terlegitimasi. Menurutnya pembatasan HAM hanya dapat
dibatasi oleh dan berdasarkan UU, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan
penghormatan atas HAM serta kebebasan dasar orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral-kesusilaan, nilai-nilai agama,
keamanan, kertetiban umum, dan kepentingan bangsa dalam suatu masyakat yang
demokratis (pasal 28J (2) UUDNRI 1945 dan pasal 73 UU Nomor 39 tahun 1999).
Pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun tidak boleh mengurangi,
merusak, atau menghapuskan HAM atau kebebasan dasar yang diatur dalam
konstitusi dan UU HAM (pasal 74 UU Nomor 39 tahun 1999).
Ketiga, Perppu ini cacat metodologi. Perppu tersebut menghapus mekanisme
due process of law dalam pembubaran Ormas. Perppu tersebut dinilai telah
memposisikan Ormas sebagai musuh, menurut persepsi pemerintah dan setiap saat
dapat dibasmi. Perppu ini menegaskan arogansi negara karena mengabaikan serta
meniadakan proses hukum dalam pembekuan kegiatan Ormas.
Keempat, Perppu ini cacat pikir. Perppu memunculkan ketentuan pidana
sebagaimana dalam pasal 82A Perppu tersebut. Seseorang dapat dpidana karena
secara langsung atau tidak langsung menjadi pengurus/anggota ormas yang
terlarang dengan pidana. Bahkan, Perppu itu menambah berat pemidanaan dari
maksimal lima tahun menjadi seumur hidup atau minimal lima tahun dan paling
lama 20 tahun.
Dan kelima, Perppu ini cacat paham. Perppu ini merupakan perubahan UU
Ormas. Alih-alih hendak menerapkan asas contrarius actus dalam pembubaran
Ormas, justru menunjukkan kesesatan pemerintah terhadap konstitusi dan UU
HAM dan UU Ormas. Penerbitan Perppu ini sebagai jalan pintas, syahwat
kekuasaan dalam mengintervensi kebabasan bersyarikat warga negara.
IX. Kembalikan Subsidi Listrik
Listrik merupakan komoditi strategis yang digunakan pada semua sektor dan
menjadi salah satu kebutuhan dasar masyarakat saat ini. Berdasarkan UUD 1945
pasal 33 dinyatakan bahwa: negara menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga
listrik perlu diatur dan disediakan oleh negara. Campur tangan pemerintah untuk
mendorong proses produksi dan distribusi listrik yang lebih merata mutlak
diperukan terutama dalam menentukan harga listrik yang terjangkau dan dapat
dinikmati oleh masyarakat luas.
Sesuai dengan rencana yang telah dilontarkan pemerintah pada awal tahun,
Tarif Dasar Listrik (TDL) akan mengalami kenaikan secara bertahap. Kenaikan ini
dilakukan tiap dua bulan yaitu pada periode Januari-Februari, Maret-April dengan
persentase kenaikan 38 persen, lalu Mei-Juni dengan persentase kenaikan sebesar
24 persen. Pencabutan subsidi listrik ini secara khusus menyasar pada golongan
pengguna R-1 900 VA yang memiliki pengguna sebanyak 23 juta orang atau
merupakan 36,6 persen dari total seluruh pengguna listrik. Pemerintah menilai
subsidi ini tidak tepat sasaran lantaran hanya 4,1 juta dari penduduk kategori miskin
dan tidak mampu yang dapat merasakan subsidi ini, sementara 19 juta lainnya
merupakan penduduk yang mampu. Pemerintah tidak secara langsung menaikkan
tarif listrik, namun mereka membuat kebijakan dengan mencabut subsidi tarif dasar
listrik golongan 900 VA. Masyarakat tentu sangat terbebani. Karena pada awalnya
masyarakat yang menggunakan golongan 450VA berpindah menjadi 900 VA atas
dasar jaminan dari pemerintah yang akan memberikan subsidi kepada mereka.
Pemerintah beranggapan bahwa tarif kenaikan tersebut akan dikelola dan
digunakan untuk membangun infrastuktur dan menyalurkan listrik ke daerah yang
sebelumnya belum dapat dijangkau oleh PLN. Alasan tersebut juga diungkapkan
ketika pemerintah menaikkan tarif listrik golongan >1300 VA pada tahun 2013.
Namun hingga kenaikan yang terjadi sekarang ini, alasan-alasan tersebut belum
dapat dibuktikan karena masih banyak desa-desa di Indonesia yang belum
mendapat aliran listrik.
Setiap tahun Tarif Dasar Listrik (TDL) sebenarnya terus mengalami kenaikan
dengan alasan untuk mengurangi subsidi listrik yang diberikan oleh Perusahaan
Listrik Negara (PLN) sebagai pengelola utama listrik Indonesia. Pengurangan
subsidi dilakukan untuk meningkatkan pemerataan listrik di setiap pelosok
Indonesia sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
di seluruh wilayah Indonesia. Yang menjadi dasar dari pengurangan subsidi listrik
ini adalah APBN 2017. Dalam APBN 2017 alokasi anggaran yang digunakan untuk
subsidi bahan bakar dan listrik secara keseluruhan mengalami penurunan,yang
mencerminkan rencana pemerintah untuk mengurangi subsidi bidang energi di
Indonesia.
a. Proyek 35000 Mega Watt mangkrak
Jumlah permintaan listrik yang terus meningkat mengharuskan Perusahaan
Listrik Negara (PLN) memenuhi kebutuhan konsumen sehingga sebagai
konsekuensinya adanya memungkinkan adanya kenaikan tarif dasar listrik (TDL).
Namun Tarif Dasar Listrik (TDL) yang dibiarkan naik tinggi akan menimbulkan
dampak terhadap pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Naiknya Tarif Dasar Listrik
(TDL) akan diiringi dengan naiknya harga-harga kebutuhan lainnya yang akan
menyebabkan turunnya daya beli masyarakat serta berdampak terhadap ekonomi
makro Indonesia. Diperparah lagi dengan kualitas layanan yang diberikan oleh PT
PLN sebagai pemasok listrik satu-nya di Indonesia yang masih tidak bershabat
dengan rakyat yang sudah membayar mahal pasokan listriknya. Hal tersebut
tentunya memiliki korelasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
proyek listrik 35000 Mega Watt sebagai salah satu poin dari Nawacita Jokowi-JK
yang sampai saat ini masih mangkrak, padahal seharusnya sudah selesai pada akhir
tahun 2016 yang lalu.
Realisasi pembangunan proyek listrik 35.000 MW baru mencapai 36 persen dari
target akumulatif tahun 2016. Sedangkan realisasi pembangkit Commercial
Operation Date (COD) Fast Track Program (FTP) 1 dan FTP 2, serta regular yang
merupakan bagian program 7.000 MW mencapai 83 persen dari target akumulatif
sampai 2016 atau 53 persen dari target keseluruhan.Dengan demikian, menurut
Jokowi, realisasi COD pembangkit listrik secara keseluruhan sampai 24 Oktober
2016 masih sebesar 29,4 persen dari target. Padahal para investor antre untuk
terlibat dalam proyek listrik 35.000 MW ini.(tirto.id, 2017).
Pemerintah Indonesia beralasan mangkraknya proyek tersebut akibat masih
rumitnya birokrasi terutama terkait pembebasan lahan. Sungguh sebuah ironi
dimana proyek yang dijadikan program andalan dalam janji politiknya adalah
proyek yang tidak terukur dan tidak terencana secara matang. Akhirnya rakyatlah
yang kembali menjadi korban dari janji-janji manis yang sebelumnya menjadi asa
bagi rakyat bahwa kesejahteraan bukanlah lagi sesuatu yang niscaya bagi mereka
di era pemerintahan saat ini, namun faktanya malah mengecewakan.
a. Subsidi Listrik sudah tepatkah?
Berdasarkan data Indonesian Crude Price (ICP) oleh Tim Harga Minyak
Mentah Indonesia, harga rata-rata minyak mentah Indonesia pada rentang bulan
November-Maret mengalami fluktuasi. Bulan November 2016 harga minyak
mentah Indonesia sebesar US$ 43,25 per Barel. Kemudian bulan Desember naik
sebesar US$ 7,83 per barel menjadi US$ 51,09 per barel. Awal tahun 2017 harga
minyak mentah di Indonesia masih terus mengalami kenaikan sampai bulan
Februari hingga mencapai angka US$ 52,50 per barel. Kemudian pada bulan Maret
turun menjadi US$ 48,71 per barel.
Kondisi perekonomian pada 2017 naik menjadi 5,2 persen namun hal ini
dibayangi kekhawatiran karena pertumbuhan inflasi Indonesia per April 2017 4,17
persen, naik dari bulan Maret sebesar 3,61 persen.12 Menurut analisis dampak awal
yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada bulan November 2016, kenaikan tarif
listrik bertahap akan berkontribusi sebesar 0,35 persen terhadap inflasi bulanan
setiap kali pemerintah menaikkan tarif, atau total sebesar 0,95 persen per tahun pada
2017. Tingkat inflasi yang tinggi ditambah dengan pemerintah atas Tarif Dasar
Listrik pukul rata tanpa subsidi akan semakin melemahkan daya beli masyarakat.
Hal ini sama saja pemerintah melakukan pemiskinan relatif.
Selama lebih dari 60 tahun lamanya, PT. Freeport Indonesia (PTFI) telah hadir
di tanah Papua, Indonesia, sekaligus menjadi sebuah ‘parasit’ yang tak memberikan
dampak besar bagi Pemerintah serta rakyat Indonesia. Setelah menanda-tangani
Kontrak Karya (KK) yang pertama pada tahun 1967 dan dilanjutkan dengan KK
kali kedua pada tahun 1991, perusahaan yang diinduki oleh Freeport Mc-Moran
kini sedang panas-panasnya dalam menghadapi wacana pemerintah yang
mewajibkan seluruh perusahaan tambang logam di Indonesia, termasuk PTFI untuk
beralih dari KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Setelah dirasa Kontrak Karya tidak begitu menghasilkan ‘karya’ bagi negara
Indonesia, IUPK yang diajukan oleh pemerintah pun dirancang untuk
meningkatkan penerimaan negara, bahkan akan membuat kedudukan pemerintah
Indonesia lebih tinggi dari sebuah korporasi. Suara-suara untuk me-nasionalisasi
PT FI pun tak sedikit terdengar, namun tentunya terdapat konsekuensi yang besar
di balik rencana tersebut. Tentunya, di balik semua langkah perjuangan ini terdapat
satu harapan yang besar, yaitu agar pemerintah kian mewujudkan amanat Pasal 33
ayat (3) UUD 1945 tentang memajukan kesejahteraan umum melalui SDA yang
dimiliki oleh Indonesia.
Namun, dampak pada ekonomi sangatlah terasa pada masa itu. Pada
awal 1960-an pelarian modal makin menjadi, suku cadang dan bahan mentah
tidak tersedia, ekspor merosot dan barang konsumsi maupun modal menjadi
langka. Pemerintah kekurangan sumberdaya riel untuk mengatasi kesenjangan
investasi. Pencetakan uang di Peruri Kebayoran Baru hanya mempercepat laju
inflasi. Kalau indeks 1957 = 100, maka indeks biaya hidup thn 1960 = 348, lalu
naik menjadi 36.000 pada 1965 dan 150.000 pada 1966.
Ttd
NB : Policy Brief ini disarikan dari seluruh kajian koordinator isu Aliansi BEM Seluruh
Indonesia