Anda di halaman 1dari 15

TEORI PARADIGMA

TEORI ARSITEKTUR II

NAMA : AFLAHA MARISA


NPM : 1915012009

S1
ARSITEKTUR

DOSEN PENGAMPU :
AGUNG CAHYO N., S.T., M.T.
DINI HARDILLA, S.T., M.T.

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Arsitektur secara umum dapat digambarkan sebagai ilmu dalam


merancang lingkungan binaan. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil
proses perancangan tersebut.
Perkembangan perancangan arsitektur sejak era pra-klasik dan
sesudahnya mempelihatkan adanya pergeseran dalam essensi paradigmanya
Pada era kuno, mendasarkan alam semesta yang berkaiatan dengan nilai
kosmos dan mitos. Pada era Klasik Eropa sangat dititikberatkan pada
estetika bangunan. Perancangan modern mendasarkan pemikiran
perancangannya pada paradigma Rasionalisme dimana pertimbangan-
pertimbangan perancangannya berdasarkan pada logika dan rasio,
menggunakan teknologi baru dan aspek-aspek struktur serta fungsi menjadi
dominan. Sementara estetika mendapat interpretasi baru dengan
mengutamakan ekspresi sistem bangunan, struktur dan fungsi.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam paper ini adalah


bagaimana teori-teori atau studi kasus mengenai paradigma berarsitektur.

1.3. Tujuan

Tujuan dari paper ini adalah mengetahui teori – teori mengenai


paradigm berarsitektur.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Paradigma Mitologi dan Kosmologi

Anton Bakker dalam bukunya “Kosmolgi & Ekologi – Filsafat tentang


Kosmos sebagai Rumah Tangga (1995)” mengatakan “Kosmologi
menyelidikai dunia sebagai suatu keseluruhan menurut dasarnya.
Kosmologi bertitik pangkal pada pengalaman mengenai gejala-gejala dan
datadata. Akan tetapi gejala-gejala dan data-data itu tidak ditangkap dalam
kekhususannya, tetapi langsung dipahami menurut intinya dan menurut
tempatnya dalam keseluruhan dunia”.
YB. Mangunwijaya dalam bukunya “Wastu Citra (1988)”
mengatakan “Segi mitos dan keagamaan menyangkut ke-ADA-an manusia
atau semesta dari dasardasarnya yang paling akar, paling menentukan,
paling sejati”. Beliau mengatakan “Pada tahap primer orang mulai berpikir
dan bercita rasa dalam alam penghayatan kosmis dan mitis, atau agama.
Tidak Estetis”. Estetis artinya penilaian yang indah dari segi kenikmatan.

2.2. Paradigma Estetika

Teori Obyektif berpendapat bahwa keindahan adalah sifat (kualitas)


yang memang telah melekat pada bendanya (yang disebut) yang merupakan
obyek. Ciri yang memberi keindahan itu adalah perimbangan antara bagian-
bagian pada benda tersebut, sehingga asas-asas tertentu mengenai bentuk
dapat terpenuhi. Teori Subyektif mengemukakan bahwa keindahan itu
hanyalah tanggapan perasaan dalam diri seseorang yang mengamati benda
itu. Jadi kesimpulannya tergantung pada penyerapan/persepsi pengamat
yang menyatakan benda yang dimaksud itu indah atau tidak.
2.3. Paradigma Sosial (Human Science)

Hindro T. Sumardjan menggambarkan proses pembentukan budaya


dalam manifestasi arsitektur, sebagai berikut :
Kebudayaan Barat Kebudayaan Timur
Lingkungan buatan Keserasian dengan alam
Individu Manusia menyesuaikan diri
Kesenangan Hidup Manusia Masyarakat (Komunal)

2.4. Paradigma Rasionalis

Paradigma rasionalisme pada karya arsitektur mempunyai ciri-ciri


sebagai berikut.
2.4.1. Fungsi sebagai penentu bentuk dan ekspresi
2.4.2. Struktur bangunan menjadi bagian dari estetika baru
2.4.3. Ornamen-ornamen yang tidak perlu dihilangkan
2.4.4. Prinsip perancangan menjadi universal yang mengakibatkan lahirnya
gaya internasional dengan akibat aspek konteks terabaikan.
Paradigma ini memiliki semboyan dari tokoh arsitek yang merupakan
dasar falsafah bagi karya mereka. Berikut beberapa semboyannya.
Form Follow Function. Semboyan ini dicetuskan oleh Louis Sullivan
yang mendefinisikan arsitektur analog dengan bentuk alam atau sebagai
ekspresi suatu gaya hidup batin dan logika struktur manusia.
Less is More. Merupakan semboyan yang dicetuskan oleh Ludwig
Meis van Der Rohe yang intinya adalah dalam bentuk yang paling
sederhana.
Un Machine d’habiter. Machine for Living, merupakan formula
LeCorbusier yang artinya rumah adalah mesin untuk bermukim.
2.5. Paradigma Kultur

Perbedaan antara kultur di Barat dan kultur di Timur secara garis besar
adalah Barat ingin menguasai alam, sedang Timur ingin menyelaraskan
dengan alam. Kultur Barat didominasi oleh pemikiran-pemikiran Yahudi
dan Kristen sedangkan kultur Timur lebih banyak didominasi oleh
pemikiran-pemikiran Hindu, Budha di belahan bumi India dan Asia
Tenggara, bercampur dengan Tao, LaoTse, Konghucu di belahan bumi
Cina, Korea dan Indocina, di Jepang bercampur dengan Shinto. Islam
sebagai agama terkemudian mempengaruhi sebagian besar pemikiran-
pemikiran di Mediteranian, Arab, Persia dan sebagian besar Asia Tenggara.

2.6. Paradigma Post-Modern

2.6.1. Fenomenologis
Beberapa teoritisi yang melakukan kajian terhadap
fenomenologi arsitektur sebagai berikut. Husserl, “investigasi yang
seksama atas kesadaran beserta obyeknya”. Martin Heidegger,
“bangunan berbeda dengan hunian (tinggal bersama benda).”
Christian Norberg-Schultz, “potensi yang dimiliki oleh arsitektur
adalah mendukung keberadaan dan kehadiran dari hunian.”
2.6.2. Linguistik dan Semiotika
Sumbangan penting dari semiotika/logi diantaranya adalah
bahasa dikaji secara sinkronik. Tanda sebuah pertalian struktural dari
penanda dengan tertanda. Josef Prijotomo mengatakan “bahasa adalah
sebuah sistem istilah/sebutan yang interdependen dimana nilai dari
setiap istilah/sebutan yang lain.”
2.6.3. Strukturalisme dan Postrukturalisme
Terry Eagleton mengatakan strukturalisme membagi tanda dari
sisi pengacu. Post-strukturalisme membagi penanda dan tertanda
dengan ientitas mandiri. Akibatnya, makna-makna tidak dengan serta
merta hadir dalam sebuah tanda.
2.6.4. Dekonstruksi
Dekonstruksi merupakan salah satu manifestasi post-
strukturalisme yang paling benar.

2.7. Paradigma Environmentalism

Vitruvius mengungkapkan dalam bukunya “The Ten Book On


Architecture” yang kemudian ditegaskan LeCorbusier bahwa “The
symphony of climate has not been understood….The sun differs a long the
curvature of the meridian, its intensity varies on the crust of the earth
according to its incidence….In this play many conditions are created which
await edaquate solutions. It is at this point that an authentic regionalism has
its rightful palce”. “De Architectural”-Vitruvius juga menyatakan bahwa
bentukan arsitektur bangunan itu hendaknya berbeda antara Mesir dan
Spanyol, di Pontus dan Roma karena setiap wilayah sifatnya berbeda.
Oscar Niemeyer (1937) menyatakan bahwa perencanaan arsitektur
dipengaruhi oleh penyesuaian terhadap alam dan lingkungan, penguasaan
secara fungsional kematangan dan ketepatan dalam pengolahan serta
pemilihan bentuk bahan dan struktur.
Bernard Rudofsky (1964), “There is much to learn to architecture
before it become an expert art the untutored builders in space and time…..
demonstrated and admirable talent for fitting their building into the natural
surrounding instead at trying to conquer the nature as we do they welcome
the vagiries of climate and challenger of topography”.
Christian Norberg-Schulz dalam Intentions In Architecture (1987)
bahwa arsitektur atau lingkungan binaan memiliki berbagai fungsi
diantaranya adalah sebagai pengendali 17 faktor alam (physical control),
tempat kegiatan manusia (functional frame), lingkungan sosial (functional
millieu) dan lingkungan simbol (symbol millieu).
2.8. Paradigma Covid

Dr.-Ing. Himasari Hanan mencoba memaparkan tentang interaksi


manusia dan ruang yang selama ini terjadi dan yang harus diantisipasi di
masa mendatang. Beliau menyebutkan bahwa arsitektur sebenarnya tidak
pernah terlepas dari kondisi di luar arsitektur. Masyarakat era saat ini
dengan Industri 4.0 dihadapkan pada era informasi sistem fisik cyber yang
dengan dimensi virtual mampu melahirkan artificial intelegence dan internet
of change. Manusia 4.0 berada pada arus transformasi menuju kehidupan
bermasyarakat yang baru, yang dikenal dengan Society 5.0. Sisi
kemanusiaan kembali diangkat dan dimunculkan sehingga kreativitas,
empati, dan stewardship untuk merawat alam lingkungan menjadi isu ke
depan. Arsitektur sendiri sedang berada dalam proses perubahan oleh situasi
industry 4.0 dan society 5.0 dan selanjutnya digoncangkan dengan
kehadiran pandemi covid-19. Hal ini menunjukkan tekanan-tekanan bersifat
global yang sedang dihadapi oleh arsitektur.
Indah, Ph.D. mencoba memetakan sejarah pandemi terhadap
perkembangan arsitektur, yakni bagaimana arsitektur pada masanya
berkaitan dengan peristiwa pandemi. Pandemi-pandemi tersebut terjadi
sangat erat kaitannya dengan pola globalisasi, yakni globalisasi pada masa
Romawi, Medieval, di Asia Tengah sedang terjadi penakhlukan Mongol,
dan Wuhan. Nampaknya perkembangan pandemi tidak selamanya
berkorelasi dengan kemajuan teknologi.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Paradigma Mitologi dan Kosmologi

Berdasarkan paradigma ini keindahan bentuk arsitektural bangunan


yang terbentuk bukan karena keindahan semata, tetapi karena adanya
penyembahan kepada kosmos (alam semesta raya). Asas rohani yang
menghendaki bentuk tersebut, demi keselamatan, khususnya keluarga yang
bersangkutan. Seperti pada orang yang melakukan pertunjukan wayang
kulit di Jawa Tengah atau tarian Kecak di Bali.
Rumah-Rumah tradisional Jawa yang dibangun dengan menggunakan
keseimbangan atau keharmonisan antara manusia dengan Yang Maha
Kuasa, Manusia dengan alam semesta (Roemanto, 1999). Piramida dan
Spinx di Mesir, dibuat karena adanya penyembahan dan penghargaan
kepada Raja-raja Mesir (Firaun) sebagai “Tuhan‟ yang patut disembah.

Sumber 1 sains.kompas.com

3.1.1. Konsep Vastu-Purusha-Mandala


Dalam buku Wastu Citra dikatakan bahwa suatu wilayah tidak
hanya dipahami geografisnya saja, tetapi seperti contohnya di India,
sebagai suatu Mandala, yang berarti bentuk. Mendala juga berarti citra
gaib atau daerah kerja energi dan pengaruh kekuatan-kekuatan gaib.
Dalam Mandala ada tempat yang paling berdaya, yaitu bagian
pusar/poros. Seluruh tata wilayah dan tata pembangunan menurut
orang-orang India Kuno harus diarahkan menurut tata VastuPurusha-
Mandala (Vastu = norma dasar semesta yang berbentuk dan berwujud;
purusha = insan atau personifikasi gejala semesta dasar yang awal,
asli, utama, sejati).
3.1.2. Konsep Tribuwana
Wastu Citra (1988), masyarakatnya telah membagi dunia dalam
tiga lapis, atas (surga), bawah (maut), dan tengah (dunia manusia).
Setiap karya bangunan merupakan upaya penghadiran Semesta.
3.1.3. Teori-Teori / Tema yang Berkembang
Berikut ini rincian beberapa tema paradigma mitologi dan
kosmologi yang dibagi berdasarkan pemilahan regional.
3.1.3.1. Kosmologi Indonesia
Keharmonisan yang diwujudkan dalam keseimbangan
antara manusia, alamnya dan Tuhan. (Roesmanto, 1999).
3.1.3.2. Kosmologi India
Jaina (pendiri Vardhamana 540 – 468) percaya bahwa
kenyataan terdiri dari dua macam yang berbeda secara radikal.
3.1.3.3. Kosmologi Barat
Spinoza (1632 – 1677) percaya bahwa dunia dan
manusia sebenarnya hanya satu substansi saja, yaitu Tuhan.
Hegel (1770 –1831) mengatakan dalam lingkup manusia tidak
ada lagi yang alami. Sementara Karl Marx (1818 – 1883)
menganggap bahwa dunia dan manusia lahir dari satu realitas
terakhir, materi.

3.2. Paradigma Estetika

Estetika pada awalnya merupakan salah satu cabang ilmu filsafat dan
sudah berkembang lebih luas.
Paradigma Estetika mendorong tiga prinsip dari Vitruvius dan Henry
Wotton pada sisi “venustas” dan “delight”nya. Di era Yunani dan Romawi,
venustas dijabarkan dalam teori estetika, yaitu teori proporsi. Dimasa
Renaissance, ditambahi dengan penemuan Teori Perspektif. Bila di Barat
ada perkembangan perspektif ini, di Timur berkembang sebagai “Arabesque
Geometri”. Kemudian, estetika menjadi ornamentasi, seperti Barok dan
Rokoko. Dimasa yang lebih kontemporer, bosan dengan ornamentasi,
delight, menginspirasi untuk melawannya. Lalu, teori estetikat, geometri
,dan matematika melahirkan bentuk struktural yang indah geometri.

Sumber 2meiharls.blogspot.com Sumber 3wowkeren.com Sumber 4arsitag.com Sumber 5ikons.id

3.3. Paradigma Sosial (Human Science)

Manusia termasuk mahluk sosial. Candi merupakan karya perwujudan


adanya interaksi sosial dalam kerjasama budaya masyarakat pendatang dan
masyarakat yang ada. Urbanisasi, interaksi sosial dalam persaingan dan
peningkatan sarana prasarana permukiman dikota khususnya bagi
masyarakat pendatang umumnya orang miskin dan pendidikan rendah.

3.4. Paradigma Rasionalis

Dalam dunia arsitektur, Rationalisme diartikan suatu paradigma


dalam arsitektur yang didasarkan pada hal-hal yang bersifat nalar.
Arsitektur Yunani mencari hakekat bangunan itu dan mencoba
mengungkapkannya dalam bentuk. Arsitektur tradisional Jepang sangat
dekat dengan paradigma rasional dengan ciri-ciri seperti dinding geometrik,
bentuk polos atau dan sistem struktur yang sesuai dengan logika.
3.6. Paradigma Kultur

Paradigma-paradigma kultur dalam konsep, rancangan dan estetika


dapat diuraikan dalam tabel sebagai berikut.
Pra - Modern
 Masih kental dalam tradisi kepercayaan dan religi.
KONSEP

 Penemuan baru dan kebebasan individual masih mengadaptasi problem


masa lalu, dimulai problem ledakan penduduk sampai inspirasi ilmiah
 Campuran gaya historis dan Pre-fabrikasi dimulai
RANCANGAN

 Perubahan kebiasaan masyarakat dan Penerapan IPTEK


 Ekspresi pada bentuk alamiah atau geometris yang teratur.
 Logika konstruksi / struktur tersembunyi dibalik langgam ornamen.
ESTETIK

Menggabungkan material, seperti sintesa logam, kaca, kayu, dan


A

penataan dalam keindahan lingkungan.


Modern
 Universal, kesederhanaan, kerapihan, ketelitian, dan analogi biologis
KONSEP

 Kesadaran akan penyesuaian lingkungan dan fragmentalisme


 Tanggap akan dinamika perubahan sosial dan ekonomi
 Meninggalkan asal daerah dan sejarah serta pemanfaatan teknologi
RANCANGAN

 Memberi kenyamanan psikis disamping fisik


 Elitisme profesi arsitektur, futuristik dan metabolistik
 Estetika arsitektur, fungsi, dan bahasa
ESTETIKA

 Cerminan teknik konstruksi, teknik ekonomi, utilitas dan komunikasi


 Keserba ragaman untuk menghilangkan kesan monoton yang dingin.
POST-MODERN
 Peka terhadap perubahan sejarah, budaya,dan teknologi yang berlebihan
KONSEP

 Orientasi pada keberagaman pandangan dan tata nilai


 Pendekatan terhadap perubahan sejarah dan budaya
RANCANG

 Ruang sebagai bahasa, sarana komunikasi, dan kesempurnaan teknologi


 Perpaduan antara kesatuan fungsi dan bentuk dalam komponen dan
ESTETIKA

komposisi/unity dalam estetika mesin, struktur konstruksi, dan bahan


3.7. Paradigma Post-Modernism

Post-modernisme didefinisikan sebagai aliran, pemikiran atau sesuatu


yang berkaitan dengan sikap, atau bagian dari kebudayaan umum, atau yang
berkaitan dengan kritik teoritikal, yang berhubungan dengan penekanan
pada relativitas, anti-universalitas, nihilist, kritik terhadap rasionalisme,
kritik terhadap universalisme, kritik terhadap fundametalisme atau sains.
Bahkan kadang-kadang berkaitan dengan perubahan kultur/kebudayaan
yang berkaitan dengan filsafat, agama dan moralitas.

Sumber 6dekoruma.com

3.8. Paradigma Environmentalism

Sudah sejak lama para teoritisi yang berpengaruh pada arsitektur


menghadirkan pandangan dan konsep-konsep tentang pentingnya
menghadirkan kondisi lingkungan yang sehat, nyaman sebagai tujuan
didalam perencanaan arsitektur. Teori yang memiliki kepedulian terhadap
alam ini berfluktuasi dari yang simpatik, harmonik, berintegrasi sehingga
menempatkan alam sebagai potensi untuk diekploitasi. Dengan paradigma
lingkungan ini para perancang mendasarkan konsepnya dengan pelestarian
lingkungan dan penggunaan potensi alam sebesar-besarnya untuk
perencanaan lingkungan binaan.
Salah satu contoh karya arsitektur yang berfungsi sebagai
environment filter adalah Roof House di Selangor Kuala Lumpur (1984) dan
Menara Mesiniaga karya Kenneth Yeang, dimana kulit bangunan didisain
sebagai filter lingkungan. Demikian juga dengan Paul Rudolf di Jakarta
dengan Wisma Dharmala-nya berusaha mengakomodasi lingkungan kota
dan iklim tropis Jakarta untuk bangunan tinggi.

3.9. Paradigma Covid

Arsitektur jika dihadapkan pada kondisi pandemi kali ini selanjutnya


menyadarkan/membangunkan kembali bahwa persoalan arsitektur adalah
persoalan interaksi manusia dengan spatial settingnya, yang di dalamnya
terkandung dimensi afeksi, interaksi, dan kognisi. Setelah pandemi,
arsitektur akan banyak berhubungan dengan interface, yakni interface
dengan public space dan interface antara manusia dengan mesin.
Studio Dasar memformulasikan tiga hal penting yang harus diubah,
yaitu tentang perumahan kecil. ruang hidup kota, dan sistem pendidikan.
Persamaan ketiga aspek tersebut adalah hal-hal generik yang biasa dibangun
oleh masyarakat Indonesia pada masa sekarang. Perumahan kecil adalah
tipe perumahan yang banyak sekali diusahakan oleh warga Indonesia.
Kebutuhan pada alternatif ruang hidup kota sangat diperlukan untuk
peningkatan kualitas kehidupan. Sistem pendidikan berkontribusi pada
kualitas manusia-manusia sebagai pemecah permasalahan di masa
mendatang.

Sumber 7ebtke.esdm.go.id
BAB IV
PENUTUP

Kalau gerakan Modern menolak sejarah arsitektur Eropa, kaum post-


modernism justru mau merangkul sejarah. Pelbagai teori bermunculan, paradigma-
paradigma teoritik menjadi penentu post modernisme, termasuk teori-teori dari luar
displin arsitektur. Dengan demikian suatu era baru dalam perjalanan sejarah
arsitektur modern telah lahir. Beberapa contoh paradigma yang tersebut diatas
merupakan beberapa diantara paradigma-paradigma yang dianggap gayut dalam
perjalan teori arsitektur. Sedangkan masih banyak lagi paradigma-paradigma di
dalam belahan bumi yang tidak disebut, baik di Timur maupun di Barat yang
berperan sebagai acuan atau inspirasi dalam berkonsep dan berteori.
Daftar Pustaka

http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/19600
2051987031R._IRAWAN_SURASETJA/Hand_Out/PARADIGMA_DALA
M_BERTEORI_ARSITEKTUR.pdf/08-10-2020/11.46

https://sappk.itb.ac.id/archives/23944/08-10-2002/11.48

Pawitro,Udjianto.2010.Fenomena Post-Modernisme dalam Arsitektur Abad ke-


21.LPPM Itenas.Vol.14

Bhakti,Julaihi.2013.Teori Arsitektur.Yogyakarta:Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai