Anda di halaman 1dari 3

1) Landasan Syari’ah tentang Mudharabah

Secara umum, landasan dasar syariah akad mudharabah


lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini
tampak dalam ayat-ayat dan hadits yang mendasari
hukum mudharabah diantaranya :
a. Al-Qur‟an3
1) QS. al-Muzzammil: 20.

“Dia (Allah) mengetahui bahwa akan ada di antara kalian orang-orang


yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah, dan yang lainnya orang-orang yang berperang dijalan
Allah”. (QS. al- Muzzammil [73]:20).

Yang menjadi argumen dalam surat ini yaitu adanya kata yadhribun,
apabila diartikan sama dengan akar kata mudharabah yang berarti
melakukan suatu perjalanan usaha.

1) QS. al-Jumu‟ah: 10.


“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah
kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. al-
Jumu‟ah: 10).

Dari ayat Al-Quran di atas pada intinya adalah berisi dorongan bagi
setiap manusia untuk melakukan perjalanan usaha. Di era modern
sekarang ini, siapa saja akan mudah dalam melakukan investasi yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, antara lain melalui mekanisme
tabungan mudharabah ini.

b. Al-Hadist

1) Diriwayatkan dari Ibnu Majah bahwa “Dari Shalih bin


Shuhaib dari ayahnya, dia berkata bahwa Rasulullah Saw
bersabda: Ada tiga hal yang mengandung keberkahan; jual
beli tidak secara tunai, muqaradhah, dan mencampur
gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga,
bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah).

2) “Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai


mudharabah, ia mensyaratkan kepada pengelola dananya agar
tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta
tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(pengelola dana) harus menanggung risikonya. Ketika
persyaratan yang ditetapkan Abbas didengar Rasulullah saw,
beliau membenarkannya.” (Hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Ath-Thabrani Rahimahullahu Ta‟ala dari Abdullah bin
Abbas Radhiyallahu „anhu).

Hikmah yang disyariatkan pada sistem mudharabah yaitu untuk


memberikan keringanan kepada manusia. Yang dimana ada
sebagian orang yang mempunyai harta, tetapi tidak bisa
membuatnya menjadi produktif. Ada juga sebagian yang lain
mempunyai keahlian tapi tidak mempunyai harta untuk dikelola.
Dengan akad mudharabah, diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada pemilik harta dan orang yang memiliki keahlian. Dengan
demikian, tercipta kerja sama antara modal dan kerja, sehingga
dapat tercipta kemaslahatan dan kesejahteraan umat.

c. Ijma
Imam Zailani, dalam kitabnya Nasbu ar Rayah, telah menyatakan bahwa
para sahabatnya telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta
yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan
spirit hadits yang dikutip Abu Ubaid dalam kitab Al-Amwal. Dari
landasan diatas mudharabah merupakan suatu akad yang
diperbolehkan.19

Hukum ijma’ pada akad mudharabah menurut Wahbah Zuhayli


dijelaskan bahwasanya   para sahabat menyerahkan (kepada  seseorang 
sebagai mudharib)  harta anak yatim sebagai mudharabah dan tidak ada
seorang pun mengingkari mereka. Ijma’ tersebut  termasuk  ke  dalam
jenis ijma’ sukuti,  karena  para sahabat diam atau menyatakan  pendapat 
serta  tidak  ada yang mengingkari, sehingga  hal  tersebut dapat
dipandang  sebagai ijma’yang dapat  dijadikan  sebagai salah  satudasar 
penetapan  suatu hukum 

d. Qiyas
Sedangkan hukum dari qiyas adalah bahwa
akad mudharabah  diqiyaskan dengan Al-Musaqah (menyuruh
seseorang untuk mengelola kebun). Hal tersebut dikarenakan dalam
realita kehidupan sehari-hari, manusia ada yang kaya dan ada yang
miskin. Kadang- kadang ada orang kaya yang memiliki banyak uang
tetapi tidak mempunyai kemampuan dalam berdagang, sedangkan pihak
lain mempunyai kemampuan untuk berdagang tetapi tidak mempunyai
modal. Dengan adanya kerjasama antara kedua belah pihak tersebut,
maka kebutuhan masing-masing dipadukan, sehingga menghasilkan
keuntungan.20

para ulama juga beralasan dengan praktek mudharabah yang dilakukan sebagian
sahabat, sedangkan sahabat lain tidak membantahnya; bahkan modal yang
dilakukan secara mudharabah itu di zaman mereka kebanyakan adalah harta anak
yatim. Oleh sebab itu, berdasarkan ayat, hadis, dan praktek para sahabat di atas,
para ulama fiqh menetapkan bahwa akad mudharabah hukumnya boleh apabila

telah memenuhi rukun dan syaratnya. Akad mudharabah dibolehkan dalam


Islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan
seseorang yang ahli dalam mengelola dana. Banyak di antara pemilik modal yang
tidak ahli dalam mengelola dan memproduktifkan uangnya, sementara banyak yang
ahli di bidang perdagangan tidak memiliki modal.

Anda mungkin juga menyukai