Psikologi Perkembangan II Bintang
Psikologi Perkembangan II Bintang
DISUSUN OLEH :
SRI BINTANG
2022
KATA PENGANTAR
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah petunjuk yang paling benar
yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu – satunya karunia
paling besar bagi seluruh alam semesta.
Tak lupa dengan seluruh kerendahan hati, kami meminta kesediaan pembaca
untuk memberikan kritik serta saran yang membangun mengenai penulisan
makalah saya ini, untuk kemudian saya merevisi kembali pembuatan makalah ini
diaktu berikutnya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................
1.3 TUJUAN...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN KONSEP DIRI..........................................................
2. PEMBENTUKAN KONSEP DIRI.....................................................
3. PENGERTIAN KONSEP DIRI REMAJA.........................................
4. PENGERTIAN KEMANDIRIAN......................................................
5. PEMBENTUKAN KEMANDIRIAN PADA MASA REMAJA........
6. IDENTITAS KARIR PADA MASA REMAJA.................................
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN..................................................................................
B. SARAN...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
7. Apa pentingnya peran orang tua dalam pengembangan karir pada
masa remaja?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan teori konsep diri pada masa remaja
2. Menjelaskan pembentukan konsep diri
3. Menjelaskan tujuan pembentukan kemandirian pada masa remaja
4. Menjelaskan makna identitas karir pada masa remaja
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mengenai dirinya sendiri yang merupakan apa adanya bukan pandangan
yang diinginkanya atau pandangan ideal atau harapan orang terhadap
dirinya.
Menurut Hurlock (1980: 34) Konsep diri merupakan pengertian
dan harapan seseorang mengenai diri sendiri yang di cita-citakan atau
yang diharapkan dan bagaimana dirinya dalam realitas yang
sesungguhnya. Baik secara fisik maupun psokologis.
Hardy & Heyes (1988:139) mengungkapkan “Harapan-harapan
dan pengalaman - pengalaman yang berkaitan dengan peran yang
berbeda mungkin berpengaruh terhadap konsep diri seseorang”.
Menurut Santrock (2006: 336) menyebutkan Konsep diri
merupakan suatu evaluasi diri terhadap segala lingkupan perubahan
diri. Remaja bisa mengevaluasi dirinya bersdasarkan bagaimana
hidupnya, penampilannya, akademiknya, dan sebaginya.
Dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gambaran,
pandangan seseorang tentang dirinya sendiri meliputi segala hal yang
dimilikinya menyangkut fisik maupun psikis.
4
“Menunjukkan orang-orang menggabungkan konsep diri terhadap
peranannya sesuai dengan pertumbuhannya.”
Selanjutnya M. Argyhe (dalam Hardy dan Heyes 1988: 138)
terdapat “Empat faktor yang berkaitan dengan konsep diri:
reaksi diri yang dilakukan orang lain,
peranan seseorang,
perbandingan dengan orang lain, dan
identifikasi terhadap orang lain.
5
halnya cita-cita diri dan pengharapan yang mana ini artinya sama
dengan apa yang diinginkan oleh setiap individu.
6
3. Pengertian Konsep Diri Remaja
7
sendiri. Dimana kondisi inilah yang sering dialami oleh para remaja.
Konsep diri remaja sering menjadi tidak teratur ketika pada masa
transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja yang mempunyai
konsep diri negatif disebabkan adanya lingkungan yang memberikan
pandangan-pandangan tersebut dimana di sebut sebagai remaja nakal
yang cenderung menghayati diri mereka sebagaimana orang lain
memandang mereka.
Seperti yang diungkapkan Travers (1977: 450) “A person who
has high fear of failure would be described as a person having a
negative or poor self concept and terms of self concept theory, might be
expected to be poorly motivated”. Maksudnya ialah seseorang yang
takut akan kegagalan yang tinggi akan digambarkan mempunyai konsep
diri yang negatif dan mempunyai motivasi yang buruk. Jika mereka
selalu disebut anak nakal dan banyak label yang diberikan kepada
mereka (Jerome, Dunsek, dalam Mudjiran, 2007: 143), maka
“Akibatnya remaja tersebut berpendapat bahwa mereka tidak
diinginkan oleh lingkungannya.”
Seperti yang diungkapkan Lautel dan Klatel (dalam Mudjiran,
dkk, 2007: 139) “Konsep diri pada remaja dapat mempengaruhi
kesehatan mental dan perkembangan kepribadian remaja.”
Menurut Durr & Schemat, Chaplin dan Quinby (dalam Mudjiran,
dkk, 2007: 142) menyatakan bahwa: “Siswa yang memiliki konsep diri
dibawah potensi intelektualnya akan berbeda dengan siswa yang
memiliki potensi di atas kemampuan intelektualnya. Dimana siswa
yang mepunyai prestasi dibawah kemampuan intelektualnya akan
menjadi siswa yang tertutup atau suka menarik dirinya keluar dari
berbagai pergaulan yang ada. Sedangkan siswa yang memiliki prestasi
di atas kemampuan intelektualnya akan menjadi siswa yang mudah
dalam pergaulannya.” Masa remaja adalah masa yang sangat rentan
begitu pula dengan konsep diri pada masa remaja ini .
Seperti yang dinyatakan Hardy dan Heyes (1988: 137) “Konsep
diri menjadi masalah yang khusus selama masa remaja. Pada masa ini
8
banyak timbul masalah dalam psikologis, seperti seorang remaja yang
memiliki konsep diri yang kurang baik seperti remaja yang tidak
menerima keadaan fisiknya hal ini disebabkan oleh alasan pribadi dan
alasan lingkungan tempat ia tinggal.” Untuk itu seorang remaja harus
memahami dan mengathui konsep dirinya sehingga konsep diri tersebut
menjadi komitmen remaja tersebut,
seperti yang di kemukakan Van Der Werf ( dalam Jackson dan
Bosma, 1990: 4) “Approaches have a common aspect, namely, the
extent of the individual's commitment with regard to self-concept”.
Menerut McCandels (dalam Mudjiran,dkk, 2007: 139-140)
mengemukakan mengenai “Konsep remaja yang sehat sebagai berikut:
1) Tepat dan sama, maksudnya konsep diri yang dimiliki remaja
akan sama dan tepat dengan apa yang dilakukannya dan
dirasakannya.
2) Fleksibel, maksudnya kefleksibelan atau kebebasan remaja
dalam menjalankan peran baik itu sebagai siswa disekolah
maupun di lingkungan tempat tinggalnya, yang mana ia
mampu menempatkan dirinya dalam mengejerkan tugas, saat
guru menjelaskan, saat diskusi berlangsung, dan lain-lain.
3) Kontrol diri, maksudnya remaja mampu mengontrol tingkah
laku dan sikapnya dalam kehidupan sehari- hari yang sesuai
dengan standar tingkah laku yang dimilikinya, bukan berupa
aturan dari orang lain.”
Konsep diri pada remaja berbeda dengan konsep diri pada orang
dewasa karena konsep diri yang dimiliki oleh remaja dipengaruhi oleh
pencarian jati dirinya, ingin mencoba hal yang baru (Tridhonanto,
2010).
4. Pengertian Kemandirian
9
proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan. Diri adalah
inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat yang menyelaraskan dan
mengkoordinasikan seluruh aspek kepribadian. Kemandirian yang
terintegrasi dan sehat dapat dicapai melalui proses pembedaan diri dari
individu lain dan lingkungannya, perkembangan, dan ekspresi sistem
kepribadian sampai pada tingkatan yang tertinggi (Ali & Asrori, 2005).
Kata autonomy berasal dari bahasa Latin “autos” yang berarti
“self” dan “nomos” berarti “rule”.Jadi pengertian dari autonomy
menggambarkan suatu kemampuan individu untuk mengatur dirinya
sendiri (Beckert, 2005).
Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh
secara komulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus
belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di
lingkungan, sehingga individu tersebut pada akhirnya akan mampu
berpikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandiriannya seseorang dapat
memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih mantap.
Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan,
dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan disekitarnya,
agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Terutama pada fase
remaja, peran orang tua dan respon dari lingkungan sangat diperlukan
bagi merekasebagai ”penguat” untuk setiap perilaku yang telah
dilakukan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Reber (1985)
bahwa : “ kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana
seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan
keyakinan orang lain”. Dengan otonomi tersebut seorang remaja
diharapkan akan lebih bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.
Kemandirian, seperti halnya kondisi psikologis yang lain, dapat
berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang
melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan
sejak dini. Latihan tersebut dapat berupa pemberian tugas-tugas tanpa
bantuan, dan tentu saja tugas-tugas tersebut disesuaikan dengan usia
dan kemampuan anak.
10
Mengingat kemandirian akan banyak memberikan dampak yang
positif bagi perkembangan individu, maka sebaiknya kemandirian
diajarkan pada anak sedini mungkin sesuai kemampuannya.
Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa segala sesuatu yang dapat
diusahakan sejakdini akanlebih dapat dihayati dan akan semakin
berkembang menuju kesempurnaan.
Latihan kemandirian yang diberikan kepada anak harus
disesuaikan dengan usia anak. Contoh: Untuk anak-anak usia 3-4 tahun,
latihan kemandirian dapat berupa membiarkan anak memasang kaos
kaki dan sepatu sendiri, membereskan mainan setiap kali selesai
bermain, dan lain-lain. Sementara untuk anak remaja, dengan cara
memberikan kebebasan, misalnya: dalam memilih jurusan atau bidang
studi yang diminatinya, atau memberikan kesempatan pada remaja
untuk memutuskan sendiri jam berapa ia harus sudah pulang ke rumah
jika remaja tersebut keluar malam bersama temannya (tentu saja
orangtua perlu mendengarkan argumentasi yang disampaikan sang
remaja tersebut sehubungan dengan keputusannya). Dengan
memberikan latihan-latihan tersebut (tentu saja harus ada unsur
pengawasan dari orangtua untuk memastikan bahwa latihan tersebut
benar-benar efektif), diharapkan dengan bertambahnya usia akan
bertambah pula kemampuan anak untuk berfikir secara objektif, tidak
mudah dipengaruhi, berani mengambil keputusan sendiri, tumbuh rasa
percaya diri, tidak tergantung kepada orang lain dan dengan demikian
kemandirian akan berkembang dengan baik.
Ada sejumlah faktor yang sering disebut sebagai korelat bagi
perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut:
1) .Genetik atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki
sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang
memiliki kemandirian juga;
2) Pola asuh orang tua. Cara orang tua mengasuh atau mendidik
anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak
remajanya;
11
3) Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan di sekolah
yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan
cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan
menghambat perkembangan kemandirian remaja;
4) Sistem kehidupan di masyarakat. Sistem kehidupan
masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki
struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta
kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan
produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan
kemandirian remaja.
12
mengetahui peranan dan kedudukannya dalam lingkungan, disamping
ingin tahu tentang dirinya sendiri.
Kemandirian seorang remaja diperkuat melalui proses sosialisasi
yang terjadi antara remaja dan teman sebaya. Hurlock (1998)
mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya, remaja
belajar berpikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri,
menerima (bahkan dapat juga menolak) pandangan dan nilai yang
berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima di
dalam kelompoknya. Kelompok teman sebaya merupakan lingkungan
sosial pertama dimana remaja belajar untuk hidup bersama dengan
orang lain yang bukan angota keluarganya. Ini dilakukan remaja dengan
tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok teman
sebayanya sehingga tercipta rasa aman. Penerimaan dari kelompok
teman sebaya ini merupakan hal yang sangat penting, karena remaja
membutuhkan adanya penerimaan dan keyakinan untuk dapat diterima
oleh kelompoknya.
Sejumlah intervensi dapat dilakukan sebagai ikhtiar
pengembangan kemandirian remaja, antara lain sebagai berikut (Ali &
Asrori, 2005):
1) Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam keluarga.
Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. Saling menghargai antar anggota keluarga;
b. Keterlibatan dalam memecahkan masalah remaja atau
keluarga.
2) Penciptaan keterbukaan di keluarga dan sekolah. Ini dapat
diwujudkan dalam bentuk:
a. Toleransi terhadap perbedaan pendapat;
b. Memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil bagi
remaja/siswa;
c. Keterbukaan terhadap minat remaja/siswa;
d. Mengembangkan komitmen terhadap tugas remaja/siswa;
e. Kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja/siswa.
13
3) Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan dalam
proses pembelajaran. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. Mendorong rasa ingin tahu remaja/siswa;
b. Adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk
mengeksplorasi lingkungan;
c. Adanya aturan tetapi tidak cenderung mengancam apabila
ditaati.
4) Penerimaan positif tanpa syarat baik ketika di rumah maupun
di sekolah. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. Menerima apa pun kelebihan maupun kekurangan yang
ada pada diri remaja/siswa;
b. Tidak membeda – bedakan remaja/siswa satu dengan yang
lain;
c. Menghargai ekspresi potensi remaja/siswa dalam bentuk
kegiatan produktif apa pun meskipun sebenarnya hasilnya
kurang memuaskan.
5) Empati terhadap remaja/siswa. Ini dapat diwujudkan dalam
bentuk:
a. Memahami dan menghayati pikiran dan perasaan
remaja/siswa;
b. Melihat berbagai persoalan remaja/siswa dengan
menggunakan perspektif atau sudut pandang mereka;
c. Tidak mudah mencela karya remaja/siswa betapa pun
kurang bagusnya karya itu.
6) Penciptaan kehangatan hubungan dengan siswa/remaja. Ini
dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. Interaksi secara akrab tetapi tetap saling menghargai;
b. Menambah frekuensi interaksi dan tidak bersikap dingin
terhadap mereka;
c. Membangun suasana humor dan komunikasi ringan
dengan mereka.
14
6. Identitas Karir Pada Masa Remaja
15
anak tersebut. Bronfenbrenner menggunakan analogi permainan ping
pong untuk menggambarkan proses-proses proksimal. Dalam ping
pong, gerakan bola makin lama makin kompleks. Demikian halnya,
partner yang lebih matang, akan menginisisasi “gerakan” yang lebih
kompleks, yang mendorong perkembangan gerakan yang lebih
kompleks pula pada diri anak. Misalnya, ketika seorang anak
menunjukkan prestasi akademik yang gemilang, aspirasi akademik
orang tua terhadap anaknya meningkat. Pada gilirannya, sejauh mana
orang tua mengakomodir kapasitas anak dan memfasilitasi potensi-
potensinya akan mempengaruhi capaian akademik dan karirnya
(Feldman & Piirto, 2002).
16
tuanya memiliki harapan terhadap anaknya untuk studi di perguruan
tinggi akan cenderung melakukan apa yang diharapkan orang tuanya
terlepas dari kemampuan yang dimilikinya (Juang & Vondracek, 2001).
Pengaruh orang tua terhadap perkembangan karir remaja terjadi pada
masa sekolah menengah atas (Pa & McWhirter, 2000). Utamanya
dalam budaya kolektivis, seperti di Indonesia, peran orang tua penting
dalam perkembangan karir remaja karena cita-cita merupakan
kompromi antara harapan orang tua dengan keinginan anak (Leong &
Chou, 1994). Hal ini terjadi karena di dalam budaya ini, skema
terbentuk tidak hanya berdasarkan pada keinginan individu, namun juga
mengakomodir harapan, evaluasi, dan perspektif pemikiran orang-orang
yang signifikan bagi individu, misalnya orang tua (Hardin, Leong, &
Osipow, 2001). Masukan dari orang tua menjadi sumber efikasi diri
yang penting bagi anak, dan memenuhi harapan orang tua ketika
memformulasikan cita-cita dan mengambil keputusan karir merupakan
hal yang konsisten dengan self individu (Hardin et al., 2001). Terlebih
dalam budaya dengan power distance index tinggi, orang tua dianggap
superior dan anak diharapkan mematuhinya (Oettingen & Zosuls,
2006). Di sisi lain, anak juga menerima dominasi orang tua ketika
menentukan citacitanya (Bernardo, 2010), dan menunjukkan kesediaan
untuk mengikuti arahan orang tua (Tang, 2002).
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
(Mudjiran,dkk, 2007 ; Wahyu, Taufik, & Ilyas, 2012)
mengemukakan bahwa “Konsep diri pada dasarnya mengandung arti
keseluruhan gambaran diri yang termasuk persepsi tentang diri,
perasaan, keyakinan, dan nilai nilai yang berhubungan dengan dirinya”.
18
positif merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dimiliki
setiap remaja.
Pada masa ini banyak timbul masalah dalam psikologis, seperti seorang
remaja yang memiliki konsep diri yang kurang baik seperti remaja yang
tidak menerima keadaan fisiknya hal ini disebabkan oleh alasan pribadi
dan alasan lingkungan tempat ia tinggal.” Untuk itu seorang remaja
harus memahami dan mengathui konsep dirinya sehingga konsep diri
tersebut menjadi komitmen remaja tersebut, seperti yang di kemukakan
Van Der Werf ( dalam Jackson dan Bosma, 1990: 4) “Approaches have
a common aspect, namely, the extent of the individual's commitment
with regard to self-concept”.
19
Hurlock (1998) mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman
sebaya, remaja belajar berpikir secara mandiri, mengambil keputusan
sendiri, menerima (bahkan dapat juga menolak) pandangan dan nilai
yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima
di dalam kelompoknya.
Di sisi yang lain, remaja melihat orang tuanya sebagai referensi yang
dominan, dan remaja juga memiliki persepsi dan harapan tersendiri
mengenai bagaimana orang tua harus bertanggung jawab dengan
berperan dalam perkembangan karir mereka (Phillips et al., 2001;
Bryant et al., 2006).
Masukan dari orang tua menjadi sumber efikasi diri yang penting bagi
anak, dan memenuhi harapan orang tua ketika memformulasikan cita-
cita dan mengambil keputusan karir merupakan hal yang konsisten
dengan self individu (Hardin et al., 2001).
20
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, saya penyusun menyadari akan
adanya kekurangan baik materi, penulisan, maupun tutur kata yang
mungkin belum tepat. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi kemajuan makalah ini. Atas segala kekurangan saya
mohon maaf.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ranny, Rize Azizi A.M., Ervina Rianti, Sinta Huri Amelia, Maya Nova,
Nurva Novita, & Eni Lestarina. (2017) KONSEP DIRI REMAJA
DAN PERANAN KONSELING. Jurnal Penelitian Guru Indonesia
Vol. 2, No 2.
22