Anda di halaman 1dari 3

1.

Argumentasi hukum rincik tidak dapat dijadikan sebagai alas hak setelah berlakunya
Undang-Undang Pokok Agraria

a. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria dan PP 24 Tahun 1997

Rincik alias Surat Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia sebelum


berlakunya PP No. 10 Tahun 1961 merupakan salah satu bukti pemilikan yang
berdasarkan penjelasan pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997
merupakan bukti pemilikan atas pemegang hak lama. Namun setelah
diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, rincik bulan lagi
sebagai bukti hak atas tanah, namun hanya merujuk pada sebuah surat pertanahan
yang menunjukkan bukti pembayaran pajak tanah. Pasal 1 angka 11 dan Pasal 32
ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997, menegaskan bahwa Sertifikat adalag tanda bukti hak,
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 c UUPA, yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat atas kepemilikan tanah

Pasal 1 ayat (20) PP 24 Tahun 1997 menegaskan bahwa Sertifikat adalah surat
tanda bukti hak

Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2)
huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun dan hak tanggungan yag masing-masing sudah dibukukan dalam buku
tanah yang bersangkutan.

Lebih lanjut

Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) PP 24 Tahun 1997 menegaskan bahwa Sertifikat
adalah tanda bukti hak

Pasal 32 (ayat (1)

Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang
data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur
dan buku tanah hak yang bersangkutan.

Pasal 32 ayat (2)

Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama
orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan
secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas
tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5
(lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara
tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang
bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai
penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.
b. Berdasarkan yurisprudensi

Bahwa berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Reg. Nomor 84


K/Sip/1973., tanggal 25 Juni 1973, menyatakan bahwa pada prinsipnya surat rincik
(girik/IPEDA/Leter C/Petok D/Pipil) adalah merupakan bukti pembayaran pajak
tanah belaka, dan bukan bukti pemilikan hak atas tanah. Setelah adanya Udang-
Undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) rincik tidak
berlaku lagi, yang berlaku adalah PBB. Surat pajak tanah hanyalah merupakan
pemberitahuan bahwa yang membayar atau wajib pajak adalah orang yang
namanya tercantum dalam Surat Pajak juncto Putusan MA RI Nomor 767 K/Sip/
1970., Tanggal 13 Maret 1971, yang menyatakan bahwa: surat keterangan pajak
bukan merupakan bukti kepemilikan, karena sering terjadi bahwa pada surat
keterangan pajak masih tetap tercantum nama pemilik tanah yang lama padahal
tanahnya sudah menjadi milik orang lain juncto Putusan Mahkamah Agung RI:
tanggal 3 Februari 1960, Nomor 34 K/Sip/1960., yang menyatakan bahwa surat
“petuk” pajak bumi bukan merupakan suatu bukti mutlak bahwa sawah sengketa
adalah milik orang yang namanya tercantum dalam petuk pajak bumi tersebut.

2. SPPT bukan merupakan alas hak

Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB)
sebagaimana Anda maksud tidak dapat menjadi dasar untuk menguasai suatu
tanah.
Sebab, bukti kepemilikan hak atas tanah adalah sertifikat tanah sebagaimana
diatur dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”):
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di
dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data
yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

3. Pendukung dokumen rincik

Didalam sura trunci atau girik dapat ditemui nomor, luas tanah, serta pemilik ha
katas tanah karena jual-beli atau warisan. Kepemilikan tanah dengna surat (buku)
rincik/ girik ini sendiri harus ditunjang dengan bukti lain yaitu kepemilikan Akta
Juak beli atau surat waris atas tanah, dan terakhir dengan adanya UU.No. 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) rincik/girik tidak berlaku lagi yang
berlaku adalah PBB. Rincik sendiri, dapat dijadikan alat untuk membuktikan
penguasaan dan penggunaan seseorang terhadap tanah yang dikuasai, sehingga jika
tidak dikuatkan dengan alat bukti lain, rincik tidak mutlak dijadikan alat bukti hak
milik atas tanah, melainkan hanya penguasaan dan penggunaan atas tanah. Dal ini
dikuatkan dengan putusan MA tanggal 12 Juni 1975 Nomor: 1102 K/Sip/1975,
Putusan MA tanggal 25 Juni 1973 Nomor: 84 K/Sip/1973, dan Putusan MA tanggal 3
Februari 1960 Nomor: 34 K/Sip/1960.

Anda mungkin juga menyukai