Argumentasi hukum rincik tidak dapat dijadikan sebagai alas hak setelah berlakunya
Undang-Undang Pokok Agraria
Pasal 1 ayat (20) PP 24 Tahun 1997 menegaskan bahwa Sertifikat adalah surat
tanda bukti hak
Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2)
huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun dan hak tanggungan yag masing-masing sudah dibukukan dalam buku
tanah yang bersangkutan.
Lebih lanjut
Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) PP 24 Tahun 1997 menegaskan bahwa Sertifikat
adalah tanda bukti hak
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang
data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur
dan buku tanah hak yang bersangkutan.
Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama
orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan
secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas
tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5
(lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara
tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang
bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai
penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.
b. Berdasarkan yurisprudensi
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB)
sebagaimana Anda maksud tidak dapat menjadi dasar untuk menguasai suatu
tanah.
Sebab, bukti kepemilikan hak atas tanah adalah sertifikat tanah sebagaimana
diatur dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”):
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di
dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data
yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
Didalam sura trunci atau girik dapat ditemui nomor, luas tanah, serta pemilik ha
katas tanah karena jual-beli atau warisan. Kepemilikan tanah dengna surat (buku)
rincik/ girik ini sendiri harus ditunjang dengan bukti lain yaitu kepemilikan Akta
Juak beli atau surat waris atas tanah, dan terakhir dengan adanya UU.No. 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) rincik/girik tidak berlaku lagi yang
berlaku adalah PBB. Rincik sendiri, dapat dijadikan alat untuk membuktikan
penguasaan dan penggunaan seseorang terhadap tanah yang dikuasai, sehingga jika
tidak dikuatkan dengan alat bukti lain, rincik tidak mutlak dijadikan alat bukti hak
milik atas tanah, melainkan hanya penguasaan dan penggunaan atas tanah. Dal ini
dikuatkan dengan putusan MA tanggal 12 Juni 1975 Nomor: 1102 K/Sip/1975,
Putusan MA tanggal 25 Juni 1973 Nomor: 84 K/Sip/1973, dan Putusan MA tanggal 3
Februari 1960 Nomor: 34 K/Sip/1960.