Anda di halaman 1dari 16

LEMBAR KERJA 6

MENULIS PROPOSAL PENELITIAN


DOLMEN PTK TAHUN 2021

Nama Guru : Kurniasih Fajarwati


NIP :-
Pangkat/ Golongan :-
Nama Sekolah : SMAN 1 WONOGIRI
Mata pelajaran : Bahasa Jawa
Kelas : XI

1. Berdasarkan LK 1 – 5 susunlah proposal PTK Bapak Ibu secara utuh dengan


Kerangka sebagai berikut!

JUDUL PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN UNGGAH-


UNGGUH BAHASA JAWA MELALUI METODE QUANTUM LEARNING
BERBANTUAN PODCAST PADA SISWA KELAS XI MIPA 7 DI SMA NEGERI 1
WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2020-2021
(Penelitian Tindakan Kelas)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan hal yang penting dalam suatu bangsa, terutama bagi
negara yang maju seperti negara Indonesia. Undang-Undang No 20 pasal 3 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap kreatif, mandiri
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Bahasa Jawa adalah salah satu Mulok dalam struktur kurikulum di tingkat
pendidikan SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK, bahkan di Propinsi Jawa Tengah
menjadi mulok wajib bagi semua jenjang pendidikan. Budaya diartikan sebagai
keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan (belief) manusia yang
dihasilkan masyarakat. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian
seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan (virtues) yang
diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang berpikir dan
bertindak. Pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah dan
oleh karenanya dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pimpinan sekolah,
melalui semua mata pelajaran dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya
sekolah.
Bahasa Jawa merupakan bahasa tutur yang digunakan oleh masyarakat Jawa.
Dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa, masyarakat Jawa menerapkan
penggunaan unggah-ungguh basa Jawa dalam praktik kehidupan nyata di dalam
masyarakat, khususnya penggunaan bahasa Jawa ragam krama yang dipakai dengan
tujuan untuk menghormati lawan bicara. Bentuk unggahungguh basa Jawa dengan
ragam krama juga digunakan pada lingkungan pendidikan, baik dalam proses belajar
mengajar maupun di luar proses belajar mengajar. Di luar proses belajar mengajar,
ragam krama digunakan oleh siswa kepada guru, siswa kepada karyawan sekolah, dan
dalam kegiatan yang berkenaan dengan budaya atau tradisi Jawa. Apabila setiap siswa
dapat memahami dan menerapkan penggunaan bahasa Jawa, siswa akan lebih mudah
dalam mempelajari materi pada mata pelajaran bahasa Jawa dan mempertahankan

1
karakter masyarakat Jawa yang berbudi pekerti dan selalu menghormati serta menjaga
kelestarian budaya atau tradisi Jawa (Andayani, 2008: 89).
Kompetensi berbahasa dan bersastra terbagi dalam empat aspek keterampilan
berbahasa, yaitu (1) menyimak, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis yang
dilaksanakan secara terpadu dan tidak terpisah satu dengan yang lainnya (Tarigan,
1997: 1). Dari keempat keterampilan berbahasa, kecenderungan frekuensi keterampilan
yang digunakan adalah keterampilan berbicara. Berbicara merupakan kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan
atau menyampaikan gagasan, pikiran dan perasaan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Jawa
memiliki beberapa kendala. Bahasa Jawa yang merupakan mata pelajaran muatan lokal
yang seringkali keberadaannya dianggap sebagai mata pelajaran yang kurang penting
karena tidak ikut menentukan nilai akhir atau nilai raport, padahal bahasa Jawa termasuk
mata pelajaran yang sulit dipahami. Sehingga hal ini berpengaruh terhadap motivasi dan
semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, mata pelajaran bahasa Jawa
dianggap sebagai hal yang menakutkan bagi kebanyakan siswa. Sebagian besar mereka
merasa kesulitan jika harus dihadapkan pada keterampilan berbicara bahasa Jawa
terutama ragam krama. Pada kenyataannya banyak siswa yang mengaku orang Jawa
tetapi ternyata ketika diminta berbicara bahasa ragam krama mereka tidak mampu. Dari
sekian banyak ruang lingkup dalam mata pelajaran bahasa Jawa, keterampilan berbicara
merupakan materi dasar yang harus dikuasai oleh siswa dalam mempelajari bahasa
Jawa.
Dari data awal observasi terhadap siswa kelas XI MIPA 7 SMAN 1 WONOGIRI
ditemukan permasalahan tentang rendahnya keterampilan siswa dalam berbicara
bahasa Jawa ragam krama dikarenakan siswa terbiasa menggunakan bahasa Jawa
ragam ngoko dalam berkomunikasi. Siswa belum menguasai kaidah unggah-ungguh
bahasa Jawa. Siswa merasa sulit untuk mempelajari bahasa Jawa terutama bahasa
Jawa krama alus. Mereka seolah-olah menghadapi suatu mata pelajaran yang
menakutkan meskipun bahasa Jawa merupakan bahasa daerahnya, namun pada
kenyataannya bahasa Jawa belum begitu diminati oleh siswa.

B. Identifikasi masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut
1. Keterampilan berbahasa Jawa krama alus yang rendah dikarenakan siswa
belum memiliki metode belajar yang mandiri dan efisien.
2. Pada mata pelajaran Bahasa Jawa, metode pembelajaran kemungkinan
mempengaruhi keterampilan bahasa Jawa krama alus siswa.
3. Dengan metode yang kurang tepat menjadikan siswa kurang antusias dalam
mengikuti pembelajaran bahasa Jawa.
4. Pemilihan judul ini berkaitan dengan mta pelajaran yang peneliti ampu yaitu
bahasa Jawa.

C. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah yang akan dikaji dan diteliti yaitu
bagaimana meningkatkan kemampuan berbicara dengan unggah -ungguh bahasa Jawa
melalui metode quantum learning berbantuan podcast pada siswa kelas XI MIPA 7
SMAN 1 Wonogiri tahun ajaran 2020-2021?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
peningkatan kemampuan berbicara dengan unggah -ungguh bahasa Jawa melalui
metode quantum learning berbantuan podcast pada siswa kelas XI MIPA 7 SMAN 1
Wonogiri tahun ajaran 2020-2021.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis

2
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang penelitian,
khususnya pada penelitian dengan penggunaan metode quantum learning dalam
meningkatkan keterampilan berbicara dengan unggah ungguh bahasa Jawa.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk meningkatkan pembelajaran bahasa Jawa pada khususnya pembelajaran
berbicara dengan unggah-ungguh bahasa Jawa.
b. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. KAJIAN PUSTAKA
1. Kemampuan Berbicara
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa dalam
kehidupan sehari-hari. Seseorang lebih sering memilih berbicara untuk
berkomunikasi, karena komunikasi lebih efektif jika dilakukan dengan
berbicara. Berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan
sehari-hari. Beberapa ahli bahasa telah mendefinisikan pengertian
berbicara, diantaranya sebagai berikut.
Hariyadi dan Zamzami (1996/1997:13) mengatakan berbicara pada
hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi, sebab di dalamnya
terjadi pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Dari pengertian yang
sudah disebutkan dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan suatu
proses untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan ide,
pikiran, gagasan, atau isi hati kepada orang lain dengan menggunakan
bahasa lisan yang dapat dipahami oleh orang lain.
Burhan Nurgiyantoro (2001:276) berbicara adalah aktivitas
berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa,
yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi yang
didengar itu, kemudian manusia belajar untuk mengucapkan dan
akhirnya terampil berbicara.
Berbicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan
menyampaikan pikiran, gagasan, serta perasaan (Tarigan, 2008:14).
Dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda
yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang
memanfaatkan sejumlah otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan
gagasan atau ide-ide yangdikombinasikan. Berbicara merupakan suatu
bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,
psikologis, neurologis,semantik, dan linguistik.
Selanjutnya berbicara menurut Mulgrave (melalui Tarigan, 2008:16)
merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang
disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang
pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang
mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung

3
apakah pembicara memahami atau tidak, baik bahan pembicaraannya
maupun para penyimaknya; apakah ia bersikap tenang atau dapat
menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan
gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias atau
tidak.
Oleh karena itu, kemampuan berbahasa lisan merupakan dasar
utama dari pengajaran bahasa karena kemampuan berbahasa lisan (1)
merupakan mode ekpresi yang sering digunakan, (2) merupakan bentuk
kemampuan pertama yang biasanya dipelajari anak-anak, (3) merupakan
tipe kemampuan berbahasa yang paling umum dipakai.
Berdasarkan pengertian berbicara yang telah disampaikan oleh
beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian berbicara
adalah aktivitas mengeluarkan kata-kata atau bunyi berwujud ungkapan,
gagasan informasi
yang mengandung makna tertentu secara lisan.
2. Unggah-Ungguh Basa Jawa
Bahasa Jawa merupakan bagian integral dari kebudayaan
Indonesia, adanya pembinaan dan pengembangan masih tetap dalam
bingkai Keindonesiaan. Bahasa Jawa berkembang sebagai identitas diri
dengan cara mempertahankan nilai-nilai luhur yang termuat didalamnya.
Sejalan dengan itu bahasa Jawa tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan
Jawa. Bahasa Jawa bukan sekedar artefak budaya Jawa, tetapi juga
merupakan bahasa kebudayaan Jawa.
Bahasa Jawa memiliki tingkat tutur dalam menggunakan
percakapan. Tingkat tutur kata dalam Bahasa Jawa menunjukkan adab
sopan santun berbahasa Jawa dalam masyarakat. Sehubungan dengan
adanya tingkat tutur dalam bahasa Jawa, banyak ahli bahasa yang
membuat perincian atau tingkat tutur tersebut. Bahasa Jawa diartikan
sebagai seperangkat aturan yang digunakan oleh pemakai bahasa Jawa,
bertujuan untuk memelihara rasa saling menghormati atau menghargai
orang lain, bertindak serta bertingkah laku, tercermin dalam pemilihan
kata, serta membentuk kalimat serta lagu dalam berbicara (Andayani,
2011: 84).
Ragam unggah-ungguh basa terdapat banyak sekali, tetapi disini
hanya disebutkan empat macam, yaitu ngoko lugu, ngoko alus, krama
lugu, dan krama alus. Sasongko (2009:128) menegaskan bahwa secara
emik, unggahungguh bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
ngoko dan krama. Kemudian secara etik unggah-ungguh bahasa Jawa
terdiri atas ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama alus.
1) Ragam Ngoko
Ragam ngoko yaitu bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang
berintikan leksikon ngoko dan bukan leksikon lain. Pada ragam ini,

4
semua afiks muncul berbentuk ngoko, misalnya di-, -e dan –ake. Varian
dari ragam ngoko adalah ngoko lugu dan ngoko alus. a) Ngoko Lugu
Ngoko lugu merupakan bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang
semua bentuk semua kosa katanya ngoko atau netral (leksikon ngoko lan
netral) tanpa terselip krama, krama inggil, atau krama andhap. Dalam
ragam ini afiks yang digunakan adalah afiks di-, -e, dan –ake bukan afiks
dipun-, -ipun, dan –aken. b) Ngoko alus Ngoko alus yaitu bentuk unggah-
ungguh yang terdapat bukan hanya terdiri dari leksikon ngoko dan netral
saja, tetapi juga terdiri dari leksikon krama inggil, krama andhap, dan
krama. Afiks yang dipakai dalam ngoko alus ini yaitu di-, -e, dan –ne.
2) Krama lugu
Krama lugu adalah suatu bentuk ragam krama yang tingkat
kehalusannya rendah. Saat dibandingkan dengan bentuk ngoko alus,
ragam krama lugu masih tetap menunjukkan kadar kehalusannya.
Masyarakat yang masih belum mengetahui akan hal ini masih menyebut
dengan sebutan krama madya. Ragam krama lugu sering muncul afiks
ngoko di-, -e, dan –ake daripada afiks dipun-, -ipun, dan –aken.
3) Krama alus
Krama alus adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang
terdiri dari semua kosakatanya bentuk leksikon krama dan dapat
ditambah dengan leksikon krama inggil atau krama andhap. Intik dari
leksikon dalam ragam ini hanyalah leksikon yang berbentuk krama.
Dalam tingatan ini leksikon madya dan leksikon ngoko tidak pernah
muncul. Penggunaan dari leksikon krama inggil dan andhap yaitu untuk
penghormatan terhadap lawan bicara. Dalam tingkat tutur ini afiks dipun-,
- ipun, dan –aken cenderung lebih sering muncul 20 daripada afiks di-, -
e, dan -ake. (dalam Arafik (2011:83)
Jadi unggah-ungguh basa sangat penting untuk diajarkan kepada
peserta didik di sekolah. Selain untuk melestarikan budaya daerah,
unggah-ungguh basa juga berfungsi sebagai penerapan sopan santun
dalam hal berkata, maupun berbuat saat berhadapan dengan orang lain,
serta agar tumbuh karakter pada diri anak tersebut.
3. Quantum Learning
Quantum Learning adalah gabungan yang seimbang antara
bekerja dan bermain. Quantum Learning juga menyertakan kesadaran
bahwa belajar itu bukan hanya tentang informasi yang dipelajari,
melainkan cara dan alasan mempelajarinya (Deporter, 2011). Metode ini
menjaga keseimbangan antara belajar dan bermain yang dapat
menghilangkan kejenuhan yang ada dalam diri siswa.

Pembelajaran Quantum Learning berupaya memadukan,


menyinergikan dan mengolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku

5
peserta didik dengan lingkungan yang berupa fisik dan mental sebagai
konteks pembelajaran. Lebih tepatnya dikatakan bahwa pembelajaran
Quantum Learning, lingkungan fiskal-mental dan keampuan pikiran atau
diri manusia sama pentingnya dan saling mendukung. Oleh karena itu,
baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia
harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulus yang seimbang agar
pembelajaran berjalan dengan baik.
Karakteristik berikutnya adalah Quantum Learning memusatkan
perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekedar
transaksi makna. Dapat dikatakan bahwa interaksi telah menjadi kata
kunci dan konsep sentral dalam Quantum Learning. Oleh karena itu,
Quantum Learning memberikan tekanan pada pentingnya interaksi,
frekuensi, dan akumulasi interaksi yang bermutu dan bermakna. Proses
pembelajaran ini dipandang sebagai penciptaan interaksi-interaksi
bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan
pikiran dan bakat alamiah peserta didik menjadi cahaya-cahaya yang
bermanfaat bagi keberhasilan. Pembelajaran interaksi yang tidak mampu
mengubah energi menjadi cahaya harus dihindari, jika perlu dibuang jauh
dalam proses pembelajaran. Sehingga, dalam kaitan inilah kumunikasi
menjadi sangat penting dalam pembelajaran Quantum Learning
Metode pembelajaran Quantum Learning memusatkan perhatian
pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan (dalam) hidup,
dan prestasi fisikal atau material. Ketiganya harus diperhatikan,
diperlakukan, dan dikelola secara seimbang dan relatif sama dalam
proses pembelajaran, tidak bisa hanya salah satu diantaranya. Dikatakan
demikian, karena pembelajaran yang berhasil bukan hanya terbentuk
keterampilan akademis dan prestasi fiskal pembelajaran, namun lebih
penting lagi adalah terbentuknya keterampilan hidup pembelajar. Oleh
karena itu, kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat
terwujud kombinasi harmonis antara keterampilan akademis,
keterampilan hidup, dan prestasi fiskal.

Quantum Learning menempatkan nilai dan keyakinan sebagai


bagian penting proses pembelajaran. Tanpa nilai dan keyakinan tertentu,
proses pembelajaran kurang bermakna. Oleh karena itu, pembelajaran
harus memiliki nilai dan keyakinan tertentu yang bersifat positif dalam
proses pembelajaran. Selain itu, proses pembelajaran hendaknya
menanamkan nilai dan keyakinan positif dalam diri pembelajar. Misalnya,
pembelajaran perlu memiliki keyakinan bahwa kesalahan atau kegagalan
bukan tanda bodoh atau akhir dari segalanya.
Quantum Learning juga memiliki karakteristik yang mengutamakan
keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan keterbatasan.

6
Keberagaman dan kebebasan dapat dikatakan sebagai kata kunci selain
interaksi. Dari pernyataan tersebut perlu diakui keragaman gaya belajar
siswa atau peserta didik, dikembangkan aktivitas-aktivitas peserta didik
yang beragam, dan digunakannya bermacam-macam kiat dan metode
pembelajaran
Karakteristik Quantum Learning juga mengintegrasikan totalitas
tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran. Aktivitas total antara
tubuh dan pikiran, membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih
nyaman dan hasilnya lebih optimal. Selain itu, Quantum Learning lebih
bersifat humanistis bukan positivistis-empiris, “hewani-istis”, ataupun
nativiistis. Manusia selaku peserta didikdiyakini dapar berkembang
secara maksimal atau optimal. Hadiah dan hukuman dipandang sebgai
gejala manusiawi, karena menunjukkan bahwa semua yang ada pada
manusia harus dilihat dalam perspektif humanistis.
Penerapan metode Quantum Learning memiliki tujuan yang
menunjukkan bahwa metode ini sangat dianjurkan untuk diterapkan.
Pertama, Quantum Learning digunakan untuk menciptakan lingkungan
belajar yang efektif. Kedua, metode ini juga dapat digunkan untuk
menciptakan proses belajar yang menyenangkan. Ketiga, Quantum
Learning dapat menyesuaikan kemampuan otak dengan apa yang
dibutuhkan oleh otak. Keempat, Quantum Learning dapat membantu
meningkatkan keberhasilan hidup dan karir. Kelima, Quantum Learning
digunakan untuk membantu mempercepat dalam pembelajaran.

2.Langkah-langkah Metode Pembelajaran Quantum Learning


Langkah-langkah metode pembelajaran Quantum Learning antara lain
(1) kekuatan “AMBAK” (Apakah manfaatnya bagiku),
(2) penataan lingkungan belajar,
(3) memupuk sikap juara,
(4) bebaskan gaya belajarnya,
(5) membiasakan mencatat,
(6) membiasakan membaca,
(7) jadikan anak kreatif,
(8) melatih kekuatan memori otak.
Langkah pertama yaitu kekuatan “AMBAK” (apakah manfaatnya
bagiku). Ambak adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara
mental antara dan akibat-akibat suatu keputusan (Depporter dan
Henarcki, 2011). Motivasi sangat diperlukan dalam belajar, karena
dengan adanya motivasi maka keinginan untuk belajar akan selalu ada.
Pada langkah ini, siswa akan diberi motivasi oleh guru dengan memberi
penjelasan tentang manfaat apa saja setelah mempelajari suatu materi.

7
Langkah kedua yaitu penataan lingkungan belajar. Dalam proses
pembelajaran diperlukan penataan lingkungan yang dapat siswa merasa
betah dalam belajar. Penataan lingkungan belajar yang tepat dan efektif
dapat mencegah kebosanan dalam diri siswa.
Langkah ketiga adalah memupuk sikap juara. Langkah ini perlu
dilakukan untuk lebih memacu belajar siswa di kelas. Seorang guru
hendaknya tidak segan memberikan pujian pada siswa yang telah
berhasil dalam belajarnya. Namun, tidak pula mencemooh siswa yang
belum mampu menguasai materi. Dengan memupuk sikap juara ini siswa
akan lebih dihargai.
Langkah keempat adalah bebaskan gaya belajar peserta didik. Ada
berbagai macam gaya belajar yang dipunyai oleh siswa. Gaya belajar
tersebut yaitu visual, auditoria dan kinestetik. Pada pembelajaran
Quantum Learning, guru hendaknya memberikan kebebasan dalam
belajar pada siswanya dan janganlah terpaku pada satu gaya belajar
siswa.
Langkah kelima adalah membiasakan mencatat. Belajar akan
benar-benar dipakai sebagai aktivitas kreasi ketika siswa tidak hanya
bisa menerima melainkan bisa mengungkapkan kembali apa yang
didapatkan menggunakan dan ungkapan sesuai gaya belajar siswa
masing-masing. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan
simbol-simbol atau gambar yanng mudah dimengerti oleh siswa tersebut.
Simbol-simbol tersebut juga dapat berupa tulisan.
Langkah keenam adalah membiasakan membaca. Salah satu
aktivitas yang cukup penting adalah membaca. Dampak dari membaca
adalah siswa akan menambah perbendaharaan kata, pemahaman,
penambahan wawasan, serta daya ingat. Seorang guru hendaknya
membiasakan siswa untuk membaca buku pelajaran serta buku-buku
pengetahuan umum yang lain.
Langkah ketujuh adalah menjadikan anak lebih kreatif. Siswa yang
kreatif adalah siswa yang ingin tahu, suka mencoba, dan senang
bermain. Dengan adanya sikap kreatif yang baik siswa akan mampu
menghasilkan ide-ide yang segar dalam belajarnya.
Langkah terakhir adalah dengan melatih kekuatan memori otak
siswa. Kekuatan memori sangat diperlukan dalam proses belajar anak.
Oleh sebab itu siswa perlu dilatih untuk mendapatkan kekuatan memori
yang baik (pusat kurikulum, 2002)
Metode pembelajaran Quantum Learning lebih mengutamakan
keaktifan peran serta siswa dalam berinteraksi dengan situasi belajar
melalui panca indera baik melalui penglihatan, pendengaran, penciuman,
dan pengecapan. Sehingga hasil pepenelitian Quantum Learning terletak
pada modus berbuat yaitu katakan dan lakukan yang berarti metode ini

8
mengutamakan keaktifan siswa. Siswa mencobamempraktekkan media
melalu kelima inderanya dan kemudian melaporkannya dalam laporan
dan dapat mencapai daya ingat 90%. Semakin banyak indera yang
terlibat dalam interaksi belajar, maka materi pelajaran akan semakin
bermakna.
4. Podcast
Media audio podcast sudah tidak asing lagi bagi sebagian orang,
berawal hanya pengguna Apple Broadcast hingga sekarang dapat di
akses bebas menggunakan platform online. Media yang berasal dari
Amerika ini memiliki revolusi siaran konvensional dengan kebebasan on
demand. Saat sedang menikmati siaran podcast pendengar tidak lagi
harus menunggu acara yang ingin di dengar, hanya dengan mencari
topik siaran maka pengedengar dapat menikmati saat itu juga.
Munculnya ide podcast pertama kali adalah saat pertemuan antara Adam
Curry dan Dave Winer pada awal tahun 2000. Lalu di kembangkan
hingga tahun 2004, Adam berhasil menulis program iPodder, yang
memungkinkan dirinya mengunduh secara otomatis internet radio
broadcast ke iPod miliknya. Podcast hadir pada tamun 2005 namun baru
mulai dilirik pendengarnya pada tahun 2007. Pada saat itu belum banyak
pengunggah podcast yang menjadikan banyak variasi podcast sesuai
kategori nya (Watson, 2019).
Podcast dapat didengarkan dengan segala suasana, karena
memiliki banyak kriteria dalam isi sebuah rekaman audio yang diuungah
dalam podcast. Terdapat beberapa platform yang mendukung tersedia
nya podcast, seperti :
a. iTunes
b. Stitcher
c. Google Play
d. Spotify
Dari empat ruang tersebut, Spotify memiliki ruang paling sering
dikunjungi pendengar podcast. Spotify memberikan kategori tersendiri
untuk menampung berbagai jenis podcast. Hal ini memudahkan
pendengar untuk memilih sesuai dengan suasana yang sedang terjadi. Di
dalam kategori yang disediakan oleh Spotify masih menampilkan detil
dari sub-kategori nya seperti, Stories podcast, True Crime podcst, News
& Politics podcast, Comedy podcast, Sports & Recreation podcast,
Society & Culture podcast, Educational podcast, Life & health podcast,
Business & Techonoly podcast, Arts & Entertaiment podcast, Music
Podcast, Games Podcast, dan Kid & Family Podcast. Sub-kategori ini
sangat menggambarkan jumlah keragaman tipikal dan tema dari konten
creator podcast.

9
Pertengahan tahun 2019 podcast merambah materi dalam bentuk
video. Sehingga saat ini podcast mengacu pada podcast audio dan
podcast video. Kini istilah podcast diartikan dengan materi audio dan
video yang tersedia di internet yang dapat dipindah secara otomatis ke
media portable baik secara gratis dan berlangganan (Efi, Yudhapramesti,
& Aristi, 2017).
Sama seperti hal nya jenis music dan genre film, podcast pun
memiliki banyak jenis yang dapat di kategorikan sesuai dengan
pendengarnya. Walaupun podcast merupakan salah satu dari hasil
media baru, namun podcast tidak melibatkan pendengar nya berinteraksi.
Podcast merupakan komunikasi satu arah yang hanya dapat
memberikan informasi, berbeda dengan radio yang memberikan
kesempatan pendengarnya untuk berinteraksi. Ada tiga jenis podcast,
seperti (Putra, 2018) :
1. Podcast Interview
Jenis ini merupakan yang paling sering ditemui dalam konten
podcast. Podcast interview merupakan siaran yang dilakukan antara dua
penyiar dan mebahas suatu topic tertentu. Jenis podcast ini biasanya
dilakukan oleh satu penyiar dan satu bintang tamu. Isi dari podcast ini
biasa nya menyesuaikan dengan bintang tamu yang diundang saat
siaran berlangsung. Obrolan yang di rekam juga tidak terlalu perlu
disiapkan, karena penyiar akan mengulik bintang tamu secara reflek
seperti sedang mengajak berdiskusi. Banyak para podcaster menggeluti
jenis podcast ini, karena dirasa mudah dan dapat menggunakan isu yang
lebih luas. Contoh nya seperti podcast dari Cerita Kumparan yang biasa
membahas dengan beragam kategori berbeda setiap unggahan yang
biasa nya membahas mengenai kehidupan sosial. PORD (Podcast
Raditya Dika) yang sering membahas mengenai keresahan kehidupan
bersama artis-artis ternama. Dan salah satu nya pula podcast dari
Dochisadega merupakan jenis Podcast Interview. Dochisadega Podcast
merupakan salah satu podcast yang mengulik tema perusahaan dalam
komunitas pengguna street wear.
2. Solo Podcast
Salah satu jenis podcast ini digeluti oleh pengguna podcast yang
baru. Jenis ini mempermudah podcaster baru dalam memperlajari
proses membangun konten podcast. Dengan memulai dengan jenis
solo podcast ini hanya dilakukan oleh satu penyiar saja. Tidak banyak
yang perlu disiapkan oleh solo podcaster, hanya memerlukan alat
perekam dan ide yang akan direkam untuk diunggah dalam podcast.
Dalam penacarian ide konten podcast pun dipermudah tanpa
mengimbangi lawan bicara dalam siaran. Ide yang di gunakan lebih
sering membahas keresahan sang pemilik akun podcast,

10
menceritakan tentang opini dari pengalam diri, dan membahas isu
tertentu yang dekat dari pengalaman podcaster. Contoh dari
beberapa jenis solo podcast seperti Kita dan Waktu Podcast yang
membahas mengenai pengalaman sehari-hari dari pemilik podcast.
Dan podcast BiarLega yang kontennya membahas mengenai
beberapa kritik sosial dan pengalaman pemilik podcaster.
3. Multi-Host Podcast
Jenis podcast yang dilakukan secara dinamis karena dibawakan oleh
dua penyiar. Multi-Host podcast juga menyajikan diskusi tentang
suatu topik dengan kesiapan lebih matang dari interview podcast.
Kedua penyiar mengutarakan opini masing-masing dari segi tema
yang telah ditentukan. Tidak jarang Multi-Host Podcast juga
mengundang bintag tamu untuk mengutarakan opini. Bebas nya
berkarya dan berpendapat di media podcast, menjadikan salah satu
podcaster Magdalane’s mind mampu berargumen tentang
pendidikana sex. Rekaman siaran ini dilakukan oleh dua perempuan.
Tema ini dibawa cukup lengkap dan terasa lebih santai. Ada pula
podcast dari Spicy Talks yang membahas tentang sosial dan
keresahan sosial politik yang sedang terjadi pada saat ini.
Setelah mengetahui jenis-jenis podcast maka perlu diketahui
beberapa kriteria podcast yang menjadi rekomendasi, seperti : a. Topik
yang relevan b. Dikemas dengan santai dan terdapat humor c.
Menghibur d. Unik e. Sederhana dalam segi materi namun terdengar
percakapan yang akrab f. Dll (Efi et al., 2017)

B. PENELITIAN YANG RELEVAN


1. The Use Of Podcast To Improve The Speaking Competency Of The Tenth
Grade Students Of Sma Negeri 1 Amlapura In Academic Year 2015/2016.
Tujuan dari penelitian ini adalah peningkatan kemampuan berbicara siswa
dalam Bahasa Inggris dengan penggunaan podcast dalam kegiatan
belajar mengajar Bahasa Inggris. Penelitian ini dilaksanakan di SMA
Negeri 1 Amlapura. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas X MIA 1,
dengan kemampuan  siswa kelas X MIA 1 dalam berbicara dengan
menggunakan Bahasa Inggris sebagai objek penelitian. Metode penelitian
yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan
dalam dua siklus, masing-masing siklus meliputi langkah-langkah,
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan
refleksi. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan
data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil kuisioner dan observasi.
Sementara data kuntitatif didapat melalui hasil pre-test dan post-test yang
diberikan kepada siswa. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai
rata-rata kemampuan berbicara siswa dengan menggunakan Bahasa

11
inggris saat pre-test sebesar 60.43, pada post-test 1 sebesar 72.46, pada
post-test 2 mencapai 79.78 dan jumlah siswa yang mencapai nilai
ketuntasan dalam berbicara Bahasa Inggris naik menjadi 83.33%. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa implementasi podcast sebagai media
pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar Bahasa Inggris dapat
meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Selain itu, berdasarkan hasil
kuesioner dan observasi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung,
dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran ini juga dapat
meningkatkan motivasi siswa untuk belajar Bahasa Inggris
2. Peranan Podcast And Guessing Technique Sebagai Media Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berbicara Mahasiswa Bahasa Inggris.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan penggunaan Podcast
dan Guessing Technique untuk meningkatkan kemampuan berbicara
mahasiswa dalam Bahasa Inggris. Kemampuan berbicara dalam bahasa
Inggris menurut penelitian terdahulu terbukti secara signifikan
berhubungan dengan teknik-teknik pembelajaran yang digunakan guru
didalam kelas. Dalam penelitian ini, penulis mengungkapkan
permasalahan-permasalahan yang dialami mahasiswa sehingga dalam
penelitian ini peneliti ingin mencoba memberikan alternative media baru
yaitu podcast dan menggabungkannya dengan metode pembelajaran
yangmenyenangkan yaitu guessing technique” untuk mengatasi
kebosanan siswa sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan
efektif dan juga menyenangkan.Jenis penelitian ini adalah penelitian
eksperimental. Berdasarkan analisis data, penggunaan teknik menebak
kata dengan menggunakan media podcast memiliki peranan yang
significant dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Dengan
nilai T-test 15, 888 sedangkan Ttabel 2, 00 dari nilai tersebut dapat
diambil kesimpulan teknik menebak dan Podcast dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa.
3. Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Alus Melalui
Metode Bermain Peran Pada Siswa Kelas Viiid Smp Negeri 1 Baki
Sukoharjo Tahun Pelajaran 2015/2016. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara bahasa
Jawa krama alus dengan metode bermain peran pada siswa kelas VIIID
SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dari meningkatnya aktivitas
siswa pada setiap siklusnya. Pada siklus I jumlah skor aktivitas siswa
adalah 800 dengan rata-rata skor sebesar 26,7 dan memperoleh kriteria
baik. Jumlah skor aktivitas siswa pada siklus II meningkat menjadi 940
dengan rata-rata skor 31,3 dan termasuk kriteria sangat baik.
Keterampilan berbicara bahasa Jawa krama alus siswa juga mengalami
peningkatan pada setiap siklusnya. Hal ini ditunjukkan dari jumlah skor

12
keterampilan berbicara bahasa Jawa krama alus siswa pada siklus I
adalah 451 dan 493 pada siklus II. Rata-rata nilai evaluasi siswa pun
mengalami peningkatan. Pada siklus I nilai rata-rata siswa 75,2 kemudian
meningkat menjadi 82,2 pada siklus II. Sedangkan persentase ketuntasan
klasikal juga mengalami peningkatan, yaitu pada siklus I sebesar 70%
meningkat menjadi 93,3% pada siklus II.
4. Implementasi Model Pembelajaran Quantum Learning Dengan Gaya
Belajar Vak Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa
Indonesia Berbantuan Media Film. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peningkatan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa
kelas VB semester I SD No 2 Banyuasri melalui implementasi model
pembelajaran Quantum Learning dengan Gaya Belajar VAK (visual,
auditorial, dan kinestetik) berbantuan media Film Pendek. Jenis penelitian
ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus. Setiap
siklus terdiri dari empat tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan,
observasi/evaluasi dan refleksi dengan pengumpulan data menggunakan
metode non tes (tes performan) melalui pengamatan/penilaian secara
langsung pada siswa menggunakan lembar rubrik penilaian keterampilan
berbicara dengan Indikator dalam keterampilan berbicara yang menjadi
amatan antara lain, tekanan kata, pilihan kata, kelancaran dan ketepatan
isi dan pemberian skor pada tiap indikator keterampilan berbicara
disesuaikan dengan kemampuan siswa dalam keterampilannya berbicara.
Hasil penelitian menunjukan bahwa keterampilan berbicara Bahasa
Indonesia siswa dengan implementasi model pembelajaran Quantum
Learning dengan gaya belajar VAK (visual, auditorial, dan kinestetik)
berbantuan media film pendek dapat meningkatkan keterampilan
berbicara siswa. Terjadi peningkatan persentase pada siklus I sebesar 65
% mengalami peningkatan sebesar 90 % pada siklus II

C. KERANGKA BERPIKIR

Kondisi pratindakan

Kemampuan berbicara menggunakan


unggah-ungguh basa Jawa rendah

Implementasi Tindakan
Proses Pembelajaran Keterampilan Berbicara unggah ungguh
basa Jawa melalui metode quantum learning berbantuan
podcast

13
Guru menerapkan metode pembelajaran quantum learning berbantuan
podcast:
- Memudahkan siswa memahami unggah-ungguh bahasa Jawa
- Berlajar menyenangkan dan bermakna
- Mendapatkan pengalaman belajar yang baru
- Siswa menjadi lebih aktif dan atusias dalam pembelajaran

BAB III

- METODELOGI
Kemampuan PENELITIAN
berbicara dengan
unggaj ungguh bahasa Jaw
A. Setting Penelitian meningkat
Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI MIAP 7 SMA N 1 Wonogiri Tahun

Pelajaran 2020/2021. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas XI karena pada silabus

terdapat kompetensi belajar berbicara. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan

Januari sampai dengan Maret 2020. Untuk lebih jelasnya mengenai waktu penelitian

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

No Waktu 2020
Kegiatan Januari Februari Maret Apri
Minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
1 Persiapan
survei
awal
2 Pengajuan
judul &
proposal
3 Persiapan
instrumen
dan alat
4 Pelaksanaan
Siklus I
Siklus II
Siklus III
5 Analisis
data
6 Penyusunan
laporan

A. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI MIPA 7 SMA N 1 Wonogiri yang berjumlah
36 siswa yang terdiri dari 12 laki-laki dan 24 perempuan. Dalam penelitian ini juga
melibatkan teman sejawat sebagai pihak kolaboran.
B. Sumber Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran (langsung
atau rekaman) berbicara sesorah yang dilakukan di kelas XI MIPA 7. sedangkan sumber
data dalam penelitian ini meliputi: (1) tempat dan peristiwa penelitian ini, yakni berbagai
kegiatan pembelajaran berbicara sesorah; (2) informan dalam penelitian ini adalah guru
Bahasa Jawa, dan seluruh SMAN 1 WONOGIRI; (3) dokumen yang berupa silabus,
RPP, foto kegiatan pembelajaran bahasa Jawa dengan penggunaan metode quantum
learning , hasil pekerjaan siswa, buku pelajaran Bahasa Jawa, angket, dan daftar nilai.
C. Teknik dan Alat Pengumpul Data
Sesuai dengan tujuan, metode dan jenis sumber data yang digunakan, maka teknik
pengumpulan data yang digunakan meliputi Observasi, Teknik Wawancara Mendalam
(In Depth Interview), Angket, dan Tes atau Pemberian Tugas
D. Validasi Data

14
Teknik validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1)
Triangulasi data (sumber), yaitu dengan menggali data yang sejenis dari berbagai
sumber data yang berbeda; (2) Triangulasi metode, yaitu menggali data yang sama
dengan menggunakan metode yang berbeda; (3) Teknik review informan, data yang
sudah diperoleh mulai disusun sajain datanya, walaupun mungkin masih belum utuh dan
menyeluruh kemudian dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang
dipandang sebagai informan pokok (key informant).
F. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data secara
kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang terjadi dalam proses belajar
mengajar. Analisis data secara kualitatif mencakup deskripsi, interpretasi, dan refleksi
tehadap hal-hal yang terjadi dalam proses belajar mengajar. Teknik analisis data secara
kualitatif lebih khusus menggunakan teknik analisis kritis. Teknik tersebut mencakup
kegiatan mengungkapkan kelemahan dan kelebihan kinarja siswa dan guru dalam
proses belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas selama penelitian berlangsung.
Hasil analisis tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menyususn rencana
tindakan kelas berikutnya sesuai dengan siklus yang ada. Analisis data dilakukan secara
bersama-sama antara guru dan peneliti, sebab penelitian tindakan kelas merupakan
suatu bentuk kerjasama antara peneliti dengan guru.
G. Rancangan Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini menurut Suharsimi Arikunto, dkk (2008 : 16)
mencakup tahap-tahap sebagai berikut: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)
pengamatan, dan (4) refleksi. Keempat kegiatan tersebut saling terkait dan secara urut
membentuk sebuah siklus. PTK merupakan penelitian yag bersiklus. Artinya penelitian
dilakukan secara berulang-ulang dan berkelanjutan sampai tujuan penelitian dapat
tercapai. Alur PTK dapat dilihat pada gambar berikut.

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan

Gambar Alur Penelitian Tindakan Kelas (Suharsimi Arikunto, 2008 :16)

Adapun prosedur penelitian dalam tindakan kelas ini secara rinci diuraikan sebagai
berikut:
1. Rancangan Siklus I
a. Tahap Perencanaan Tindakan

15
Pada tahap perencanaan tindakan ini, menyusun rencana penerapan metode simulasi
dalam pembelajaran BAHASA JAWA khususnya padamateri dribbling bola, yang antara
lain berisi upaya:
1) Peneliti bersama guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
BAHASA JAWA sesuai dengan silabus yang telah disusun oleh guru.
2) Peneliti bersama guru menyusun atau mengembangkan sisitem penilaian yang
meliputi penilaian proses dan penilaian hasil. penilaian proses dengan menggunakan
lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) kedisiplinan; (2) minat; (3)
kerjasama; (4) keaktifan; dan (5) tanggung jawab. Penilaian hasil digunakan untuk
mengetahui kompetensi siswa dalam memerankan tokoh drama, aspek yang dinilai
meliputi: (1) ketepatan sikap dalam dribbling; (2) ketepatan teknik yang digunakan
sesuai fungsi; (3) ketepatan menendang bola.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini, guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah
disusun bersama peneliti dengan menerapkan penggunaan metode simulasi iringan
untuk meningkatkan kemampuan dribbling pada siswa.
c. Tahap Observasi
Pada tahap ini, dilakukan pengematan langsung dan penginterpretasian terhadap
tindakan guru maupun siswa selama pembelajaran dilaksanakan untuk mendapatkan
data tentang kekurangan dan kemajuan aplikasi atau penerapan tindakan pertama.
d. Tahap Refleksi
Pada tahap refleksi, dilaksanakan dengan menganalisis dan mengevaluasi hasil
observasi (pengamatan langsung) dan interpretasinya sehingga diperoleh simpulan,
pada bagian mana yang telah mencapai keberhasilan, dan pada bagian mana yang
masih perlu untuk diperbaiki.
2. Rancangan Siklus II
Pada siklus II perencanaan tindakan dilakukan dengan berdasar pada hasil yang telah
dicapai pada tindakan dalam siklus I sebagai upaya perbaikan dari siklus tersebut.
3. Rancangan Siklus III
Pada siklus III perencanaan tindakan dilakukan dengan berdasar pada hasil yang telah
dicapai pada tindakan dalam siklus II sebagai upaya perbaikan dari siklus tersebut.

2. Tuliskan hasil plagiasi proposal bapak/ ibu dengan screenshoot hasilnya di kolom
berikut! (Boleh per bab boleh langsung 3 bab)

16

Anda mungkin juga menyukai