LK4 Dolmen PTK Kurnia
LK4 Dolmen PTK Kurnia
Setelah mengerjakan LK 3, kembangkanlah ide yang bapak/ibu tulis menjadi kalimat utuh yang
saling bersinergi. LK 3 adalah ide awal yang mendasari proposal PTK bab 2. Bapak/ ibu bisa
menulis proposal bab 2 dengan kerangka sebagai berikut:
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. KAJIAN PUSTAKA
1. Kemampuan Berbicara
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa dalam
kehidupan sehari-hari. Seseorang lebih sering memilih berbicara untuk
berkomunikasi, karena komunikasi lebih efektif jika dilakukan dengan berbicara.
Berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa
ahli bahasa telah mendefinisikan pengertian berbicara, diantaranya sebagai
berikut.
Hariyadi dan Zamzami (1996/1997:13) mengatakan berbicara pada
hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi, sebab di dalamnya terjadi
pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Dari pengertian yang sudah disebutkan
dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan suatu proses untuk
mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan ide, pikiran, gagasan,
atau isi hati kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan yang dapat
dipahami oleh orang lain.
Burhan Nurgiyantoro (2001:276) berbicara adalah aktivitas berbahasa
kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah
aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian
manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara.
Berbicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan
menyampaikan pikiran, gagasan, serta perasaan (Tarigan, 2008:14). Dapat
dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat
didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah
otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide
yangdikombinasikan. Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang
memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis,semantik, dan linguistik.
Selanjutnya berbicara menurut Mulgrave (melalui Tarigan, 2008:16)
merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang
disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang
pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang
mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah
pembicara memahami atau tidak, baik bahan pembicaraannya maupun para
penyimaknya; apakah ia bersikap tenang atau dapat menyesuaikan diri atau
tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia
waspada serta antusias atau tidak.
Oleh karena itu, kemampuan berbahasa lisan merupakan dasar utama
dari pengajaran bahasa karena kemampuan berbahasa lisan (1) merupakan
mode ekpresi yang sering digunakan, (2) merupakan bentuk kemampuan
pertama yang biasanya dipelajari anak-anak, (3) merupakan tipe kemampuan
berbahasa yang paling umum dipakai.
Berdasarkan pengertian berbicara yang telah disampaikan oleh beberapa
ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian berbicara adalah aktivitas
mengeluarkan kata-kata atau bunyi berwujud ungkapan, gagasan informasi
yang mengandung makna tertentu secara lisan.
2. Unggah-Ungguh Basa Jawa
Bahasa Jawa merupakan bagian integral dari kebudayaan Indonesia,
adanya pembinaan dan pengembangan masih tetap dalam bingkai
Keindonesiaan. Bahasa Jawa berkembang sebagai identitas diri dengan cara
mempertahankan nilai-nilai luhur yang termuat didalamnya. Sejalan dengan itu
bahasa Jawa tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan Jawa. Bahasa Jawa bukan
sekedar artefak budaya Jawa, tetapi juga merupakan bahasa kebudayaan
Jawa.
Bahasa Jawa memiliki tingkat tutur dalam menggunakan percakapan.
Tingkat tutur kata dalam Bahasa Jawa menunjukkan adab sopan santun
berbahasa Jawa dalam masyarakat. Sehubungan dengan adanya tingkat tutur
dalam bahasa Jawa, banyak ahli bahasa yang membuat perincian atau tingkat
tutur tersebut. Bahasa Jawa diartikan sebagai seperangkat aturan yang
digunakan oleh pemakai bahasa Jawa, bertujuan untuk memelihara rasa saling
menghormati atau menghargai orang lain, bertindak serta bertingkah laku,
tercermin dalam pemilihan kata, serta membentuk kalimat serta lagu dalam
berbicara (Andayani, 2011: 84).
Ragam unggah-ungguh basa terdapat banyak sekali, tetapi disini hanya
disebutkan empat macam, yaitu ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama
alus. Sasongko (2009:128) menegaskan bahwa secara emik, unggahungguh
bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ngoko dan krama. Kemudian
secara etik unggah-ungguh bahasa Jawa terdiri atas ngoko lugu, ngoko alus,
krama lugu, dan krama alus.
1) Ragam Ngoko
Ragam ngoko yaitu bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang berintikan
leksikon ngoko dan bukan leksikon lain. Pada ragam ini, semua afiks muncul
berbentuk ngoko, misalnya di-, -e dan –ake. Varian dari ragam ngoko adalah
ngoko lugu dan ngoko alus. a) Ngoko Lugu Ngoko lugu merupakan bentuk
unggah-ungguh bahasa Jawa yang semua bentuk semua kosa katanya ngoko
atau netral (leksikon ngoko lan netral) tanpa terselip krama, krama inggil, atau
krama andhap. Dalam ragam ini afiks yang digunakan adalah afiks di-, -e, dan –
ake bukan afiks dipun-, -ipun, dan –aken. b) Ngoko alus Ngoko alus yaitu
bentuk unggah-ungguh yang terdapat bukan hanya terdiri dari leksikon ngoko
dan netral saja, tetapi juga terdiri dari leksikon krama inggil, krama andhap, dan
krama. Afiks yang dipakai dalam ngoko alus ini yaitu di-, -e, dan –ne.
2) Krama lugu
Krama lugu adalah suatu bentuk ragam krama yang tingkat kehalusannya
rendah. Saat dibandingkan dengan bentuk ngoko alus, ragam krama lugu masih
tetap menunjukkan kadar kehalusannya. Masyarakat yang masih belum
mengetahui akan hal ini masih menyebut dengan sebutan krama madya.
Ragam krama lugu sering muncul afiks ngoko di-, -e, dan –ake daripada afiks
dipun-, -ipun, dan –aken.
3) Krama alus
Krama alus adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang terdiri dari
semua kosakatanya bentuk leksikon krama dan dapat ditambah dengan
leksikon krama inggil atau krama andhap. Intik dari leksikon dalam ragam ini
hanyalah leksikon yang berbentuk krama. Dalam tingatan ini leksikon madya
dan leksikon ngoko tidak pernah muncul. Penggunaan dari leksikon krama inggil
dan andhap yaitu untuk penghormatan terhadap lawan bicara. Dalam tingkat
tutur ini afiks dipun-, - ipun, dan –aken cenderung lebih sering muncul 20
daripada afiks di-, -e, dan -ake. (dalam Arafik (2011:83)
Jadi unggah-ungguh basa sangat penting untuk diajarkan kepada peserta
didik di sekolah. Selain untuk melestarikan budaya daerah, unggah-ungguh
basa juga berfungsi sebagai penerapan sopan santun dalam hal berkata,
maupun berbuat saat berhadapan dengan orang lain, serta agar tumbuh
karakter pada diri anak tersebut.
3. Quantum Learning
Quantum Learning adalah gabungan yang seimbang antara bekerja dan
bermain. Quantum Learning juga menyertakan kesadaran bahwa belajar itu
bukan hanya tentang informasi yang dipelajari, melainkan cara dan alasan
mempelajarinya (Deporter, 2011). Metode ini menjaga keseimbangan antara
belajar dan bermain yang dapat menghilangkan kejenuhan yang ada dalam diri
siswa.
Pembelajaran Quantum Learning berupaya memadukan, menyinergikan
dan mengolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku peserta didik dengan
lingkungan yang berupa fisik dan mental sebagai konteks pembelajaran. Lebih
tepatnya dikatakan bahwa pembelajaran Quantum Learning, lingkungan fiskal-
mental dan keampuan pikiran atau diri manusia sama pentingnya dan saling
mendukung. Oleh karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau
potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulus yang
seimbang agar pembelajaran berjalan dengan baik.
Karakteristik berikutnya adalah Quantum Learning memusatkan perhatian
pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna.
Dapat dikatakan bahwa interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep sentral
dalam Quantum Learning. Oleh karena itu, Quantum Learning memberikan
tekanan pada pentingnya interaksi, frekuensi, dan akumulasi interaksi yang
bermutu dan bermakna. Proses pembelajaran ini dipandang sebagai penciptaan
interaksi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi
kemampuan pikiran dan bakat alamiah peserta didik menjadi cahaya-cahaya
yang bermanfaat bagi keberhasilan. Pembelajaran interaksi yang tidak mampu
mengubah energi menjadi cahaya harus dihindari, jika perlu dibuang jauh dalam
proses pembelajaran. Sehingga, dalam kaitan inilah kumunikasi menjadi sangat
penting dalam pembelajaran Quantum Learning
Metode pembelajaran Quantum Learning memusatkan perhatian pada
pembentukan keterampilan akademis, keterampilan (dalam) hidup, dan prestasi
fisikal atau material. Ketiganya harus diperhatikan, diperlakukan, dan dikelola
secara seimbang dan relatif sama dalam proses pembelajaran, tidak bisa hanya
salah satu diantaranya. Dikatakan demikian, karena pembelajaran yang berhasil
bukan hanya terbentuk keterampilan akademis dan prestasi fiskal
pembelajaran, namun lebih penting lagi adalah terbentuknya keterampilan hidup
pembelajar. Oleh karena itu, kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga
dapat terwujud kombinasi harmonis antara keterampilan akademis,
keterampilan hidup, dan prestasi fiskal.
Quantum Learning menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian
penting proses pembelajaran. Tanpa nilai dan keyakinan tertentu, proses
pembelajaran kurang bermakna. Oleh karena itu, pembelajaran harus memiliki
nilai dan keyakinan tertentu yang bersifat positif dalam proses pembelajaran.
Selain itu, proses pembelajaran hendaknya menanamkan nilai dan keyakinan
positif dalam diri pembelajar. Misalnya, pembelajaran perlu memiliki keyakinan
bahwa kesalahan atau kegagalan bukan tanda bodoh atau akhir dari segalanya.
Quantum Learning juga memiliki karakteristik yang mengutamakan
keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan keterbatasan.
Keberagaman dan kebebasan dapat dikatakan sebagai kata kunci selain
interaksi. Dari pernyataan tersebut perlu diakui keragaman gaya belajar siswa
atau peserta didik, dikembangkan aktivitas-aktivitas peserta didik yang
beragam, dan digunakannya bermacam-macam kiat dan metode pembelajaran
Karakteristik Quantum Learning juga mengintegrasikan totalitas tubuh dan
pikiran dalam proses pembelajaran. Aktivitas total antara tubuh dan pikiran,
membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnya lebih
optimal. Selain itu, Quantum Learning lebih bersifat humanistis bukan
positivistis-empiris, “hewani-istis”, ataupun nativiistis. Manusia selaku peserta
didikdiyakini dapar berkembang secara maksimal atau optimal. Hadiah dan
hukuman dipandang sebgai gejala manusiawi, karena menunjukkan bahwa
semua yang ada pada manusia harus dilihat dalam perspektif humanistis.
Penerapan metode Quantum Learning memiliki tujuan yang menunjukkan
bahwa metode ini sangat dianjurkan untuk diterapkan. Pertama, Quantum
Learning digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Kedua,
metode ini juga dapat digunkan untuk menciptakan proses belajar yang
menyenangkan. Ketiga, Quantum Learning dapat menyesuaikan kemampuan
otak dengan apa yang dibutuhkan oleh otak. Keempat, Quantum Learning dapat
membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karir. Kelima, Quantum
Learning digunakan untuk membantu mempercepat dalam pembelajaran.
Kondisi pratindakan
Implementasi Tindakan
Proses Pembelajaran Keterampilan Berbicara unggah
ungguh basa Jawa melalui metode quantum learning
berbantuan podcast