PENGARUH HINDU
Disusun oleh :
1. Clareza Rahma Kusuma Astuti (216151030)
2. Rieke Faristantya Azzahrah (216151035)
3. Aisyah Fitri Nur Pangestuti (216151040)
4. Zahra Aulia Putri (216151047)
5. Muhammad Misbahul Fatta (216151052)
Pendahuluan
Pada permulaan kurun Masehi bangsa Indonesia berkenalan dengan kebudayaan Hindu yang datang
dari India. Kebudayan Hindu yang paling menonjol adalah nilai agama berdasarkan cara berfikir yang
kompleks dan emosional. Sementara dalam kebudayaan asli di Indonesia saat itu masih dipengaruhi oleh
kekuatan mitos, seiring dengan masuknya kebudayaan Hindu sedikit-demi sedikit dipengaruhi oleh kekuatan
roh-roh gaib. Masuknya kebudayaan Hindu dan India ke Indonesia telah membawa perubahan dari
pengaruh roh-roh gaib yang diistilahkan animisme dan dinamisme berubah jadi penyembahan kepada wujud
dewa. Selain itu, kebudayaan Hindu dan India ini juga memacu sebuah peradapan untuk sebuah kekuasaan
yang lebih tinggi, dimulai dari berkembangnya kehidupan kelompok suku menjadi sistem kerajaan. Pola pikir
pemerintahan juga telah mempengaruhi masyarakat Nusantara akan sebuah wilayah kekuasaan yang harus
dipimpin oleh raja.
Faktor agama dalam kebudayaan Hindu ini juga mempengaruhi berkembangnya agama Hindu dalam
keraton-keraton kerajaan yang besar. Dari faktor ini tentu menunjukkan bahwa semua faktor kehidupan
didukung oleh perkembangan agama, hal ini terlihat dalam bangunan keagamaan Hindu terwujud dalam
bentuk seni yang tinggi. Hal ini juga terwujud dalam kitab mahabrata dan Ramayana telah memberi isi
kedinamisan dan keluasan baru pada kehidupan seni sastra dan drama.
Ciri dan Sifat Satra Klasik Pengaruh Hindu
Syahtanu, Raja Hastinapura (Delhi) bertemu seorang perempuan cantik dan menikahinya. Dari
pernikahannya lahir 8 putra, namun 7 putra di buang di sungai oleh si perempuan karena jika dia
membesarkan putranya bersama Syahtanu dia akan menghilang, hanya putra terakhirnya Bhisma yang
masih hidup karena Syahtanu melarang membuangnya. Karena itulah, si perempuan itu akhirnya
menghilang. Saat Syahtanu mati, maka mati pulalah anaknya. Anaknya meninggalkan 2 orang istri Ambika
dan Ambalika. Mereka diperintah untuk melakukan sebuah hubungan dengan pertapa bernama Vyasa,
dari hubungan itu, lahirlah Dhrestarasta yang buta dari Ambika. sedangkan dari Ambalika lahirlah Pandu
yang bermuka pucat. Pandu naik tahta menjadi raja karena Dhrestarasta buta. Pandu memiliki 2 istri, Kunti
dan Madri. Kunti yang mendapat karunia dari Tuhan, mencoba karunia itu. Dia memuja dewa Dharma dan
mendapat anak bernama Yudhistira, dia memuja dewa Wayu dia beranakkan Bima, dia memuja dewa
Indra lahirlah Arjuna. Lalu karunia ia pinjamkan pada Madri, Madri memuja dewa Kembar lalu lahirlah Nakula
dan Sadewa.
Karena melanggar kutukan dari Resi Kindama yakni bersetubuh dengan istrinya, akhirnya Pandu
meninggal dan Dhrestarasta menggantikannya menjadi raja. Dia mencari guru untuk anak-anaknya (para
kurawa) untuk belajar ilmu juga sebagai guru untuk anak-anak adiknya (para pandawa). Namun, karena
pandawa lebih hebat dalam segala hal, mulai timbulah sifat dengki dalam diri para kurawa, bahkan dalam
hati Dhrestarasta sendiri hingga akhirnya terjadi pertempuran memperebutkan tahta kerajaan dan pada
akhimya dimenangkan oleh pandawa.
Pengaruh Mahabharata dalam
Sastra Jawa
Kira-kira seribu tahun lalu, pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa, ringkasan Mahabharata
yang delapan belas parwa panjangnya telah dibuat dalam bahasa Jawa dalam bentuk prosa. Diantara
parwa-parwa yang terkenal ialah Adiparwa, Wirataparwa, dan Bhismaparwa. Pada zaman dulu,
Mahabharata dianggap memiliki kekuatan ghaib, sadurannya bukan hanya memuliakan nenek-moyang
tapi juga memberikan kekuatan pada raja yang memerintah. Tidak heran Mahabharata terus-menerus
diolah oleh pujangga-pujangga Jawa, dan sering kali juga atas anjuran raja.
Pertunjukan wayang purwa pun mengambil ceritanya dari epos India, khususnya Mahabharata.
Cerita-cerita Jawa yang dianggap asli, seperti Suda Mala (cerita Durga diruwat oleh Sadewa) dan Nawa
Ruci (Cerita Bima mencari air Hayat) tokoh tokoh Mahabharata mengambil peranan. Tidak heran kalau
Mahabharata telah menjadi mitologi Jawa. Cerita-cerita wayang pun banyak mengambil dari
Mahabharata dan tidak terbilang banyaknya. Diantara pahlawan-pahlawan pandawa,yang paling
disenangi adalah Arjuna. Karena itu gubahan tentang Arjuna jadi lebih banyak dibandingkan dengan
tokoh-tokoh lainnya.
Perbedaan Mahabharata versi Jawa dan India