ITIHASA
1. Itihsa adalah suatu bagian dari kesusastraan Hinduyang
menceritakan kisah-kisah epik/kepahlawanan para Raja dan ksatria Hindu
pada masa lampau dan dibumbui oleh filsafat agama, mitologi, dan makhluk
supernatural. Itihsa berarti kejadian yang nyata. Itihsa yang terkenal ada
dua, yaituRamayana dan Mahbhrata.
Kitab Itihsa disusun oleh para Rsi dan pujangga India masa lampau,
seperti misalnya Rsi Walmiki dan Rsi Vysa. Cerita dalam kitab Itihsa
tersebar di seluruh daratan India sampai ke wilayah Asia Tenggara. Pada
zaman kerajaan di Indonesia, kedua kitab Itihsa diterjemahkan ke dalam
bahasa Jawa kuna dan diadaptasi sesuai dengan kebudayaan lokal. Cerita
dalam kitab Itihsa diangkat menjadi pertunjukkan wayang dan digubah
menjadi kakawin.
Ithsa merupakan Kitab yang tergolong Smerti pada bagian Upangaweda.
Kata Itihasa berasal dari 3 bagian yaitu iti + ha + asa (iti = begini, ha = tentu,
asa = sudah terjadi) jadi kata Itihasa artinya sudah terjadi begitu. Namun
dalam perkembangan yang terjadi sampai saat ini khususnya diIndia kata
Itihasa sering dihubungkan sebagai Sejarah. Sehingga Itihasa adalah cerita
berdasarkan latar sejarah yang memasukkan nilai-nilai ajaran Weda
didalamnya.
Ithsa sering disebut juga sebagai Wiracarita, karena cerita ini dahulu
sering diceritakan melalui tradisi mulut ke mulut. Wiracarita (Wira=Laki,
Pahlawan, Berani, Perwira; Carita=cerita) jadi Wiracarita adalah Cerita
kepahlawanan. Cerita kepahlawanan ini didasarkan pada latar sejarah para
raja, Namun nilai-nilainya tetap diambil dari Weda. Hal tersebut dipertegas
dalam Mahabharata pada Svargarohana Parva (5.57) yaitu Parva ke 18.
Itihsmima puya mahrta vedasamitam
Vysokta sruyate yena ktv brhmaamagrata
Cerita ini adalah peristiwa sejarah, dan mengandung makna yang dalam, dan
mengandung ajaran yang ada pada cerita ini sama seperti ajaran suci Weda. Karya
Maharsi Wyasa hendaknya didegar terlebih bagi seorang Brahmana.
Dari kreteria yang tersebut di atas maka Itihasa atau Wiracarita merupakan salah
satu model penjelasan dari Weda yang dilatarkan pada cerita sejarah yang terjadi. Hal
tersebut didasarkan atas bukti-bukti sejarah yang menunjukan bahwa tempat kejadian
dalam Itihasa masih ada. Contohnya yaitu Kuruksetra medan perang Pandawa dan
Kurawa, Jembatan Situbanda penyebrangan Rama ke Alengka dan masih banyak lagi
yang lainnya. Namun kandungan makna yang terdapat di dalamnya bisa kita temukan
nilai-nilai ajaran Weda.
Ithsa sebagai penjelasan lebih disebabkan metode ini lebih bisa dimengerti
oleh masyarakat umum melalui cerita sehingga esensi ajaran Weda bisa langsung
dipahami dan diterapkan sebagai pedoman hidup.
Dua Ithsa yang sangat terkenal adalah Ramayana dan Mahabarata. Penyusun Kitab
Ramayana adalah Maharsi Walmiki sedangkan Kitab Mahabarata disusun oleh
Maharsi Wyasa. Kedua Kitab tersebut di atas sangat popular di masyarakat sehingga
dalam beberapa kesempatan mendapatkan tempat untuk dibacakan pada saat ada
upacara-upacara keagamaan baik sekarang maupun di masa lalu.
Cerita dalam kitab Itihsa tersebar di seluruh daratan India sampai ke
wilayah Asia Tenggara. Pada zaman kerajaan di Indonesia, kedua kitab Itihsa
diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa kuna dan diadaptasi sesuai dengan kebudayaan
lokal. Cerita dalam kitab Itihsa diangkat menjadi pertunjukkan wayang dan digubah
menjadi kakawin maupun prosa.
Kitab Ithsa terdiri dari dua buah kitab besar yaitu Ramayana dan
Mahabaratha. Ramayana karya Maharsi Walmiki terdiri dari 7 Kanda dengan 24.000
sloka. Ramayana berarti kisah perjalanan Sri Rama. Ramayana dibagi menjadi
tujuh kitab atau kanda sebagai berikut:
1. Balakanda, Kitab Balakanda merupakan awal dari kisah Ramayana. Kitab
Balakanda menceritakan Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri,
yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Prabu Dasarata berputra empat orang,
yaitu: Rama, Bharata, Lakshmana danSatrughna. Kitab Balakanda juga menceritakan
kisah Sang Rama yang berhasil memenangkan sayembara dan memperistri Sita, puteri
PrabuJanaka.
11. Striparwa, Kitab Striparwa berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal
oleh suami mereka di medan pertempuran. Yudistira menyelenggarakan upacara
pembakaran jenazah bagi mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada
leluhur. Pada hari itu pula Dewi Kunti menceritakan kelahiran Karna yang menjadi
rahasia pribadinya.
12. Santiparwa, Kitab Santiparwa berisi kisah pertikaian batin Yudistira karena
telah membunuh saudara-saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya ia diberi
wejangan suci oleh Rsi Byasa dan Sri Kresna. Mereka menjelaskan rahasia dan tujuan
ajaran Hindu agar Yudistira dapat melaksanakan kewajibannya sebagai Raja.
Hal yang menimbulkan penasaran adalah kapan itihasa ini mulai ditulis. Namun
dari penelitian para sarjana didapat sebuah kesimpulan bahwa karya Ramayana lebih
dahulu ada dibandingkan Mahabharata. Hal tersebut didasaran pada sloka Ramayana
yang tidak memuat hal yang ada pada Mahabharata. Namun masih banyak ditemukan
sloka yang berisi tetang kejadian yang atau penyebutan tokoh dalam Ramayana di
dalam Mahabharata.
Itihasa popular dimasyarakat sebagai sebuah sastra adalah sekitr abad ke
6-3 SM. Dan sebagai Sastra sekterian vasnawa sekitar abad ke-2 SM. Dan menurut
sarjana barat seperti Macdonell, Hopkins dan Keith sepakat bahwa Itihasa muncul
bersamaan sekitar abad ke 6-3 SM. Jadi dalam kurun waktu ini sudah di tulis itihasa.
Sarjana India P.Lal memperkirakan penulisan Ramayana secara kasar sekitar abad ke
15-2 SM. Hal tersebut didasarkan atas penemuan Arkeologis yang menemukan kota
Shringaverapura dalam Ramayana yang berumur 2800 tahun.
Itihasa termuat tokoh Rama dan Kresna yang pada hakekatnya tokoh tersebut
lebih dulu ada ketimbang zaman Budha yaitu sekitar abad ke-5 SM. Kejadian ini bila
menurut David Frawley mengacu pada kosologi alam yang tergamar dalam Weda,
zaman Weda berada tahun 6500-2000 SM. Kemudian Zaman Ramayana terjadi
sekitar tahun 4750 SM, sedangkan Mahabharata tahun 3000 SM.
Dari semua keterangan di atas banyak pedapat dengan berbagai argumentasi
namun belum bisa dipastikan kapan kejadian ini terjadi dan di tulis. Hanya perkiraan
yang didasarkan pada persepektif tertentu.
Di Indonesia Hindu mulai masuk pada abad ke 4. Pada abad ini di india sedang
popularna Itihasa sehingga zaman berkembangnya Itihasa di India sangat berpegaruh
terhadap perkembangan agama Hidu di Indonesia.
Dari susastra Ramayana dan Mahabharata didapat bahwa terdapat proyek menjawakan
karya Bagawan Wyasa. Hal tersebut terbukti dengan ditemukan gubahan-gubahan
berbetuk Kekawin, Prosa maupun Kidung.
Tentang masa pengubahan Ramayana di Jawa terdapat beberapa pendapat
Zoutmulder berpendapat bahwa Kekawin Ramayan ditulis pada masa kerajaan Kediri
abad ke 11-12 M. ada juga yang menyatakan Kekawin ini ditulis pada masa
pemerintahan Diah Balitung tahun 898-910 M. ada juga yang menyatakan bahwa
karya ini ditulis pada masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh tahun 991-1007 M.
Semua pendapat ini didasarkan atas karenkter tulian dengan membandinkan prasasti
yang ada.
Di Indonesia, salinan berbagai bagian dari Mahabharata,
seperti Adiparwa, Wirataparwa, Bhismaparwa dan mungkin juga beberapa parwa
yang lain, diketahui telah digubah dalam bentuk prosabahasa Kawi (Jawa Kuno)
semenjak akhir abad ke-10 Masehi. Yakni pada masa pemerintahan
raja Dharmawangsa Teguh (991-1016 M) dari Kadiri. Karena sifatnya itu, bentuk
prosa ini dikenal juga sebagai sastra parwa.
Yang terlebih populer dalam masa-masa kemudian adalah penggubahan cerita itu
dalam bentuk kakawin, yakni puisi lawas dengan metrumIndia berbahasa Jawa Kuno.
Salah satu yang terkenal ialah kakawin Arjunawiwaha (Arjunawiwha, perkawinan
Arjuna) gubahan mpuKanwa. Karya yang diduga ditulis antara 1028-1035 M ini
(Zoetmulder, 1984) dipersembahkan untuk raja Airlangga dari kerajaan Medang
Kamulan, menantu raja Dharmawangsa.
Karya sastra lain yang juga terkenal adalah kakawin Bharatayuddha, yang
digubah oleh mpu Sedah dan belakangan diselesaikan oleh mpu Panuluh (Panaluh).
Kakawin ini dipersembahkan bagi Prabu Jayabhaya (1135-1157 M), ditulis pada
sekitar akhir masa pemerintahan raja Daha (Kediri) tersebut. Di luar itu, mpu Panuluh
juga menulis kakawin Hariwanga di masa Jayabaya, dan diperkirakan pula
menggubah Gaotkacraya di masa rajaKertajaya (1194-1222 M) dari Kediri.
Beberapa kakawin lain turunan Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di
antaranya adalah Kyana (karya mpu Triguna) danBhomntaka (pengarang tak
dikenal) keduanya dari jaman kerajaan Kediri, dan Prthayaja (mpu Tanakung) di
akhir jaman Majapahit. Salinan naskah-naskah kuno yang tertulis dalam lembar-
lembar daunlontar tersebut juga diketahui tersimpan di Bali.
Di samping itu, mahakarya sastra tersebut juga berkembang dan memberikan
inspirasi bagi berbagai bentuk budaya dan seni pengungkapan, terutama di Jawa dan
Bali, mulai dari seni patung dan seni ukir (relief) pada candi-candi, seni tari,
seni lukis hingga seni pertunjukan seperti wayang kulit dan wayang orang. Di dalam
masa yang lebih belakangan, kitab Bharatayuddha telah disalin pula oleh pujangga
kraton Surakarta Yasadipura ke dalam bahasa Jawa modern pada sekitar abad ke-18.
Bila kita mengkaji lebih jauh tentang ajaran Sradha, khususnya keyakinan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, sejak proses penyusunan sampai dengan bagian akhir kitab
Ramayana , karya Maharsi Valmiki ini menunjukan pemujaan kepada dewa-dewa
Trimurti.
Seperti halnya pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa di dalam kitab-kitab
Purana, maka di dalam kitab-kitab Itihasa ( Ramayana dan Mahabharata) yang sangat
penting dan dominan dipuja adalah Dewa Brahma, Wisnu, Siwa, Ganesa, Laksmi, dan
Parvati. Demikian pula pemujaan kepada Dewa Surya, Agni, dan lain-lain yang beasal
dari zaman Veda masih berlanjut pada kitab-kitab Itihasa. ( Roychoudary, 1983:69)
B. Ajaran Moralitas dalam Ramayana
Kata moral berasal dari bahasa Latin mos ( jamak: mores) yang berarti: kebiasaan,
adat. Dalam bahasa Inggris, dan banyak bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia , kata
mores dipakai dalam arti sama dengan kata etika,yakni dalam 3 arti, yaitu: 1) ilmu
tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (ahlak);
2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan ahlak; 3) nilai mengenai benar
dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Ajaran etika atau moralitas dalam Agama Hindu memiliki keddukan yang sangat
penting, karena hakekatnya, pengalaman ajaran agama akan memancardalam prilaku,
etika atau moralitas. Etika atau moralitas masih bersifat filosofis,sedang tata susila
atau budi pekerti merupakan perbuatan yang sifatnya empiric. Ajaran moralitas
menuntun umat manusia senantiasa untuk berbuat baik dan benar, menghindarkan diri
dari perbuatan yang salah dan tidak benar.
Mengingat Itihasa seperti pula halnya kitab-kitab Purana yang mrupakan glossary
dan sekaligus pula ensiklopedi dari ajaran suci Veda, maka semua ajaran moralitas
yang terkandung di kitab suci Veda akan ditemukan penglamannya di dalam kitab-
kitab Itihasa.
Ada penulis tentang moral yang diberikan secara abstrak dan prinsip formal
tentang moralitas,yang sering tidak dipraktekan sebab merupakan kontek di luar
kehidupan, tetapi Valmiki member contoh yang kongkret tentang prinsip-prinsip
kebenaran dari perbuatan manusia secara nyata (Bhattcharji,1984,210). Ramayana
(Bansi,2005:266) menggambarkan pemikiran Hindu tentang kesucian wanita dan pria,
persahabatan, kesetiaan, pengorbanan, tugas raja dan hubungan keluarga. Beberapa
persoalan berkaitan dengan moral atau morlitas dapat ditemukan dalam Ramayana
diantaranya ( Bansi, 2005:283). Persoalan etika dan moralitas lainnya adalah cerita
sisipan pada Uttarakanda (LXXV.14) yakni cerita seorang Sudra bernama Sambuka.
Di Bali umat Hindu mewarisi ajaran kepemimpinan yang bersumber pada kitab
Ramayana Kakavin(XXIV.51-60) berbahasa Jawa Kuno(Santoso,1980:623) yang
populer disebut Astabrata. Demikian ajaran ketuhanan(teologi), ajaran moralitas dan
kepemimpinan yang dapat di temukan dalam kitab Ramayana.