Budaya pewayangan telah lama hidup dan berkembang. Istilah ringgit dan
wayang telah lama didapat, antara lain ditemukan dalam kakawin
Arjunawiwaha yang ditulis oleh Mpu Kanwa pada jaman pemerintahan
raja Airlangga, abad sebelas (Poerbatjaraka, 1952:17), dan dalam
kakawin Parthayajna pada jaman kerajaan Majapahit. (Zoetmulder, 1983:
462), abad 13-14. Jika menurut sumber cerita yang hidup sejak abad
sembilan sampai abad empatbelas dapat diambil kesan, bahwa budaya
pewayangan didukung oleh cerita yang berasal dari cerita yang bersumber
sikles cerita Ramayana dan Mahabharata.
J.J. Ras mengatakan, bahwa panggung wayang kulit Jawa berkaitan erat
dengan panggung wayang kulit Bali, yaitu jenis wayang yang biasa
disebut wayang parwa, yaitu jenis wayang yang mementaskan cerita yang
diambil dari parwa-parwa Mahabharata dan cerita Ramayana.(Ras,
1976:3).
Dalam bab pendahuluan telah disebut, bahwa cerita yang ada dalam
parwa Mahabharata telah hidup dan berkembang lewat kehidupan sastra
Jawa kuna dan Jawa baru. Cerita yang dimuat dalam delapan-belas parwa
sebagian besar ditulis dalam sastra Jawa kuna prosa, dan sabagian
dimuat dalam kakawin Bharatayudha karangan Mpu Sedah Mpu Panuluh.
Kitab Adiparwa, Sabhaparwa, Aranyakaparwa dan Wirataparwa memuat
cerita tokoh Pandawa sejak kecil, masa remaja dan dewasa setelah
mereka kawin. Dalam Swargarohanaparwa dimuat kisah tentang kematian
para Pandawa. Kitab Bharatayudha memuat kisah perang saudara antara
Pandawa dengan Korawa, dan berakhir kemusnahan para Korawa. Isi
pokok dalam kitab Bharatayudha itu sejalan dengan isi cerita dalam
Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa,
Gandaparwa dan Aswatthamaparwa. Dalam parwa lain (Stripralapaparwa,
Santikaparwa, Aswamedaparwa, Asramawasaparwa, Mausalaparwa,
Prasthanikaparwa), erisi cerita Pandhawa sesudah perang Bharatayudha.
1. Kakawin Parthayajna
Arjuna menghadap dewa Kama dan Ratih yang berada di tepi sebuah
danau, kemudian menghormatnya. Dewa Kama banyak memberi nasihat
kepada Arjuna dalam hal mencari kebahagiaan. Kemudian Kama memberi
petunjuk arah Indrakila dan tempat pertapaan Dwaipayana. Kama
memberi tahu, bahwa raksasa Nalamala ingin mengadu kesaktian dengan
Arjuna. Nalamala adalah anak Durga yang lahir dari ujung lidah sebelum
beranak Ganesya. Bila kalah Arjuna supaya bersamadi memuja dewa
Siwa. Tak berapa lama kemudian Kama lenyap, Arjuna melanjutkan
perjalanan.
Dua bidadari utusan Indra datang menemui Arjuna, minta agar Arjuna
bersedia menolong para dewa dengan membunuh Niwatakawaca.
Kemudian Arjuna bersama dua bidadari datang di kerajaan Indra.
Arjuna dan Supraba ditugaskan untuk mengetahui rahasia kesaktian
Niwatakawaca. Mereka berdua pergi ke Himataka. Supraba disambut oleh
bidadari yang lebih dahulu diserahkan kepada Niwatakawaca. Arjuna
mengikutinya, tetapi raksasa tidak dapat melihat karena kesaktian Arjuna.
Tipu muslihat Supraba berhasil, ia mengetahui rahasia kesaktian
Niwatakawaca. Yang berada di ujung lidah. Setelah mengerti rahasia
kesaktian Niwaatakawaca, Arjuna membuat huru-hara, dengan
menghancurkan pintu gerbang istana. Suprabha terlepas dari kekuasaan
Niwatakawaca, lalu meninggalkan Himataka. Niwatakawaca merasa kena
tipu, lalu mempersiapkan pasukan untuk menyerang kerajaan Indra. Para
dewa juga bersiap-siap melawan serangan prajurit Niwatakawaca. Maka
terjadilah perang besar-besaran. Arjuna menyusup ditengah-tengah
barisan, mencari kesempatan baik untuk membunuh Niwatakawaca.
Akhirnya anak panah Arjuna berhasil menembus ujung lidah
Niwatakawaca. Niwatakawaca mati di medang pertempuran. Perang pun
selesai.
Arjuna naik kereta diantar oleh Matali. Para bidadari menangis atas
kepergiannya. Sumber Cerita: Naskah Kirtya Nomor 1092 R.S
Subalidinata
4. Kakawin Bharatayudha
Kakawin Bharatayudha dikarang oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh pada
jaman Jayabhaya. Isi ringkas cerita Bharatayudha sebagai berikut:
Kresna datang di Hastina. Jamuan makan telah siap, tetapi Kresna tidak
mau dijamu sebelum selesai perundingan.
Kresna mengunjungi Kunti, ibu para Pandhawa. Kunti menjadi sedih, dan
teringat putra-putranya yang dibuang ke hutan. Kresna menghibur Kunti,
lalu pergi menemui Widura. Duryodhana berunding dengan Sengkuni,
Dussasana dan Karna. Mereka memandang Kresna sebagai musuh.
Kresna diterima oleh Duryodhana di bangsal agung. Kresna minta agar
perselisihan Korawa dan Pandawa diselesaikan dengan damai, negara
Hastina dibagi dua. Dhrtarastra, para resi, Drona dan Bhisma menyetujui
usul itu. Namun Duryodhana bersama keluarga Korawa menolak, dan
akan membunuh Kresna. Mengetahui rencana Duryodhana dan para
Korawa, Kresna segera meninggalkan bangsal agung. Kresna marah, lalu
triwikrama, menampakkan diri sebagai Wisnu yang dahsyat dan
menakutkan. Para Korawa ketakutan. Mereka memuja-muja agar tidak
membinasakan keluarga Korawa. Kalau Korawa musnah, tidak akan
terjadi perang. Jika demikian Bhima dan Dropadi tidak jadi membalas
dendam.
Banjaran Pandawa 4
Kisah Perang Baratayuda
Banjaran Pandawa 5
Pandawa Muksa
R.S. Subalidinata
Banjaran Pandawa 6
Kitab Nawaruci dan Kitab Sudamala
Sementara itu Dewa Citragada dan Citrasena juga dikutuk oleh Sang
Hyang Guru, karena berbuat tidak sopan terhadap Sang Hyang Guru. Dua
dewa itu menjadi berujud raksasa, bernama Kalantaka dan Kalanjana.
Mereka berdua kemudian disuruh menyusul untuk menemani Ranini di
Setra Gandamayu. Oleh Ranini dua raksasa tersebut diangkat menjadi
anak dan membantu Duryodana, raja Hastina.
Ranini minta agar Kunti menyerahkan Sadewa, tetapi Kunti tidak bersedia
menyerahkannya, karena Sadewa bukan anaknya. Sebagai ganti, Ranini
boleh memilih diantara tiga anaknya yaitu: Dananjaya, Bima atau
Darmawangsa. Tetapi Ranini tidak menyukai mereka, kecuali Sadewa.
Sadewa tidak jadi dibawa di tempat Ranini. Durga marah. Kalika disuruh
merasuki Kunti lagi, sehingga Kunti kembali goncang ingatannya. Sadewa
dipaksa ikut pergi ke Setra Gandamayu. Sesampainya di Setra
Gandamayu, Sadewa diikat pada pohon randu, dan ditunggu oleh Semar.
Kalika jatuh cinta pada Sadewa dan membujuk Sadewa agar mau
menerima cintanya. Namun Sadewa tidak mau menanggapi, dan lebih
baik mati dari pada membalas cinta Kalika. Kalika marah, ditabuhnya
tong-tong yang ada disekitarnya. Tak lama kemudian, hantu-hantu keluar
bedatangan menakut-nakuti Sadewa. Namun Sadewa tidak takut, bahkan
dari tubuhnya mengeluarkan daya kesaktian yang luar biasa. Semua
hantu yang menggoda pergi meninggalkan Sadewa. R.S. Subalidinata
Ranini diruwat oleh Sadewa kembali menjadi Uma, Dewi yang sangat
cantik jelita.
Atas jasa Sadewa, Uma memberi anugerah senjata dan memberi
gsebutan Sadewa
dengan nama Suda Mala yang artinya menghapus wujud yang jahat.
karya Herjaka HS
Banjaran Pandawa 7
Kidung Sudamala
Uma ke taman bercermin pada air telaga yang jernih. Ia menjadi gembira
dan mengucapkan terimakasih kepada Sadewa, ia bersyukur hukumannya
telah selesai. Ia merasa berhutang kepada Sadewa. Sadewa disebutnya
Sang Sudamala, karena ia telah menghapus wujud yang jahat.
Selanjutnya Sang Sudamala disuruh pergi ke Prangalas, tempat petapaan
Tambapetra. Sadewa dianugerahi senjata lalu berangkat ke Prangalas.
Kalika minta diruwat juga, tetapi Sadewa tidak mau, Kalika menemui
Semar, ia minta diruwatnya. Semar bersedia meruwat asal disediakan
sajian sebakul nasi, satu daging anjing panggang dengan berbumbu, dan
satu guci tuak. Tetapi kesanggupan Semar hanya tipuan belaka. Setelah
semua permintaan di siapkan, segera dimakan habis oleh Semar. Kalika
tidak diruwat, karena Semar tidak dapat meruwatnya.
Serat Mintaraga
Serat Mintaraga karangan Sunan Paku Buwana III ditulis dalam bentuk
tembang macapat pada tahun 1704 Jawa. Raden Ngabei Yasadipura I juga
mengarang cerita Arjuna bertapa, dikenal dengan sebutan Serat Wiwaha
Jarwa. Dr.M. Prijohoetomo mengarang cerita Mintaraga dalam bentuk
prosa, berjudul Serat Mintaraga Gancaran (Prijohoetomo, BP. 1953) Isi
pokok cerita Mintaraga yaitu sebagai berikut:
Serat Dewaruci
dari sanalah asal kiblat dan empat warna hitam merah kuning putih
seusai kehidupan di alam ini semuanya akan berkumpul menjadi satu,
tanpa terbedakan lelaki perempuan tua muda besar kecil kaya miskin,
akan tampak bagai lebah muda kuning gading
amatilah lebih cermat, wahai werkudara anakku
itu tak boleh terjadi, bila belum tiba saatnya, hai werkudara
mengenai zat sejati, engkau akan menemukannya sendiri
setelah memahami tentang penyebab gagalnya segala laku serta bisa
bertahan dari segala goda,
di saat itulah sang suksma akan menghampirimu,
dan batinmu akan berada di dalam sang suksma sejati
dan blassss . . . !
sudah keluarlah sang bima dari raga dewaruci sang marbudyengrat
kembali ke alam nyata di tepian samodera luas sunyi tanpa sang dewaruci
sang bima melompat ke daratan dan melangkah kembali
siap menyongsong dan menyusuri rimba belantara kehidupan
Serat Partakrama.
R.S. Subalidinata
Srikandhi melatih prajurit (oil pada kanvas 120 cm x 80 cm, karya
Herjaka HS 2009)
Cerita kelahiran Pandhawa dimuat dalam kitab Adiparwa. Isi pokok cerita
itu sebagai berikut:
Pandhu dinobatkan menjadi raja oleh Bhisma. Ia naik tahta kerajaan
untuk melindungi dunia. Negara disekitarnya takluk kepadanya, antara
lain negara Magada, Matila, Kasi, Sukma dan Swendra.
Pandhu menjadi susah, lalu bercerita kepada kedua isterinya Kunti dan
Madri ikut menangis dan ikut bersedih hati. Mereka berdua disuruh
kembali ke istana, mengikuti Bhisma dan Widura, supaya memberitahu
kepada Dhestarastra, Ambika dan Ambalika. Sedangkan Ia akan hidup
bertapa. Kedua isteri tidak mau kembali ke negara, mereka mengikuti
Pandhu hidup di pertapaan. Mereka melepas pakaian kebesaran dan
mengenakan pakaian kulit kayu, menyusuri gunung Nagasthagiri,
Citraratawahana, asrama Nagasthama, Indradyumna, Hangsakuta,
berakhir di Saptarengga.
Pandhu dan dua isterinya tinggal di Saptarengga. Pada suatu ketika Kunti
dipanggil, diberi ajaran masalah darma. Bertapa itu darma, tetapi tidak
akan kembali ke sorga. Hasil tapa tidak akan dinikmati oleh orang yang
tidak beranak. Maka Pandhu berkesimpulan bahwa tapa mereka tidak
berguna, karena mereka tidak beranak.
Pesta besar di negara Ngastina. (Pandjang Mas Tahun III, 1955 No.9 dan
10)
R.S. Subalidinata.
Di negara Umbul Tahunan sang raja Prabu Kala Kuramba juga ingin
mengikuti sayembara dan memperisteri Drupadi, putri raja Pancalareja.
Raja menugaskan Kala Gragalba untuk menyampaikan surat lamaran.
Kala Gragalba disertai Kala Gendhing Caluring, Kala Palunangsa,
Wijamantri dan Tejamantri berangkat ke Cempalareja. Perjalanan Kala
Gragalba bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, Kala
Gragalba dan perjuritnya terdesak, mereka menyimpang jalan.
Raja Dhestharata dihadap oleh Arya Suman dan Patih Sanjaya. Mereka
membicarakan anak Pandhu yang lahir, tetapi masih berada dalam
bungkus. Bayi berbungkus itu diasingkan ke hutan Krendhawahana.
Konon Premadi telah diutus menghadap Bagawan Abiyasa untuk minta
pertolongan agar bayi segera keluar dari bungkus. Dhestharata minta
agar Arya Suman dan Warga Korawa berusaha ikut memecahkan
bungkus. Setelah pertemuan selesai Dhestharata masuk ke istana,
memberi tahu kepada permasuri tentang bayi anak Pandhu.
Arya Suman menjumpai para Korawa dan bercerita tentang bayi bungkus.
Ia diperintah raja untuk membantu memecahkannya. Dursasana usul agar
bayi dalam bungkus dibunuh saja, dengan dalih pura-pura menolongnya.
Kala Dahana raja Batareta dihadap oleh Patih Kala Bantala, Kala Maruta,
Kala Ranu dan abdi perempuan bernama Kepet Mega. Raja bercerita
tentang mimpinya. Dalam mimpi raja bertemu dengan Citrawarsiti putri
raja Karentegnyana di Tasikmadu. Raja Kala Dahana ingin memperisteri
putri itu, lalu mengutus Patih Kala Bantala untuk menyampaikan surat
lamaran. Patih Kala Bantala segera minta diri, berangkat ke Tasikmadu.
Para perajurit raksasa ikut menyertainya. Di tengah perjalanan perajurit
raksasa itu bertemu dengan perajurit Korawa. Maka terjadilah
perselisihan, mereka bertempur. Perajurit Batareta menyimpang jalan,
menghindari perang.
Bathara Guru dihadap oleh Dewi Uma, Bathara Narada dan beberapa
dewa lainnya. Bathara Narada memberi tahu, bahwa gara-gara terjadi
karena seorang bayi dalam bungkus, yang tergolek di hutan
Krendhawahana. Bathara Guru minta agar Bathara Narada mengajak
Gajahsena turun ke Marcapada, membantu kelahiran bayi bungkus.
Bathara Narada dan Gajahsena turun ke Marcapada.
Patih Mandanasraya usul agar raja Tasikmadu minta bantuan kepada raja
Ngastina. Raja mencari bantuan, Citrawarsita ditugaskan ke Ngastina.
Patih Kala Bantala melapor kepada raja Kala Dahana, bahwa lamarannya
ditolak. Kala Dahana marah, lalu menyiapkan perajurit untuk menyerang
negara Tasikmadu dan Ngastina.
Puspawati anak raja jin bernama Kombang Aliali bermimpi. Dalam mimpi
ia bertemu dengan Arjuna. Prabu Kombang Aliali diminta untuk
mencarikannya. Raja berangkat, masuk ke hutan dan bertemu dengan
Arjuna. Raja Kombang Aliali minta agar Arjuna mau diambil menjadi
menantu. Arjuna tidak bersedia, tetapi dapat ditangkap oleh raja jin, lalu
dibawa ke kerajaannya, dan dipertemukan dengan Puspawati. Prabu
Kombang Aliali minta melihat keris Pulanggeni milik Arjuna. Keris Arjuna
diberikan, lalu digunakan untuk bunuh diri. Kombang Aliali musnah,
bersatu dengan Arjuna.
Bima masuk ke dalam samodera mencari air suci (karya Herjaka HS)
Bima berguru kepada pendeta Durna. Ia disuruh mencari air yang bisa
menyucikan dirinya. Bima lalu ke Ngamarta, memberitahu dan pamitan
kepada saudara-saudaranya. Yudisthira diminta oleh ketiga adiknya
supaya menghalangi keinginan Bima. Bima tidak dapat dihalangi, lalu
pergi berpamitan dan minta petunjuk kepada pendeta Durna.
Bima tiba di Ngastina menemui pendeta Durna yang sedang dihadap oleh
para Korawa. Mereka terkejut melihat kedatangan Bima. Semua yang
hadir menyambut kedatangan Bima dengan ramah. Pendeta Durna
menanyakan hasil kepergian Bima. Bima menjawab bahwa ia tidak
menemukan air suci di gunung Candramuka. Ia hanya menemukan dua
raksasa dan sekarang telah mati dibunuhnya. Pendeta Durna berkata,
bahwa air suci telah berada di pusat dasar laut. Bima percaya dan akan
mencarinya. Dengan basa-basi Duryodana memberi nasihat agar Bima
berhati-hati. Bima berpamitan kepada pendeta Durna dan Doryudana.
Bima tiba di pusat dasar samodera, bertemu dengan Dewa Ruci. Dewa
Ruci dapat menjelaskan asal keturunannya Bima dan menyebut sanak
saudaranya. Lagi pula Dewa Ruci tahu maksud kedatangan Bima di pusat
dasar samodewa. Dewa Ruci memberi nasihat, orang jangan pergi bila
tidak tahu tempat yang akan ditujunya. Jangan makan bila belum tahu
rasa makanan yang akan dimakannya. Jangan mengenakan pakaian bila
belum tahu nama pakaian yang akan dikenakannya. Barang siapa tidak
tahu, bertanyalah kepada orang yang telah tahu. Bima merasa hina, lalu
minta berguru kepada Dewa Ruci. Bima disuruh masuk ke rongga perut
Dewa Ruci. Bima heran mendengar perintah Dewa Ruci. Ia harus masuk
melalui jalan mana, bukankah Dewa Ruci lebih kecil dari pada Bima. Dewa
Ruci berkata, bahwa dunia seisinya bisa masuk ke rongga perutnya. Bima
disuruh masuk lewat lubang telinga kiri. Tibalah Bima di dalam rongga
perut Dewa Ruci. Ia melihat samodera besar lagi luas, tidak bertepi.
Ketika ditanya, Bima menjawab, bahwa ia hanya melihat angkasa kosong
jauh sekali, tidak mengerti arah utara selatan, timur barat dan atas
bawah. Ia kebingungan. Tiba-tiba terang benderang, Bima merasa
menghadap Dewa Ruci. ia tahu arah segala penjuru angin. Dewa Ruci
bertanya tentang sesuatu yang dilihat oleh Bima. Bima menjawab, bahwa
hanya warna hitam merah kuning dan putih yang dilihatnya. Dewa Ruci
memberi wejangan kepada Bima. Setelah menerima wejangan, Bima
merasa senang. Ia tidak merasa lapar, sakit dan kantuk. Ia ingin menetap
tinggal di rongga perut Dewa Ruci. dewa Ruci melarang, Bima diwejang
lagi tentang hakekat hidup manusia. Sempurnalah pengetahuan Bima
tentang hidup dan kehidupan.
Bima telah lepas dari rongga perut Dewa Ruci, lalu minta diri kembali
menemui saudara-saudaranya di Ngamarta. Yudisthira mengadakan pesta
bersama keluarga menyambut kepulangan Bima. Yasadipura I, 1928: I-V
lukisan tinta pada kertas 50 cm x 60 cm, karya Herjaka HS
Raja Basudewa, Arya Prabu dan Patih Saragupita berada di tengah hutan
Tikbrasara. Mereka berunding tentang usaha menghalau binatang supaya
masuk ke Pagrogolan. Perajurit beramai-ramai menghalau binatang
buruan. Banyak binatang terperangkap dalam Pagrogolan, antara lain
Kidangwulung. Kemudian Kidangwulung dibawa pulang ke negara
Mandura.
Kunthi yang sedang hamil tua menerima kitirn seta, dan kemudian
lahirlah bayi didalam kandungan. Mereka yang ada di ruangan itu gugup
dan bingung, Bima kemudian membawa bayi yang sedang lahir ke
Mandura menyusul Pandu. Begawan Abyasa dan Petruk mengawal dari
belakang.
“Kelahiran” tinta pada kanvas, karya Herjaka HS
Bayi perempuan sembadra dan bayi laki-laki Parmadi dipangku oleh raja
Basudewa. Sumbadra pada paha kiri dan Parmadi pada paha kanan.
Basudewa berkata, kedua bayi ditunangkan, kelak supaya hidup sebagai
suami isteri dan menurunkan raja besar.
Prabu Baladewa dihadap oleh Patih Pragota dan Patih Prabawa. Mereka
membicarakan rencana Udawa yang mengadakan sayembara. Prabu
Baladewa mencemaskan kesaktian Udawa. Patih Pragota dan Patih
Prabawa disuruh menguji kesaktian Udawa. Dua Patih dan Prabu
Baladewa pergi ke Widarakandhang.
Narayana dihadap oleh Antagopa, Udawa, Dyah Rara Ireng dan Dyah
Rarasati. Narayana bertanya maksud Udawa mengadakan sayembara.
Udawa menjawab, karena banyak kesatria yang melamar Rarasati.
Sayembara dimaksud untuk memperoleh calon suami Rarasati yang sakti.
Narayana menyetujuinya.
Udawa tidak menghiraukan saran Patih Pragota dan Prabawa, lalu terjadi
perkelahian. Dua patih tidak mampu melawan dan akhirnya menyerah
kalah. Prabu Baladewa menyetujui rencana Udawa.
Prabu Kresna dihadap oleh Patih Udawa, Satyaki dan keluarga Dwarawati.
Prabu Kresna memberi tahu tentang kepergian Arjuna dari Madukara.
Prabu Kresna ingin mencarinya. Perundingan selesai, kemudian bubaran.
Prabu Kresna berpamitan dengan tiga isterinya yaitu Rukmini, Jembawati
dan Setyaboma.
Negara Tasikmadu telah aman dan damai. Para Pandhawa, Prabu Kresna
dan keluarga kerajaan Tasikmadu mengadakasn pesta penobatan Prabu
Arjunawibawa. R.S. Subalidinata Mangkunagara VII Jilid XIX, 1932: 19-23
Prabu Duryodana dihadap oleh Resi Kumbayana dan Patih Sengkuni. Raja
ingin mengawinkan Dursasana, dan membicarakan berita sayembara di
pertapaan Yasarata. Barangsiapa bisa mengalahkan Wasi Anantasena
murid Begawan Kanwa, boleh memperisteri Endhang Ulupi. Mereka yang
hadir setuju, Adipati Karna dan Jayadrata diangkat menjadi utusan. Raja
masuk ke istana, memberi kabar kepada permaisuri tentang rencana
pencarian jodoh untuk Dursasana. Patih Sengkuni, Adipati Karna,
Jayadrata, Kartamarma, Durmagati, Citraksa, Citraksi bersama perajurit
menuju Yasarata.
Bathara Durga dihadap Dewa Srani dan Patih Endra Madhendha. Dewa
Srani minta ijin mengikuti sayembara ke Yasarata untuk memperoleh
Endhang Ulupi. Bathari Durga merestuinya. Kala Prakempa, Kala
Pralemba dan Kala Kathaksini disuruh mengawal kepergian Dewa Srani.
Arjuna menghadap Hyang Kamajaya dan Dewi Ratih di Cakrakembang.
Arjuna mengatakan kesedihannya, sebab telah sampai waktu janji
menyambut Dewi Hagraini. Ia tidak dapat menemukan dan lebih baik
mati. Hyang Kamajaya berkata, bahwa Hagraini telah menjelma di
Yasarata. Arjuna minta diri pergi ke Yasarata. Perjalanan Arjuna dicegat
raksasa dari Tunggulmalaya. Raksasa mati dipanah Arjuna.
Prabu Kresna dihadap oleh Samba, Setyaki, Setyaka dan Udawa. Prabu
Kresna ingin mencari keluarga Pandhawa lalu pergi dari Dwarawati.
Bathari Durga menolong Dewa Srani yang jatuh terlempar angin kencang.
Setelah tahu masalahnya, Bathari Durga menyuruh Patih Yaksa pergi ke
Yasarata, membunuh Arjuna dan menculik Endhang Ulupi. Patih Yaksa
segera berangkat ke Yasarata.
Bathara Endra dihadap oleh Bathara Brama dan para dewa. Mereka
membicarakan Prabu Niwatakawaca raja Ngimaimantaka yang bersama
perajurit akan menyeang Indraloka. Bathara Endra telah menerima ilham,
bahwa ada manusia yang sedang bertapa, kelak akan dapat
menolongnya. Manusia itu bernama Arjuna, ia sedang bertapa di
Indrakila. Bathara Endra meragukan tujuan tapa Arjuna itu. Para dewa
disuruh mengusir para perajurit Ngimaimantaka yang bersiap-siap di luar
negara.
Babi hutan mati kena panah Arjuna dan panah Keratarupa. Arjuna dan
Keratarupa berebut sebagai pemanah babi hutan. Terjadilah perkelahian.
Keratarupa ditangkap, lalu dibanting, seketika lenyap. Tampaklah Hyang
Siwah, Arjuna datang menghormatinya. Hyang Siwah menganugerahkan
panah Pasupati kepada Arjuna.
Mengetahui hal itu, seorang abdi wanita yang bertugas melayani Banowati
melarikan diri, memberitahu kepada raja Duryodana. Dikatakan bahwa di
istana permaisuri kemasukan pencuri. Dursasana, Sindureja dan
Jayadrata disuruh masuk ke istana untuk menangkap pencuri tersebut.
Abimanyu dan Irawan keluar dari kamar, untuk melawan para perajurit
Ngastina yang akan menangkap Arjuna. Jayadrata dipukul oleh Abimanyu,
Dursasana dihantam oleh Irawan. Mereka tidak mampu melawan putra
Pandhawa, lalu melarikan diri. Dengan mundurnya Jayadrata dan
Dursasana, Adipati Karna tampil di medan perkelahian dan terjadilah
perang besar. Adipati Karna dilawan oleh Anantasena. Gathotkaca datang,
ikut melawan perajurit Korawa.
Prabu Duryodana minta maaf kepada para Pandhawa dan Kresna. Mereka
dijamu dengan pesta besar di kerajaan Ngastina.
RS. Subalidinata
Mangkunegara VII, Jilid VIII, 1932: 3-8
Prabu Jatikusuma raja Paranggubarja iri hati karena Arjuna dikasihi oleh
para dewa. Raja ingin beristeri para bidadari, dan ingin menjadi
“lelananging jagad”. Raja minta kepada Ditya Kala Gredhaksa untuk
menyiapkan perajurit. Perajurit raksasa yang dipimpin oleh Kala
Gredhaksa, Kala Grendhaka dan Kala Gredhana berangkat dari negara
Pranggubarja. Barisan perajurit raksasa bertemu dengan barisan
Dwarawati. Terjadilah perang, perajurit raksasa menyimpang jalan, pergi
meninggalkan medan pertempuran.
Arjuna bersama para panakawan berjalan dihutan Krendhayana. Mereka
bertemu barisan raksasa. Terjadilah perang, para raksasa musnah oleh
Arjuna. Togog dan Sarawita lari kembali ke kerajaan Paranggubarja.
Sang Hyang Pramoni menghadap Sang Hyang Guru yang sedang dihadap
oleh Hyang Narada, Hyang Bayu, Hyang Yamadipati,Hyang Patuk, Hyang
Temboro dan dewa lainnya. Sang Hyang Pramoni melapor sikap Arjuna
yang mengaku “lelananging jagad.” Hyang Guru marah, lalu turun ke
marcapada.
Patih Sakuni dan Adipati Karna mengajak para Korawa untuk segera
bersiap-siap pergi ke Ngamarta. Setelah siap mereka berangkat.
Prabu Jathayaksa raja Guwa Miring dihadap oleh Jathayaksi dan Patih
Jathaketu. Raja ingin melamar Dyah Sarimaya putri Prabu Sukendra raja
Srawantipura. Ditya Kala Meru diutus menyampaikan surat lamaran. Ditya
Kala Meru segera berangkat.
Prabu Puntadewa raja Ngamarta dihadap oleh Bima, Nakula dan Sadewa.
Prabu Kresna datang menanyakan kabar tentang Arjuna. Patih Sakuni,
Adipati Karna dan para Korawa datang. Mereka mendengar cerita Prabu
Puntadewa tentang Arjuna. Kresna ingin ke Madukara. Adipati Karna
beserta para Korawa heran. Kresna dan Bima pergi ke Madukara.
Kresna dan Bima datang menghormat, Sang Hyang Wisesa memberi tahu
kepada Kresna dan Bima, bahwa Arjuna adalah “Lelananging Jagad.”
Sesudah memberi tahu kepada Kresna dan Bima, Sang Hyang Wisesa
tidak menampakkan diri. Para Pandhawa senang hatinya.
Bathara Narada dan Bathara Srita, Bathara Yama, Bathara Aswi, Bathara
Aswin dan Lembu Andini menghadap Bathara Guru. Bathara Guru
bertanya kepada Bathara Aswi dan Bathara Aswin, sebab apa mereka
berdua turun ke Ngastina. Mereka menjawab, bahwa mereka datang atas
panggilan Madrim isteri Raja Pandhu, yang ingin mempunyai anak.
Bathara Guru menyuruh agar mereka berdua turun ke Ngastina, untuk
bertanggungjawab atas kelahiran bayi yang akan datang. Bathara Aswi
dan Bathara Aswin berangkat ke Ngastina.
Prabu Salya raja Mandraka dihadap oleh permaisuri, Rukmarata dan Patih
Tuhayata. Raja berkata, ingin menghadiri perkawinan Sadewa di
Ngamarta. Mereka bersiap-siap, lalu berangkat menuju Ngamarta.
Prabu Duryodana berkata kepada para warga Korawa, bahwa raja akan
pergi ke Banyuwangi. Raja dan permaisuri pergi bersama, para Korawa
mengawalnya.
Sadewa menghadap Bagawan Abyasa di Wukir Retawu, minta restu atas
perkawinannya. Sang bagawan merestuinya. Sadewa disuruh berangkat
terlebih dahulu, sang bagawan akan menyusulnya.
Bathara Kamajaya, Dewi Ratih, dan Dewi Rarasati datang beserta empat
puluh bidadari dan perlengkapan upacara perkawinan.
Sadewa naik kereta bersama Bathara Kamajaya, diikuti kereta para raja,
kereta para Bidadari dan pengawal lainnya. Mereka menuju ke
Banyuwangi.
Badhwangan Nala telah duduk bersama Patih Nirbita. Bathara Endra dan
beberapa dewa menanti kedatangan calon pengantin.
Kunthi dan para Pandhawa berjalan menyusuri hutan. Pinten dan Tangsen
kehausan. Arjuna disuruh mencari air.
Air sendang diserahkan kepada ibunya. Semua minum air, kecuali Semar.
Semua yang minum air mati. Semar marah, sendang dikeringkan airnya.
Lalu datanglah jin minta hidup, air sendang minta tidak dikeringkannya.
Semar berhenti membuang air sendang, lalu diberi air hidup untuk
menghidupkan Kunthi dan anak-anaknya. Setelah hidup kembali, mereka
meneruskan perjalanan. Masing-masing berganti nama. Kunthi bernama
Endhang Rini, Yudisthira bernama Tandha Dwijakangka, Bima bernama
Bilawa, Arjuna bernama Kandhi Wrahatnala, Nakula bernama Tripala dan
Sadewa bernama Darmagati
Prabu Suyudana dihadap oleh Pendeta Durna dan Patih Sengkuni. Mereka
berunding tentang perdamaian dengan Pandhawa. Tengah mereka
berbicara Nakula datang, bertanya tentang rencana kehadiran raja
Suyudana. Raja Suyudana minta agar Pandhawa menyiapkan Balai
Kencana bertiang delapanratus. Nakula minta diri, raja suyudana masuk
istana.
Duryodana sedang dihadap oleh para Korawa, Patih Sakuni dan Pendeta
Durna. Arjuna datang dengan mengacungkan keris, akan membunuh
Duryodana. Pendeta Durna membujuk agar Arjuna menyarungkan
kerisnya. Dikatakan, bahwa Bima dikurung di Gajahoya, sebab ia akan
dinobatkan menjadi adipati.
Pendeta Durna menyuruh para Korawa agar mencuri gada Bima. Gada
Bima ditunggu oleh Bajobarat. Para Korawa diserang oleh Bajobarat. Para
Korawa ketakutan, mereka melarikan diri.
Pandhawa dan Korawa telah hadir di Balai Kencana. Mereka berjanji untuk
menerima separuh bagian kerajaan Ngastina, dan tidak akan
bermusuhan. Kemudian mereka mengadakan pesta besar bersama.
Patih Sakuni dan para Korawa menanti raja, mereka akan ke Balai
Kencana, menyambut kedatangan para Pandhawa. Setelah raja keluar
dari istana, mereka berangkat naik kereta.
Jayalengkara mati oleh Widura, Patih Jayahandaka mati oleh Arjuna, dan
perajurit raksasa musnah oleh Bima.
Para Pandhawa mengadakan pesta bersama Abyasa dan para tamu yang
hadir di Ngamarta.R.S. Subalidinata
Mangkunagara VII Jilid XXVIII, 1932: 15-20
Seorang punggawa yang mabuk minum tuak dan jatuh di depan Kunthi,
Pinten, Arjuna, Tangsen, ketika pesta di Bale Sagalagala
(karya: herjaka HS)
Prabu Kurupati raja Ngastina duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih
Sangkuni, Dursasana, Durmagati, Kartamarma, Citraksa dan Citraksi.
Raja memperbincangkan rencana pembagian negara Gajahoya. Patih
Sangkuni mengusulkan agar para Korawa menyiapkan Bale Sagalagala.
Rumah itu supaya dibuat dari bambu dan diberi obat supaya mudah
terbakar, dan diberi sumbu pada empat sudut kayu penyangga. Setelah
siap dipakai, Kartamarma supaya mengundang para Pandhawa. Setelah
selesai perundingan, raja masuk istana, bercerita kepada permaisuri.
Sepeninggal Arjuna dari Wukir Retawu, datanglah Patih Nirbita dan Seta.
Mereka berdua memberitahu rencana raja Wiratha yang akan memberi
anugerah hutan Wanamarta kepada Pandhawa. Bagawan Abyasa
mengucap terimakasih. Patih Nirbita dan Seta minta diri.
Arjuna dikeroyok oleh jin anak-anak Kombang Aliali. Jin diusir oleh
Arjuna. Kombang Aliali ingin bersatu dengan Arjuna. Arjuna menolak,
sebab tidak mungkin terlaksana.