Anda di halaman 1dari 84

Pagelaran Wayang Kulit Purwa, dari kata Parwa, yang diselenggarakan

rutin di Tembi Rumah Budaya (foto: Barata)

Banjaran Cerita Pandawa (1)

Budaya pewayangan telah lama hidup dan berkembang. Istilah ringgit dan
wayang telah lama didapat, antara lain ditemukan dalam kakawin
Arjunawiwaha yang ditulis oleh Mpu Kanwa pada jaman pemerintahan
raja Airlangga, abad sebelas (Poerbatjaraka, 1952:17), dan dalam
kakawin Parthayajna pada jaman kerajaan Majapahit. (Zoetmulder, 1983:
462), abad 13-14. Jika menurut sumber cerita yang hidup sejak abad
sembilan sampai abad empatbelas dapat diambil kesan, bahwa budaya
pewayangan didukung oleh cerita yang berasal dari cerita yang bersumber
sikles cerita Ramayana dan Mahabharata.

J.J. Ras mengatakan, bahwa panggung wayang kulit Jawa berkaitan erat
dengan panggung wayang kulit Bali, yaitu jenis wayang yang biasa
disebut wayang parwa, yaitu jenis wayang yang mementaskan cerita yang
diambil dari parwa-parwa Mahabharata dan cerita Ramayana.(Ras,
1976:3).

Parwa-parwa Mahabharata Sansekerta banyak disadur dalam bahasa Jawa


kuna. Antara lain: Adiparwa, Sabhaparwa, Aranyakaparwa, (Wanaparwa),
Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Mausalaparwa,
Prasthanikaparwa dan Swargarohanaparwa. Parwa lain yang sebagian
besar isinya dimuat dalam kakawin Bharatayudha karangan Mpu Sedah
dan Mpu Panuluh (Naskah Kirtya Nomor 1060), ialah: Dronaparwa,
Karnaparwa, Salyaparwa, Gadaparwa, Aswathamaparwa,
Stripralayaparwa, Santikaparwa, Aswamedaparwa dan Asramawasaparwa.

Beberapa bagian cerita Mahabharata ada yang dikembangkan dengan


cara diolah, menurut fiksi dan daya kreasi pujangga penulisnya. Dalam
karya sastra Jawa kuna, ditemukan beberapa buku sumber cerita yang
isinya merupakan perkembangan dan pengolahan masalah yang dimuat
dalam cerita Mahabharata. Cerita yang bersumber karya sastra Jawa kuna
itu terus berkembang melalui sastra tulis dan sastra lesan. Pada jaman
sesudah kerajaan Majapahit, yaitu pada jaman kerajaan Demak, sekitar
abad limabelas, budaya pewayangan hidup dan berkembang pula. Sebuah
kitab suluk karangan Sunan Bonang yang dikenal dengan nama Suluk
Wujil, memuat kalimat yang isinya sebagai berikut.: ”Dalang Sari dari
Pananggungan mewayang dengan cerita permulaan perang Bharatayudha,
(Suluk Wujil: bait 90). Selanjutnya diceritakan makna kias Korawa dan
Pandhawa. Pandhawa berada disebelah kiri dikiaskan sebagai nafi. Korawa
berada disebelah kanan, dikiaskan sebagai isbat. Mereka berebut musbat
(Suluk Wujil: bait 99-100)

Pada jaman kerajaan Mataram, Kartasura dan surakarta, cerita


pewayanagn berkembang pesat sebagai salah satu hasil penciptaan jenis
karya sastra pewayangan dan seni pertunjukan wayang kulit. Cerita sikles
Arjunasasra, Rama dan Mahabharata banyak diolah menjadi karya sastra
tulis. Banyak buku yang bermunculan yang dikarang semacan cerita
roman simbolik, teks drama dan cerita pendek. Dengan menampilkan
tokoh-tokoh wayag. Dalam pengembangan cerita Mahabharata, tokoh-
tokoh Pandhawa dan Korawa menjadi pusat perhatian masyarakat. Cerita
yang bertokoh Pandawa banyak mendapat perhatian, dan banyak disusun
banyak cerita tentang tokoh-tokoh itu.

Masyarakat tertarik pada tokoh Pandhawa, terbukti didapatkannya


berbagai judul cerita yang menampilkan tokoh Pandhawa secara bersama
dan secara individu.. sikap masyarakat sangat memperhatikan dengan
tokoh-tokoh Pandhawa, sehingga masing-masing tokoh mempunyai
riwayat hidup seperti manusia. Maka didapat cerita yang berisi tentang
kelahiran, perkawinan, seluk-beluk kehidupan di masyarakat luas sebagai
anggota masyarakat dan kematian tokoh-tokoh Pandhawa itu.
Penggambaran peri kehidupan tokoh-tokoh pewayangan itu seperti
kehidupan manusia, yang diolah dengan berbagai gaya penceritaan
seperti penciptaan karya fiksi yang biasa berlaku dalam dunia sastra
roman.

Kiranya perlu penelitian terhadap cerita yang menampilkan tokoh-tokoh


Pandhawa, yaitu salah sastu kelompok tokoh pewayangan yang mendapat
tempat di masyarakat pecintanya. Penelitian terhadapnya, sedikit atau
banyak mesti ada manfaatnya, dan diharapkan bisa digunakan sebagai
sarana pengembangan sastra nasional dan budaya pewayangan.

Sumber Cerita Tokoh Pandhawa

Dalam bab pendahuluan telah disebut, bahwa cerita yang ada dalam
parwa Mahabharata telah hidup dan berkembang lewat kehidupan sastra
Jawa kuna dan Jawa baru. Cerita yang dimuat dalam delapan-belas parwa
sebagian besar ditulis dalam sastra Jawa kuna prosa, dan sabagian
dimuat dalam kakawin Bharatayudha karangan Mpu Sedah Mpu Panuluh.
Kitab Adiparwa, Sabhaparwa, Aranyakaparwa dan Wirataparwa memuat
cerita tokoh Pandawa sejak kecil, masa remaja dan dewasa setelah
mereka kawin. Dalam Swargarohanaparwa dimuat kisah tentang kematian
para Pandawa. Kitab Bharatayudha memuat kisah perang saudara antara
Pandawa dengan Korawa, dan berakhir kemusnahan para Korawa. Isi
pokok dalam kitab Bharatayudha itu sejalan dengan isi cerita dalam
Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa,
Gandaparwa dan Aswatthamaparwa. Dalam parwa lain (Stripralapaparwa,
Santikaparwa, Aswamedaparwa, Asramawasaparwa, Mausalaparwa,
Prasthanikaparwa), erisi cerita Pandhawa sesudah perang Bharatayudha.

Cerita yang bersumber kitab Mahabharata itu juga menimbulkan kitab-


kitab baru, antara lain: kakawin Parthayajna, Arjunawiwaha, Pathayana,
Nawaruci dan Sudamala. R.S Subalidinata

Banjaran Cerita Pandawa (2)

1. Kakawin Parthayajna

Kakawin Parthayajna (anonim), berisi cerita perjalanan Arjuna sebelum


bertapa di Indrakila. Ringkasan isi ceritanya sebagai berikut:

Pandhawa beredih hati karena kekalahan Yudhisthira waktu bermain dadu


dan penghinaan Dropadi oleh Dusasana. Mereka harus hidup di hutan
selama dua-belas tahun. Bhima ingin perang melawan Korawa dan mati di
medan perang, tetapi Yudhisthira menahannya. Widura memberi nasihat
kepadaYudhisthira dalam mengatasi penderitaan. Domya menasihati para
Pandhawa sejak mereka akan pergi ke hutan. Atas permintaan
Yudhisthira, Arjuna disuruh bertapa di Indrakila. Arjuna menyanggupi
permintaan kakanya, kemudian ia minta diri kepada Ibunda Kunti, kakak
dan adik-adiknya serta Dropadi, lalu masuk ke hutan. Perjalanan Arjuna
tiba di pertapaan Wanawati yang didirikan oleh Mahayani. Di tempat itu
Arjuna ditemui oleh petapi Mahayani dan di wejang tentang hidup dan
kehidupan. Sewaktu bermalam seorang petapi datang dan menyatakan
cinta kepada Arjuna, tetapi Arjuan menolaknya.

Arjuna menghadap dewa Kama dan Ratih yang berada di tepi sebuah
danau, kemudian menghormatnya. Dewa Kama banyak memberi nasihat
kepada Arjuna dalam hal mencari kebahagiaan. Kemudian Kama memberi
petunjuk arah Indrakila dan tempat pertapaan Dwaipayana. Kama
memberi tahu, bahwa raksasa Nalamala ingin mengadu kesaktian dengan
Arjuna. Nalamala adalah anak Durga yang lahir dari ujung lidah sebelum
beranak Ganesya. Bila kalah Arjuna supaya bersamadi memuja dewa
Siwa. Tak berapa lama kemudian Kama lenyap, Arjuna melanjutkan
perjalanan.

Arjuna dicegat oleh banyak raksasa dan Nalamala. Maka terjadilah


perkelahian. Nalamala menampakkan diri dalam wujud Kala, Arjuna
bersemadi memuja dewa Siwa. Memancarlah sinar pada dahi Arjuna,
Nalamala lari dan berkata, kelak akan menjelma lagi, untuk membunuuh
para Pandawa. Arjuna meneruskan perjalanan ke Indrakila. Sampailah ia
di Inggitamartapada tempat tinggal Dwaipayana. Arjuna bercerita perilaku
para Pandawa dan sikap para Korawa. Kakek Arjuna itu menerangkan,
bahwa Arjuna diutus untuk memberantas kejahatan itu. Setelah
menerima banyak nasihat dari kakek itu, Arjuna pergi ke Indrakila. Ia
bertapa dan memeperoleh anugerah dari dewa Siwa yang menampakan
diri sebagai orang Kirata. (Sumber Cerita:Naskah Kirtya No. 665)
2. Kakawin Arjunawiwaha

Kakawin Arjunawiwaha karangan Mpu Kanwa (Naskah Kirtya Nomor 1092)


ditulis pada jaman Kediri. Isi ringkas cerita itu sebagai berikut:

Niwatakawaca raja Himataka ingin menghancurkan kerajaan Indra, Indra


ingin minta bantuan kepada Arjuna yang sedang bertapa di Indrakila.
Tujuh bidadari diutus untuk menguji keteguhan tapa Arjuna. Suprabha
dan Tilottama memimpin tugas para bidadari itu. Tujuh bidadari
menyusuri Indrakila, kemudian tiba di gua tempat Arjuna bertapa. Para
bidadari berhias cantik, menggoda dan mencoba menggugurkan tapa
Arjuna..usaha meraka tidak berhasil, para bidadari kembali ke kerajaan
Indra, lalu melapor hasil tugas mereka kepada Indra.

Tujuh bidadari yang dipimpin oleh Dewi Suprabha (paling depan)


dan Dewi Tilottama (atas paling kanan) menggoda tapa Arjuna
(karya Herjaka HS 2005)

Indra menyamar dalam wujud orang tua, datang di pertapaan Arjuna. Ia


ingin mengethui tujuan tapa Arjuna. Lewat pembicaraan mereka, Indra
memperoleh jawaban, bahwa tapa Arjuna bertujuan untuk memenuhi
tugasnya sebagai seorang ksatria dan ingin membantu Yudhisthira
sewaktu merebut kerajaan dari kekuasaan Duryodhana. Indra sangat
senang mendengar penuturan Arjuna, lalu memberi tahu, bahwa dewa
Siwa akan memberi anugerah atas tapa Arjuna.

Niwatakawaca menyuruh Muka untuk datang di Indrakila, dan membunuh


Arjuna. Muka dalam wujud babi hutan mengganggu tapa Arjuna. Arjuna
melepas tapanya, lalu berusaha membunuh babi hutan itu. babi hutan
berhasil dibunuh dengan panah. Tancapan panah di tubuh babi hutan
bersama dengan tancapan anak panah seorang pemburu. Arjuna
berselisih dengan pemburu orang Kirata itu. terjadilah perkelahian seru.
Arjuna hampir terkalahkan, lalu memegang erat kaki pemburu. Pemburu
menampakan diri dalam wujud dewa Siwa. Arjuna menghormat dan
memujanya. Dewa Siwa menganugerahkan panah Pusupati kepada
Arjuna, kemudian lenyap dari hadapan Arjuna.

Dua bidadari utusan Indra datang menemui Arjuna, minta agar Arjuna
bersedia menolong para dewa dengan membunuh Niwatakawaca.
Kemudian Arjuna bersama dua bidadari datang di kerajaan Indra.
Arjuna dan Supraba ditugaskan untuk mengetahui rahasia kesaktian
Niwatakawaca. Mereka berdua pergi ke Himataka. Supraba disambut oleh
bidadari yang lebih dahulu diserahkan kepada Niwatakawaca. Arjuna
mengikutinya, tetapi raksasa tidak dapat melihat karena kesaktian Arjuna.
Tipu muslihat Supraba berhasil, ia mengetahui rahasia kesaktian
Niwatakawaca. Yang berada di ujung lidah. Setelah mengerti rahasia
kesaktian Niwaatakawaca, Arjuna membuat huru-hara, dengan
menghancurkan pintu gerbang istana. Suprabha terlepas dari kekuasaan
Niwatakawaca, lalu meninggalkan Himataka. Niwatakawaca merasa kena
tipu, lalu mempersiapkan pasukan untuk menyerang kerajaan Indra. Para
dewa juga bersiap-siap melawan serangan prajurit Niwatakawaca. Maka
terjadilah perang besar-besaran. Arjuna menyusup ditengah-tengah
barisan, mencari kesempatan baik untuk membunuh Niwatakawaca.
Akhirnya anak panah Arjuna berhasil menembus ujung lidah
Niwatakawaca. Niwatakawaca mati di medang pertempuran. Perang pun
selesai.

Arjuna memperoleh penghargaan dari para dewa. Ia dinobatkan menjadi


raja selama tujuh hari surga, (tujuh bulan dunia) dan memperisteri tujuh
bidadari. Mula-mula Arjuna kawin dengan Supraba, kemudian dengan
Tilottama, dan selanjutnya lima bidadari lain yang pernah menggoda
tapanya. Bidadari Menaka yang mengatur perkawinan mereka. Setelah
genap tujuh bulan, Arjuan minta diri kepada dewa Indra untuk kembali ke
dunia, menemui saudara-saudaranya.

Arjuna naik kereta diantar oleh Matali. Para bidadari menangis atas
kepergiannya. Sumber Cerita: Naskah Kirtya Nomor 1092 R.S
Subalidinata

Banjaran Cerita Pandawa (3)

3.Kakawin Parthayana atau Subhadrawiwaha (anonim)

Ringkasan isi cerita ‘Parthayana’ atau ‘Subhadrawiwaha’ sebagai berikut:

Arjuna bertemu Ulupuy di hulu sungai Gangga. Setelah lewat pembicaraan


panjang, Arjuna memperisteri Ulupuy putri raja Korawa. Arjuna
meninggalkan Ulupuy meneruskan perjalanan. Sewaktu tiba di
permandian Swabhadra, Arjuna diserang oleh seekor buaya. Buaya itu
dibunuh, lalu berubah menjadi bidadari. Atas permintaan bidadari itu
Arjuna juga membebaskan empat bidadari lainnya. Sang bidadari
menyarankan agar Arjuna pergi ke negara Mayura. Arjuna pun pergi ke
Mayura, dan diterima oleh raja Citradahana. Arjuna diambil menantu oleh
raja itu, dikawinkan dengan Citragandha. Arjuna dan Citragandha
dikaruniai anak bernama Wabhruwahana yang kelak akan mewarisi
kerajaan Mayura.

Arjuna melanjutkan perjalanan, tiba di tepi sungai Saraswati. Para Yadu


mengadakan pesta. Oleh Kresna, Samba disuruh mengundang Arjuna.
Arjuna menghadiri pesta bersama Kresna. Arjuna tertarik kecantikan
Subhadra. Kresna mengetahui, lalu menyetujui bila Arjuna cinta dan mau
melarikan Subhadra. Arjuna membawa lari Subhadra. Baladewa dan para
Yadu marah, merasa dihina oleh Arjuna. Kresna menyadarkan mereka.
Akhirnya Arjuna berhasil memperisteri Subhadra, lalu memboyongnya ke
Indraprastha. (Sumber Cerita: Naskah Kirtya Nomor 141)

4. Kakawin Bharatayudha

Kakawin Bharatayudha dikarang oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh pada
jaman Jayabhaya. Isi ringkas cerita Bharatayudha sebagai berikut:

Kresna mewakili Pandawa datang di Hastina (Gajahwaya) untuk


merundingkan pembagian kerajaan. Raja Dhrtarastra bersiap-siap dan
menghias istana untuk menyambut kedatangan tamu.

Kresna datang di Hastina. Jamuan makan telah siap, tetapi Kresna tidak
mau dijamu sebelum selesai perundingan.

Kresna mengunjungi Kunti, ibu para Pandhawa. Kunti menjadi sedih, dan
teringat putra-putranya yang dibuang ke hutan. Kresna menghibur Kunti,
lalu pergi menemui Widura. Duryodhana berunding dengan Sengkuni,
Dussasana dan Karna. Mereka memandang Kresna sebagai musuh.
Kresna diterima oleh Duryodhana di bangsal agung. Kresna minta agar
perselisihan Korawa dan Pandawa diselesaikan dengan damai, negara
Hastina dibagi dua. Dhrtarastra, para resi, Drona dan Bhisma menyetujui
usul itu. Namun Duryodhana bersama keluarga Korawa menolak, dan
akan membunuh Kresna. Mengetahui rencana Duryodhana dan para
Korawa, Kresna segera meninggalkan bangsal agung. Kresna marah, lalu
triwikrama, menampakkan diri sebagai Wisnu yang dahsyat dan
menakutkan. Para Korawa ketakutan. Mereka memuja-muja agar tidak
membinasakan keluarga Korawa. Kalau Korawa musnah, tidak akan
terjadi perang. Jika demikian Bhima dan Dropadi tidak jadi membalas
dendam.

Kresna meninggalkan Hastina, berpesan kepada Kunti agar yang telibat


dalam perang bersikap jujur dan berjiwa kesatria, dan mau berkorban
jiwa. Karna mengantar kepergian Kresna dari Hastina. Kresna dan Kunti
minta agar Karna berpihak kepada Pandawa tetapi Karna tidak menerima
bujukan mereka berdua.

Para Pandawa bersiap-siap untuk berperang. Mereka mendirikan


perkemahan di Kurusetra. Widura dan Kunti mengunjungi perkemahan
Pandhawa. Mereka mengangkat Sweta menjadi panglima tertinggi.

Korawa ikut bersiap-siap untuk berperang. Bhisma diangkat menjadi


senopati. Pandawa dan Korawa mengumumkan perang dan mereka akan
menaati peraturan perang.

Arjuna berkeberatan dan sedih hatinya, sebab harus berperang melawan


saudara. Kresna memperingatkan Arjuna, bahwa perang adalah salah satu
tugas dari ksatria.
Yudhisthira maju ke depan, saudara-saudaranya mengikuti dari belakang.
Mereka menemui Korawa, lalu menghormat kepada bekas guru, terutama
Bhisma, Krpa, Salya dan Drona. Mereka meminta maaf, karena terpaksa
melawan pinisepuh yang seharusnya mereka hormati. Para guru meramal,
bahwa Pandawa akan menang perang.

Pertempuran mulai, hebat pertempuran mereka. Dua putra raja Wirata


gugur. Sweta membela kematian dua adiknya. Bhisma berhasil
menghentikan perlawanan Sweta. Sweta dapat dibunuhnya. Raja Wiratha
meratapi kematian tiga putranya.

Dhrtadyumna diangkat menjadi panglima menggantikan Sweta. Bhisma


hebat memimpin pertempuran. Kresna akan melemparkan cakra, tetapi
ditahan oleh Arjuna. Bhisma menyuruh agar Yudhisthira tampil ke medan
perang, ia tidak akan melawan. Arjuna disuruh melawan Bhisma bersama
Srikandi. Bhisma dihujani anak panah dan gugur di medan perang. Para
Korawa mengerumuni jenasah Bhisma. Para Pandawa datang
menghormat. Bhisma menghormat dengan hati ragu-ragu. Anak panah
menopang bingkai Bhisma, sehingga tubuhnya tidak melekat di bumi.
Dengan tenang Bhisma menanti kematiannya.

Prajurit Korawa dipimpin oleh Drona. Drona diangkat menjadi panglima.


Mulailah pertempuran lagi. Bhogadata dapat ditewaskan oleh Arjuna.
Drona berusaha menangkap Yudhisthira bila ia lepas dari pengawasan
Bhima dan Arjuna. Ketika Korawa datang menyerang, Abhimanyu
menembus barisan, dan ingin mendapatkan Doryudhana.

Badannya penuh dengan bunga melati, seribu luka di tubuh Abhimanyu


tidak menyurutkan perlawannya. (lukisan karya Herjaka HS )

Para Pandawa tidak dapat mengawal Abhimanyu, karena Jayadrata


berhasil menahan mereka. Abhimanyu dikerumuni Subhadra, Yudhisthira,
kedua pamannya, Uttari dan Ksiti Sundari. Mereka meratapi kematian
Abhimanyu. Arjuna dan Bhima datang kemudian. Mereka menjadi sedih,
lalu ingin memperoleh kematian di medan pertempuran. Kresna
menghalang-halangi kehendak mereka berdua.
Setelah mereka tahu bahwa kematian Abhimanyu karena Jayadratha,
Arjuna ingin membalas kematian anaknya.

Jenasah Abhimanyu diperabukan, Ksiti Sundari mengikuti kematian


suaminya. Sedangkan Uttari menanti kelahiran anaknya yang masih
dalam kandungan.

Pertempuran berlangsung lagi. Arjuna menghancurkan kereta


Doryudhana. Satyaki dan Bhima berhasil membunuh banyak keluarga
Korawa. Bhurisrawa terkena panah Arjuna, lalu ditewaskan oleh Satyaki.
Para Pandawa kelelahan, Kresna menolong mereka, dengan cara menutup
matahari dengan awan. Korawa mengira hari telah malam, mereka
berhenti menyerang Pandawa. Arjuna naik di atas kereta dan berhasil
membunuh Jayadratha. Duryodhana menuduh Drona yang bersalah atas
kematian Jayadratha, karena Drona menghalang-halangi ketika
Jayadratha akan pulang. Karna bersedia mengganti kedudukan
Jayadratha. Pratipeya atau Somadatta, ayah Bhurisrawa hendak
membunuh Satyaki, tetapi ia terbunuh oleh Bhima. R.S. Subalidinata

Banjaran Pandawa 4
Kisah Perang Baratayuda

Karna menjadi panglima perang, dan berhasil menewaskan musuh.


Yudhisthira minta agar Arjuna menahan serangan Karna. Arjuna
menyuruh Ghatotkaca untuk menahan dengan ilmu sihirnya, Ghatotkaca
mengamuk, Korawa lari tunggang-langgang. Karna dengan berani
melawan serangan Ghatotkaca. Namun Ghatotkaca terbang ke angkasa.
Karna melayangkan panah, dan mengenai dada Ghatotkaca. Satria
Pringgandani ini limbung dan jatuh menyambar kereta Karna, tetapi Karna
dapat menghindar dan melompat dari kereta. Ghatotkaca mati di atas
kereta Karna. Para Pandawa berdukacita. Hidimbi pamit kepada Dropadi
untuk terjun ke perapian bersama jenasah anaknya.

Pertempuran terus berkobar, Drona berhasil membunuh tiga cucu


Drupada, kemudian membunuh Drupada, dan raja Wirata. Maka
Dhrtadyumna ingin membalas kematian Drupada.

Kresna mengadakan tipu muslihat. Disebarkannya berita, bahwa


Aswatthama gugur. Yudhisthira dan Arjuna mencela sikap Kresna itu.
Kemudian Bhima membunuh kuda bernama Aswatthama, kemudian
disebarkan berita kematian kuda Aswatthama. Mendengar berita kematian
Aswatthama, Drona menjadi gusar, lalu pingsan. Dhrtadyumna berhasil
memenggal leher Drona. Aswatthama membela kematian ayahnya, lalu
mengamuk dengan menghujamkan panah Narayana. Arjuna sedih atas
kematian gurunya akibat perbuatan yang licik. Arjuna tidak bersedia
melawan Aswatthama, tetapi Bhima tidak merasakan kematian Drona.
Dhrtadymna dan Satyaki saling bertengkar mengenai usaha perlawanan
terhadap Aswatthama. Kresna dan Yudhisthira menenangkan mereka.
Pandawa diminta berhenti berperang. Tapi Bhima ingin melanjutkan
pertempuran, dan maju ke medan perang mencari lawan, terutama ingin
menghajar Aswatthama. Saudara-saudaranya berhasil menahan Bhima.
Arjuna berhasil melumpuhkan senjata Aswatthama. Putra Drona ini lari
dan sembunyi di sebuah pertapaan. Karna diangkat menjadi panglima
perang. Banyak perwira Korawa yang memihak kepada Pandawa.

Pada waktu tengah malam, Yudhisthira meninggalkan kemah bersama


saudara-saudaranya. Mereka khidmat menghormat kematian sang guru
Drona, dan menghadap Bhisma yang belum meninggal dan masih
terbaring di atas anak panah yang menopang tubuhnya. Bhisma memberi
nasihat agar Pandawa melanjutkan pertempuran, dan memberi tahu
bahwa Korawa telah ditakdirkan untuk kalah.

Pandawa melanjutkan pertempuran melawan Korawa yang dipimpin oleh


Karna. Karna minta agar Salya mau mengusiri keretanya untuk
menyerang Kresna dan Arjuna. Salya sebenarnya tidak bersedia, tetapi
akhirnya mau asal Karna menuruti perintahnya.

Pertempuran berlangsung hebat, disertai caci maki dari kedua belah


pihak. Bhima bergulat dengan Doryudana, kemudian menarik diri dari
pertempuran. Dussasana dibunuh oleh Bhima, sebagai pembalasan sejak
Dussasana menghina Drupadi. Darah Dussasana diminumnya.

Arjuna perang melawan Karna. Naga raksasa bernama Adrawalika musuh


Arjuna, ingin membantu Karna dengan masuk ke anak panah Karna untuk
menembus Arjuna. Ketika hendak disambar panah, kereta yang dikusiri
Kresna dirundukkan, sehingga Arjuna hanya terserempet mahkota
kepalanya. Naga Adrawalika itu ditewaskan oleh panah Arjuna. Ketika
Karna mempersiapan anak panah yang luar biasa saktinya, Arjuna telah
lebih dahulu meluncurkan panah saktinya. Tewaslah Karna oleh panah
Arjuna.

Doryudhana menjadi cemas, lalu minta agar Sakuni melakukan tipu


muslihat. Sakuni tidak bersedia karena waktu telah habis. Diusulkannya
agar Salya jadi panglima tinggi. Sebenarnya Salya tidak bersedia. Ia
mengusulkan agar mengadakan perundingan dengan Pandawa.
Aswatthama menuduh Salya sebagai pengkhianat, dan menyebabkan
kematian Karna. Tuduhan itu menyebabkan mereka berselisih, tetapi
dilerai oleh saudara-saudaranya. Aswatthama tidak bersedia membantu
perang lagi. Salya terpaksa mau menjadi panglima perang. Nakula
disuruh Kresna untuk menemui Salya, dan minta agar Salya tidak ikut
berperang. Nakula minta dibunuh daripada harus berperang melawan
orang yang harus dihormatinya. Salya menjawab, bahwa ia harus
menepati janji kepada Duryodhana, dan melakukan darma kesatria. Salya
menyerahkan kematiannya kepada Nakula dan agar dibunuh dengan
senjata Yudhisthira yang bernama Pustaka, agar dapat mencapai surga
Rudra. Nakula kembali dengan sedih.

Salya menemui Satyawati, pamit maju ke medan perang. Isteri Salya


amat sedih dan mengira bahwa suaminya akan gugur di medan perang.
Satyawati ingin bunuh diri, ingin mati sebelum suaminya meninggal. Salya
mencegahnya. Malam hari itu merupakan malam terakhir sebagai malam
perpisahan. Pada waktu fajar Salya meninggalkan Satyawati tanpa pamit,
dan dipotongnya kain alas tidur isterinya dengan keris. Salya memimpin
pasukan Korawa. Amukan Bhima dan Arjuna sulit untuk dilawannya. Salya
menghujankan anak panahnya yang bernama Rudrarosa. Kresna
menyuruh agar Pandawa menyingkir. Yudhisthira disuruh menghadap
Salya. Yudhisthira tidak bersedia harus melawan pamannya. Kresna
menyadarkan dan menasihati Yudhisthira. Yudhisthira disuruh
menggunakan Kalimahosadha, kitab sakti untuk menewaskan Salya.
Salya mati oleh Kalimahosadha yang telah berubah menjadi pedang yang
bernyala-nyala. Kematian Salya diikuti oleh kematian Sakuni oleh Bhima.
Berita kematian Salya sampai kepada Satyawati. Satyawati menuju
medan perang, mencari jenasah suaminya. Setelah ditemukan, Satyawati
bunuh diri di atas bangkai suaminya.

KEMATIAN SAKUNI. Kepingan badannya dilempar ke lima penjuru dunia.


(karya : Herjaka HS)

Duryodhana melarikan diri dari medan perang, lalu bersembunyi di


sebuah sungai. Bhima dapat menemukan Duryodhana yang sedang
bertapa. Duryodhana dikatakan pengecut. Duryodhana sakit hati, lalu
bangkit melawannya. Bhima diajak berperang dengan gada. Terjadilah
perkelahian hebat. Baladewa yang sedang berziarah ke tempat-tempat
suci diberi tahu oleh Narada tentang peristiwa peperangan di Hastina.
Kresna menyuruh Arjuna agar Bhima diberi isyarat untuk memukul paha
Duryodhana. Terbayarlah kaul Bhima ketika hendak menghancurkan
Duryodhana dalam perang Bharatayudha. Baladewa yang menyaksikan
pergulatan Bhima dengan Duryodhana menjadi marah, karena Pandawa
dianggap tidak jujur, lalu akan membunuh Bhima. Tetapi maksud
Baladewa dapat dicegah, dan redalah kemarahan Baladewa..
R.S. Subalidinata

Banjaran Pandawa 5
Pandawa Muksa

Pandawa kembali ke perkemahan untuk merayakan hasil kemenangan


perangnya. Kresna sedih memikirkan kutukan Duryodhana bahwa
Pandawa akan tertindas sebelum kematiannya. Oleh karena itu para
Pandawa disuruh segera menyelamatkan diri masuk dalam kemah, dan
pada malam hari supaya menebus dosa-dosa dengan memuja ke tempat
suci.
Pada malam hari Aswatthama berusaha membalas kematian ayah dan
para Korawa. Dalam malam gelap itu Aswatthama berhail membunuh lima
anak Dropadi yaitu Pancala dan beberapa laki-laki.

Para Pandawa yang datang ke kemah menemukan wanita yang dilanda


kesedihan, Dropadi patah hati. Kresna datang menghiburnya. Demikian
juga Wiyasa yang telah tiada muncul memberi nasihat kepadanya.
Dropada akan membalas kejahatan Aswatthama. Ia meminta Pandawa
membawa mutiara yang menghias di dahi Aswatthama. Para Pandawa
mencari Aswatthama. Setelah bertemu, Aswatthama akan dibunuh
dengan gada. Aswatthama mengangkat panah Brahmasirah yang amat
sakti. Arjuna pun mengangkat panah saktinya. Namun Sang Hyang Siwa
menyuruh agar mereka menarik panah saktinya. Arjuna menurut tetapi
Aswatthama tidak dapat menahan panah saktinya. Anak panah
Aswatthama lepas mengenai anak Utari yang masih dalam kandungan.
Bayi dalam kandungan lalu dihidupkan oleh Kresna. Setelah dewasa bayi
itu akan menjadi raja dengan nama Parikesit. Dropadi menerima mutiara,
lalu diberikan kepada Yudhisthira. Yudhisthira lalu menjadi raja di
Indraprastha. (Sumber cerita: Bharatayudha edisi Prof. Dr. R. M. Sutjipto
Wirjosuparto)

Satu-persatu Pandawa meninggal di Gunung Himalaya,


tinggal Yudhisthira dan anjingnya.
( cat poster pada kertas, 80 x 60 cm karya Herjaka 1993)

5. Cerita Pandawa Muksa

Cerita tentang Pandawa sesudah perang Bharatayudha yang dimuat


dalam Prasthanikaparwa, dilanjutkan kematian dan perlindungan mereka
di surga. Isi pokok cerita itu sebagai berikut:

Para Pandawa akan meninggalkan kota Hastina menuju ke hutan.


Parikesit diangkat menjadi raja Hastina. Yudhisthira, Bhima, Arjuna,
Nakula, Sahadewada dan Dropadi meninggalkan istana. Seekor anjing
mengikutinya. Atas perintah Dewi Agni, Arjuna membuang senjatanya di
laut. Perjalanan mereka mendaki Gunung Himalaya, lalu melewati gurun
pasir. Dropadi, Sahadewa, Nakula, Arjuna dan Bhima berturut-turut
meningal dunia. Tinggal Yudhisthira dan anjing yang masih hidup. Dewa
Indra dengan kereta membawa Yuhisthira dan anjingnya yang telah
menjadi dewa Dharma menuju ke surga. Sesampainya di surga,
Yudhisthira heran karena tidak menemukan saudara-saudaranya dan
Dropadi. Yang ditemukan justru warga Korawa dan para pahlawannya.
Yudhisthira melihat mereka, tetapi tidak mau berkumpul dengan mereka.
Ia kecewa, merasa dewa berbuat tidak adil. Dewa Narada menjelaskan
bahwa Korawa harus menerima anugerah sesuai dengan amal baiknya,
Pandawa harus tinggal di neraka. Yudhisthira ingin mencari saudara-
saudaranya, ia ingin suka dan duka bersama. Para dewa mengetahui
sikap Yudhistira yang ingin tinggal bersama saudara-saudaranya. Para
Pandawa harus menebus dosa-dosanya. Mereka harus turun ke Sungai
Gangga untuk menyucikan diri. Sesudah menjadi suci, mereka naik ke
surga menggantikan Korawa.

(Sumber cerita: Drie Boeken van het Oudjavaasnche Mahabharata. Edisi


Hendrik Herman Juynboll, 1893)

Kitab Jawa Tengahan yang mengisahkan tokoh Pandawa


yaitu: Kitab Nawaruci

Kitab Nawaruci mengisahkan Wrkodara atau Bhima ketika mencari air


suci. Isi ringkas cerita itu sebagai berikut:

Druyodana menginginkan kematian para Pandawa, lalu minta agar Dang


Hyang Drona mengusahakannya. Wrkodara disuruh mencari banyu
mahapawitra yang berada di sumur Dorangga. Wrkodara berangkat dari
Gajahoya. Perjalanannya melalui tempat berbahaya, tebing dan jurang.
Wrkodara sampai di sumur Dorangga, tetapi tidak menemukan air suci.
Ular jantan dan betina tinggal di dalam sumur itu. Wrkodara digigit ular,
segera ia menusuk ular itu dengan kukunya. Kepala ular dipotong, dibawa
kembali ke Gajahoya. Sepasang ular naga berubah menjadi bidadara dan
bidadari bernama Harsanandi dan Sarasambadha. Mereka mengucap
terima kasih lalu kembali ke Suralaya..

Wrkodara tiba di Gajahoya, menghadap Drona dan menyerahkan dua


kepala naga. Wrkodara memberi tahu bahwa di sumur Dorangga tidak
berisi air suci. Drona berkata bahwa air suci berada di tegal Andawa.
Wrkodara diminta segera berangkat ke tegal itu.

Di tegal Andawa Wrkodara disambut oleh raksasa Indrabahu. Indrabahu


hendak makan Wrkodara, terjadilah perkelahian hebat. Indrabahu kalah,
kepalanya dipenggal, dipikul oleh Gagakampuhan dan Twalen. Indrabahu
berubah menjadi dewa Indra. Indra berterima kasih atas jasa Wrkodara,
lalu kembali ke Suralaya.

Wrkodara kembali ke Gajahoya, kepala Indrabahu diserahkan kepada


Sang Hyang Drona. Druyodana dan Drona lari ketakutan. Wrkodara
mengejarnya. Drona berkata, bahwa air suci berada di dasar laut.

Wrkodara berangkat ke samodra. Setelah sampai di samodra segera akan


mencebur di dalamnya. Gagakampuhan menasihati, Wrkodara diminta
kembali ke Indraprastha, menghadap Dharmawangsa, Kunti, Dropadi,
Arjuna, Nakula atau Sakula dan Sahadewa. Wrkodara berpamitan,
kemudian mencari air suci. Kunti menghalang- halanginya. Ujung kain
Wrkodara dipegang kuat-kuat, tetapi lepas dikebas Wrkodara. Warga
Pandawa yang ditinggal pun menagisi kepergian Wrkodara.

R.S. Subalidinata

Bima bertempur dengan Naga Nemburnama, ketika mencari air suci


(karya Herjaka HS 1995)

Banjaran Pandawa 6
Kitab Nawaruci dan Kitab Sudamala

Wrkodara telah tiba di samodera, ia mengenakan aji Pangawasa. Menjadi


gempar seisi dunia. Sang Hyang Nawaruci kasihan melihat Wrkodara.
Wrkodara ditolong agar terlepas dari bahaya di lautan. Sang Hyang
Nawaruci mencipta pulau Nusakambangan di tengah samodera. Buah-
buahan dan pohon-pohonan diciptakan di pulau itu juga. Wrkodara makan
buah-buahan. Pulau itu diperindah dengan berbagai tanaman telaga
dengan ikannya. Sang Hyang Acintya mencipta bermacam-macam
makanan, Wrkodara senang menikmati makanan itu. Si dalang dan Semar
mengikutinya.

Sang Hyang Acintya bersanjak, menyambut kehadiran Wrkodara. Ia


memberi tahu, supaya Wrkodara berhati-hati dan waspada, karena ia
sedang dicari kematiannya. Wrkodara menghadap Nawruci dan berkata,
bahwa ia disuruh mencari air suci. Nawaruci menyuruh agar Wrkodara
mau berperang. Citrasena, Citranggada, Citraratha dan Gandharwa akan
menemaninya. Nawaruci memberi ajaran hidup dan kehidupan.

Kemudian Wrkodara bertanya kepada Nawaruci tentang pencipta dunia,


hakekat kesucian yang disebut sunya dan yang disebut Sang Hyang Guru.
Wrkodara disuruh masuk ke rongga perut Nawaruci. Mula-mula ia melihat
cahaya terang. Waktu menghadap ke Timur dilihat warna putih, waktu
menghadap ke Selatan dilihat warna merah, waktu menghadap ke Barat
dilihat warna kuning, waktu menghadap ke Utara dilihat warna hitam,
waktu melihat ke atas dilihat warna belah.
Setelah menerima banyak penjelasan Wrkodara keluar dari rongga perut.
Setelah itu Wrkodara mendapat sebutan Sang Awirota.

Selama menjelajah di Pulau Nusakambangan Wrkodara banyak berguru


dan memperoleh banyak pengetahuan tentang religi dan kebudayaan.
Kemudian Wrkodara kembali menemui saudara-saudaranya di
Indraprastha. (Sumber Cerita : Nawaruci edisi Prijihoetomo)

Kitab Kidung Sudamala

Cerita Sudamala berisi cerita ruwatan yang melibatkan tokoh Pandawa,


terutama Sadewa. Isi ringkas cerita itu sebagai berikut: Sang Hyang
Tunggal, Sang Hyang Wisesa dan Sang Hyang Asiprana menghadap Sang
Hyang Guru memberi tahu, bahwa Dewi Uma berbuat serong dengan
Sang Hyang Brahma. Dewi Uma lalu dikutuk berubah menjadi Durga, dan
diberi nama Ranini.

Uma minta dikembalikan ke wujud semula, tetapi Sang Hyang Guru


menolak. Dikatakannya,setelah menjalani kutuk selama dua belas tahun
Ranini akan diruwat oleh Sadewa. Uma pergi ke Setra Gandamayu. Salah
satu abdi pengiringnya bernama Kalika.

Sementara itu Dewa Citragada dan Citrasena juga dikutuk oleh Sang
Hyang Guru, karena berbuat tidak sopan terhadap Sang Hyang Guru. Dua
dewa itu menjadi berujud raksasa, bernama Kalantaka dan Kalanjana.
Mereka berdua kemudian disuruh menyusul untuk menemani Ranini di
Setra Gandamayu. Oleh Ranini dua raksasa tersebut diangkat menjadi
anak dan membantu Duryodana, raja Hastina.

Mengetahui bahwa Kalantaka dan Kalanjana berpihak pada Duryodana,


Pandawa menjadi cemas, Kunthi naik ke Kahyangan, minta agar
Kalantaka dan Kalanjana dimusnahkan.

Setelah dua belas tahun, Ranini mengharap kedatangan Sadewa yang


dijanjikan akan meruwatnya. Kunti datang di Setra Gandamayu, minta
agar Ranini mau memusnahkan Kalantaka dan Kalanjana. Ranini tidak
bersedia, karena amat sayang kepada mereka berdua yang diangkatnya
sebagai anaknya.

Ranini minta agar Kunti menyerahkan Sadewa, tetapi Kunti tidak bersedia
menyerahkannya, karena Sadewa bukan anaknya. Sebagai ganti, Ranini
boleh memilih diantara tiga anaknya yaitu: Dananjaya, Bima atau
Darmawangsa. Tetapi Ranini tidak menyukai mereka, kecuali Sadewa.

Kalika disuruh membujuk Kunti. Mula-mula Kalika tidak mau, karena


dipaksa akhirnya mau juga. Kunti disihir oleh Kalika, lalu menjadi
setengah sakit ingatan Kunti kemudian lari menemui Ranini. Ranini
mendesak agar Sadewa segera diserahkan. Kunti kembali menemui anak-
anaknya, lalu bercerita tentang permintaan Ranini. Para Pandawa tidak
setuju. Kunti marah, Sadewa diseret hendak dibawa ke Setra Gandamayu.
Kalika merasa berhasil lalu keluar dari tubuh Kunti. Kunti menjadi sadar
lalu minta maaf kepada Sadewa.

Sadewa tidak jadi dibawa di tempat Ranini. Durga marah. Kalika disuruh
merasuki Kunti lagi, sehingga Kunti kembali goncang ingatannya. Sadewa
dipaksa ikut pergi ke Setra Gandamayu. Sesampainya di Setra
Gandamayu, Sadewa diikat pada pohon randu, dan ditunggu oleh Semar.
Kalika jatuh cinta pada Sadewa dan membujuk Sadewa agar mau
menerima cintanya. Namun Sadewa tidak mau menanggapi, dan lebih
baik mati dari pada membalas cinta Kalika. Kalika marah, ditabuhnya
tong-tong yang ada disekitarnya. Tak lama kemudian, hantu-hantu keluar
bedatangan menakut-nakuti Sadewa. Namun Sadewa tidak takut, bahkan
dari tubuhnya mengeluarkan daya kesaktian yang luar biasa. Semua
hantu yang menggoda pergi meninggalkan Sadewa. R.S. Subalidinata

Ranini diruwat oleh Sadewa kembali menjadi Uma, Dewi yang sangat
cantik jelita.
Atas jasa Sadewa, Uma memberi anugerah senjata dan memberi
gsebutan Sadewa
dengan nama Suda Mala yang artinya menghapus wujud yang jahat.
karya Herjaka HS

Banjaran Pandawa 7
Kidung Sudamala

Ranini datang menakut-nakuti Sadewa, tetapi Sadewa tidak ketakutan.


Ranini minta belas kasihan kepada Sadewa, agar ia diruwatnya. Sadewa
tidak mau karena tidak tahu cara meruwatnya. Ranini marah, Sadewa
hendak dibunuh dengan kapak. Dunia menjadi gempar. Kebetulan Sang
Hyang Narada berkeliling dunia, dilihatnya Sadewa yang terikat dan akan
dibunuh oleh Ranini. Hyang Narada naik ke Kahyangan dan memberi tahu
kepada Mahadewa dan Dewa Masno. Kemudian Mahadewa dan Hyang
Narada menemui Batara Guru, memberi tahu tentang nasib Sadewa.

Batara Guru turun ke dunia menemui Sadewa. Sadewa disuruh meruwat


Ranini, dan Batara Guru akan masuk ke tubuh Sadewa. Sadewa
menyanggupinya. Ranini diminta memperhatikan perintahnya. Kapak
minta dilepas dari tangan, lalu bersiap-siap untuk diruwatnya. Sadewa
berdiri tegak memusatkan kesadaran, berdoa mengucapkan pujamantra.
Ditaburkannya beras kuning, air suci dan bunga ke tubuh Ranini. Ranini
menjadi cantik sekali. Wujud Durga hilang berubah menjadi wujud Uma
yang cantik jelita, sempurna seperti dahulu kala.

Uma ke taman bercermin pada air telaga yang jernih. Ia menjadi gembira
dan mengucapkan terimakasih kepada Sadewa, ia bersyukur hukumannya
telah selesai. Ia merasa berhutang kepada Sadewa. Sadewa disebutnya
Sang Sudamala, karena ia telah menghapus wujud yang jahat.
Selanjutnya Sang Sudamala disuruh pergi ke Prangalas, tempat petapaan
Tambapetra. Sadewa dianugerahi senjata lalu berangkat ke Prangalas.

Kalika minta diruwat juga, tetapi Sadewa tidak mau, Kalika menemui
Semar, ia minta diruwatnya. Semar bersedia meruwat asal disediakan
sajian sebakul nasi, satu daging anjing panggang dengan berbumbu, dan
satu guci tuak. Tetapi kesanggupan Semar hanya tipuan belaka. Setelah
semua permintaan di siapkan, segera dimakan habis oleh Semar. Kalika
tidak diruwat, karena Semar tidak dapat meruwatnya.

Uma kembali ke Kahyangan, Kalika ditinggal di taman. Kelak Sadewa


akan datang untuk meruwatnya.

Sadewa menemui Tambapetra. Tambapetra yang buta datang dibimbing


oleh muridnya. Mereka menyongsong kedatangan Sadewa. Kedatangan
Sudamala di petapaan atas perintah Uma, untuk menyembuhkan penyakit
sang petapa. Sudamala melaksanakan perintah itu. Kemudian Sadewa,
berdoa, bunga ditaburkan dan air suci dipercikan di tubuh sang petapa.
Tak berapa lama kemudian penyakit sang petapa sembuh. Tambapetra
dapat melihat dunia seisinya. Bukan main gembiranya. Dengan tergopoh-
gopoh ia memanggil ke dua anaknya untuk disuruh menghormat
kedatangan Sadewa.

Sirih pinang disuguhkannya, kemudian disusul hidangan tuak, air tape,


nasi dan lauk pauk. Mereka makan bersama. Ke dua anak sang petapa
bernama Ni Soka dan Ni Padapa diserahkan kepada Sadewa. Semar iri
lalu berkata kepada sang petapa untuk minta diberi putrid seperti
Sadewa. Petapa Tambapetra menuruti permintaan Semar. Semar diberi
abdi wanita bernama Tohok.

Sadewa mempunyai saudara kembar yang bernama Sakula. Sejak


kepergian Sadewa dari istana, Sakula terus mencarinya. Lalu Sakula pergi
ke Setra Gandamayu. Ia berjumpa dengan Kalika. Kalika mengira bahwa
yang datang adalah Sadewa untuk meruwat dirinya. Maka cepat-cepat
Kalika menyongsong kedatangan Sakula. Sakula mengaku bahwa ia
bukan Sadewa, tetapi saudara kembarnya. Maka kemudian Kalika
bercerita tentang Sadewa, lalu menunjuk jalan yang menuju ke Prangalas.

Kedatangan Sakula di Prangalas disambut oleh Semar. Semar


memberitahu kepada Sadewa. Sadewa cepat datang kemudian memeluk
saudaranya. Soka dan Padapa diminta menemui Sakula. Sakula dijamu
nasi beserta lauk pauk dan minuman. Sadewa memberi Soka untuk isteri
Sakula.

Kalantaka dan Kalanjaya mengira Sadewa telah meninggal bersama


Sakula. Mereka berunding untuk memusnahkan Bima, Arjuna dan
Darmawangsa. Dilem dan Sangut diminta mempersiapkan prajurit.
Perajurit Kalantaka hendak menyerang Pandawa bersama perajurit
Korawa.

Arjuna meyongsong kedatangan musuh. Musuh yang datang dihujani


anak panah, tetapi Kalantaka amat sakti. Bima datang membantu, tetapi
musuh tidak terlawan juga. Bima dan Arjuna mundur dari medan perang.
Sadewa dan Sakula datang ingin membantu saudaranya. Kunti amat
gembira. Sadewa telah kembali. Kedua putra Pandawa itu bercerita
perihal nasib mereka.

Kalanjana datang menyerbu, Sakula dan Sadewa menyongsong


kedatangan musuh. Kalanjana mati oleh senjata Sadewa anugerah Uma.
Kemudian Kalantaka juga mati oleh senjata sakti itu. Habislah perajurit
Kalanjana.

Sakula dan Sadewa hendak kembali ke istana. Tiba-tiba datanglah dua


bidadara menemui Sadewa. Dua bidadara itu tidak lain adalah Citragada
dan Citrasena, yang semula dikutuk menjadi raksasa Kalantaka dan
Kalanjana. Mereka telah diruwat oleh Sadewa dan berwujud seperti
semula. Sabagai ucapan terimakasih kedua bidadara itu berdoa semoga
keluarga Pandawa panjang usia, hidup bahagia dan sejahtera.

Citragada dan Citrasena kembali ke Kahyangan, Sadewa dan Sakula


kembali ke istana, berkumpul dengan saudara-saudaranya.Sumber
Cerita: Kidung Sudamala, edisi P.V an Stein Callenfels, 1925
R.S. Subalidinata

Banjaran Cerita Pandhawa (8)


Kitab Jawa Baru

Sejak jaman kepujanggan Surakarta (abad 17-19) cerita pewayangan


berkembang dan didukung oleh penulisan kitab-kitab berbahasa Jawa
baru. Cerita yang dimuat dalam Jawa kuna menjadi sumber
pengembangan dan sebagai bahan penciptaan cerita baru. Kitab-kitab
yang berisi cerita pewayangan itu disusun dalam bentuk tembang, teks
drama dan kerangka cerita lakon untuk pentas di layar putih atau kelir.
Kitab-kitab atau naskah yang berisi cerita itu antara lain:

Serat Mintaraga

Serat Mintaraga karangan Sunan Paku Buwana III ditulis dalam bentuk
tembang macapat pada tahun 1704 Jawa. Raden Ngabei Yasadipura I juga
mengarang cerita Arjuna bertapa, dikenal dengan sebutan Serat Wiwaha
Jarwa. Dr.M. Prijohoetomo mengarang cerita Mintaraga dalam bentuk
prosa, berjudul Serat Mintaraga Gancaran (Prijohoetomo, BP. 1953) Isi
pokok cerita Mintaraga yaitu sebagai berikut:

Bathara Indra berunding dengan para dewa.tentang rencana raja


Niwatakawaca yang menggempur Indraloka. Bathara Indra menugaskan
tujuh bidadari untuk menguji keteguhan tapa Arjuna, tetapi usaha mereka
tidak berhasil. Kemudian Bathara Indra menyamar pendeta tua bernama
Resi Padya, menemui Arjuna dan da bertanya tujuan tapa Arjuna.
Sementara itu Niwatakawaca menyuruh Momongmurka untuk membunuh
Arjuna. Momongmurka berubah menjadi babi hutan, dan ketika
mengamuk babi hutan itu dibunuh oleh Arjuna dan Kirata. Kirata dan
Arjuna berebut sebagai pembunuh babi hutan. Setelah berkelahi Kirata
menampakkan diri sebagai dewa Siwah, lalu menganugerahkan panah
Pasupati kepada Arjuna.

Di Benteng pertahanan yang terakhir, Niwatakawaca gugur


terkena panah Pasupati yang dilepaskan Arjuna. Badannya
hancur menyatu dengan kaki Gunung Sumeru. (karya: Herjaka HS)

Bathara Indra menyuruh dua bidadari untuk menyampaikan surat


permintaan agar Arjuna datang ke Indraloka menolong para dewa. Arjuna
dan Supraba ditugaskan pergi ke Imantaka untuk mengetahui rahasia
kesaktian dan kematian Niwatakawaca. Supraba pura-pura menyerah,
dan berhasil mengatehaui rahasia kesaktian dan kematian Niwatakawaca.

Arjuna dan Supraba kembali ke Indraloka. Niwatakawaca bersama


perajurit menggempur Indraloka. Para dewa dan Arjuna melawan
perajurit raksasa. Niwatakawaca gugur di medan perang karena terkena
panah Pasupati pada pangkal lidahnya. Atas keberhasilannya, Arjuna
disambut oleh para dewa dan bidadari, dinobatkan menjadi raja dan
beristeri Supraba. Kemudian Arjuna menemui saudara-saudaranya.

Serat Dewaruci

Serat Dewaruci karangan Raden Ngabehi Yasadipura I ditulis dalam


bentuk tembang macapat. Raden Ngabehi Yasadipura II menulis cerita
Bimasuci dalam bentuk tembang gedhe. M. Prijohoetomo menyadur dalam
bentuk prosa berjudul Bimasuci (Javaansche Leeboek, 1937). Isi pokok
Dewaruci sebagai berikut: Wrekodara disuruh mencari air suci oleh Dhang
Hyang Drona, lalu berpamitan kepada saudara-saudaranya. Wrekodara
menuju ke gunung Candramuka, bertemu dengan raksasa Rukmuka dan
Rukmakala. Terjadilah perkelahian. Kedua raksasa musnah, menjelma
menjadi dewa Indra dan dewa Bayu. Dua dewa memberi tahu, bahwa di
gunung Candramuka tidak ada air suci. Wrekodara kembali ke kerajaan
Hastina.

Dhang Hyang Drona menyuruh agar Wrekodara pergi ke samodara tempat


air suci itu. Wrekodara pergi ke samodara lalu mencebur ke dalamnya.
Waktu mencebur di samodra disambut ular naga. Ular naga itu dibununh
oleh Wrekodara. Wrekodara bertemu dengan Dewaruci, lalu diwejangnya.
Setelah mendapat wejangan, Wrekodara menjadi suci, lalu kembali ke
Ngamarta.

WEJANGAN DEWA RUCI

termangu sang bima di tepian samudera


dibelai kehangatan alun ombak setinggi betis
tak ada lagi tempat bertanya
sesirnanya sang naga nemburnawa

dewaruci, sang marbudyengrat, memandangnya iba dari kejauhan,


tahu belaka bahwa tirta pawitra memang tak pernah ada
dan mustahil akan pernah bisa ditemukan
oleh manusia mana pun.

menghampir sang dewa ruci sambil menyapa:


‘apa yang kau cari, hai werkudara,
hanya ada bencana dan kesulitan yang ada di sini
di tempat sesunyi dan sekosong ini’

terkejut sang sena dan mencari ke kanan kiri


setelah melihat sang penanya ia bergumam:
‘makhluk apa lagi ini, sendirian di tengah samudera sunyi
kecil mungil tapi berbunyi pongah dan jumawa?

serba sunyi di sini, lanjut sang marbudyengrat


mustahil akan ada sabda keluhuran di tempat seperti ini
sia-sialah usahamu mencarinya tanpa peduli segala bahaya

sang sena semakin termangu menduga-duga,


dan akhirnya sadar bahwa makhluk ini pastilah seorang dewa
ah, paduka tuan, gelap pekat rasa hatiku.
entahlah apa sebenarnya yang aku cari ini.
dan siapa sebenarnya diriku ini

ketahuilah anakku, akulah yang disebut dewaruci, atau sang


marbudyengrat
yang tahu segalanya tentang dirimu
anakku yang keturunan hyang guru dari hyang brahma,
anak kunti, keturunan wisnu yang hanya beranak tiga, yudistira, dirimu,
dan janaka.
yang bersaudara dua lagi nakula dan sadewa dari ibunda madrim si putri
mandraka.
datangmu kemari atas perintah gurumu dahyang durna
untuk mencari tirta pawitra yang tak pernah ada di sini

bila demikian, pukulun, wejanglah aku seperlunya


agar tidak mengalami kegelapan seperti ini
terasa bagai keris tanpa sarungnya

sabarlah anakku,.memang berat cobaan hidup


ingatlah pesanku ini senantiasa
jangan berangkat sebelum tahu tujuanmu,
jangan menyuap sebelum mencicipnya.
tahu hanya berawal dari bertanya, bisa berpangkal dari meniru,
sesuatu terwujud hanya dari tindakan.

janganlah bagai orang gunung membeli emas,


mendapat besi kuning pun puas menduga mendapat emas
bila tanpa dasar, bakti membuta pun akan bisa menyesatkan

duh pukulun, tahulah sudah di mana salah hamba


bertindak tanpa tahu asal tujuan
sekarang hamba pasrah jiwaraga terserah paduka.

nah, bila benar ucapanmu, segera masuklah ke dalam diriku.


lanjut sang marbudyengrat

sang sena tertegun tak percaya mendengarnya


ah, mana mungkin hamba bisa melakukannya
paduka hanyalah anak bajang sedangkan tubuh hamba sebesar bukit

kelingking pun tak akan mungkin muat.

wahai werkudara si dungu anakku,


sebesar apa dirimu dibanding alam semesta?
seisi alam ini pun bisa masuk ke dalam diriku,
jangankan lagi dirimu yang hanya sejentik noktah di alam.

mendengar ucapan sang dewaruci sang bima merasa kecil seketika,


dan segera melompat masuk ke telinga kiri sang dewaruci
yang telah terangsur ke arahnya

heh, werkudara, katakanlah sejelas-jelasnya


segala yang kau saksikan di sana

hanya tampak samudera luas tak bertepi, ucap sang sena


alam awang-uwung tak berbatas hamba semakin bingung
tak tahu mana utara selatan atas bawah depan belakang
janganlah mudah cemas, ujar sang dewaruci
yakinilah bahwa di setiap kebimbangan
senantiasa akan ada pertolongan dewata

dalam seketika sang bima menemukan kiblat dan melihat surya


setelah hati kembali tenang tampaklah sang dewaruci di jagad walikan.

heh, sena! ceritakanlah dengan cermat segala yang kau saksikan!

awalnya terlihat cahaya terang memancar, kata sang sena


kemudian disusul cahaya hitam, merah, kuning, putih.
apakah gerangan semua itu?

ketahuilah werkudara, cahaya terang itu adalah pancamaya,


penerang hati, yang disebut mukasipat (mukasyafah),
penunjuk ke kesejatian, pembawa diri ke segala sifat lebih.
cahaya empat warna, itulah warna hati
hitam merah kuning adalah penghalang cipta yang kekal,
hitam melambangkan nafsu amarah, merah nafsu angkara, kuning nafsu
memiliki.
hanya si putih-lah yang bisa membawamu
ke budi jatmika dan sanggup menerima sasmita alam,

namun selalu terhalangi oleh ketiga warna yang lain


hanya sendiri tanpa teman melawan tiga musuh abadi.
hanya bisa menang dengan bantuan sang suksma.
adalah nugraha bila si putih bisa kau menangkan
di saat itulah dirimu mampu menembus segala batas alam tanpa belajar.

duhai pukulun, sedikit tercerahkan hati hamba oleh wejanganmu


setelah lenyap empat cahaya, muncullah nyala delapan warna,
ada yang bagai ratna bercahaya, ada yang maya-maya, ada yang
menyala berkobar.

itulah kesejatian yang tunggal, anakku terkasih


semuanya telah senantiasa ada dalam diri setiap mahluk ciptaan.
sering disebut jagad agung jagad cilik

dari sanalah asal kiblat dan empat warna hitam merah kuning putih
seusai kehidupan di alam ini semuanya akan berkumpul menjadi satu,
tanpa terbedakan lelaki perempuan tua muda besar kecil kaya miskin,
akan tampak bagai lebah muda kuning gading
amatilah lebih cermat, wahai werkudara anakku

semakin cerah rasa hati hamba.


kini tampak putaran berwarna gading, bercahaya memancar.
warna sejatikah yang hamba saksikan itu?

bukan, anakku yang dungu, bukan,


berusahalah segera mampu membedakannya
zat sejati yang kamu cari itu tak tak berbentuk tak terlihat,
tak bertempat-pasti namun bisa dirasa keberadaannya di sepenuh jagad
ini.

sedang putaran berwarna gading itu adalah pramana


yang juga tinggal di dalam raga namun bagaikan tumbuhan simbar di
pepohonan
ia tidak ikut merasakan lapar kenyang haus lelah ngantuk dan
sebagainya.
dialah yang menikmati hidup sejati dihidupi oleh sukma sejati,
ialah yang merawat raga
tanpanya raga akan terpuruk menunjukkan kematian.

pukulun, jelaslah sudah tentang pramana dalam kehidupan hamba


lalu bagaimana wujudnya zat sejati itu?

itu tidaklah mudah dijelaskan, ujar sang dewa ruci, gampang-gampang


susah
sebelum hal itu dijelaskan, kejar sang bima, hamba tak ingin keluar dari
tempat ini
serba nikmat aman sejahtera dan bermanfaat terasa segalanya.

itu tak boleh terjadi, bila belum tiba saatnya, hai werkudara
mengenai zat sejati, engkau akan menemukannya sendiri
setelah memahami tentang penyebab gagalnya segala laku serta bisa
bertahan dari segala goda,
di saat itulah sang suksma akan menghampirimu,
dan batinmu akan berada di dalam sang suksma sejati

janganlah perlakukan pengetahuan ini seperti asap dengan api,


bagai air dengan ombak, atau minyak dengan susu
perbuatlah, jangan hanya mempercakapkannya belaka
jalankanlah sepenuh hati setelah memahami segala makna wicara kita ini
jangan pernah punya sesembahan lain selain sang maha luhur
pakailah senantiasa keempat pengetahuan ini
pengetahuan kelima adalah pengetahuan antara,
yaitu mati di dalam hidup, hidup di dalam mati
hidup yang kekal, semuanya sudah berlalu
tak perlu lagi segala aji kawijayan, semuanya sudah termuat di sini.

maka habislah wejangan sang dewaruci,


sang guru merangkul sang bima dan membisikkan segala rahasia rasa
terang bercahaya seketika wajah sang sena menerima wahyu
kebahagiaan
bagaikan kuntum bunga yang telah mekar.
menyebarkan keharuman dan keindahan memenuhi alam semesta

dan blassss . . . !
sudah keluarlah sang bima dari raga dewaruci sang marbudyengrat
kembali ke alam nyata di tepian samodera luas sunyi tanpa sang dewaruci
sang bima melompat ke daratan dan melangkah kembali
siap menyongsong dan menyusuri rimba belantara kehidupan

Serat Partakrama.

Serat Partakrama karangan Raden Ngabehi Sindusastra (VBG XXXIII No.


169 th. 1875-1876), ditulis dalam bentuk tembang macapat, berisi cerita
perkawinan Arjuna dengan Sumbadra, isi pokok cerita sebagai berikut:
Arjuna jatuh sakit karena rindu kepada Sembadra. Kresna
mengetahuinya,lalu membujuk Sumbadra supaya mau diperisteri Arjuna.
Sembadra menyanggupinya asal dipenuhi permintaanya, yaitu pusaka
Pulanggeni dan putri Sulastri. Permintaan itu disampaikan kepada Prabu
Yudhisthira.

Burisrawa juga ingin memperisteri Sumbadra. Prabu Doryudana minta


agar Patih Sengkkuni minta bantuan Prabu Baladewa. Prabu Baladewa
datang di Dwarawati, menemui Kresna. Kresna kebingungan, lalu
mengadakan sayembara. Calon suami Sembadra harus bisa menyerahkan
kereta emas, kerbau danu dan bunga dewandaru.

Raja Ngambarmuka di negara Garbaruci juga ingin memperisteri


Sumbadara. Raja itu lalu melamarnya. Para Pandhawa berusaha
memenuhi permintaan Kresna. Wrekodara berhasil meminjam kereta
emas dari Singgela. Gatotkaca memperoleh kerbau dari Sumeru. Arjuna
berhasil memperoleh bunga dewa ndaru dari Bathara Guru.

Para Korawa berhasil merebut kerbau danu dari tangan Gatotkaca.


Sengkuni melapor kepada Baladewa, bahwa barang yang diminta sebagai
syarat perkawinan dirampas oleh Pandhawa. Baladewa marah, bersama
perajurit Korawa menyerang Pandhawa. Namun Pandhawa dapat
menghalau serangan perajurit Korawa.

Setelah musuh dapat diundurkan, Arjuna bersama Sumbadra menghadap


Baladewa. Melihat Sumbadra adiknya, Baladewa hilang kemarahannya,
dan menyetujui Sumbadra diperisteri Arjuna.

Prabu Ngambarmuka bersama perajurit datang menyerang Dwarawati.


Baladewa, Wrekodara dan Gatotkaca berhasil memusnahkan musuh.

Pesta perkawinan Arjuna dengan Sumbadra dilaksanakan di Dwarawati.

R.S. Subalidinata
Srikandhi melatih prajurit (oil pada kanvas 120 cm x 80 cm, karya
Herjaka HS 2009)

Banjaran Cerita Pandhawa (9)


Serat Srikandhi Maguru Manah

Serat Srikandhi Maguru Manah karangan Raden Ngabehi Sindusastra


(VBG XXXIII No. 167 Th.1874) dikarang dalam bentuk tembang Macapat,
berisi cerita tentang perkawinan Arjuna dengan Srikandi. Isi pokok
ceritanya adalah sebagai berikut :

Jungkungmardeya raja Paranggubarja mimpi bertemu dengan Srikandhi


anak raja Cempala. Raja itu lalu menugaskan Patih Jayasudarga untuk
menyampaikan surat lamaran kepada Durpada. Sang Raja menyetujui
lamaran itu, tetapi Srikandhi tidak menerima lamaran tersebut. Kemudian
Srikandi melarikan diri menuju Madukara, dengan dalih untuk berguru
memanah. Namun senyatanya, Srikandhi minta perlindungan kepada
Arjuna. Kepergian Srikandhi menyebabkan orang se istana kebingungan.
Drupadi mencari Srikandi ke Madukara, untuk meminta kepada Srikandhi
agar mau kembali ke istana.

Arjuna berhasil mengalahkan raja Jungkungmardeya dan prajuritnya.


Demikian juga Arjuna harus mengusir Korawa yang ingin merebut
Sumbadra yang akan dikawinkan dengan Burisrawa. Arjuna berhasil
memperisteri Srikandhi, setelah Larasati mampu mengungguli kepandaian
Srikandhi dalam hal berolah panah.

Cerita tokoh-tokoh Pandawa secara individu atau kelompok banyak


didapat dalam beberapa naskah kumpulan cerita lakon, yaitu cerita prosa
yang berisi kerangka cerita sebagai pegangan untuk pementasan pada
layar oleh seorang dalang.

Cerita Kelahiran Pandhawa

Cerita kelahiran Pandhawa dimuat dalam kitab Adiparwa. Isi pokok cerita
itu sebagai berikut:
Pandhu dinobatkan menjadi raja oleh Bhisma. Ia naik tahta kerajaan
untuk melindungi dunia. Negara disekitarnya takluk kepadanya, antara
lain negara Magada, Matila, Kasi, Sukma dan Swendra.

Selama menjadi raja Pandhu pernah berburu di hutan yang terletak di


gunung Himawan. Kunti dan Madri mengikutinya. Waktu berburu raja
melihat kijang jantan dan betina sedang bercumbu-cumbuan. Kijang
jantan itu jelmaan Begawan Kindhama yang ingin mencintai kijang betina
berwarna putih dan cantik. Kijang yang sedang berwawanasmara itu
dipanah oleh Pandhu. Kedua kijang terkena anak panah, musnah
bersama. Kemudian didengar suara kutukan. Dikatakan Pandhu amat
kejam, tidak menaruh belas kasihan kepada kijang yang sedang
bercumbu-cumbuan. Pandhu akan menderita susah, akan mati bila
berwawanasmara dengan istrinya. Tetapi Pandhu tidak berdosa meskipun
telah membunuh barahmana, sebab ketika dibunuh Kindhama berwujud
binatang.

Pandhu menjadi susah, lalu bercerita kepada kedua isterinya Kunti dan
Madri ikut menangis dan ikut bersedih hati. Mereka berdua disuruh
kembali ke istana, mengikuti Bhisma dan Widura, supaya memberitahu
kepada Dhestarastra, Ambika dan Ambalika. Sedangkan Ia akan hidup
bertapa. Kedua isteri tidak mau kembali ke negara, mereka mengikuti
Pandhu hidup di pertapaan. Mereka melepas pakaian kebesaran dan
mengenakan pakaian kulit kayu, menyusuri gunung Nagasthagiri,
Citraratawahana, asrama Nagasthama, Indradyumna, Hangsakuta,
berakhir di Saptarengga.

Pandhu dan dua isterinya tinggal di Saptarengga. Pada suatu ketika Kunti
dipanggil, diberi ajaran masalah darma. Bertapa itu darma, tetapi tidak
akan kembali ke sorga. Hasil tapa tidak akan dinikmati oleh orang yang
tidak beranak. Maka Pandhu berkesimpulan bahwa tapa mereka tidak
berguna, karena mereka tidak beranak.

Pandhu bercerita tentang Saradandayani yang dianugerahi anak karena


mengadakan korban mohon anak. Cerita Badra isteri maharaja
Wyusitaswa yang rajin memohon karunia anak, yang kemudian mendapat
empat anak. Cerita tentang Bagawan Udalaka yang isterinya ditarik
tangannya oleh seorang tamu, karena tamu itu tertarik kecantikan isteri
tuan rumah. Anak Bagawan Udalaka marah, karena ibunya ditarik laki-laki
tamu. Anak Udalaka yang bernama Swetaketu mengutuk dan membuat
larangan bagi laki-laki yang mengambil wanita yang masih setia kepada
suaminya. Laki-laki yang mengambil isteri orang lain akan mendapat
malapetaka. Tetapi seorang isteri yang menurut darma tidak beranak
boleh berusaha memperoleh anak, itu tidak mendatangkan sengsara,
karena memperoleh anak itu menurut darma.

Mendengar cerita Pandhu itu, Kunthi berkesimpulan, bahwa suaminya


akan setuju bila ia berupaya untuk beranak. Ia lalu berkata, bahwwa
sejak berguru kepada Begawan Durwasa ia mendapat anugerah ilmu
bernama Adityahrdaya. Ilmu tersebut dapat untuk menghadirkan dewa
yang mau menganugerahi anak. Maharaja Pandhu senang dan menyetujui
usaha isterinya dengan menggunakan ilmu itu.
Pertama Pandu meminta Kunti agar mendatangkan dewa Dharma, agar
dikaruniani anak yang mengerti kepada darma. Kunti mengucapkan
ilmunya, maka datanglah dewa Dharma. Kunthi mengandung, kemudian
melahirkan anak dan diberi nama Yudhisthira. Selanjutnya diminta
menghadirkan dewa Bayu, agar memberi anak yang sakti. Kunthi hamil,
dan ketika lahir bayi dipangkunya, tiba-tiba datang harimau dari belukar.
Kunthi lari, bayi jatuh di batu karena lepas dari pangkuan Kunthi. Batu
hancur, pandhu kagum, bayi diberi nama Bimasena. bersamaan dengan
kelahiran Bimasena, Gendari mempunyai anak Duryodhana. Usaha yang
ketiga, Kunthi mendatangkan dewa Indra. Kunthi hamil. Kemudian lahir
bayi yang kemudian dinamai Arjuna. Sewaktu Arjuna lahir, Pandhu
berkata kepada Kunti, bahwa anaknya akan sakti dan mempunyai
keberanian seperti Arjunasasrabahu.

Madri minta agar diusahakan beranak juga. Atas persetujuan Kunthi,


mereka mendatangkan dewa. Yang hadir adalah Aswino, dewa kembar.
Madri hamil dan melahirkan anak kembar, diberi nama Nakula dan
Sahadewa. R.S. Subalidinata

Banjaran Cerita Pandhawa (10)


Kelahiran Yudhisthira

Pertemuan di istana Ngastina, Pandhu dihadap oleh Dhestharata, Widura


dan Patih Jayaprayitna. Mereka membicarakan kandungan Kunthi yang
telah sampai bulan kelahirannya belum juga lahir. Tengah mereka
berunding, Arya Prabu Rukma datang memberi tahu, bahwa negara
Mandura akan diserang perajurit dari negara Garbasumandha. Raja
Garbasumandha ingin merebut Dewi Maherah. Raja Basudewa minta
bantuan. Arya Widura disuruh pergi ke Wukir Retawu dan ke Talkandha,
supaya mohon doa restu demi kelahiran bayi. Raja Pandhu akan ke
Mandura untuk membantu raja Basudewa dalam menahan serangan
musuh.

Raja Pandhu menemui Dewi Kunthi yang sedang berbincang-bincang


dengan Dewi Ambika, Dewi Ambiki dan Dewi Madrim. Setelah memberi
tahu tentang rencana kepergiannya ke Mandura, Pandhu lalu bersamadi.
Kemudian berangkat ke Mandura bersama Arya Prabu Rukma,
Dhestharata menunggu kerajaan Ngastina.

Yaksadarma raja Garbasumandha dihadap oleh Arya Endrakusuma, Patih


Kaladruwendra, Togog, Sarawita dan Ditya Garbacaraka. Raja
berkeinginan memperisteri Dewi Maherah isteri raja Mandura. Ditya
Garbacaraka disuruh melamar, Togog menyertainya, Patih Kaladruwendra
dan perajurit disuruh mengawal perjalanan mereka.

Perajurit Garbasumandha bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah


perang, tetapi perajurit Garbasumandha menyimpang jalan.

Raja Basudewa dihadap oleh Patih Saraprabawa, Arya Ugrasena dan


hulubalang raja. Mereka menanti kedatangan Arya Prabu Rukma. Arya
Prabu Rukma datang bersama Pandhu. Setelah berwawancara, raja
Basudewa masuk ke istana akan menjumpai para isteri. Namun
Garbcaraka telah masuk ke istana lebih dahulu, dan berhasil melarikan
Dewi Maherah. Dewi Mahendra dan Dewi Badraini kebingungan. Basudewa
dan Pandhu datang, Basudewa minta agar Pandhu segera mencarinya.
Pandhu segera berangkat meninggalkan kerajaan Mandura.

Pandhu berhasil mengejar Garbacaraka dan merebut Dewi Maherah, lalu


dibawa kembali ke Mandura. Setelah menyerahkan Dewi Maherah, Pandhu
minta pamit, kembali ke Ngastina, Raja Basudewa mengikutinya.

Semar, Gareng, Petruk dan Bagong bersenda gurau, kemudian


menghadap Begawan Abiyasa. Bagawan Abiyasa sedang berunding
dengan Resi Bisma tentang kehamilan Kunthi. Arya Widura datang dan
minta sarana untuk kelahiran bayi yang dikandung oleh Kunthi.

Arya Widura disuruh berangkat kembali ke Ngastina, Bagawan Abiyasa


dan Resi Bisma segera mengikutinya. Perjalanan Arya Widura dihadang
oleh raksasa Garbasumandha. Arya Widura mengamuk, perajurit raksasa
banyak yang gugur dan melarikan diri.

Bathara Guru mengadakan pertemuan di Suralaya, dihadiri oleh Bathara


Narada, Bathara Panyarikan, Bathara Dharma dan Bathara Bayu. Mereka
berbicara tentang kehamilan Kunthi. Bathara Narada disuruh turun ke
marcapada bersama Bathara Dharma, Bathara Panyarikan dan Bathara
Bayu. Mereka disuruh memberi pertolongan kepada Dewi Kunthi.

Perjalanan raja Basudewa dan Pandhu berjumpa dengan Patih


Kaladruwendra. Terjadilah perkelahian, Kaladruwendra terbunuh ole
panah Pandhu.

Raja Yaksadarma dan Endrakusuma menanti kedatangan Garbacaraka.


Garbacaraka datang bercerita tentang hasil yang diperoleh, tetapi direbut
oleh raja Pandhu. Cerita belum selesai, tiba-tiba kepala Kaladruwendra
jatuh dihadapan raja. Yaksadarma marah, lalu mempersiapkan perajurit,
akan menyerang negara Ngastina.
Raja Pandhu berbicara dengan Arya Prabu Rukma, Ugrasena, raja
Basudewa dan Arya Widura. Arya Widura memberi tahu tentang
kesanggupan Bagawan Abiyasa dan Resi Bisma. Tengah mereka
berbincang-bincang, Bagawan Abiyasa dan resi Bisma datang. Setelah
mereka berdua disambut, lalu diajak masuk ke istana. Bathara Narada
dan Bathara Darma datang. Raja Pandhu dan Basudewa cepat-cepat
menyambut kedatangan para dewa. Bathara Narada memberi tahu
tentang tujuan kedatangannya. Bathara Narada menyuruh agar Bathara
Darma merasuk kepada Dewi Kunthi, membimbing kelahiran bayi.
Bathara Darma merasuk, bayi dalam kandungan Dewi Kunthi lahir melalui
ubun-ubun. Bayi lahir laki-laki. Bathara Narada memberi nama
Puntadewa, dan mendapat sebutan Darmaputra. Semua yang hadir
menyambut kelahiran sang bayi.

Raja Yaksadarma dan para pengikutnya datang menyerang negara


Ngastina. Raja Yaksadarma mati oleh Pandhu, Endrakusuma mati oleh
Arya Widura, Garbacaraka mati oleh Arya Ugrasena. Bathara Bayu
menghalau semua perajurit raksasa.

Pesta besar di negara Ngastina. (Pandjang Mas Tahun III, 1955 No.9 dan
10)
R.S. Subalidinata.

Banjaran Cerita Pandhawa (11)


Perkawinan Yudhisthira

Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh pendeta Durna,


Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Jayadrata, Citraksa dan Citraksi.
Pada kesempatan tersebut Raja mengungkapkan niatnya, ingin
mengawinkan pendeta Durna. Senyampang ada sayembara untuk
merebutkan putri Cempalareja yang bernama Dewi Drupadi Jayadrata
ditugaskan untuk mengikuti sayembara di Pancalareja atau Cempalareja
atas nama pendeta Durna. Setelah selesai perundingan, raja
membubarkan pertemuan, lalu masuk istana.

Prabu Duryodana disongsong oleh permaisuri dan ibunya. Raja bercerita


tentang rencana perkawinan pendeta Durna. Mereka makan bersama

Patih Sakuni mengumpulkan para Korawa, mereka diberitahu tentang


kepergian ke Pancalareja dan pembagian tugas. Setelah siap mereka
berangkat bersama perajurit untuk mengikuti sayembara.
Yudisthira naik kereta menuju Pancalareja (karya : Herjaka HS)

Di negara Umbul Tahunan sang raja Prabu Kala Kuramba juga ingin
mengikuti sayembara dan memperisteri Drupadi, putri raja Pancalareja.
Raja menugaskan Kala Gragalba untuk menyampaikan surat lamaran.
Kala Gragalba disertai Kala Gendhing Caluring, Kala Palunangsa,
Wijamantri dan Tejamantri berangkat ke Cempalareja. Perjalanan Kala
Gragalba bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, Kala
Gragalba dan perjuritnya terdesak, mereka menyimpang jalan.

Yudisthira dihadap oleh Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Mereka


menemui Bagawan Abyasa. Begawan Abyasa memberi tahu, bahwa raja
Drupada mengadakan sayembara. Yudisthira disuruh mengikuti
sayembara itu, Bima diminta mewakilinya. Para Pandhawa menyetujuinya,
Arjuna disuruh berangkat lebih dahulu. Arjuna berangkat bersama
panakawan. Perjalanan Arjuna bertemu barisan raksasa. Terjadilah
perkelahian, perajurit raksasa musnah.

Kakrasana raja muda di Mandura berunding dengan Patih Pragota dan


Patih Prabawa. Patih menyetujuinya, Kakrasana segera berangkat.

Di Pancalareja, Prabu Drupada dengan Trusthaketu, sedang


membicarakan persiapan sayembara. Patih Sakuni datang, minta ijin
untuk mengikuti sayembara, dan akan diwakili oleh Jayadrata. Raja
menyuruh agar peserta sayembara hadir di alun-alun. Kemudian raja
menyuruh agar Trusthaketu menemui Gandamana memberi tahu, bahwa
telah datang peserta sayembara. Gandamana segera pergi ke alun-alun.
Jayadrata telah siap menanti. Gandamana dengan sigap menarik
Jayadrata, kemudian dibanting. Jayadrata pingsan tidak berdaya, lalu
ditarik mundur oleh para Korawa.

Selanjutnya datang Kakrasana yang menyamar sebagai pertapa.


Gandamana menghadapi dengan tenang. Kakrasana digertak, terpental
jauh dan jatuh terjepit batu. Kakrasana berteriak kesakitan, memanggil-
manggil Narayana. Kebetulan Narayana lewat, mendengar panggilan atas
dirinya. Batu penjepit diminta kembali, narayana meneruskn perjalanan ,
hendak menyaksikan sayembara.
Yudisthira sesaudara menghadap Prabu Drupada. Ia minta diperkenankan
mengikuti sayembara. Raja merelakan Drupadi untuk diperisteri Yudisthira
tanpa harus melalui sayembasara, tetapi Gandamana tidak merelakannya.
Bima juga tidak ingin perkawinan tanpa menempuh sayembara.

Bima datang dialun-alun, Gandamana siap melawannya. Mula-mula Bima


dapat disergap kuat-kuat,sehingga tidak berdaya. Melihat Bima terdesak,
Arjuna dari jauh memberi isyarat agar Bima menggunakan kuku
Pancanakanya. Gandamana ditusuk dengan kuku Pancanaka dan jatuh tak
berdaya. Sebelum meninggal Gandamana memberikan ilmu kesaktian dan
pesan kepada Bima.

Narayana menggugat kemenangan sayembara untuk Yudisthira. Ia


bertengkar dengan Arjuna. Trusthajumena datang melerainya, dan
mengatakan jika yang bertikai berhasil membunuh Naga yang berada
dipohon beringin dialah yang berhak memboyong Drupadi. Mereka
mencoba membunuh seekor Naga. Narayana tidak dapat membunuhnya.
Panah Arjuna berhasil memusnahkan Naga. Narayana masih belum
terima, ia mengajak beradu kesaktian dengan Arjuna. Dan Arjuna
meladeni tantangan Narayana. Narayana dipanah oleh Arjuna, terpental
jauh, jatuh di luar kerajaan Pancalareja.

Prabu Drupada menyerahkan Drupadi kepada Yudisthira. Upacara


perkwinan dan pesta besar akan dilaksanankan di kerajaan Pancalareja.
Tiba-tiba raksasa Kala Karamba datang bersama perajurit raksasa. Bima
ditugaskan untuk melawan musuh. Raja raksasa mati dan perajurit
raksasa musnah tak bersisa.

Prabu Drupada dan para Pandhawa mengadakan pesta perkawinan di


istana Pancalareja Mangkunagara VII jilid IX, 1931:13-1 R.S. Subalidinata

Raja Dhestharata dihadap oleh Arya Suman dan Patih Sanjaya. Mereka
membicarakan anak Pandhu yang lahir, tetapi masih berada dalam
bungkus. Bayi berbungkus itu diasingkan ke hutan Krendhawahana.
Konon Premadi telah diutus menghadap Bagawan Abiyasa untuk minta
pertolongan agar bayi segera keluar dari bungkus. Dhestharata minta
agar Arya Suman dan Warga Korawa berusaha ikut memecahkan
bungkus. Setelah pertemuan selesai Dhestharata masuk ke istana,
memberi tahu kepada permasuri tentang bayi anak Pandhu.

Arya Suman menjumpai para Korawa dan bercerita tentang bayi bungkus.
Ia diperintah raja untuk membantu memecahkannya. Dursasana usul agar
bayi dalam bungkus dibunuh saja, dengan dalih pura-pura menolongnya.

Kelahiran Bima (1)

Kala Dahana raja Batareta dihadap oleh Patih Kala Bantala, Kala Maruta,
Kala Ranu dan abdi perempuan bernama Kepet Mega. Raja bercerita
tentang mimpinya. Dalam mimpi raja bertemu dengan Citrawarsiti putri
raja Karentegnyana di Tasikmadu. Raja Kala Dahana ingin memperisteri
putri itu, lalu mengutus Patih Kala Bantala untuk menyampaikan surat
lamaran. Patih Kala Bantala segera minta diri, berangkat ke Tasikmadu.
Para perajurit raksasa ikut menyertainya. Di tengah perjalanan perajurit
raksasa itu bertemu dengan perajurit Korawa. Maka terjadilah
perselisihan, mereka bertempur. Perajurit Batareta menyimpang jalan,
menghindari perang.

Para Korawa berusaha memecah Bayi Bungkus anak Yudhisthira (karya


Herjaka HS)

Premadi menghadap Bagawan Abiyasa, ia menanyakan peri hal kakaknya


yang masih tinggal di dalam bungkus. Bagawan Abiyasa memberitahu,
bahwa bayi dalam bungkus segera akan lahir. Premadi diwejang oleh
Sang Bagawan, kemudian disuruh pergi ke hutan Krendhawahana.
Premadi minta diri, lalu berangkat ke hutan. Para panakawan
menyertainya. Di tengah perjalanan Premadi dihadang oleh beberapa
raksasa. Terjadilah perkelahian, raksasa berhasil dikalahkan oleh Premadi.

Bathara Guru dihadap oleh Dewi Uma, Bathara Narada dan beberapa
dewa lainnya. Bathara Narada memberi tahu, bahwa gara-gara terjadi
karena seorang bayi dalam bungkus, yang tergolek di hutan
Krendhawahana. Bathara Guru minta agar Bathara Narada mengajak
Gajahsena turun ke Marcapada, membantu kelahiran bayi bungkus.
Bathara Narada dan Gajahsena turun ke Marcapada.

Bathara Narada dan Gajahsena tiba di hutan Krandhawahana. Gajahsena


diminta untuk memecah bungkus bayi. Bayi dalam bungkus dibanting,
maka tiba-tiba dari dalam bungkus larilah seorang anak dewasa lengkap
dengan dengan busana dan nampak gagah perkasa. Gajahsena mengejar
dan berulang-ulang membanting anak itu, tetapi tidak hancur, bahkan
semakin kuat R.S. Subalidinata

Banjaran Cerita Pandhawa 13


Kelahiran Bima (2)

Si bocah yang baru pecah dari bungkusnya merasa teraniaya hidupnya


oleh Gajah Raksasa yang bernama Gajah Sena. Maka anak tersebut
kemudian berusaha melawan Gajah Sena. Gajah Sena dibanting dan
hancur, musnah dan menyatu dengan anak sakti itu, lalu diberi nama
Bratasena. Oleh Narada, Premadi dan Bratasena disuruh kembali ke
Ngastina.

Bratasena dan Yudhisthira menghadap Kunthi ibunya (karaya Herjaka HS)

Bathara Narada membawa bungkus bayi ke Banakeling, ditaruh di atas


batu rata. Bungkus bayi diambil oleh raja Sempani, dan dicipta menjadi
bayi. Selanjutnya bayi diberikan kepada Dewi Nandhi, isteri raja Sempani.
Seketika payudara Dewi Nandhi keluar air susu untuk menyusui bayi itu.
Maka bayi diberi nama Tirtanata. Bayi dimandikan dengan Banyu Gege.
Seketika menjadi remaja. Tirtanata bertempat tinggal di Banakeling dan
mendapat sebutan Jayadrata.

Kala Bantala telah menghadap raja Karentegnyana di kerajaan


Tasikmadu. Surat lamaran diserahkan kepada raja. Raja menolak lamaran
raja Batareta, Kala Bantala meninggalkan kerajaan Tasikmadu, dan
mengancam kelak akan kembali untuk menyerangnya.

Patih Mandanasraya usul agar raja Tasikmadu minta bantuan kepada raja
Ngastina. Raja mencari bantuan, Citrawarsita ditugaskan ke Ngastina.

Patih Kala Bantala melapor kepada raja Kala Dahana, bahwa lamarannya
ditolak. Kala Dahana marah, lalu menyiapkan perajurit untuk menyerang
negara Tasikmadu dan Ngastina.

Pandu menyambut kedatangannya para Korawa dan Arya Suman. Arya


Suman berkata, bahwa kedatangannya disuruh Dhestharata untuk
membantu memecahkan bayi nungkus. Tengah mereka berbincang-
bincang Premadi dan Bratasena datang. Premadi bercerita tentang
pecahnya Bungkus, yang sekarang isi bungkus itu telah ikut menghadap
Pandhu. Pandhu merasa bahagia dan senang hati. Arya Suman dan
Korawa kecewa, da iri melihat Bratasena yang gagah perkasa itu.

Citrawasesa datang, memberitahu tentang perajurit raksasa dari


Bataretayang menyerang Tasikmadu. Pandhu diminta membantunya, lalu
menawarkan kepada Bratasena. Bratasena menyanggupinya, lalu
berangkat ke Tasikmadu bersama Citrawasita. Premadi minta diijinkan
untuk membantu Bratasena. Mereka berangkat ke Tasikmadu, para
Korawa minta ijin kembali ke Gajahoya.

Kala Dahana dan perajurit raksasa menyerang negara Tasikmadu.


Bratasena dan Premadi menahan serangan musuh itu. Kala Dahana, Kala
Bantala, Kala Maruta dan Kala Ranu mati terbunuh oleh Bratasena. Sukma
mereka menyatu dengan Bratasena.

Premadi berhasil memusnahkan perajurit raksasa. Perang pun selesai,


negara Tasikmadu aman dan damai. Raja Karentegnyana berjanji, kelak
akan membantu Pandhawa bila terjadi perang besar.

Pesta kemenangan diadakan di negara Tasikmadu. Keluarga Ngastina


diundang untuk ikut berpesta menyambut serta merayakan kemenangan
Bratasena dalam memusnahkan musuh yang menyerang Tasikmadu.R.S.
Subalidinata

Kisah perjalanan Pandawa Lima yang terdiri dari Yudhisthira,


Bima,Arjuna, Pingten dan Tangsendalam upayanya menuju hidup abadi
yang membahagiaka. (karya Herjaka HS)

Banjaran Cerita Pandawa (14)


Perkawinam Bima dengan Arimbi

Prabu Matswapati raja Wiratha duduk di atas singhasana, dihadap oleh


Seta, Untara dan Wratsangka. Raja memperbincangkan pemberian hutan
Wanamarta untuk para Pandawa. Untara Wratsangka disuruh membantu
para Pandawa. Mereka minta diri, perundingan dibubarkan, raja masuk ke
istana.

Prabu Matswapati menemui permaisuri, lalu bercerita tentang pemberian.


tempat tinggal di Wanamarta bagi para Pandawa. Mereka lalu bersantap
bersama. Seta, Untara dan Wratsangka bersiap-siap berangkat ke
Wanamarta. Setelah siap mereka berangkat.

Raja jin bernama Prabu Parta berbicara dengan Gadhing Pangukir.


Kerajaan mereka diganggu oleh manusia. Gading Pangukir menyerang
manusia, Bima yang menghadapinya. Gading Pangukir mati oleh Bima,
lalu bersatu dengan Bima.
Arimbi menghadap Prabu Arimba bercerita tentang mimpinya. Ia
bermimpi bertemu dengan Bima. Prabu Arimba diminta mencarikannya.
Raja marah, Arimbi dipukuli. Arimbi lari meninggalkan istana. Brajadenta,
Brajamusthi dan Brajakesa disuruh mengejarnya. Mereka bersama
perajurit mencari jejak Arimbi.

Arjuna dan panakawan berjalan di hutan Wanamarta. Mereka berjumpa


perajurit raksasa dari pringgandani utusan Prabu Arimba. Perajurit
raksasa dari Pringgandani utusan Prabu Arimba itu musnah, Togog
kembali ke kerajaan.

Puspawati anak raja jin bernama Kombang Aliali bermimpi. Dalam mimpi
ia bertemu dengan Arjuna. Prabu Kombang Aliali diminta untuk
mencarikannya. Raja berangkat, masuk ke hutan dan bertemu dengan
Arjuna. Raja Kombang Aliali minta agar Arjuna mau diambil menjadi
menantu. Arjuna tidak bersedia, tetapi dapat ditangkap oleh raja jin, lalu
dibawa ke kerajaannya, dan dipertemukan dengan Puspawati. Prabu
Kombang Aliali minta melihat keris Pulanggeni milik Arjuna. Keris Arjuna
diberikan, lalu digunakan untuk bunuh diri. Kombang Aliali musnah,
bersatu dengan Arjuna.

Pada waktu lewat tengah malam, Yudhisthira duduk mengheningkan


cipta. Tiba-tiba Arimbi datang, menanyakan kesatria yang bernama Bima.
Bima dipanggil dipertemukan dengan Arimbi. Yudhisthira menyarankan
agar Bima mau memperisteri Arimbi. Bima tidak bersedia
memperisterinya sebab Arimbi berujud raksasi.

Bathara Narada datang, menyarankan agar Bima mau memperisteri


Arimbi. Bathara Narada mengusap wajah Arimbi, seketika hilang wujud
raksasi, Arimbi berubah menjadi manusia cantik. Bima mau memperisteri
Arimbi, Bathara Narada kembali ke Kahyangan.

Togog dan Sarawita kembali ke Pringgandani, menghadap Prabu Arimba,


melapor tentang kematian para perajurit raksasa oleh Arjuna. Prabu
Arimba marah, lalu menyuruh agar Brajadenta mempersiapkan perajurit,
pergi ke Wanamarta. Prabu Parta ingin membela kematian Kombang
Aliali, lalu pergi ke Wanamarta mencari Arjuna.

Yudhisthira menghadap ibunya bersama Bima dan Arjuna, Anoman datang


bersama Basuki, garuda Winantea, Jajahwreka, gajah Lakubanda. Mereka
ingin membantu pembukaan Wanamarta.

Prabu Arimba bersama perajurit datang mengamuk, Bima


menyongsongnya. Raja Arimba mati oleh Bima, semua perajurit
menyerahkan diri.

Pembukaan hutan telah selesai, dibentuk menjadi negara dan bagian-


bagiannya. Tempat tinggal bima diberi nama Munggul Mamenang, tempat
tinggal Arjuna bernama Madukara, Pinten di Sawojajar dan Tangsen di
Bumi Ratawuka. Seluruh Wanamarta menjadi negara Ngamarta, istana
Yudhisthira.
Prabu Parta bersama perajurit datang menyerang negara baru. Arjuna
menyongsong, Prabu Parta dipanah. Seketika prabu Parta musnah
menyatu dengan Arjuna. Terdengar suara, Arjuna supaya menggunakan
nama Parta. Kemudian jin perajurit Prabu Parta dihalau oleh Bima.

Yudhisthira mengadakan pesta besar di negara Ngamarta (Mangkunagara


VII Jilid IX, 1931:10-14) R.S. Subalidinata

Bima masuk ke dalam samodera mencari air suci (karya Herjaka HS)

Banjaran Cerita Pandawa (15)


Cerita Bima Suci

Bima berguru kepada pendeta Durna. Ia disuruh mencari air yang bisa
menyucikan dirinya. Bima lalu ke Ngamarta, memberitahu dan pamitan
kepada saudara-saudaranya. Yudisthira diminta oleh ketiga adiknya
supaya menghalangi keinginan Bima. Bima tidak dapat dihalangi, lalu
pergi berpamitan dan minta petunjuk kepada pendeta Durna.

Bima menghadap pendeta Durna. Pendeta Durna memberitahu, bahwa air


suci berada di hutan Tikbrasara. Bima lalu berpamitan kepada raja
Doryudanan dan pendeta Durna.

Bima meninggalkan kerajaan Ngastina, masuk ke hutan. Setelah melewati


hutan dengan segala gangguannya, perjalanan Bima tiba di gunung
Candramuka. Bima mencari air suci di dalam gua dan membongkari batu-
batu. Tiba-tiba bertemu dengan dua raksasa bernama Rukmuka dan
Rukmakala. Bima diserang. Ke dua raksasa mati dan musnah oleh Bima.
Mereka berdua menjelma menjadi dewa Indra dan dewa Bayu. Kemudian
terdengar suara, memberi tahu agar Bima kembali ke Ngastina. Di tempat
itu tidak ada air suci. Bima segera kembali ke Ngastina.

Bima tiba di Ngastina menemui pendeta Durna yang sedang dihadap oleh
para Korawa. Mereka terkejut melihat kedatangan Bima. Semua yang
hadir menyambut kedatangan Bima dengan ramah. Pendeta Durna
menanyakan hasil kepergian Bima. Bima menjawab bahwa ia tidak
menemukan air suci di gunung Candramuka. Ia hanya menemukan dua
raksasa dan sekarang telah mati dibunuhnya. Pendeta Durna berkata,
bahwa air suci telah berada di pusat dasar laut. Bima percaya dan akan
mencarinya. Dengan basa-basi Duryodana memberi nasihat agar Bima
berhati-hati. Bima berpamitan kepada pendeta Durna dan Doryudana.

Bima menemui saudara-saudaranya di kerajaan Ngamarta, ia minta pamit


pergi mencari air suci.

Yudisthira dan adik-adiknya sangat sedih, lalu memberitahu kepada Prabu


Kresna raja Dwarawati. Kresna datang di Ngamarta, memberi nasihat
agar para Pandhawa tidak bersedih hati. Dewa akan melindungi Bima.
Bima minta diri kepada Kresna dan keluarga Pandhawa. Banyak nasihat
Kresna kepada Bima, tetapi Bima teguh pada keinginannya. Para
Pandhawa mencoba menghalang-halanginya, tetapi tidak berhasil
menahannya.

Bima berjalan menelusuri hutan, kemudian tiba di tepi samodera. Bima


mempunyai kesaktian berasal dari “aji sangara.” Dengan berani ia terjun
ke dalam samodera. Tiba-tiba seekor naga mencegatnya. Naga membelit
Bima, tetapi alhirnya naga mati ditusuk kuku Pancanaka.

Bima tiba di pusat dasar samodera, bertemu dengan Dewa Ruci. Dewa
Ruci dapat menjelaskan asal keturunannya Bima dan menyebut sanak
saudaranya. Lagi pula Dewa Ruci tahu maksud kedatangan Bima di pusat
dasar samodewa. Dewa Ruci memberi nasihat, orang jangan pergi bila
tidak tahu tempat yang akan ditujunya. Jangan makan bila belum tahu
rasa makanan yang akan dimakannya. Jangan mengenakan pakaian bila
belum tahu nama pakaian yang akan dikenakannya. Barang siapa tidak
tahu, bertanyalah kepada orang yang telah tahu. Bima merasa hina, lalu
minta berguru kepada Dewa Ruci. Bima disuruh masuk ke rongga perut
Dewa Ruci. Bima heran mendengar perintah Dewa Ruci. Ia harus masuk
melalui jalan mana, bukankah Dewa Ruci lebih kecil dari pada Bima. Dewa
Ruci berkata, bahwa dunia seisinya bisa masuk ke rongga perutnya. Bima
disuruh masuk lewat lubang telinga kiri. Tibalah Bima di dalam rongga
perut Dewa Ruci. Ia melihat samodera besar lagi luas, tidak bertepi.
Ketika ditanya, Bima menjawab, bahwa ia hanya melihat angkasa kosong
jauh sekali, tidak mengerti arah utara selatan, timur barat dan atas
bawah. Ia kebingungan. Tiba-tiba terang benderang, Bima merasa
menghadap Dewa Ruci. ia tahu arah segala penjuru angin. Dewa Ruci
bertanya tentang sesuatu yang dilihat oleh Bima. Bima menjawab, bahwa
hanya warna hitam merah kuning dan putih yang dilihatnya. Dewa Ruci
memberi wejangan kepada Bima. Setelah menerima wejangan, Bima
merasa senang. Ia tidak merasa lapar, sakit dan kantuk. Ia ingin menetap
tinggal di rongga perut Dewa Ruci. dewa Ruci melarang, Bima diwejang
lagi tentang hakekat hidup manusia. Sempurnalah pengetahuan Bima
tentang hidup dan kehidupan.

Bima telah lepas dari rongga perut Dewa Ruci, lalu minta diri kembali
menemui saudara-saudaranya di Ngamarta. Yudisthira mengadakan pesta
bersama keluarga menyambut kepulangan Bima. Yasadipura I, 1928: I-V
lukisan tinta pada kertas 50 cm x 60 cm, karya Herjaka HS

Banjaran Cerita Pandawa (16)


Kelahiran Arjuna

Dikisahkan Prabu Basudewa, raja Mandura sedang duduk di atas


singhasana, dihadap oleh Raden Ugrasena, Raden Arya Prabu Rukma dan
Patih Saragupita. Mereka membicarakan keinginan Dewi Badraini, isteri
raja yang minta dicarikan Kidangwulung. Oleh karena itu raja ingin pergi
ke hutan Tikbrasara untuk mencari Kidangwulung. Mereka lalu bubaran,
bersiap-siap menghantar keberangkatan raja.

Raja Basudewa menemui Dewi Mahendra dan Dewi Badraini, untuk


memberi tahu tentang rencana kepergiannya ke hutan Tikbrasara. Raja
bersemadi dan berkemas akan pergi berburu. Arya Prabu Rukma, Arya
Ugrasena dan patih Saragupita memimpin perajurit pengawal raja.
Ugrasena tinggal di negara menjaga keamanan istana.

Di hutan Bombawirayang, Dewi Maherah dihadap oleh Suratimantra, abdi


Kepetmega Togog dan Sarawita. Mereka membicarakan perihal kerisauan
Dewi Maherah karena kematian Gorawangsa dan bayi dalam
kandungannya. Ia minta dicarikan Waderbang Sisik Kencana (Ikan badar
merah bersisik emas), pusaka kerajaan Mandura yang diperoleh sejak
kelahiran Kakrasana. Suratimantra minta diri bersama Togog, lalu
menghimpun perajurit dan menuju ke negara Mandura. Kemudian
perajurit raksasa bertemu dengan perajurit Mandura. Terjadilah
pertempuran. Perajurit raksasa menyimpang jalan.

Bagawan Abiyasa dihadap oleh Pandu, Yamawidura, Patih Kuruncana dan


Kunthi. Kunthi mengajukan permohonan supaya dicarikan Kitiran Seta
(Baling-baling Putih) sebagai syarat kelahiran bayi kandungannya. Pandhu
ditugaskan untuk mencarikannya. Pandhu segera minta diri. Di tengah
perjalanan Pandu bertemu dengan Suratimantra, lalu terjadi perkelahian.
Suratimantra menyimpang jalan.

Pandu datang di Karangdhempel, disambut oleh Semar, Gareng, Petruk


dan Bagong. Pandhu mengajak para panakawan pergi mencari Kitiran
Seta. Mereka berangkat meninggalkan Karangdhempel. Perjalanan
mereka masuk ke hutan. Seekor harimau datang menghadangnya.
Terjadilah perkelahian antara harimau dengan Pandhu. Harimau musnah
dan menjelmalah Dewa Kamajaya. Pandhu menghormat, Kamajaya
memberitahu bahwa Kitiran Seta dimiliki oleh Ditya Kalapisaca yang
tinggal di Krendhasara. Dewa Kamajaya kembali ke Suralaya. Pandhu dan
Panakawan menuju ke Krendhasara.

Raja Basudewa, Arya Prabu dan Patih Saragupita berada di tengah hutan
Tikbrasara. Mereka berunding tentang usaha menghalau binatang supaya
masuk ke Pagrogolan. Perajurit beramai-ramai menghalau binatang
buruan. Banyak binatang terperangkap dalam Pagrogolan, antara lain
Kidangwulung. Kemudian Kidangwulung dibawa pulang ke negara
Mandura.

Suratimantra berhasil masuk ke taman Randhugumbala di negara


Mandura, dan berhasil mencuri Waderbang Sisik Kencana, lalu dibawa ke
hutan Bombawirayang

Suratimantra dan Togog menghadap Dewi Maherah. Waderbang Sisik


Kencana diserahkan kepada Dewi Maherah. Tak beberapa lama bayi
dalam kandungan Dewi Maherah lahir dan diberi nama Kangsa. Kangsa
dibawa oleh Suratimantra, agar diakui anak oleh raja Basudewa.
Suratimantra dan Kangsa berangkat ke Mandura.

Disebuah gua di hutan Krendhasara tinggalah sepasang raksasa dan


raseksi bernama Ditya Pisaca dan Pisaci tinggal di gua. Ditya Pisaci
bercerita kepada Kala Pisaca, suaminya, bahwa semalam ia bermimpi
kehilangan sebelah matanya. Tiba-tiba datang raja Pandu bersama
panakawan, dan minta Kitiran Seta kepada Kala Pisaca. Kala Pisaca
mempertahankan Kitiran Seta, terjadilah perkelahian. Kala Pisaca kalah,
Pandu berhasil membawa Kitiran Seta, dibawa pulang ke Ngastina. Petruk
diminta membawanya. Raja Basudewa, Pandhu dan Arya Prabu kembali
ke kerajaan Mandura. R.S. Subalidinata

Banjaran Cerita Pandawa (17)


Kelahiran Arjuna (2)

Bagawan Abyasa, Yamawidura, Kunthi, Madrim, Puntadewa dan Bima


sedang di istana. Mereka menanti kehadiran Pandhu. Tak lama kemudian
Petruk utusan Pandu datang menyerahkan Kitiran Seta, dan memberi
tahu, bahwa raja Pandu sedang mengantar raja Basudewa ke Mandura.

Kunthi yang sedang hamil tua menerima kitirn seta, dan kemudian
lahirlah bayi didalam kandungan. Mereka yang ada di ruangan itu gugup
dan bingung, Bima kemudian membawa bayi yang sedang lahir ke
Mandura menyusul Pandu. Begawan Abyasa dan Petruk mengawal dari
belakang.
“Kelahiran” tinta pada kanvas, karya Herjaka HS

Ugrasena menghadap Dewi Mahendra dan Dewi Badraini. Mereka menanti


kedatangan raja Basudewa. Kemudian datang raja Basudewa, Pandu dan
Arya Prabu. Merela membawa Kidangwulung , seperti yang diminta Dewi
Badraini. Kidangwulung diberikan kepada Dewi Badraini, tak lama
kemudian lahirlah bayi di dalam kandungannya. Bayi tersebut lahir
perempuan dan diberi nama Sumbadra.

Bima datang membawa bayi, Bagawan Abyasa dan Petruk mengikutinya.


Bayi diserahkan kepada Pandu. Pandhu menerima, bayi diberi nama
Parmadi. Bagawan Abyasa memberi nama Palguna. Bima memberi nama
panggilan Jlamprong.

Bayi perempuan sembadra dan bayi laki-laki Parmadi dipangku oleh raja
Basudewa. Sumbadra pada paha kiri dan Parmadi pada paha kanan.
Basudewa berkata, kedua bayi ditunangkan, kelak supaya hidup sebagai
suami isteri dan menurunkan raja besar.

Tiba-tiba datang Suratimantra membawa bayi bernama Kangsa.


Suratimantra memberi tahu, bahwa bayi itu anak Dewi Maherah. Bagawan
Abyasa menyuruh agar Suratimantra bersama bayi Kangsa menungu di
alun-alun. Raja Basudewa menolak penyerahan bayi itu. Raja Basudewa
ingat bahwa bayi itu anak dari Dewi Maherah isterinya dengan
Gorawangsa.

Maka diutuslah Ugrasena untuk datang di alun-alun, memberi tahu,


bahwa raja tidak mau menerima Kangsa sebagai putra raja. Suratimantra
marah dan terjadilah perkelahian. Suratimantra tidak mampu melawan,
Kangsa membelanya. Semua kalah oleh perlawanan Kangsa. Raja
Basudewa terpaksa mau mengakui Kangsa sebagai anak, dan diberi
tempat tinggal di Sengkapura. Suratimantra ditugaskan untuk
mengasuhnya. Suratimantra memberi nama Kangsadewa.

Perajurit Bombawirayang mengira Suratimantra dan Kangsa mati di


Mandura. Mereka berbondong-bondong menyerang negara Mandura. Bima
ditugaskan melawan serangan musuh, dan berhasil baik. Musuh telah
lenyap.
Setelah negara menjadi aman, mereka sidang di istana. Raja Basudewa
cemas dan khawatir bahwa Kangsa yang sakti akan menguasai kerajaan
dan mengkhawatirkan kedua putranya yang akan menjadi sasaran ambisi
Kangsa. Bagawan Abyasa menyarankan agar dua putra raja
disembunyikan ke Widarakandang. Raja setuju, agar kedua putranya yang
bernama Kakrasana dan Narayana terhindar dari ancaman pembunuhan
Kangsa, mereka berdua dititipkan kepada Nyai Sagopi dan Ki Antagopa di
Widarakandhang.

Raja Basudewa mengadakan pesta, menjamu para tamu yang hadir di


istana Mandura. Pandjang Mas, Tahun IV 1956: No. 3-4 R.S. Subalidinata

Arjuna, ketika bertapa menjadi Ciptoning Mintaraga di Gunung Indrakila


(karya Herjaka HS)

Perkawinan Arjuna dengan Sumbadra

Prabu Baladewa menemui Prabu Kresna di Kerajaan Dwarawati. Mereka


berunding tentang rencana perkawinan Sumbadra. Prabu Kresna ingin
mengawinkan Sumbadra dengan Arjuna. Prabu Baladewa tidak
menyetujui, ia ingin mengawinkan Sumbadra dengan Burisrawa. Prabu
Kresna mengingatkan pesan Prabu Basudewa, yaitu bila Sumbadra kawin
supaya dinaikan kereta emas, disertai kembang mayang kayu Dewanaru
dari Suralaya, dengan diiringi gamelan Lokananta, berpengiring Bidadari.
Mempelai laki-laki menyerahkan harta kawin berupa kerbau danu. Prabu
Baladewa akan mengajukan persyaratan itu kepada raja Duryodana.
Prabu Kresna menyuruh Samba dan Setyaki ke Ngamarta untuk
menyampaikan persyaratan itu juga.

Prabu Kresna masuk ke istana memberi berita rencana perkawinan


Sumbadra kepada Dewi Rukmini, Dewi Jembawati dan Dewi Setyaboma.

Prabu Kalapardha raja negara Jajarsewu jatuh cinta kepada Dewi


Sumbadara. Raja menyuruh Kala Klabangcuring supaya menyampaikan
surat lamaran ke Dwarawati. Kala Klabangcuring berangkat, ditemani
KalaKurandha dan Kala Kulbandha. Kyai Togog Wijamantri menjadi
penunjuk jalan.

Prabu Puntadewa raja Ngamarta, duduk dihadap oleh Wrekodara, Arjuna,


Nakula dan Sadewa. Mereka menyambut kedatangan Bagawan Abyasa
Samba dan Setyaki datang menyampaikan syarat perkawinan kepada
Prabu Puntadewa. Bagawan Abyasa menyanggupinya. Wrekodara disuruh
mencari kerbau danu. Arjuna disuruh ke Kahyangan Cakrakembang minta
pohon Dewandaru, gamelam Lokananta dan Bidadari. Arjuna berangkat ke
Cakrakembang, ditemani para panakawan.

Wrekodara masuk ke hutan Setragandamayu. Ia berhasil memperoleh


kerbau danu setelah mengalahkan Dhadhungawuk dan menghadap Sang
Hyang Pramuni. Wrekodara menemui Anoman di Kendalisada, ia minta
kereta emas dan tiang dhomas. Wrekodara diajak ke Singgela menemui
Prabu Bisawarna. Prabu Bisawarna mengabulkan permintaan Wrekodara.
Wrekodara kembali ke Ngamarta. Anoman mengikutinya. Wrekodara
diberi kereta emas dan tiang dhomas oleh Prabu Bisawarna.

Prabu Suyudana dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sengkuni dan


keluarga Korawa. Prabu Baladewa datang, memberitahu tentang
permintaan Sumbadra. Patih Sengkuni dan Korawa pergi mencari
persyaratan. Pendeta Durna diminta menemui Dewi Wilutama untuk minta
pohon Dewandaru, gamelan Lokananta dan bidadari pengiring mempelai.

Para Korawa berjumpa Wrekodara. Mereka merebut kerbau danu.


Terjadilah perkelahian. Korawa tidak mampu melawan, mereka lari
tungganglanggang takut amukan Wrekodara dan Anoman.

Arjuna menghadap Hyang Kamajaya dan Dewi Ratih di Kahyangan


Cakrakembang. Arjuna berhasil meminta pohon Dewandaru, gamelan
lokananta dan bidadari pengiring mempelai.

Burisrawa minta segera dikawinkan dengan Sumbadra. Prabu Suyudana


berunding dengan Prabu Baladewa. Tiba-tiba datang Patih Sengkuni dan
para Korawa, mereka mengatakan telah berhasil memperoleh kerbau
danu dan tiang dhomas, tetapi dirampas oeh Wrekodara. Kemudian
pendeta Durna datang, ia mengatakan telah berhasil, tetapi hasil itu
dirampas oleh Arjuna. Prabu Baladewa mengajak Burisrawa ke Dwarawati
untuk dikawinkan dengan Sumbadra.

Bagawan Abyasa dan Prabu Puntadewa menanti kedatangan Wrekodara


dan Arjuna. Wrekodara datang memberitahu, bahwa ia telah memperoleh
empat puluh kerbau danu dan telah siap di alaun-alaun. Arjuna
memberitahu bahwa dewa akan mengijinkan permintaannya. Kemudian
Hyang Narada datang bersama bidadari pengiring mempelai, beserta
pohon Dewandaru dan gamelan Lokananta.

Prabu Kala Pardha raja Jajarsewu, menerima laporan dari Tejamantri,


bahwa para utusan mati oleh Arjuna Prabu Kala Pardha berangkat ke
Dwarawati akan membununh Arjuna.

Arjuna datang di Dwarawati. Di Dwarawati telah hadir Hyang Narada, para


dewa dan keluarga Pandhawa. Hyang Narada menyerahkan persyaratan
yang diminta oleh Sumbadra. Setelah siap, Arjuna dipertemukan dengan
Sembadra.
Prabu Baladewa datang dengan mengawal Burisrawa, lengkap berpakaian
pengantin. Prabu Kresna memberitahu bahwa, Sembadra telah
dikawinkan dengan Arjuna Prabu Baladewa meminta agar perkawinan itu
dibatalkan, sebab Korawa yang berhasil mendapatkan semua permintaan
Sumbadra. Arjuna dan Wrekodara merampas hasil mereka.
Dhadhungawuk dan Hyang Narada memberi penjelasan, bahwa
Wrekodara dan Arjuna yang memperoleh hasil, para Korawa yang
mencoba merampasnya.

Prabu Baladewa marah lalu mengamuk. Wrekodara menahan amukan


Prabu Baladewa. Keluarga Korawa membantu, tetapi diserang oleh
amukan kerbau danu. Korawa lari tunggang langgang, kembali ke
Ngastina. Pergulatan Prabu Baladewa dan Wrekodara dipisah oleh Kresna.
Arjuna dan Sumbadra menghadap Prabu Baladewa. Sumbadra mohon
dibunuh saja bila harus cerai dengan Arjuna. Prabu Baladewa menaruh
kasihan kepada adiknya, seketika hilang kemarahannya, dan merestui
perkawinan adiknya.

Prabu Kala Pardha datang bersama perajurit, menyerang kerajaan


Dwarawati. Wrekodara ditugaskan untuk memadamkan serangan musuh.
Raja raksasa gugur, semua perajurit raksasa hancur, habis binasa.
Kerajaan Dwarawati telah aman, kemudian berlangsung pesta perkawinan
Arjuna dan Sumbadra. Mangkunagara VII jilid XIII, 1931: 1-6

SRIKANDHI, senopati wanita yang ahli memnggunakan senjata panah.


Lukisan, cat minyak pada kanvas, 87cm x 118,5 cm, karya Herjaka HS

Banjaran Cerita Pandawa (19)


Perkawinan Arjuna dengan Srikandhi

Prabu Drupada raja Pancalareja dihadap Trusthajumena dan Patih


Trusthaketu. Mereka membicarakan Srikandhi yang pergi tanpa pamit.
Tiba-tiba datang Patih Jayasudarga utusan raja Paranggubarja, untuk
menyampaikan surat lamaran. Utusan tersebut diberitahu bahwa
Srikandhi pergi dari istana, tidak diketahui tempat tujuannya. Prabu
Drupada juga mengabarkan kepergian Srikandhi kepada raja Ngamarta.
Prabu Jungkungmardeya raja Paranggubarja, menerima kedatangan Patih
Jayasudarga. Patih memberitahu tentang jawaban raja Drupada, bahwa
Srikandhi pergi meninggalkan istana. Prabu Jungkungmardeya menyuruh
para punggawa agar membantu pencarian Srikandi.

Prabu Puntadewa dihadap oleh Wrekodara, Nakula dan Sadewa.


Trusthajumena datang menyampaikan surat pemberitahuan. Kemudian
Trusthajumena kembali ke negara Pancalareja. Prabu Puntadewa memberi
kabar kepada Durpadi, bahwa Srikandhi pergi meninggalkan istana.
Drupadi diam-diam pergi ke Taman Maduganda.

Di Taman Maduganda Arjuna sedang mengajar memanah kepada


Srikandhi, Drupadi datang mengamuk, Arjuna ditarik dan disembunyikan,
Srikandhi dihajar sampai pingsan. Drupadi kembali ke Ngamarta. Setelah
siuman Srikandhi melarikan diri, kembali ke Pancalareja. Arjuna tergopoh-
gopoh akan menolong Srikandhi, tetapi yang dipeluk Sumbadra.
Sumbadra marah dan mengerti bahwa Arjuna mencintai Srikandhi.
Terjadilah pertengkaran. Arjuna melarikan diri kembali ke Madukara.

Drupadi menemui Prabu Puntadewa, lalu bercerita tentang Arjuna dan


Srikandhi. Sadewa diminta untuk memanggil Arjuna. Sadewa pergi ke
Madukara, Arjuna memenuhi panggilan kakaknya.

Prabu Kresna datang menemui Prabu Puntadewa di Ngamarta. Wrekodara


dan Nakula ikut menyambutnya. Sadewa datang bersama Arjuna. Prabu
Kresna mengerti persoalan Arjuna, lalu minta agar Arjuna diserahkan ke
Pancalareja.

Prabu Drupada sedang bicara dengan Trusthajumena, kemudian Srikandhi


datang. Raja amat gembira, Srikandhi disuruh masuk ke istana. Prabu
Kresna, Wrekodara dan Arjuna datang menghadap raja. Prabu Kresna
bercerita kepada Prabu Drupada tentang hubungan antara Arjuna dengan
Srikandhi. Prabu Kresna mengusulkan agar mereka berdua dikawinkan.
Trusthajumena diminta menanyai Srikandhi. Srikandhi menjawab, ia mau
diperisteri Arjuna, bila Arjuna dapat mengalahkan kepandaian
memanahnya. Arjuna menyanggupinya, tetapi minta diwakili oleh
Rarasati.

Prabu Puntadewa dihadap oleh Nakula, Sadewa dan Gatotokaca.


Gatotkaca diminta mencari berita tentang Arjuna di Pancalareja.

Prabu Jungkungmardeya menerima laporan dari Sarawita, bahwa utusan


raja mati oleh Srikandi. Raja bersama Bagawan Tunggulmanik pergi ke
negara Pancalareja.

Prabu Drupada sedang berbicara dengan Prabu Kresna dan


Trusthajumena. Gatotkaca datang, menanyakan nasib Arjuna. Raja
bercerita tentang perkawinan Srikandhi dan Arjuna

Perajurit Prabu Jungkungmardeya menyerang Pancalareja. Wrekodara,


Arjuna dan Gatotkaca ditugaskan untuk menyongsong kedatangan
musuh. Prabu Jungkungmardeya mati oleh Arjuna. Patih Jayasudarga mati
oleh Gathotkaca dan Begawan Tunggulmanik mati oleh Wrekodara.

Perang telah selesai, Pancalareja menjadi aman kembali. Prabu Drupada


mengadakan pesta perkawinan antara Arjuna dan Srikandhi, bersama
keluarga Dwarawati dan Pandhawa. Mangkunagara VII jilid XVI 1932: 23-
26 R.S. Subalidinata

Arjuna ketika menerima ajaran Hastabrata


dari Begawan Kesawasidhi (karya Herjaka)

Banjaran Cerita Pandawa (20)


Perkawinan Arjuna dengan Rarasati

Prabu Duryodana dihadap oleh Patih Sangkuni, Dursasana, Kartamarma,


Durmagati, Citraksa, Citraksi dan Jayadrata. Raja membicarakan berita
sayembara di negara Mandura. Raja ingin mengikuti sayembara untuk
mendapatkan Rarasati. Para keluarga Korawa diminta siap-siap. Raja
minta doa restu kepada Prabu Dhestarastra, Prabu Dhestarastra
merestuinya. Patih Sengkuni diminta mengawalnya.

Raja Raksasa di negara Selamiring bernama Prabu Kala Handayaningrat


bercerita kepada Patih Kala Sakipu. Raja bermimpi bertemu dengan
Rarasati, putri Widarakandhang, daerah negara Mandura. Prabu Kala
Handayaningrat menyuruh tiga raksasa untuk melamar Rarasati ke
Widarakandhang.

Begawan Abyasa di Wukir Retawu dihadap oleh Arjuna. Sang bagawan


minta agar Arjuna pergi ke Mandura mengikuti sayembara. Arjuna
meninggalkan pertapaan bersama punakawan.

Prabu Baladewa dihadap oleh Patih Pragota dan Patih Prabawa. Mereka
membicarakan rencana Udawa yang mengadakan sayembara. Prabu
Baladewa mencemaskan kesaktian Udawa. Patih Pragota dan Patih
Prabawa disuruh menguji kesaktian Udawa. Dua Patih dan Prabu
Baladewa pergi ke Widarakandhang.
Narayana dihadap oleh Antagopa, Udawa, Dyah Rara Ireng dan Dyah
Rarasati. Narayana bertanya maksud Udawa mengadakan sayembara.
Udawa menjawab, karena banyak kesatria yang melamar Rarasati.
Sayembara dimaksud untuk memperoleh calon suami Rarasati yang sakti.
Narayana menyetujuinya.

Patih Pragota dan Patih Prbawa datang, menghalang-halangi keinginan


Udawa.

Udawa tidak menghiraukan saran Patih Pragota dan Prabawa, lalu terjadi
perkelahian. Dua patih tidak mampu melawan dan akhirnya menyerah
kalah. Prabu Baladewa menyetujui rencana Udawa.

Perajurit Korawa bersiap-siap diperbatasan negara Mandura. Jayadrata


dan Kartamarma disuruh datang melamar ke Widarakandhang. Mereka
menemui Udawa. Udawa menerima lamaran Doryudana, tetapi harus ikut
dalam sayembara. Kartamarma marah, Udawa diajak berkelahi. Udawa
diserang oleh Kartamarma dan Jayadrata. Kartamarma dan Jayadrata
diadu kepalanya, lalu dibuang jauh. Doryudana mengetahui lalu
menyerang Udawa dengan membawa gada. Dursasana mengikutinya.
Terjadilah perkelahian seru. Duryodana tidak mampu melawan, Sengkuni
mengajak lari, kembali ke negara.

Prabu Handayaningrat menerima laporan dari Togog, bahwa utusan raja


mati oleh Arjuna. Raja mengajak Patih Sakipu untuk bersiap-siap pergi
menyerang kerajaan Mandura

Arjuna dan panakawan tiba di daerah Mandura, lalu menuju ke


Widarakandhang. Arjuna bertemu Narayana, ditanya maksud
kedatangannya. Arjuna menjawab, bahwa kedatangannya atas perintah
Begawan Abyasa untuk mengikuti sayembara. Narayana setuju sekali bila
Rarasati diperisteri Arjuna. Udawa dan Rarasati dipanggil, diberitahu
maksud kedatangan Arjuna. Udawa menyetujui, tetapi harus
mengalahkan dirinya. Arjuna diminta hadir di gelanggang. Terjadilah
perkelahian hebat. Udawa tidak mampu melawan kesaktian Arjuna,
Rarasati diserahkan kepada Arjuna.

Yudisthira, Wrekodara, Nakula dan Sadewa datang di Widarakandhang,


Prabu Baladewa dan Narayana cepat menyongsongnya. Dyah Bratajaya
dan Dyah Rarasati mempersiapkan jamuan.

Prabu Handayaningrat datang menyerang kerajaan Mandura. Prabu


Baladewa dan Wrekodara menyongsong kedatangan musuh. Terjadilah
perang dahsyat. Prabu Baladewa berhasil membunuh raja raksasa,
sedang Wrekodara berhasil mengalahkan semua perajurit raksasa.

Prabu Baladewa, Narayana dan keluarga Pandhawa berkumpul di


Mandura, merayakan pesta perkawinan Arjuna dan Rarasati.R.S.
Subalidinata.
Mangkunagara VII Jilid XVIII, 1932:8-14
Prabu Arjunawibawa bercengkerama dengan Dewi Gandawati
(karya herjaka HS 2009)

Banjaran Cerita Pandawa (21)


Perkawinan Arjuna dengan Gandawati

Prabu Kresna dihadap oleh Patih Udawa, Satyaki dan keluarga Dwarawati.
Prabu Kresna memberi tahu tentang kepergian Arjuna dari Madukara.
Prabu Kresna ingin mencarinya. Perundingan selesai, kemudian bubaran.
Prabu Kresna berpamitan dengan tiga isterinya yaitu Rukmini, Jembawati
dan Setyaboma.

Prabu Dewasarana raja negara Tunggulmalaya, berbicara dengan sanak


saudara tentang rencana pelamaran ke negara Tasikmadu. Tiga raksasa
disuruh mencari letak kedudukan negara itu

Bagawan Abyasa menemui kedatangan Arjuna dipertapaan wukir Retawu.


Arjuna disuruh pergi ke negara Tasikmadu yang rajanya sedang
mengalami kesedihan, karena anak perempuannya dilamar oleh banyak
raja. Arjuna minta pamit, lalu berangkat ke negara Tasikmadu

Prabu Gandasena raja negara Tasikmadu dihadap oleh Raden


Madusadana. Raden Madusadana dan Patih Gandasaraya disuruh pergi
untuk mencari perlindungan kepada kesatria yang sakti. Mereka berdua
minta pamit, lalu berangkat meninggalkan kerajaan.

Raden Madusadana berjumpa dengan pasukan raksasa dari


Tunggulmalaya. Terjadilah perkelahian. Raden Madusadana tidak mampu
melawan perajurit Tunggulmalaya, lalu menyimpang jalan. Kemudian
bertemu dengan Arjuna, lalu bercerita tentang maksud kepergiannya.
Arjuna sanggup membantu, mereka kembali ke Tasikmadu.
Prabu Yudhistira didatangi Prabu Kresna. Mereka memperbincangkan
kepergian Arjuna. Prabu Kresna ingin mencari, lalu meminta agar
Wrekodara dan Gathotkaca mengikutinya. Mereka bertiga berangkat
meninggalkan Ngamarta.

Arjuna dan Raden Madusadana menghadap Prabu Gandasena. Arjuna


ditanya asal mula dan riwayat hidupnya. Raja bercerita tentang musuh
yang akan datang di negara Tasikmadu. Arjuna ingin menyongsong
kedatangan musuh dari Tunggulmalaya. Raden Madusadana
mengikutinya.

Bathara Bayu dan Bathara Brama disuruh mencari Gandawati untuk


melengkapi jumlah bidadari di Kahyangan. Bathara Bayu berujud gajah
putih, Bathara Brama berwujud raksasa. Mereka turun ke marcapada
bertemu dengan Arjuna. Arjuna tidak merelakan bila Gandawati ditarik ke
Kahyangan. Maka terjadilah perkelahian. Gajah putih dipanah, kembali
menjadi Bathara Bayu. Raksasa dipanah kembali menjadi Bathara Brama.
Mereka berdua kembali ke Kahyangan. Arjuna dan Madusadana kembali
ke istana. Arjuna dikawinkan dengan Dewi Gandawati.

Prabu Dewasarana, Dyah Retnawati dan perajurit Tunggulmalaya datang


di negara Tasikmadu. Patih Gandasaraya memberitahu kepada raja
Tasikmadu, bahwa musuh dari Tunggulmalaya sudah datang. Arjuna dan
Madusadana menyongsong kedatangan musuh. Arjuna berhadapan
dengan Prabu Dewasarana. Arjuna terkena senjata Trotustha, dan
berubah menjadi arca batu. Madusadana lari ketakutan, kembali ke
istana, memberi tahu kepada raja Tasikmadu.

Prabu Dewasarana masuk ke istana mencari Dewi Gandawati. Dewi


Gandawati dikejar-kejar, lari dari keraton. Ia bertemu Prabu Kresna dan
Wrekodara. Ketika ditanya ia mengaku isteri Arjuna. Prabu Kresna tahu,
bahwa Dewi Gandawati dikejar-kejar Prabu Dewasarana. Dewi Gandawati
disuruh kembali pura-pura menyerah kepada Prabu Dewasarana. Prabu
Kresna berpesan agar Dewi Gandawati berusaha mengetahui kesaktian
Prabu Dewasarana.

Wrekodara marah, lalu mencari Prabu Dewasarana. Wrekodara terkena


senjata Tritustha, berubah menjadi arca batu.

Dewi Gandawati menemui Prabu Dewasarana. Prabu Dewasarana amat


gembira. Sewaktu bercumbuan, raja bercerita tentang kesaktian senjata
Tritustha. Bila senjata Tritustha itu dipukulkan sekali, orang akan menjadi
arca batu. Bila kemudian dipulkan kembali, arca batu tersebut akan
kembali menjadi orang seperti asal mula. Dewi Gandawati berhasil
memegang Tritustha, lalu dihantamkan kepada Prabu Dewasarana. Prabu
Dewasarana menjadi arca batu. Kemudian Dewi Gandawati memukul dua
arca batu dengan Tritustha dan kembali menjadi Arjuna dan Wrekodara.

Arjuna mengajak Prabu Kresna dan Wrekodara masuk ke istana


Tasikmadu. Prabu Gandasena menghormat kedatangan tamu-tamunya,
dan bercerita tentang Arjuna yang telah diambil menantu. Atas
persetujuan Prabu Kresna, Arjuna dinobatkan menjadi raja di Tasikmadu,
bergelar Prabu Arjunawibawa.

Perajurit Prabu Dewasarana datang menyerang Tasikmadu. Gatotkaca dan


Wrekodara diserahi untuk memusnahkan musuh.

Negara Tasikmadu telah aman dan damai. Para Pandhawa, Prabu Kresna
dan keluarga kerajaan Tasikmadu mengadakasn pesta penobatan Prabu
Arjunawibawa. R.S. Subalidinata Mangkunagara VII Jilid XIX, 1932: 19-23

Dewa dan Dewi Asmara senantiasa bercengkerama


pada saat dua hati bersatu
(karya Herjaka HS 2009)

Banjaran Cerita Pandawa (22)


Perkawinan Arjuna dengan Ulupi

Prabu Duryodana dihadap oleh Resi Kumbayana dan Patih Sengkuni. Raja
ingin mengawinkan Dursasana, dan membicarakan berita sayembara di
pertapaan Yasarata. Barangsiapa bisa mengalahkan Wasi Anantasena
murid Begawan Kanwa, boleh memperisteri Endhang Ulupi. Mereka yang
hadir setuju, Adipati Karna dan Jayadrata diangkat menjadi utusan. Raja
masuk ke istana, memberi kabar kepada permaisuri tentang rencana
pencarian jodoh untuk Dursasana. Patih Sengkuni, Adipati Karna,
Jayadrata, Kartamarma, Durmagati, Citraksa, Citraksi bersama perajurit
menuju Yasarata.

Bathara Durga dihadap Dewa Srani dan Patih Endra Madhendha. Dewa
Srani minta ijin mengikuti sayembara ke Yasarata untuk memperoleh
Endhang Ulupi. Bathari Durga merestuinya. Kala Prakempa, Kala
Pralemba dan Kala Kathaksini disuruh mengawal kepergian Dewa Srani.
Arjuna menghadap Hyang Kamajaya dan Dewi Ratih di Cakrakembang.
Arjuna mengatakan kesedihannya, sebab telah sampai waktu janji
menyambut Dewi Hagraini. Ia tidak dapat menemukan dan lebih baik
mati. Hyang Kamajaya berkata, bahwa Hagraini telah menjelma di
Yasarata. Arjuna minta diri pergi ke Yasarata. Perjalanan Arjuna dicegat
raksasa dari Tunggulmalaya. Raksasa mati dipanah Arjuna.

Bagawan Kanwa dihadap oleh Cantrik Anantasena. Tengah mereka


berbincang-bincang, datanglah Cantrik Danawilapa, memberitahu
kedatangan Adipati Karna dan keluarga Korawa. Mereka ingin mengikuti
sayembara. Cantrik Anantasena keluar menemui Adipati Karna. Adipati
Karna menyatakan ingin mengikuti Sayembara. Anantasena tidak
mengijinkannya. Adipati Karna marah, lalu menyuruh perajurit Korawa
mengeroyok Anantasena. Anantasena memanahkan Bayuastra. Perajurit
Korawa terbawa angin, kembali ke Ngastina.

Prabu Kresna dihadap oleh Samba, Setyaki, Setyaka dan Udawa. Prabu
Kresna ingin mencari keluarga Pandhawa lalu pergi dari Dwarawati.

Bagawan Abyasa berbincang-bincang dengan Prabu Yudisthira,


Wrekodara, Nakula dan Sadewa. Prabu Yudisthira menanyakan Arjuna.
Bagawan Abyasa menjawab, bahwa Arjuna berada di pertapaan Yasarata.
Prabu Yudisthira dan adik-adiknya disuruh menyusul ke Yasarata.

Prabu Dewa Srani, raja Tunggulmalaya datang di pertapaan Yasarata,


melamar Endhang Ulupi. Anantasena tidak mengijinkan, lalu terjadi
perkelahian, mengadu kesaktian. Prabu Dewa Srani terbawa arus panah
angin Bayuastra, jatuh di negara Tunggulmalaya. Arjuna datang ke
pertapaan Yasarata, berkata kepada Begawan Kanwa, ia ingin ikut
sayembara. Sang Begawan membebaskan Arjuna dari Sayembara,
Endhang Ulupi akan diserahkan kepadanya. Arjuna ingin melawan
Anantasena, bila kalah ia tidak ingin memboyong Endhang Ulupi. Sang
Begawan menyerahkan permasalahan kepada Anantasena. Arjuna
berhasil mengalahkan Anantasena, maka Endhang Ulupi akan diboyong.

Prabu Yudisthira, Wrekodara, Nakula dan Sadewa berhenti di tengah


hutan. Kresna melihat dari angkasa, lalu turun mendekatinya. Mereka
menyatakan kerinduannya dan inging mencari Sadewa. Prabu Yudisthira
memberitahu, bahwa Arjuna berada di Yasarata. Mereka bersama-sama
menuju ke Yasarata.

Bathari Durga menolong Dewa Srani yang jatuh terlempar angin kencang.
Setelah tahu masalahnya, Bathari Durga menyuruh Patih Yaksa pergi ke
Yasarata, membunuh Arjuna dan menculik Endhang Ulupi. Patih Yaksa
segera berangkat ke Yasarata.

Prabu Kresna tiba di pertapaan Yasarata. Bagawan Kanwa sedang bersiap-


siap merayakan perkawinan Arjuna dengan Endhang Ulupi. Sang bagawan
amat senang. Prabu Kresna dan Yudisthira diminta melangsungkan
upacara perkawinan.
Tengah persiapan perayaan, Patih Yaksa datang dan menyerang
pertapaan. Prabu Kresna menugaskan Wrekodara dan Anantasena
melawan serangan musuh. Patih Yaksa mati oleh Wrekodara, sedangkan
perajurit raksasa musnah oleh Anantasena, Nakula dan Sadewa.

Pertapaan Yasarata telah aman, pesta perkawinan dilaksanakan oleh


Prabu Kresna, para Pandhawa dan anggota keluarga di pertapaan
Yasarata. R.S. Subalidinata. Mangkunagara VII Jilid XVIII, 1932: 14-19

Daitya Niwatakawaca, di kaki Gunug Sumeru bentengnya


Ada maksudnya memorakporandakan kediaman Bathara Indra
Karunia kesaktian telah diperolehnya
Takkan binasa oleh dewa, yaksa maupun asura
“Hanya saja, jika ada manusia sakti, kau mesti waspada!”
Demikianlah padanya berujar Bathara
Kalut-kemelut segenap resi sorgaloka
Tak putus merembuk perkara begini gentingnya
(terjemahan cuplikan naskah kitab Arjuna Wiwaha tulisan Mpu Kanwa
pada tahun 1019 M.
diekspresikan dalam bentuk lukisan oleh Herjaka HS tahun 2004)

Banjaran Cerita Pandawa (23)


Perkawinan Arjuna Supraba

Bathara Endra dihadap oleh Bathara Brama dan para dewa. Mereka
membicarakan Prabu Niwatakawaca raja Ngimaimantaka yang bersama
perajurit akan menyeang Indraloka. Bathara Endra telah menerima ilham,
bahwa ada manusia yang sedang bertapa, kelak akan dapat
menolongnya. Manusia itu bernama Arjuna, ia sedang bertapa di
Indrakila. Bathara Endra meragukan tujuan tapa Arjuna itu. Para dewa
disuruh mengusir para perajurit Ngimaimantaka yang bersiap-siap di luar
negara.

Bathara Endra menemui Dewi Supraba, Wilotama, Warsiki, Surendra dan


Gagarmayang. Mereka ditugaskan menguji tapa Arjuna di Indrakila. Para
bidadari berangkat ke Indrakila.
Bathara Brama dan para dewa bersiap-siap akan mengusir pergi para
perajurit Ngimaimantaka, yang bersiaga di tapal batas Indrakila.

Lima bidadari tiba di pertapaan Indrakila. Mereka menggoda tapa Arjuna.


Supraba berhias seperti Sumbadra, Wilotama seperti Manohara, Warsiki
seperti Ulupi, Surendra seperti Gandawati, Gagar Mayang seperti Srikandi.
Mereka menggoda dan menguji keteguhan tapa Arjuna, tetapi usaha
mereka tidak berhasil. Mereka lalu kembali ke Indraloka, melapor hasil
tugas mereka. Bathara Endra amat senang.

Bathara Endra menyamar sebagai seorang Begawan bernama Padya,


datang dipertapaan Ajuna. Setelah berdebat tentang tujuan tapa,
akhirnya Bathara Endra tahu, bahwa Arjuna ingin menang perang
melawan Korawa dan ingin membuat keselamatan dunia. Bathara Endra
memberi tahu, bahwa Bathara Siwah akan datang menemui Arjuna.
Bathara Endra minta diri kembali ke Indraloka.

Perang besar antara perajurit Ngimaimantaka dengan perajurit Indraloka.


Para dewa tidak mampu mengusir raksasa perajurit Niwatakawaca.
Bidadari bernama Prabasini diserahkan kepada utusan Niwatakawaca.
Perajurit raksasa tidak menyerang indraloka lagi.

Prabu Niwatakawaca menyuruh Mamangmurka supaya membunuh Arjuna


yang sedang bertapa di Indrakila. Mamangmurka segera berangkat.

Mamangmurka tiba di Indrakila, lalu merusak pertapaan Arjuna.


Panakawan memberi tahu kepada Arjuna. Arjuna berhenti bersamadi, lalu
memungut panah, mengejar Mamangmurka yang telah berubah menjadi
babi hutan.

Babi hutan mati kena panah Arjuna dan panah Keratarupa. Arjuna dan
Keratarupa berebut sebagai pemanah babi hutan. Terjadilah perkelahian.
Keratarupa ditangkap, lalu dibanting, seketika lenyap. Tampaklah Hyang
Siwah, Arjuna datang menghormatinya. Hyang Siwah menganugerahkan
panah Pasupati kepada Arjuna.

Bidadari Badra dan Erwana menemui Arjuna, menyampaikan surat


Bathara Endra. Bidadari menyerahkan terumpah Batikacerma. Arjuna
segera berangkat ke Indraloka.

Bathara Endra dan Bathara Brama menerima kehadiran Arjuna. Supraba


ditugaskan pergi ke Ngimaimantaka, supaya mengetahui rahasia hidup
mati Niwatakawaca. Arjuna disuruh mengiringnya.

Kedatangan Supraba di Ngimaimantaka disambut oleh Suprabasini, lalu


diantar menghadap raja Niwatakawaca. Atas kelihaian Supraba rahasia
kesaktian Niwatakawaca dapat diketahuinya. Arjuna membuat hura-hura
di istana Ngimaimantaka. Supraba dapat meloloskan diri, lalu kembali ke
Indraloka bersama Arjuna.
Supraba dan Arjuna menghadap Bathara Endra, lalu melapor hasil kerja
mereka. Para dewa bersiap-siap untuk berperang.

Perang besar terjadi, para dewa digempur perajurit raksasa. Akhirnya


perajurit raksasa musnah, Niwatakawaca mati terkena panah Pasopati.

Para dewa kembali ke Indraloka, Arjuna dinobatkan menjadi raja bergelar


Prabu Kalithi, bersemayam di Tinjomaya.

Pesta kemenangan di Indraloka, dihadiri oleh para dewa dan bidadari.R.S.


Subalidinata Mayer, 1942: 121-130

Setelah Gathotkaca membantu Abimanyu memusnahkan raksasa yang


menghadang jalan, sebelum melanjutkan perjalan ke Ngastina, mereka
bersama keempat panakawan beristirahat sejenak di pinggiran hutan.
(karya Herjaka HS, JB 2005)

Banjaran Cerita Pandawa (24)


Arjuna Papa

Prabu Duryodana raja Ngastina duduk di atas singhasana, dihadap oleh


pendeta Durna, Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati,
Citraksa dan Xitraksi. Pada pisowanan tersebut Patih Sakuni melapor,
bahwa Arjuna telah mati dan jenasahnya dihanyutkan ke samodera. Prabu
Duryodana sedikit sedih memikirkan kematian Arjuna. Tetapi selanjutnya
menyerahkan kebijaksanaan pendeta Durna tentang kemusnahan
Pandhawa. Pendeta Durna dan Patih Sakuni menjunjung perintah raja
Duryodanan. Kemudian pertemuan segera bubar.

Prabu Duryodana masuk ke istana menemui permaisuri Dewi Banowati


yang sedang bersedih memikirkan kematian Arjuna. Raja Duryodana
meminta agar sang permaisuri tidak bersedih memikirkan kematian
Arjuna. Raja dan permaisuri lalu bersamadi.

Sehubungan dengan perintah raja Duryodana yang menginginkan


musnahnya Pandhawa, Pendeta Durna, Patih Sakuni dan para Korawa
bersiap-siap akan pergi ke pesanggrahan menemui Prabu Jayasutikna.
Kemudian mereka berangkat. Pendeta Durna dan para Korawa datang
menghadap Prabu Jayasutikna. Atas perintah Prabu Duryodana
kemarahan para Pandhawa karena kematian Arjuna, diserahkan kepada
Prabu Jayasutikna. Prabu Jayasutikna menyanggupinya akan
memusnahkan Pandhawa, lalu mempersiapkan perajurit raksasa.

Di Wukir Retawu, Abimanyu menghadap Bagawan Abyasa untuk


menanyakan kepergian Arjuna ayahnya. Bagawan Abyasa menyarankan,
agar Abimanyu pergi ke pesanggrahan Gajahoya, Abimanyu mohon diri,
dengan diikuti oleh para panakawan.

Sampai di tengah hutan, perjalanan Abimanyu dihadang oleh raksasa


perajuritnya Prabu Jayasutikna yang membantu Korawa.Maka terjadilah
perkelahian, para raksasa musnah, Abimanyu melanjutkan perjalanan.

Jenasah Arjuna yang dibuang ke laut, mengapung-apung di samodera dan


kemudian disambut oleh Hyang Baruna. Arjuna dihidupkan lagi, lalu
disuruh pergi ke goa Sigrangga.

Anantasena dan Irawan yang tinggal di Randhu Gumbala mendapat ilham,


mereka harus pergi ke Ngastina.

Di Pringgondani, Gathotkaca minta pamit kepada ibunya, ia ingin


meninjau saudara-saudaranya di Madukara. Arimbi mengikutinya.

Gathotkaca tiba di Madukara, menghadap kepada Sumbadra, Srikandhi


dan Rarasati. Gathotkaca mengajak mereka pergi ke Ngastina.

Arjuna masuk ke istana menemui Banowati. Banowati terkejut dan


keheranan, sebab Arjuna dikira telah mati. Kemudian Abimanyu dan
Irawan datang menghadap Arjuna dan Banowati. Mereka disuruh
bersembunyi di sebuah kamar.

Mengetahui hal itu, seorang abdi wanita yang bertugas melayani Banowati
melarikan diri, memberitahu kepada raja Duryodana. Dikatakan bahwa di
istana permaisuri kemasukan pencuri. Dursasana, Sindureja dan
Jayadrata disuruh masuk ke istana untuk menangkap pencuri tersebut.
Abimanyu dan Irawan keluar dari kamar, untuk melawan para perajurit
Ngastina yang akan menangkap Arjuna. Jayadrata dipukul oleh Abimanyu,
Dursasana dihantam oleh Irawan. Mereka tidak mampu melawan putra
Pandhawa, lalu melarikan diri. Dengan mundurnya Jayadrata dan
Dursasana, Adipati Karna tampil di medan perkelahian dan terjadilah
perang besar. Adipati Karna dilawan oleh Anantasena. Gathotkaca datang,
ikut melawan perajurit Korawa.

Raja Jayasutikna dan perajurit raksasa membantu berperang. Arjuna dan


Bima melawan mereka. Jayasutikna mati oleh Arjuna, sedangkan perajurit
raksasa musnah oleh Bima.

Prabu Duryodana minta maaf kepada para Pandhawa dan Kresna. Mereka
dijamu dengan pesta besar di kerajaan Ngastina.
RS. Subalidinata
Mangkunegara VII, Jilid VIII, 1932: 3-8

Arjuna sedang bertapa didampingi oleh keempat Panakawan (karya


Herjaka HS)

Banjaran Cerita Pandhawa (25)


Arjuna Sendhang

Prabu Kresna raja Dwarawati duduk di atas singhasana, dihadap oleh


Samba, Satyaki dan Patih Udawa. Mereka membicarakan kerinduannya
terhadap para Pandhawa. Tak berapa lama Nakula dan Sadewa datang,
memberi tahu, bahwa Arjuna pergi tanpa berpamitan. Prabu Kresna
diminta kehadirannya di kerajaan Ngamarta. Samba, Satyaki dan Patih
Udawa diminta bersiap-siap pergi ke Ngamarta.

Prabu Kresna menemui Jembawati, Rukmini dan Setyaboma di istana.


Raja memberi berita tentang kepergian Arjuna. Prabu Kresna akan pergi
ke Ngamarta. Sebelumnya mereka berempat makan bersama.

Samba, Satyaki dan Patih Udawa bersiap-siap menghantar keberangkatan


Prabu Kresna ke Ngamarta. Kemudian mereka berangkat mengawal
kereta Prabu Kresna.

Prabu Jatikusuma raja Paranggubarja iri hati karena Arjuna dikasihi oleh
para dewa. Raja ingin beristeri para bidadari, dan ingin menjadi
“lelananging jagad”. Raja minta kepada Ditya Kala Gredhaksa untuk
menyiapkan perajurit. Perajurit raksasa yang dipimpin oleh Kala
Gredhaksa, Kala Grendhaka dan Kala Gredhana berangkat dari negara
Pranggubarja. Barisan perajurit raksasa bertemu dengan barisan
Dwarawati. Terjadilah perang, perajurit raksasa menyimpang jalan, pergi
meninggalkan medan pertempuran.
Arjuna bersama para panakawan berjalan dihutan Krendhayana. Mereka
bertemu barisan raksasa. Terjadilah perang, para raksasa musnah oleh
Arjuna. Togog dan Sarawita lari kembali ke kerajaan Paranggubarja.

Togog dan Sarawita datang di kerajaan Paranggubarja, menghadap raja


Jatikusuma, melapor tentang kematian para raksasa oleh Arjuna. Raja
marah, lalu menugaskan Patih Jayadendha untuk mempersiapkan
perajurit.

Prabu Jatikusuma menghadap Sang Hyang Pramoni.. Raja minta kematian


Arjuna yang mengaku “lelananging jagad”. Sang Hyang Pramoni berjanji
akan memusnahkan Arjuna, lalu pergi Kekahyangan menghadap Sang
Hyang Jagadnata.

Sang Hyang Pramoni menghadap Sang Hyang Guru yang sedang dihadap
oleh Hyang Narada, Hyang Bayu, Hyang Yamadipati,Hyang Patuk, Hyang
Temboro dan dewa lainnya. Sang Hyang Pramoni melapor sikap Arjuna
yang mengaku “lelananging jagad.” Hyang Guru marah, lalu turun ke
marcapada.

Hyang Guru menemui Arjuna dan para panakawan di Krendhayana. Sang


Hyang Guru melampiaskan kemarahannya, Arjuna dicipta menjadi
sendhang. Arjuna hidup bertapa di dalam air sendhang, ia menjadi
seorang Begawan bernama Begawan Banyurasa. Arjuna bersamadi
mengumpulkan semua air masuk ke sendang.

Para Bidadari menghadap Sang Hyang Guru, memberitahu tentang


kekeringan air dan hawa panas. Hyang Narada memberi tahu, bahwa
semua air mengalir ke sendhang Banyurasa. Para bidadari bersama Hyang
Narada turun ke marcapada, akan mandi ke sendhang.

Para bidadari mandi di air sendhang, mereka mengerumuni Begawan


Banyurasa. Mereka senang tinggal di sendhang, dan tidak ingin kembali
ke Suralaya. Hyang Narada lama di sendhang, perutnya merasa kembung
dan kembali ke Suralaya.

Gathotkaca menghadap Anoman di Kendhalisada, bertanya tentang


kepergian Arjuna. Anoman menyuruh agar Gathotkaca pergi ke hutan
Krendhayana mencari sebuah sendhang, nanti akan bertemu Arjuna.

Prabu Kresna datang di Ngamarta menemui Prabu Puntadewa, Wrekodara,


Nakula dan Sadewa. Raja mengajak pergi ke hutan Krendhayana mencari
Bagawan Banyurasa. Mereka berangkat dari Ngamarta, menuju hutan
Krendhayana.

Hyang Narada menghadap Sang Hyang Guru, memberitahu bahwa para


bidadari tidak mau kembali ke Suralaya. Mereka senang tinggal di
sendhang bersama Bagawan Banyurasa. Sang Hyang Guru marah, lalu
pergi ke sendhang Banyurasa.
Sang Hyang Guru dan Hyang Narada menyamar berwujud wanita cantik,
bernama Dewi Nilawati dan Dewi Suwarsi, datang menemui Bagawan
Banyurasa. Bagawan Banyurasa senang menyambut kedatangan mereka
berdua. Sewaktu akan dijamah, mereka berubah menjadi Sang Hyang
Guru dan Hyang Narada. Arjuna menghormat dan minta maaf. Sang
Hyang Guru memaafkan, lalu kembali ke Suralaya. Arjuna telah kembali
ke wujud asalnya.

Prabu Kresna bersama para Pandhawa menemui Arjuna. Kemudian datang


prabu Jatikusuma yang ingin membunuh Arjuna. Prabu Jatikusuma hampir
mati terbunuh oleh Arjuna, kemudian Sang Hyang Pramoni
menyambarnya, dibawa lari meninggalkan Arjuna. Prajurit Prabu
Jatikusuma dapat dimusnahkan oleh Wrekodara dan Gathotkaca. Prabu
Kresna mengumpulkan para Pandhawa, lalu mengadakan pesta
bersama.R.S. Subalidinata Mangkunagara VII Jilid XX, 1932: 17-24

Arjuna didampingi Semar dan Gareng (karya Herjaka HS )

Banjaran Cerita Pandhawa (26)


Arjuna Terus

Prabu Duryodana raja Ngastina duduk di atas Singhasana dihadapap oleh


Lesmana Mandrakumara, Pendeta Durna, Patih Sakuni, Adipati Karna,
Dursasana, Kartamarma, Jayadrata, Durmagati, Citraksa dan Citraksi.
Raja mendengar kabar tentang kehebatan Pandhawa, lalu ingin
berkunjung ke Ngamarta. Raja minta agar Patih Sakuni mempersiapkan
kepergiannya.

Prabu Duryodana masuk ke istana memberitahu kepada permaisuri


tentang warga Pandhawa dan kehebatan beritanya. Raja dan permaisuri
kemudian santap bersama.

Patih Sakuni dan Adipati Karna mengajak para Korawa untuk segera
bersiap-siap pergi ke Ngamarta. Setelah siap mereka berangkat.

Prabu Kresna raja Dwarawati berbicara dengan Patih Udawa, Samba,


Satyaki dan Satyaka. Mereka membicarakan berita Arjuna yang ingin
memperluas daerah kekuasaannya. Kresna ingin berkunjung ke
Ngamarta.

Prabu Jathayaksa raja Guwa Miring dihadap oleh Jathayaksi dan Patih
Jathaketu. Raja ingin melamar Dyah Sarimaya putri Prabu Sukendra raja
Srawantipura. Ditya Kala Meru diutus menyampaikan surat lamaran. Ditya
Kala Meru segera berangkat.

Perjalanan Ditya Kala Meru dan perajurit bertemu dengan barisan


perajurit Ngastina. Terjadilah perselisihan, tetapi perajurit Kala Meru
menyimpang jalan.

Angkawijaya menghadap Bagawan Abiyasa mohon doa restu atas cita-cita


Arjuna, ayahnya. Bagawan Abyasa merestuinya. Angkawijaya mohon diri,
lalu meninggalkan pertapaan. Para panakawan menyertainya.

Prabu Sukendra raja Srawantipura bersedih hati, karena Dyah Sarimaya


hamil sebelum bersuami. Sang raja marah setelah diberi tahu oleh Dyah
Sarimaya, bahwa ia hamil karena Arjuna. Patih dan Mayakusuma
diperintahkan untuk membakar Dyah Sarimaya. Di tengah api bernyala
Arjuna masuk untuk melindungi Dyah Sarimaya. Dyah Sarimaya tidak
mati terbakar, Arjuna meninggalkan api pembakaran.

Perjalanan Angkawijaya dihadang oleh raksasa Guwa Miring. Terjadilah


perkelahian. Perajurit raksasa musnah tidak tersisa.

Prabu Puntadewa raja Ngamarta dihadap oleh Bima, Nakula dan Sadewa.
Prabu Kresna datang menanyakan kabar tentang Arjuna. Patih Sakuni,
Adipati Karna dan para Korawa datang. Mereka mendengar cerita Prabu
Puntadewa tentang Arjuna. Kresna ingin ke Madukara. Adipati Karna
beserta para Korawa heran. Kresna dan Bima pergi ke Madukara.

Arjuna berpesan kepada Gathotkaca dan Angkawijaya, bila orang akan


masuk kerajaan Madukara harus melepas keris. Bima datang hendak
menemui Arjuna. Gathotkaca menyongsong dengan meminta keris. Bima
tidak memberikannya, lalu memaksa masuk ke istana Arjuna. Setelah
melangkah masuk ke pintu, Bima berubah jadi perempuan. Bima malu,
lalu mundur.

Kresna akan masuk, ditahan oleh Angkawijaya. Keris diminta, tetapi


Kresna tidak memberikannya. Kresna memaksa untuk masuk, seketika
berubah menjadi perempuan. Kresna malu, pergi lari tanpa berpamitan,
menuju ke Suralaya.

Hyang Guru sedang berbicara dengan Hyang Narada. Tiba-tiba Kresna


datang. Kresna mengadu, bahwa Arjuna mengumumkan diri sebagai
“Lelananging Jagad.” Hyang Guru marah, minta agar Hyang Narada turun
ke marcapada.

Hyang Narada tiba di Madukara, diterima oleh Gathotkaca dan dan


Angkawijaya. Mereka minta keris Hyang Narada, tetapi tidak
diberikannya. Hyang Narada memaksa masuk ke istana Arjuna. Setelah
melangkah akan masuk, seketika Hyang Narada berubah menjadi jenis
wanita. Hyang Narada berteriak-teriak, melarikan diri, kembali ke
Suralaya. Hyang Narada menghadap Hyang Guru, untuk melaporkan
kejadiannya tentang Arjuna. Hyang Guru cepat-cepat turun ke
marcapada.

Arjuna sedang duduk bersama Gathotkaca dan Angkawijaya. Hyang Guru


dan Hyang Narada datang. Mereka menghormat Arjuna yang dilindungi
oleh Sang Hyang Jati Wasesa, lalu kembali ke Suralaya.

Kresna dan Bima datang menghormat, Sang Hyang Wisesa memberi tahu
kepada Kresna dan Bima, bahwa Arjuna adalah “Lelananging Jagad.”
Sesudah memberi tahu kepada Kresna dan Bima, Sang Hyang Wisesa
tidak menampakkan diri. Para Pandhawa senang hatinya.

Adipati Karna iri hati, lalu membakar tempat persidangan di Madukara.


Gathotkaca dan Angkawijaya menahan kemarahan Adipati Karna dan para
Korawa. Mereka dihalau kembali ke Ngastina.

Para Pandhawa berkumpul di Ngamarta, lalu mengadakan pesta


kebahagiaan bersama Prabu Kresna. R.S. Subalidinata
Mangkunagara VII Jilid XXVII, 1932: 20-24

Pandhudewanata tergeletak tak bernyawa, setelah Bathara Yama


mencabut nyawanya.
(lukisan Herjaka HS)

Banjaran Cerita Pandhawa (27)


Nakula Sadewa Lahir

Raja Pandhudewanata berwawancara dengan Resi Bisma, Yamawidura,


Patih Kuruncana, Puntadewa, Sena dan Permadi. Sang raja minta
petunjuk dan nasihat kepada Resi Bisma, bahwa Madrim ingin naik Lembu
Andini kendaraan Batara Guru. Resi Bisma memberi saran agar raja minta
nasihat kepada Bagawan Abyasa di Saptaarga, di pertapaan Wukir
Retawu. Raja Pandhudewanata menerima saran Resi Bisma, Patih
Kuruncana diperintahkan mempersiapkan perajurit. Setelah selesai
perundingan, raja masuk ke Gupitmandragini menemui dua isteri raja
memberi tahu tentang hasil pertemuan, dan rencana kepergian raja ke
Saptaarga.

Yamawidura mengumumkan perintah dan rencana kepergian raja kepada


para perajurit. Para perajurit diperintah supaya menghormat
keberangkatan raja. Sebagian perajurit dipersiapkan untuk mengawal
kepergian raja ke Wukir Retawu. Raja bersama perajurit berangkat ke
Saptaarga, dipimpin oleh Yamawidura.

Bogadata raja negara Turilaya berunding dengan Gandapati, Kartipeya,


Patih Hanggadenta, Gendhingcaluring, Togog dan Sarawita. Mereka
membicarakan amanat Arya Dhestharastra yang disampaikan oleh
Kartipeya, tentang perang Baratayuda. Mereka menginginkan urungnya
perang itu. Mereka mengambil putusan untuk menyerang negara
Ngastina, membunuh raja Pandhudewanata beserta anak-anaknya. Patih
Hanggadenta ditugaskan menyerang negara Ngastina. Gendhingcaluring
ditugaskan menjaga tapal batas, dan siapa saja yang akan membantu
Ngastina supaya dihancurkannya. Raja Bogadata dan Kartipeya akan pergi
ke Ngastina secara sembunyi-sembunyi. Gandapati ditugaskan menjaga
keamanan negara Turilaya. Setelah siap, mereka berangkat menjalankan
tugasnya masing-masing. Perajurit Turilaya bertemu dengan perajurit
Ngastina, terjadilah pertempuran. Pertempuran padam setelah mereka
menghentikan perang. Masing-masing menyimpang jalan mencari
selamat.

Resi Darmana dan anaknya yang bernama Endang Darmi berbicara


dengan para cantrik di padepokan Hargasana. Sang Resi membicarakan
surat lamaran Brahmana Kamindana. Endang Darmi menurut kehendak
ayahnya. Brahmana Kamindana datang, menagih kesanggupan dan
jawaban Resi Darmana tentang lamarannya. Brahmana Kamindana amat
kasar tutur katanya, Resi Darmana marah, terjadilah perkelahian. Para
cantrik tidak mampu mengeroyok Brahmana Kamindana. Mula-mula
Brahmana Kamindana kalah, kemudian menggunakan pusaka saktinya
berupa tombak pendek. Resi Darmana ditangkap akan dibunuhnya.
Sebelum terbunuh, Resi Darmana mengutuk, Brahmana Kamindana
dikatakan seperti rusa. Bersamaan dengan jatuhnya pusaka Brahmana
Kamindana ke dada Resi Darmana, Brahmana Kamindana berubah
menjadi rusa dan Resi Darmana meninggal dunia.

Setelah mendengar kematian ayahnya, Endang Darmi pergi meninggalkan


padepokan. Brahmana Kamindana mengejarnya, tetapi ia tidak dapat
menangkapnya. Dikatakan oleh sang brahmana, Endang Darmi lari cepat
seperti rusa. Seketika Endang Darmi berubah menjadi rusa betina. Rusa
Kamindana berhasil menangkap rusa Darmi, mereka masuk ke hutan.

Raja Pandhudewanata bersama Semar, Gareng, Petruk dan Bagong


menghadap Begawan Abyasa di Saptaarga. Raja menyampaikan maksud
kedatangannya. Bagawan Abyasa memberi petunjuk dan nasihat, bahwa
permintaan Madrim itu kelewat batas, dan besar bahayanya. Bagawan
Abyasa menyerahkan kepada sikap Pandhudewanata sendiri. Pandhu ingin
menuruti keinginan Madrim, lalu minta diri bersama para panakawan.
Bagawan Abyasa mengawal dari kejauhan, menuju ke Ngastina.

Di tengah perjalanan Pandhu dan para panakawan bertemu dengan


perajurit raksasa dari Turilaya. Terjadilah pertempuran. Perajurit yang
dipimpin Gendhingcaluring kalah, Togog dan Sarawita kembali ke
Turilaya. Pandhu meneruskan perjalanan ke Suralaya.

Bathara Narada dan Bathara Srita, Bathara Yama, Bathara Aswi, Bathara
Aswin dan Lembu Andini menghadap Bathara Guru. Bathara Guru
bertanya kepada Bathara Aswi dan Bathara Aswin, sebab apa mereka
berdua turun ke Ngastina. Mereka menjawab, bahwa mereka datang atas
panggilan Madrim isteri Raja Pandhu, yang ingin mempunyai anak.
Bathara Guru menyuruh agar mereka berdua turun ke Ngastina, untuk
bertanggungjawab atas kelahiran bayi yang akan datang. Bathara Aswi
dan Bathara Aswin berangkat ke Ngastina.

Sepeninggalnya Bathara Aswi dan Bathara Aswin, raja Pandhu datang,


menghadap Bathara Guru, minta pinjaman Lembu Andini. Bathara Guru
marah, sebab raja Pandhu pernah mendirikan taman larangan dewa yang
disebut Taman Kadilengleng, yang mirip dengan taman Tinjomaya.
Pandhu minta maaf, tetapi Bathara Guru bertambah marah, karena ia
hanya menuruti keinginan perempuan isterinya. Pandhu minta maaf dan
menyampaikan beberapa sanggahan dengan berbagai pertanyaan.
Apakah ia bersalah karena menuruti permintaan isteri? Makhluk yang
mengajukan permohonan kepada Dewa itu bersalah? Apakah salah bila
raja minta perlindungan kepada raja semua raja? Apakah sudah benar
raja Tribuana menolak permintaan raja kecil? Bukankah raja besar wajib
mengabulkan permintaan raja kecil dan melindunginya? Akhirnya Bathara
Guru mengabulkan permintaan Pandhu dengan syarat, Pandhu tidak akan
berbuat salah lagi. Bila berbuat salah Pandhu akan dicabut nyawanya.
Pandhu sanggup menerima hukuman bila ia bersalah, lalu mohon diri.
Para panakawan dan Lembu Andini mengikutinya.

Sepeninggal Pandhu dari Suralaya, Bathara Guru mengutus Bathara


Narada supaya turun ke Ngastina. Nyawa Pandhu harus dicabut sesudah
mengendarai Lembu Andini. Bathara Yama diberi tugas untuk mengikuti
Bathara Narada. Mereka berdua berangkat ke Ngastina. Pandhu mengikuti
jalannya Lembu Andini masuk ke hutan Kandhawa. Di tengah hutan
Pandhu melihat sepasang Rusa yang sedang memadu kasih. Ia iri
melihatnya. Rusa jantan dipanah, berubah menjadi Brahmana Kamindana.
Brahmana Kamindana mengutuk, pandhu akan mati bila memadu kasih
dengan isterinya. Rusa betina juga dipanahnya, lalu kembali menjadi
Endang Darmi. Endang Darmi mengutuk, isteri Pandhu akan mati setelah
melahirkan bayi kandungannya. Brahmana Kamindana dan Endang Darmi
musnah dari pandangan Pandhu. Pandhu kembali ke negara Ngastina.

Bagawan Abyasa dihadap oleh Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana


dan Sena, mereka memperbincangkan kepergian Pandhu ke Suralaya.
Pandhu dan panakawan datang bersama Lembu Andini. Pandhu melapor
segala usahanya, kemudian masuk ke istana menemui Dewi Kunthi dan
Dewi Madrim. Setelah memberi tahu tentang hasil yang diperoleh, Pandhu
dan Dewi Madrim naik Lembu Andini. Mereka melayang-layang di
angkasa, di atas negara Ngastina. Di atas angkasa Pandhu dan Madrim
berwawan asmara, kemudian turun ke bumi Ngastina. Lembu Andini
kembali ke Suralaya. Pandhu masuk istana, bercerita kepada Begawan
Abyasa, Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana, Sena dan Arjuna.
Mereka asyik mendengarkan cerita Pandhu di istana. Bathara Narada dan
Bathara Yama menjalankan tugas mereka, nyawa Pandhu dicabutnya.
Pandhu meninggal dunia, orang seistana gempar kesedihan. Bathara Aswi
dan Bathara Aswin menjelma kepada bayi yang dikandung oleh Dewi
Madrim. Setelah Dewi Madrim tahu bahwa raja Pandhu telah meninggal,
ia bunuh diri, sebuah patrem dimasukkan ke dalam perutnya. Dua bayi
lahir melalui luka perut Dewi Madrim. Bathara Narada dan Bathara Yama
datang, menemui Abyasa, minta agar bayi itu diberi nama Nakula dan
Sadewa. Kemudian mereka berdua mengangkat jenasah Pandhu dan
Madrim dibawa ke Tepetloka. Begawan Abyasa meminta agar Kunthi
mengasuh dua bayi itu seperti anaknya sendiri. Kunthi menerima kedua
bayi dengan senang hati.

Raja Bogadata, Kartipeya dan perajurit Turilaya bersiap-siap menggempur


negara Ngastina. Bagawan Abyasa berunding dengan Resi Bisma.
Yamawidura, Sena, Patih Kuruncana dan Arjuna. Mereka membicarakan
kekacauan negara dan serangan musuh. Bogadata dan perajurit telah
menyerang. Patih Kuruncana ditugaskan untuk menyiapkan perajurit.
Sena, Arjuna dan Yamawidura ikut berperang. Bogadata dipanah oleh
Arjuna, Kartipeya kena panah Yamawidura, Hanggadenta mati oleh Patih
Kuruncana, para perajurit Turilaya musnah oleh amukan Sena. Perang
pun selesai.

Bagawan Abyasa, Resi Bisma, Yamawidura dan Patih Kuruncana


berunding, mereka akan menobatkan Dhestharasta sebagai pemegang
pemerintahan sampai para Pandhawa dewasa. Mereka mengadakan pesta
penobatan. R.S. Subalidinata Pandjang Mas Tahun IV, 1956 No. 5-6

Banjaran Cerita Pandhawa (28)


Perkawinan Nakula

Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh Pendeta Druna,


Adipati Karna dan para Korawa. Raja membicarakan permintaan
Dursasana. Dursasana jatuh cinta kepada Dyah Suyati, putri raja
Ngawuawu Langit. Dyah Suyati disayembarakan. Barangsiapa yang dapat
mengalahkan Endrakerata, boleh memperistri Dyah Suyati. Raja
menugaskan Adipati Karna dan Jayadrata untuk mengusahakan menang
sayembara. Setelah mereka berunding, raja masuk ke istana.

Kedatangan Prabu Duryodana disongsong oleh permaisuri, Lesmanawati


dan para abdi. Raja bercerita tentang rencana perkawinan Dursasana dan
sayembara. Kemudian raja bersamadi.

Adipati Karna dihadap oleh Patih Sakuni, Jayadrata, Kartamarma, Citraksa


dan Citraksi. Mereka bersiap-siap ke negara Ngawuawu Langit. Setelah
siap mereka berangkat.
Nakula dan Sadewa saudara kembarnya mohon restu kepada Kunthi
Ibunya
(karya Herjaka HS)

Prabu Bajrawijaya raja Selabentara bermimpi, bertemu Dyah Suyati. Raja


ingin melamarnya. Patih Kala Wisaya mengusulkan agar Kala Kekaya,
Barajamingkalpa dan Kala Minangsraya pergi ke Ngawuawu Langit, untuk
menyampaikan surat lamaran. Mereka segera berangkat, diikuti barisan
perajurit raksasa.

Perjalanan mereka bertemu dengan barisan perajurit Ngastina. Terjadilah


pertempuran, tetapi perajurit Selabentar meninggalkan medan perang,
menyimpang jalan.

Nakula menghadap Bagawan Abyasa di Wukir Retawu. Ia meminta doa


restu untuk mengikuti sayembara di negara Ngawuawu Langit. Sang
Bagawan banyak memberi nasihat, kemudian Nakula disuruh berangkat.
Nakula berangkat, Semar, Gareng dan Petruk menyertainya.

Di tengah perjalanan Nakula bertemu dngan barisan dari Selabentar.


Terjadilah perkelahian seru. Perajurit raksasa musnah. Nakula
meneruskan perjalanan.

Prabu Kridhakerata raja Ngawuawu Langit duduk di atas singhasana,


dihadap oleh Jayakerata dan patih Keratabahu. Raja cemas atas
sayembara yang diinginkan oleh Endrakerata.

Adipati Karna datang menyampaikan maksudnya, ia ingin mengikuti


sayembara. Endrakerata telah siap di gelanggang adu kesaktian. Pertama-
tama Jayadrata yang melawan, tetapi kalah. Selanjutnya yang melawan
Kartamarma dan Adipati Karna, tetapi semua tidak mampu mengalahkan
Endrakerata. Korawa kembali ke Ngastina dengan tangan hampa.

Yudisthira menerima kehadiran Kresna di Ngamarta. Yudisthira bertanya


tentang kepergian Nakula. Kresna memberi tahu, bahwa Nakula sedang
mengikuti sayembara. Yudisthira, Bima dan Arjuna diminta bantuannya.
Nakula telah tiba di Ngawuawu Langit, menghadap raja Kridhakerata.
Nakula menyampaikan maksud kedatangannya, ia ingin mengikuti
sayembara. Jayakerata dan Patih Keratabasa mengawal Nakula ke arena
sayembara. Endrakerata telah diberi tahu, kemudian datang di
gelanggang adu kesaktian. Endarakerata sungguh sakti. Sekali dipanah
mati, kemudian hidup kembali. Semar mendekat Nakula, dan
memberitahu caranya menghadapi kesaktian Endrakerata. Setelah diberi
tahu oleh Semar, Nakula segera memanah untuk yang kesekian kalinya.
Endrakerata kena panah, seketika musnah. Nakula menang dalam
sayembara, lalu dipersilakan masuk istana.

Togog dan Sarawita datang menghadap raja Bajrawijaya, melapor tentang


kematian para raksasa dan pemimpin perajuritnya. Raja marah lalu
mempersiapkan perajurit, hendak menggempur kerajaan Ngawuawu
Langit.

Prabu Kridhakerata menerima kehadiran Nakula yang dikawal oleh


Jayakerata. Raja minta agar permaisuri mempersiapkan perkawinan Dyah
Suyati dan Nakula.

Kresna bersama Yudisthira, Bima, Arjuna dan Sadewa tiba di istana


Ngawuawu Langit, menghadap raja Kredhakerata. Sang raja bercerita
tentang Nakula yang menang sayembara dan akan dikawinkan dengan
putri raja bernama Dyah Suyati. Kresna dan Yudisthira menyetujuinya.
Mereka bersiap-siap mengadakan upacara perkawinan.

Perajurit rakasa dari Selabentar datang, dipimpin oleh prabu Brajawijaya.


Kresna menugaskan Bima dan Arjuna untuk menyongsong kedatangan
musuh. Prabu Bajrawijaya mati oleh Bima, sedangkan perajurit raksasa
musnah disapu oleh panah Arjuna.

Nakula dan Dyah Suyati dipersandingkan di pelaminan, para Pandhawa


menghadirinya. Pesta perkawinan dilaksanakan dengan meriah. Tancep
KayonR.S. Subalidinata.
Mangkunagara VII Jilid XXI, 1932: 3-9

Sadewa ketika berjalan dipinggiran hutan, ketemu dengan Wisanggeni,


keponakannya.
(karya Herjaka.HS)

Banjaran Cerita Pandhawa (29)


Perkawinan Sadewa

Prabu Kresna raja Dwarawati duduk di atas singhasana, dihadap oleh


Samba, Setyaki, Setyaka dan Patih Udawa. Kresna memberi tahu, bahwa
Yudisthira akan mengawinkan Sadewa dengan Retna Dewarsini. Raja
menugaskan Patih Udawa dan Setyaki untuk menyerahkan pesumbang ke
Ngamarta. Patih Udawa dan Setyaki minta diri. Kresna masuk ke istana,
Jembawati, Rukmini dan Setyaboma menyongsong kedatangan raja.
Kresna berpamitan kepada isteri, akan pergi ke Ngamarta. Kresna pergi
bersemadi.

Patih Udawa dan Setyaki mengumpulkan perajurit untuk mengawal


utusan pergi ke Ngamarta. Setelah siap mereka berangkat.

Prabu Singamurti raja Trancang Gribig duduk di atas singhasana dihadap


oleh Patih Kala Waraha dan Inang Saparni. Raja bercerita tentang
mimpinya. Sang Raja bertemu dengan Retna Dewarsini, putri raja
Banyuwangi. Raja menunjuk utusan untuk menyampaikan surat lamaran.
Patih Kala Waraha mempersiapkan perajurit raksasa, lalu berangkat ke
Banyuwangi.

Di tengah perjalanan perajurit raksasa bertemu dengan barisan dari


Dwarawati, perajurit raksasa menyimpang jalan.

Bathara Guru dihadap oleh Bathara Narada, Bathara Endra, Bathara


Brama, Bathara Panyarikan Bathara Yamadipati, dan Bathara Patuk.
Mereka menerima kedatangan Bathara Kamajaya dan Arjuna. Arjuna
menyampaikan permohonan Yudisthira, minta diijinkan meminjam
empatpuluh bidadari untuk mengawal pengantin. Bathara Guru
mengijinkan, kelak para bidadari akan datang bersama Bathara Narada.
Arjuna minta diri, meninggalkan kahyangan. Para panakawan
mengikutinya.

Arjuna dan panakawan berjumpa dengan perajurit raksasa dari Trancang


Gribig. Terjadilah perkelahian, perajurit raksasa musnah. Togog lari
kembali ke negara Trancang Gribig.

Prabu Salya raja Mandraka dihadap oleh permaisuri, Rukmarata dan Patih
Tuhayata. Raja berkata, ingin menghadiri perkawinan Sadewa di
Ngamarta. Mereka bersiap-siap, lalu berangkat menuju Ngamarta.

Prabu Duryodana berkata kepada para warga Korawa, bahwa raja akan
pergi ke Banyuwangi. Raja dan permaisuri pergi bersama, para Korawa
mengawalnya.
Sadewa menghadap Bagawan Abyasa di Wukir Retawu, minta restu atas
perkawinannya. Sang bagawan merestuinya. Sadewa disuruh berangkat
terlebih dahulu, sang bagawan akan menyusulnya.

Togog menghadap Prabu Singamurti di istana Trancang Gribig.


Memberitahu tentang kemusnahan para perajurit raksasa. Raja marah,
lalu minta dipersiapkan perajurit raksasa untuk menyerang Banyuwangi,
merebut Retna Dewarsini. Setelah siap mereka berangkat ke Banyuwangi.

Yudhisthira menerima kehadiran Bagawan Abyasa, Kresna, Duryodana,


Salya, Baladewa, Drupada, Seta dan Untara. Mereka akan bersama-sama
pergi ke Banyuwangi. Arjuna datang dan melapor tentang ijin yang
dikabulkan oleh Bathara Guru.

Bathara Kamajaya, Dewi Ratih, dan Dewi Rarasati datang beserta empat
puluh bidadari dan perlengkapan upacara perkawinan.

Sadewa naik kereta bersama Bathara Kamajaya, diikuti kereta para raja,
kereta para Bidadari dan pengawal lainnya. Mereka menuju ke
Banyuwangi.

Bathara Endra, Bathara Brama, Bathara Bayu dan beberapa dewa


berunding akan pergi ke Banyuwangi. Setelah siap mereka berangkat
bersama.

Badhwangan Nala telah duduk bersama Patih Nirbita. Bathara Endra dan
beberapa dewa menanti kedatangan calon pengantin.

Rombongan calon pengantin datang di istana Banyuwangi. Bathara


Kamajaya menggandeng Sadewa. Mereka yang hadir bersiap-siap
mempertemukan kedua pengantin. Dewi Ratih dan Dewi Rarasati
menjemput Retna Dewarsini, kemudian dipersandingkan dengan Sadewa.
Bathara Narada menjadi pengacara perkawinan. Setelah upacara
perkawinan selesai, para dewa kembali ke kahyangan. Para bidadari
mengikutinya.

Perajurit raksasa Trancang Gribig datang menyerang Banyuwangi. Sang


Badhangwang Nala menyerahkan kebijaksanaan kepada Kresna. Kresna
menugaskan Bima, Arjuna dan Sadewa. Sadewa berhasil menaklukkan
raja Singamurti. Bima dan Arjuna memusnahkan semua perajurit raksasa.

Para raja yang masih tinggal di Banyuwangi mengadakan pesta


bersama.R.S. Subalidinata. Mangkunagara VII Jilid XXI, 1932: 12-17
Yudhisthira dan Arjuna sedang berjalan di hutan bersama Semar dan
Gareng
(karya herjaka HS)

Banjaran Cerita Pandhawa (30)


Pandhawa Apus

Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh pendeta Durna,


Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Citraksi.
Duryodana ingin membinasakan Pandhawa dengan tipu muslihat.
Pandhawa akan dijamu makanan yang mematikan. Duryodana telah
mengundang Pandhawa.

Tak lama kemudian Pandhawa datang, Duryodana menyambutnya.


Mereka dijamu besar-besaran, para Pandhawa diracun, akhirnya para
Pandhawa meninggal dunia. Para Korawa senang, mereka mengira,
bahwa musuh telah lenyap. Sakuni minta agar Bima dimasukkan ke dalam
sumur Jalatundha, Arjuna dibuang ke gua Sigrangga.

Setelah membuang jenasah para Pandhawa, Duryodana masuk ke istana


menemui permaisuri dan Gendari, ibunya. Raja memberi tahu tentang
kematian para Pandhawa. Patih Sakuni dan para Korawa membuang
jenasah para Pandhawa.

Anantasena dan Gathotkaca yang berada di Randhugumbala ingin pergi ke


Ngastina. Mereka bersiap-siap lalu berangkat.

Perjalanan mereka berdua bertemu dengan perajurit Ngastina. Mereka


berselisih, dan terjadilah perkelahian. Para Korawa kalah, Adipati Karna
datang membantunya, Anantasena dan Gathotkaca melarikan diri.

Jenasah Arjuna dipungut oleh Hyang Baruna, lalu dihidupkan kembali.


Arjuna dikawinkan dengan Dyah Suyakti, kemudian disuruh pergi ke gua
Sigrangga.
Perjalanan Arjuna dihadang oleh raksasa bernama Kala Sabawa bersama
isterinya. Arjuna akan mereka makan, maka terjadilah perkelahian.
Raksasa dipanah, mereka kembali ke wujud asal, berubah menjadi dewa
Kamajaya dan dewi Ratih. Arjuna datang menghormat, lalu minta diri,
meneruskan perjalannya.

Jenasah Bima dibawa oleh Nagagini kehadapan Hyang Antaboga. Bima


dihidupkan kembali, lalu Bima bercerita asal mula kematiannya. Kemudian
Bima disuruh pergi ke gua Sigrangga.

Yudhisthira, Nakula dan Sadewa telah dihidupkan kembali oleh Dyah


Suparti. Arjuna dan Bima datang di gua Sigrangga menghadap Dyah
Suparti. Dyah Suparti menyuruh agar mereka berlima kembali ke negara,
sebab kerajaan Ngamarta dikuasai oleh Adipati Karna.

Bagawan Abyasa pergi ke negara Ngamarta, atas ilham dari dewa ia


disuruh melerai permusuhan Pandhawa dan Korawa

Yudhisthira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa bertemu dengan


Anantasena dan Gathotkaca. Mereka bersama-sama menuju ke
Ngamarta.

Adipati Karna yang berkuasa di Ngamarta, berunding dengan Patih


Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Citraksi.
Mereka ingin memboyong Drupadi ke Ngastina. Gathotkaca dan
Anantasena akan masuk ke istana Ngamarta. Para Korawa meghalang-
halanginya. Terjadilah perkelahian, Korawa tidak mampu melawan
mereka berdua. Adipati Karna datang menolongnya, Gathotkaca dipanah,
terpental jauh. Anantasena dilempar panah Wijayadanu, terlempar jauh
pula

Gathotkaca dan Anantasena jatuh dihadapan Yudhistira. Yudhistira dan


Arjuna marah, lalu hendak menyerang kerajaan Ngamarta. Adipati Karna
berhadapan dengan Arjuna. Terjadilah perkelahian dahsyat. Bagawan
Abyasa datang melerai, Arjuna dibawa lari ke Wukir Retawu. Anantasena
dibawa ke tempat Hyang Anantaboga, kemudian disembuhkannya.

Para Pandhawa mengungsi ke Wukir Retawu. Bagawan Abyasa memberi


wejangan kepada mereka tentang kesabaran dan perang Baratayuda.

Perajurit Ngastina datang menyerang Wukir Retawu. Bagawan Abyasa


menugaskan Bima dan Arjuna untuk melawan serangan para Korawa.
Adipati Karna memimpin perajurit Korawa. Perajurit Korawa
diceraiberaikan oleh Bima. Arjuna berhadapan dengan Adipati Karna.
Masing-masing membawa panah sakti. Arjuna melepaskan panah angin,
Adipati Karna terbawa arus angin, kembali ke Ngastina bersama perajurit
Korawa. Perang pun selesai.

Para Pandhawa mengadakan pesta di pertapaan Wukir Retawu.


R.S. Subalidinata Mangkunagara VII Jilid VII, 1930:26-31
Harjuna ketika dalam perjalanan mencari air (karya Herjaka HS)

Banjaran Cerita Pandhawa (31)


Pandhawa Papa

Prabu Duryodana dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sakuni, Kartamarma


dan warga Korawa. Raja memberi tahu tentang berita para Pandhawa.
Dikatakan, Pandhawa berada di Girikandha. Mereka berganti nama. Raja
lalu minta agar padepokan Girikandha dihancurkan, para Pandhawa
supaya dimusnahkannya. Patih Sakuni diminta menyiapkan perajurit dan
melaksanakan perintah raja.

Prabu Duryodana membubarkan sidang, lalu masuk ke istana permaisuri,


dan memberitahu kepada permaisuri tentang rencana pemusnahannya
Pandhawa. Banowati sedih dan sayang kepada para Pandhawa.

Prabu Duryodana bersamadi memanjatkan doa.

Patih Sakuni menemui Basukarna, Dursasana, Jayadrata, Citraksa,


Citraksi dan Aswatama. Mereka berunding tentang perintah raja. Mereka
bersiap-siap berangkat ke Girikandha.

Bagawan Selaraja dihadap oleh Jalasangara, Puthut Parandaka, Kunthi


dan para Pandhawa. Perajurit Korawa datang menyerang. Pandhawa lari
bersembunyi ke hutan. Padepokan Girikandha dirusak, sang bagawan dan
para murid melarikan diri.

Kunthi dan para Pandhawa berjalan menyusuri hutan. Pinten dan Tangsen
kehausan. Arjuna disuruh mencari air.

Arjuna dan para panakawan pergi mencari air. Di tengah perjalanan


diserang raksasa suami isteri. Arjuna melawan dua raksasa. Raksasa
dipanah berubah rupa menjadi Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih. Arjuna
menghormat, Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih memberi doa restu, lalu
kembali ke Kahyangan.
Arjuna melanjutkan pencarian air, dan dapat menemukan sendang.
Arjuna segera mengambil air sendang untuk saudara-saudaranya.

Air sendang diserahkan kepada ibunya. Semua minum air, kecuali Semar.
Semua yang minum air mati. Semar marah, sendang dikeringkan airnya.
Lalu datanglah jin minta hidup, air sendang minta tidak dikeringkannya.
Semar berhenti membuang air sendang, lalu diberi air hidup untuk
menghidupkan Kunthi dan anak-anaknya. Setelah hidup kembali, mereka
meneruskan perjalanan. Masing-masing berganti nama. Kunthi bernama
Endhang Rini, Yudisthira bernama Tandha Dwijakangka, Bima bernama
Bilawa, Arjuna bernama Kandhi Wrahatnala, Nakula bernama Tripala dan
Sadewa bernama Darmagati

Bagawan Sutikna yang tinggal di Wukir Manikmaya, dihadap oleh Endhang


Suki dan Endhang Suketi. Mereka berdua bermimpi, bertemu dengan Wasi
Jalasangara dan Puthut Parandaka. Tiba-tiba dua ksatria itu datang
terbawa angin. Dua remaja itu diambil menantu oleh oleh Bagawan
Sutikna.

Korawa datang merusak padepokan Wukir Manikmaya. Sang Bagawan


melarikan diri, lari meninggalkan padepokan

Prabu Matswapati raja Wiratha, duduk di atas singhasana, dihadap oleh


Seta, Utara, Wratsangka dan Nirbita. Tengah mereka berbincang-bincang
datanglah Bagawan Sutikna minta perlindungan karena diusir oleh
Korawa.

Perajurit Korawa datang di Wiratha, minta supaya menyerahkan Bagawan


Sutikna. Raja Matswapati tidak mau menyerahkannya, para Korawa
mengamuk. Seta, Utara dan Wratsangka berhasil mencerai-beraikan
Korawa. Pertempuran selesai.

Bagawan Sutikna dan keluarga Wiratha mengadakan pesta bersama.R.S.


Subalidinata Kodiran. Pakem Pedalangan Ringgit Purwa, 1967:63-68
Pada waktu Dewi Drupadi dipermalukan Dursasana(karya herjaka HS)

Banjaran Cerita Pandhawa (32)


Pandhawa Gupak

Prabu Suyudana dihadap oleh Pendeta Durna dan Patih Sengkuni. Mereka
berunding tentang perdamaian dengan Pandhawa. Tengah mereka
berbicara Nakula datang, bertanya tentang rencana kehadiran raja
Suyudana. Raja Suyudana minta agar Pandhawa menyiapkan Balai
Kencana bertiang delapanratus. Nakula minta diri, raja suyudana masuk
istana.

Prabu Suyudana menemui prameswari Dewi Banowati. Sang Raja


bercerita tentang rencana perdamaian dengan Pandhawa. Mereka lalu
santap bersama. Patih Sengkuni dan para Korawa menghantar Nakula
sampai di perbatasan negara.

Sadewa menghadap raja Kresna di kerajaan Dwarawati. Raja diminta


kehadirannya di Ngamarta. Kresna menyanggupinya, dan bersama
Setyaki berangkat ke Ngamarta.

Yudisthira menerima kehadiran Nakula. Nakula memberitahu segala


permintaan raja Suyudana. Yudisthira susah hatinya. Kresna dan Setyaki
datang, Yudisthira menyambut dengan hormat. Kresna menyetujui
rencana perdamaian Korawa dengan Pandhawa. Wrekodara disuruh ke
negara Ngalengka, meminjam persyaratan yang diminta oleh raja
Suyudana. Wrekodara berangkat ke Ngalengka, akan menghadap raja
Wibisana. Bathara Bayu menemaninya.

Raja Wibisana menerima kehadiran Wrekodara. Wrekodara


menyampaikan maksud kedatangannya. Wibisana mengajak Wrekodara
ke tempat Balai Kencana. Balai Kencana dilihat oleh Wrekodara hanya
tampak seperti Balai-balai bambu. Balai Kencana segera dibawanya.
Patih Sengkuni dan para Korawa mencegat perjalanan Wrekodara.
Terjadilah perkelahian, Korawa tidak mampu melawan Wrekodara, lalu
kembali ke Ngastina.

Perjalanan Wrekodara diketahui oleh Anoman. Anoman menjamu di


Dhadhalisada. Kemudian Wrekodara meminta pamit, kembali ke
Ngamarta.

Perjalanan Wrekodara lewat di Tegal Kuru. Baladewa mencegat, Balai


Kencana disuruh meninggalkan di Tegal Kuru. Balai Kencana ditinggal oleh
Wrekodara.

Wrekodara menemui Yudisthira, Kresna, Arjuna, Nakula dan Sadewa.


Wrekodara memberi tahu, bahwa Balai Kencana telah diperoleh dan
sekarang ditinggalkan di Tegal Kuru atas permintaan Baladewa. Nakula
disuruh memberi tahu kepada raja Ngastina. Semua warga Pandhawa
berangkat ke Tegal Kuru.

Bathara Guru dihadap oleh Bathara Narada, Bathara Brama, Bathara


Kuwera, Bathara Citragotra, mereka menanyakan sebab terjadinya gara-
gara. Bathara Narada memberi tahu, bahwa Korawa akan mengadakan
perdamaian dengan Pandhawa. Bathara Guru khawatir bila tidak terjadi
perang Baratayuda. Empat dewa disuruh mendurhakai perdamaian lewat
orang-orang Korawa. Para dewa turun ke Marcapada.

Prabu Suyudana dan para para Korawa menerima kedatangan Nakula.


Nakula memberi tahu, bahwa permintaan raja telah siap di Tegal Kuru.
Raja Suyudana dan para Korawa pergi ke pesanggrahan.

Baladewa memihak Korawa, Kresna dipihak Pandhawa. Masing-masih


minta agar menyampaiakn janji. Pandhawa mendahului berjanji, bila
memulai berbuat durhaka, sanggup menerima hukuman dari dewa,
sengsara sampai anak cucunya. Korawa berjanji demikian itu juga..
korawa dan Pandhawa telah bersatu. Para dewa merasuki kepada
Burisrawa, Dursasana dan Patih Sengkuni. Dewa lain merasuk kepada
Satyaki dan Gatotkaca. Burisrawa pergi menggoda Sumbadra, Patih
Sengkuni mencari Kunthi dan Dursasana mencari Drupadi.

Patih Senhgkuni mengejar Kunthi, dan berhasil menarik kain penutup


buah dada. Kunthi mengutuk, kelak bila Patih Sengkuni mati jenasahnya
akan busuk tidak seperti bangkai anusia.

Dursasana menggoda Drupadi, dan berhasil melepas sanggul. Drupadi


berjanji, ia tidak akan bersanggul sebelum berjamas dengan darah
Dursasana.

Burisrawa mengejar Sumbadra. Sumbadra lari, Srikandhi


menghalanginya. Burisrawa diberi minuman keras. Setyaki memberi
minuman keras kepada Baladewa. Setyaki dan Gathotkaca panas hati,
karena Sumbadra digoda, lalu mencari sebab untuk menghantamnya. kain
Burisrawa diinjak oleh Setyaki, terjadilah perkelahian. para Korawa
memisahnya.

Patih Sengkuni ingin memukul Setyaki. Kartamarma disuruh menghina


putra-putra Pandhawa. Kartamarma menghina Nakula, Sadewa,
Pancawala, Angkawijaya dan Gathotkaca. Putra-putra Pandhawa
mengamuk, terjadilah perkelahian.

Baladewa melihat lalu dilerainya. Baladewa marah terhadap Gathotkaca.


Gathothotkaca dipukulinya. Wrekodara membela anaknya. Kresna datang
melerai perkelahian mereka. Para Pandhawa berkumpul lalu kembali ke
Ngamarta R.S Subalidinata L.Th. Mayer. Wajangverhalen, 1924: 237-247

Arjuna menghadap Abiyasa untuk memohon restunya (karya Herjaka HS)

Banjaran Cerita Pandhawa (33)


Pandhawa Dulit

Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih Sakuni,


Pendeta Durna, Dursasana, Burisrawa, Citraksa dan Citraksi. Raja
merundingkan rencana pembunuhan terhadap Bima. Bima akan
dimasukkan ke sumur Jalatundha. Sakuni ditugaskan menghadap raja
Ngamarta, minta agar Bima datang di Ngastina untuk diangkat menjadi
Adipati di Gajahoya. Perundingan selesai, Patih Sengkuni minta diri, Raja
masuk ke istana permaisuri.

Prabu Duryodana masuk ke istana permaisuri disambut oleh permaisuri.


Raja bercerita tentang rencana untuk mengundang para Pandhawa.
Kemudian raja bersamadi.

Patih Sakuni bersama beberapa warga Korawa berbicara tentang rencana


kepergian ke Ngamarta. Setelah siap mereka berangkat.

Yudisthira berbincang-bincang dengan Bima, Nakula, Sadewa dan


Gathotkaca. Tengah mereka berbincang-bincang, datanglah Patih Sakuni.
Patih Sakuni minta agar Bima diperkenankan untuk dinobatkan menjadi
Adipati di Gajahoya. Yudisthira dan adik-adiknya menyetujui dan
bersama-sama pergi ke Ngastina.
Yudisthira sesaudara diterima oleh Duryodana. Bima ditempatkan di
Gajahoya. Yudisthira diminta bertempat di Ketandhan, menjadi Lurah
Pasar. Nakula dan Sadewa ditempatkan di belakang kerajaan, disuruh
menjadi penggembala itik.

Arjuna menghadap Bagawan Abiyasa, minta agar sang bagawan


menghadiri penobatan Bima menjadi Adipati di Gajahoya. Bagawan
Abiyasa tidak bersedia menghadiri penobatan. Arjuna minta diri dan
mohon doa restu. Arjuna kembali ke Ngamarta diikuti para Panakawan.

Perjalanan Arjuna lewat di tengah hutan. Tiba-tiba dihadang oleh raksasa


suami isteri. Terjadilah perkelahian. Raksasa berdua musnah terkena
panah Arjuna, kemudian muncul Bathara Kamajaya dan Dewi Ratih.
Arjuna dan Panakawan datang menghormat, Bathara Kamajaya memberi
tahu bahwa Duryodana telah menipu saudara-saudara Pandhawa. Setelah
memberitahukan hal tersebut, Bathara Kamajaya dan Dewi Ratih kembali
ke Kahyangan. Arjuna meneruskan perjalanan.

Dursasana mencoba akan membunuh Dwijakangka, nama lain dari


Yudisthira, tetapi gagal. Karena Dwijakangka tidak dapat dilukai dengan
jenis senjata apapun. Dursasana melarikan diri, karena merasa tidak
mampu membunuh Dwijakangka.

Duryodana sedang dihadap oleh para Korawa, Patih Sakuni dan Pendeta
Durna. Arjuna datang dengan mengacungkan keris, akan membunuh
Duryodana. Pendeta Durna membujuk agar Arjuna menyarungkan
kerisnya. Dikatakan, bahwa Bima dikurung di Gajahoya, sebab ia akan
dinobatkan menjadi adipati.

Banowati menemui Kunthi dan kedua anaknya, Nakula dan Sadewa. Ia


menyampaikan suguhan untuk mereka. Duryodana ikut menemui Kunthi
dan dua anaknya. Nakula dan Sadewa bangkit marahnya, Duryodana
dipukul dengan batu dan mengenai kepalanya.

Arjuna menyamar sebagai penjual kinang atau kapur sirih di pasar.


Baladewa, Banowati, dan para abdi membeli sirih dengan
perlengkapannya.

Pendeta Durna menyuruh para Korawa agar mencuri gada Bima. Gada
Bima ditunggu oleh Bajobarat. Para Korawa diserang oleh Bajobarat. Para
Korawa ketakutan, mereka melarikan diri.

Bima dan Arjuna menemui Duryodana. Mereka mendakwa kejahatan


Duryodana. Para Korawa mencoba meredakan kemarahan Bima.
Terjadilah perkelahian. Bima dan Arjuna dikeroyok oleh para Korawa.

Prabu Kresna merelai permusuhan Korawa dan Pandawa. Mereka


mengadakan perdamaian.
Selanjutnya Pandawa dan Korawa mengadakan pesta perdamaian R.S..
Subalidinata
Pakem Balungan Lampahan Ringgit Purwa, Naskah PB A44:99-102

Pada Perang Baratayuda, Bima berhasil membunuh Dursasana.


Kemudian Drupadi mengambil darah Dursasana untuk menjamasi
rambutnya. (karya Herjaka HS)

Banjaran Cerita Pandhawa (34)


Pandhawa Gubah

Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh Pendeta Durna,


Patih Sakuni dan Adipati Karna. Mereka membicarakan rencana
pertemuan dengan Pandhawa. Raja ingin memberikan separuh negara
kepada Pandhawa.

Dewa kembar utusan Hyang Guru datang, untuk meminta kepada


Duryodana supaya mendirikan Bale Kencana bertiang delapanratus. Raja
menyanggupinya, akan dicarinya ke hutan Krukmandhala. Dewa kembar
kembali ke Kahyangan, pertemuan dibubarkan, raja masuk ke istana.

Prabu Duryodana menemui permaisuri, Retna Lesmanawati dan para abdi.


Raja bercerita tentang pembicaraan di persidangan.

Sementara itu di pagelaran jaba, di Alun-alun, Patih Sakuni dengan


Korawa bersiap-siap menghantar kepergian raja ke Hutan Krukmandhala.
Kemudian raja berangkat, naik di atas kereta kerajaan.

Yudhistira berbicara dengan Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa, tentang


rencana penerimaan separuh negara Ngastina.

Dewa Kembar datang menyampaikan pesan Hyang Guru, Pandhawa


disuruh mendirikan Balai Kencana bertiang delapanratus. Yudhisthira
menyanggupinya. Dewa Kembar minta diri, Bima ditugaskan mencari
delapanratus tiang ke Singgela

Bima telah tiba di Singgela, bertemu dengan Patih Kartabangsa, meminta


delapanratus tian kencana. Patih Kartabangsa tidak mengijinkannya. Bima
ingin bertemu dengan rajanya, tetapi Patih Kartabangsa tidak
memperbolehkan. Maka terjadilah perkelahian, Patih Kartabangsa kalah.
Bima bertemu Raja Bisawarna. Raja memberikan delapanratus tiang.
Tiang dibawa ke Ngamarta.

Anoman melihat delapanratus tiang dibawa Bima, cepat-cepat lari


menahannya dan merebutnya. Bima menang dalam perebutan, tiang
dibawa pulang.

Bathara Guru cemas terhadap kerukunan Pandhawa dan Korawa. Perang


Baratayuda mesti tidak akan terjadi. Bathara Citragotra dan Bathara
Guritna disuruh turun ke marcapada, menggoda kerukunan Pandhawa dan
Korawa.

Bathara Citragotra dan Bathara Guritna turun ke marcapada. Masing-


masing merasuk dalam diri Dursasana dan Burisrawa.

Pandhawa dan Korawa telah hadir di Balai Kencana. Mereka berjanji untuk
menerima separuh bagian kerajaan Ngastina, dan tidak akan
bermusuhan. Kemudian mereka mengadakan pesta besar bersama.

Dalam pesta besar tersebut, Burisrawa menggoda Sumbadra yang dikawal


oleh Setyaki. Setyaki marah , Burisrawa dipukulinya.

Dursasana menggoda Drupadi sanggul Drupadi lepas. Drupadi marah dan


berkata, tidak akan bersanggul bila belum berjamas darah Dursasana.

Pertemuan pesta menjadi kacau, Pandhawa mendakwa Korawa


mendurhakai perjanjian.

Prabu Duryodana menutup pertemuan, Pandhawa meninggalkan Balai


Kencana. Mangkunagara VII Jilid XXX, 1932: 14-16
Dalam upayanya mengelabui para Korawa Kresna meminta Bima
untuk bersiap-siap di luar kerajaan Ngastina. (karya : herjaka HS)

Banjaran Cerita Pandhawa (35)


Pandhawa Sungging

Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih Sakuni,


Pendeta Durna, Burisrawa, Dursasana, Citraksa dan Citraksi. Raja
membicarakan permintaan Burisrawa yang ingin memperisteri Sumbadra.
Raja menyerahkan permasalahan itu kepada Pendeta Durna. Pendeta
Durna menyanggupinya. Raja membubarkan pertemuan lalu masuk
istana.

Banowati dan Dursilawati menyambut kedatangan raja. Raja bercerita


tentang masalah rencana perkawinan Burisrawa. Setelah bersantap, raja
bersemadi.

Pendeta Durna memanggil Adipati Karna, Burisrawa dan Jayadrata. Untuk


dapat memboyong Sumbadra mereka harus dapat mencuri dengan jalan
mengelabui para Pandhawa. Karna diubah dalam wujud Kresna. Burisrawa
menjadi Arjuna, Jayadrata menjadi Gathotkaca. Mereka bertiga
ditugaskan mencuri Sumbadra ke Madukara.

Sumbadra dan Srikandhi bersiap-siap akan ke Ngamarta. Tiba-tiba Kresna


palsu datang, Sumbadra diajak ke Ngamarta bersama-sama. Sumbadra
menurut, lalu pergi bersama Kresna palsu. Abimanyu merasa tidak enak,
lalu minta persetujuan kepada Srikandhi, untuk mengikuti Kresna palsu
dan Sumbadra.

Kresna palsu telah tiba di luar istana, Sumbadara diserahkan kepada


Arjuna palsu. Arjuna palsu dan Gathotkaca palsu disuruh kembali ke
Ngastina. Abimanyu dan Srikandhi menemui Kresna palsu di luar istana.
Srikandhi meminta kepada Kresna palsu agar Sumbadara dikembalikan.
Kresna palsu tidak mengijinkan, lalu terjadi perselisihan. Kresna palsu
dipanah oleh Srikandhi dan berubah menjadi Adipati Karna. Adipati Karna
membalas dengan melepaskan panah angin, Srikandhi dan Abimanyu
terbawa panah angin dan tiba di Dwarawati.
Arjuna asli bersama panakawan berjalan di tengah hutan. Raksasa
Kalarudra dan isteri mencegat Arjuna dan Panakawan, dan tidak memberi
ijin Arjuna lewat. Terjadilah perkelahian seru. Arjuna melepaskan panah.
Kalarudra dan isteri berubah menjadi Bathara Kamajaya dan Dewi Ratih.
Arjuna memberi hormat lalu disuruh kembali ke Madukara. Kamajaya
kembali ke Kahyangan bersama Ratih. Yudhisthira kedatangan Kresna
asli. Kresna memberitahu rencana pendirian candi Saptaarga. Arjuna
singgah di Ngamarta dan akan ke Madukara. Mereka membicarakan
laporan Abimanyu tentang Sumbadra. Kresna asli dan Arjuna asli pergi ke
Madukara.

Kresna mencari akal untuk mengelabuhi Korawa. Gathotkaca diubah


dalam wujud Duryodana, Arjuna menjadi Sakuni, Kresna menjadi Pendeta
Durna. Bima diminta bersiap-siap di luar kerajaan Ngastina. Kresna telah
mencipta kerajaan Ngastina. Arjuna palsu dan Sumbadra masuk di
kerajaan Ngastina palsu. Durna palsu menerima Sumbadra, Arjuna palsu
disuruh ke Mandura mengundang Baladewa. Prabu Baladewa diminta
untuk mengawal pengantin. Durna palsu minta agar Duryodana palsu
masuk ke istana Ngastina asli, mencuri Banowati dan Dursilawati.
Duryodana palsu berangkat ke Ngastina. Sakuni palsu berubah menjadi
Arjuna asli, Pendeta Durna menjadi Kresna asli. Duryodana asli ke istana,
mengajak Banowati dan Dursilawati pergi ke Mandura. Banowati dan
Dursilawati diajak ke Ngastina palsu.

Duryodana asli menerima kedatangan Adipati Karna. Adipati memberi


penjelasan hasil yang dicapainya. Prabu Baladewa datang, dan
menanyakan rencana perkawinan Burisrawa. Duryodana tercengang,
karena tidak merasa suruhan untuk mengundang Prabu Baladewa.
Lesmanamandrakumara datang, memberi tahu, bahwa Banowati dan
Dursilawati hilang dari istana. Duryodana kebingungan, para Korawa
disuruh mencarinya.

Baladewa dan Adipati Karna meninggalkan Ngastina, hendak menyerang


Madukara. Kresna dan para Pandhawa telah siap di Madukara. Banowati,
Dursilawati dan Burisrawa ditahannya. Pandhawa tidak memberikannya,
meskipun Baladewa yang meminta untuk dibebaskannya. Terjadilah
pertempuran dahsyat. Adipati Karna dan para Korawa melawan Pandhawa
dan putra-putranya. Korawa tercerai-berai oleh amukan Bima dan
Gathotkaca, mereka kembali ke Ngastina. Arjuna dan Sumbadra
menghadap Baladewa, mereka berdua minta dibunuhnya. Baladewa
menjadi kasihan menerima kedatangan adiknya. Ia tidak marah lagi,
tetapi minta agar Pandhawa melepaskan Banowati, Dursilawati dan
Burisrawa. Pandhawa mau melepaskan semua tahanan dengan perjanjian
Korawa tidak akan mengganggu para Pandhawa lagi.

Keluarga Pandhawa dan Dwarawati mengadakan pesta keselamatan di


Madukara.R.S. Subalidinata
Pakem Ringgit Purwa Nomor PB E 102: 172-175
Sakuni sedang memainkan dadu di depan Yudhisthira (karya Herjaka HS)

Banjaran Cerita Pandhawa (36)


Pandhawa Dadu

Prabu Duryodana raja Ngastina duduk di atas singhasana dihadap oleh


Patih Sakuni dan warga Korawa. Raja memperbincangkan rencana
permainan dadu dengan para Pandhawa. Patih Sakuni memberi petunjuk
rencana permainan dadu kepada raja dan warga Korawa. Kemudian raja
meningalkan perundingan, masuk istana. Raja disambut oleh permaisuri
dan putri raja, Lesmanawati. Kemudian raja bersamadi.

Patih Sakuni dan para Korawa menanti raja, mereka akan ke Balai
Kencana, menyambut kedatangan para Pandhawa. Setelah raja keluar
dari istana, mereka berangkat naik kereta.

Prabu Jayalengkara raja Parang Gumiwang duduk di atas singhasana,


dihadap oleh Patih Jayahandaya dan Ditya Jayapracandha. Raja berkata,
demi kebahagiaan negara dan rakyat, Prabu Darmakusuma yang menjadi
sarana untuk tinggal di kerajaan. Maka raja mengirim surat kepada Prabu
Darmakusuma raja Ngamarta. Ditya Jayapracandha ditugaskan untuk
menyampaikan surat permintaan itu.

Ditya Jayapracandha dan perajuritnya bertemu dengan perajurit Ngastina.


Terjadilah perang, perajurit Ngastina menyimpang jalan.

Arjuna menghadap Bagawan Abyasa di pertapaan Wukir Retawu. Arjuna


memberi tahu, bahwa Pandhawa akan mengadakan pertemuan dengan
Korawa yang dipimpin oleh Duryodana. Mereka akan bermain dadu.
Bagawam Abyasa memberi banyak nasihat, Arjuna disuruh kembali ke
Ngamarta. Arjuna bersama panakawan segera berangkat.

Perjalanan Arjuna dihadang oleh perajurit raksasa dari Parang Gumiwang.


Terjadilah perkelahian, para raksasa musnah oleh panah Arjuna.

Bima menghadap Anoman di Kendhalisada, memberi trahu rencana


permainan dadu bersama warga Korawa. Anoman meberi nasihat makna
pertemuan para Pandhawa dan Korawa. Itu awal akan terjadinya perang.
Kresna raja Dwarawati dihadap oleh para isteri, Samba, Partajumena dan
Setyaki. Raja memberi tahu, bahwa atas kehendak dewa akan terjadi
awal mula timbul perang antara Pandhawa dengan Korawa. Raja Kresna
ingin menyaksikannya, para putra diminta menjaga kerajaan.

Yudhisthira duduk bersama Kunthi, Drupadi, Nakula dan Sadewa. Mereka


menanti kedatangan Duryodana dan para Korawa.

Duryodana datang, Yudhisthira menyambutnya. Patih Sakuni mengatur


arena permaianan, siap dengan perlengkapannya.

Setelah dijamu mereka bersiap-siap main dadu, Yudhisthira selalu kalah,


harta kekayaan habis untuk taruhan. Yudhisthira sesaudara sedih, para
Korawa bersukaria mengambil seisi kerajaan Ngamarta.

Patih Sakuni hendak memboyong Kunthi, lalu menarik kain kemben.


Dursasana menagkap Drupadi. Kunthi dan Drupadi berteriak keras. kunthi
mengutuk dan berjanji, ia tidak akan berkain tutup buah dada, sebelum
mendapat kulit Sakuni. Drupadi tidak akan bersanggul sebelum berjamas
darah Dursasana.

Bima dan Arjuna datang bersama. Mereka heran mendengar tangis,


setelah mengerti persoalannya mereka mengamuk. Para Korawa bercerai
berai lari tunggang-langgang. Yudhisthira berdiam diri, datanglah angin
kencang, membawa para Korawa jatuh ke kerajaan Ngastina. Warga
Pandhawa menjadi tenang.

Kresna datang dan melihat situasi sesudah terjadi keributan. Kunthi


memberi penjelasan segala sesuatu yang terjadi. Kresna memberi tahu,
bahwa itu kehendak dewa Yang Maha Tinggi.

Bagawan Abyasa berbicara dengan Dhestharastra dan Widura tentang


berita pertikaian Pandhawa dangan Korawa. Mereka setuju berkunjung ke
Ngamarta.

Prabu Jayalengkara dihadap oleh Patih Jayahandaka dan Ditya


Jayapracandha. Tengah mereka berbincang-bincang datanglah Togog
memberi tahu, bahwa utusan musnah oleh Arjuna.

Prabu Jayalengkara marah, sang patih diminta mempersiapkan perajurit.


Setelah siap, para perajurit raksasa berangkat ke Ngamarta.

Yudhisthira sedang berbicara dengan Kresna, Bima dan Arjuna, Nakula


dan Sadewa. Kresna memberi nasihat agar para Pandhawa mau
menyerah kepada kehendak Dewa Yang Maha Tinggi. Tengah mereka
berbicara, datanglah Bagawan Abyasa bersama Dhestharastra dan Widura
Mereka menghoramat bersama. Setelah tahu, bahwa di Ngamarta telah
terjadi keributan, Bagawan Abyasa memberi nasihat agar para Pandhawa
mau menerima nasib jeleknya. Kelak dewa akan melindunginya.
Perajurit raksasa yang dipimpin oleh Prabu Jayalengkara datang
menyerang kerajaan Ngamarta. Bagawan Abyasa menugaskan Widura,
Bima dan Arjuna untuk mengusir musuh.

Jayalengkara mati oleh Widura, Patih Jayahandaka mati oleh Arjuna, dan
perajurit raksasa musnah oleh Bima.

Para Pandhawa mengadakan pesta bersama Abyasa dan para tamu yang
hadir di Ngamarta.R.S. Subalidinata
Mangkunagara VII Jilid XXVIII, 1932: 15-20

Seorang punggawa yang mabuk minum tuak dan jatuh di depan Kunthi,
Pinten, Arjuna, Tangsen, ketika pesta di Bale Sagalagala
(karya: herjaka HS)

Banjaran Cerita Pandhawa (37)


Bale Sagala-gala

Prabu Kurupati raja Ngastina duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih
Sangkuni, Dursasana, Durmagati, Kartamarma, Citraksa dan Citraksi.
Raja memperbincangkan rencana pembagian negara Gajahoya. Patih
Sangkuni mengusulkan agar para Korawa menyiapkan Bale Sagalagala.
Rumah itu supaya dibuat dari bambu dan diberi obat supaya mudah
terbakar, dan diberi sumbu pada empat sudut kayu penyangga. Setelah
siap dipakai, Kartamarma supaya mengundang para Pandhawa. Setelah
selesai perundingan, raja masuk istana, bercerita kepada permaisuri.

Para Korawa menghadiri di luar istana. Patih Sangkuni membagi tugas,


Kartamarma ditugaskan mengundang para Pandhawa. Dursasana,
Durmagati, Citraksa dan Citraksi ditugaskan mendirikan Pesanggrahan.

Kunthi dihadap oleh Puntadewa, Bima, Arjuna, Pinten dan Tangsen.


Tengah mereka berbincang-bincang Kartamarma datang, mengundang
kehadiran para Pandhawa di Pesanggrahan untuk menerima bagian
negara. Para Pandhawa berangkat ke Gajahoya. Kunthi dan para
panakawan mengikutinya. Para Pandhawa datang di Ngastina, kemudian
berangkat ke Bale Sagalagala
Warga Korawa dan Pandhawa bersidang di Bale Sagalagala. Bima keluar
dari Bale, kemudian didatangi oleh Bathara Narada. Bathara Narada
memberi tahu, bahwa ada binatang aneh, Bima disuruh mengikutinya.
Bathara Narada kembali ke Kahyangan, Bima kembali ke Bale Sagalagala.

Prabu Kurupati bermain dadu dengan Puntadewa. Puntadewa amat


senang, kemudian Kurupati mengajak bertaruhan. Kurupati akan
menaruhkan bagian negaranya, Puntadewa akan menyerahkan hidupnya.
Kurupati kalah, Patih Sangkuni berbuat curang, lalu dimarahi oleh Kunthi.
Patih Sangkuni pergi, para Korawa menjamu minuman keras. Pandhawa
ikut minum, kecuali Bima. Patih Sangkuni menyuruh agar Bale Sagala-
gala dibakar segera. Bale Sagalagala terbakar, para Korawa
menyelamatkan raja Kurupati. Bima cepat-cepat menyelamatkan ibu dan
adik-adiknya. Garangan Putih datang, Bima dan saudara-saudaranya
mengikutinya. Mereka masuk ke bumi. Kurupati mengira, bahwa
Pandhawa telah mati terbakar.

Sang Hyang Anantaboga yang tinggal di Saptapertala sedang dihadap


oleh Dewi Nagagini. Dewi Nagagini bercerita tentang mimpinya. Ia
bertemu dengan kesatria bernama Bima. Sang Hyang Anantaboga
sanggup mencarikannya, lalu pergi meninggalkan pertapaan. Di tengah
perjalanan bertemu Kunthi dan para Pandhawa. Mereka diajak ke
Saptapertala dan mereka mau juga. Bima diambil menantu oleh Sang
Hyang Anantaboga, kawin dengan Nagagini.

Kunthi, Arjuna, Tangsen dan Pinten meninggalkan Saptapertala. Arjuna


dan panakawan disuruh mencari air untuk Tangsen dan Pinten. Arjuna
berangkat mencari air ke sebuah sendang. Di sendang dilihat ada seorang
wanita pengantin baru yang belum cinta kepada suaminya yang bernama
Sagotra. Pengantin wanita itu diganggu oleh Arjuna, ia marah lalu
mengadu kepada suaminya. Orang yang mengganggu supaya
dibunuhnya. Sagotra sanggup, isterinya disuruh masak dahulu. Setelah
masak, hidangan dijamukan kepada Arjuna. Sagotra berterimakasih,
karena isterinya telah mau mencintainya. Sagotra kelak akan membantu
Arjuna. Arjuna menyambut dengan senang hati. Arjuna kembali ke
tempat adik dan ibunya.

Raja raksasa di negara Manahilan bernama Prabu Budawaka. Raja gemar


makan orang. Ketika Bagawan Ijrapa akan dimakan, ia minta berpamitan
kepada anak asuhnya yang bernama Bambang Irawan. Raja mengijinkan,
Bagawan Ijrapa menemui Bambang Irawan. Bima datang dan diberitahu
tentang nasib Bagawan Ijrapa. Bima sanggup dimakan oleh Prabu
Budawaka. Bima di bawa menghadap raja, kemudian akan dimakannya.
Raja Budawaka mati oleh Bima. Irawan mengucap terimakasih dan kelak
sanggup membantu Bima bila terjadi perang. Mereka kembali ke tempat
tinggal masing-masing.

Kunthi, Puntadewa, Tangsen dan Pinten menanti kedatangan Arjuna.


Arjuna datang, kemudian disusul oleh kedatangan Bima. Mereka
membawa buah tangan nasi dan lauk pauk. Mereka makan bersama,
kemudian minum air sendang. Setelah minum semuanya mati, kecuali
Semar. Semar marah, air sendang dikeringkan. Bathara Brama datang,
minta agar Semar tidak mengeringkan air sendang. Semar mau tidak
mengeringkan air sendang, asal semua yang mati dihidupkan kembali.
Kunthi dan anak-anaknya hidup kembali. Arjuna diberi pusaka bernama
Brahmastra oleh Bathara Brama. Kemudian Bathara Brahma kembali ke
Kahyangan. Kunthi dan Arjuna disuruh ke Wukir Retawu. Sedangkan
Puntadewa, Bima, Tangsen dan Pinten disuruh ke Wiratha dengan
menggunakan nama samaran. Puntadewa bernama Wijakangka, Bima
bernama Abilawa. Bima ikut pejagal bernama Walakas. Mereka
berpisahan

Prabu Matswapati yang bertahta di negara Wiratha sedang duduk di atas


singhasana, dihadap oleh Seta, Untara, Wratsangka dan Patih Nirbita.
Tengah mereka berbicara datanglah Wijakangka menghadap raja, dan
ingin mengabdi, Raja Matswapati menerimanya.

Para raksasa perajurit raja Manahilan datang, menyerang kerajaan


Wiratha. Para putra raja ditugaskan melawan serangan musuh. Perajurit
raksasa berhasil dimusnahkannya.

Raja Mastwapati mengadakan pesta kemenangan bersama para putra dan


abdi kerajaan.R.S. Subalidinata.
Mangkunagara VII Jilid VIII, 1932: 16-21

Bima pada saat melakukan Babad Wanamarta dengan kesaktiannya.


(lukisan wayang Herjaka HS)

Banjaran Cerita Pandhawa 38


Babad Wanamarta

Prabu Matswapati duduk di Pancaniti, dihadap oleh Seta, Untara,


Wratsangka, Surata dan Patih Nirbita. Raja membicarakan rencana
pemberian hutan Wanamarta kepada Pandhawa. Raja menyuruh Patih
Nirbita supaya memberitahu kepada Bagawan Abyasa, bahwa Pandhawa
akan diberi tanah Wanamarta. Sang Patih segera minta diri, berangkat ke
Wukir Retawu. Perundingan selesai, raja Matswapati masuk ke istana
menemui permaisuri dan Untari. Raja bercerita tentang rencana
pemberian tanah kepada Pandhawa. Kemudian raja bersamadi.
Patih Nirbita berunding dengan Seta, Untara dan Wratsangka. Mereka
hendak berangkat ke Wukir Retawu.

Prabu Kalasambawa raja Nuswakambangan menerima kedatangan Patih


Saramba. Patih memberitahu tentang keturunan Parasara yang pernah
membunuh ayah raja. Patih mengusulkan agar keturunan Parasara yang
sedang mendirikan Negara di Wanamarta dibunuhnya. Raja menyetujui,
sang Patih disuruh mengangkat utusan para ditya yang hebat. Setelah
siap mereka berangkat ke Wanamarta. Diperjalanan barisan raksasa
Nuswakambangan bertemu dengan barisan Wiratha. Pertempuran tidak
dapat dihindarkan, masing-masing menyimpang jalan.

Bagawan Abyasa dihadap oleh Yudisthira, Arjuna, Nakula dan Sadewa.


Sang Bagawan membicarakan Bima yang akan membuka hutan
Wanamarta. Arjuna disuruh membantunya. Arjuna minta diri, para
panakawan mengikutinya.

Sepeninggal Arjuna dari Wukir Retawu, datanglah Patih Nirbita dan Seta.
Mereka berdua memberitahu rencana raja Wiratha yang akan memberi
anugerah hutan Wanamarta kepada Pandhawa. Bagawan Abyasa
mengucap terimakasih. Patih Nirbita dan Seta minta diri.

Perjalanan Arjuna di tengah hutan dihadang oleh barisan raksasa.


Terjadilah perkelahian, para raksasa mati oleh Arjuna.

Kombang Aliali yang tinggal di Randu Gumbala mendapat ilham supaya


bersekutu dengan Arjuna. Ia bersama raja raksasa masuk ke hutan
Wanamarta.

Raja raksasa bertemu dengan Bima, terjadilah perselisihan. Raja raksasa


sewaktu akan dibunuh tiba-tiba musnah, bersatu dengan Bima.

Arjuna dikeroyok oleh jin anak-anak Kombang Aliali. Jin diusir oleh
Arjuna. Kombang Aliali ingin bersatu dengan Arjuna. Arjuna menolak,
sebab tidak mungkin terlaksana.

Sang Hyang Narada datang, Kombang Aliali disuruh merasuk kepada


Arjuna. Setelah dirasuki Kombang Aliali, Arjuna bertambah sakti. Sang
Hyang Narada minta agar Arjuna mau menggunakan nama Kombang
Aliali, kemudian Sang Hyang Narada kembali ke Kahyangan.

Partawati anak Prabu Partakusuma raja Cintakapura bercerita tentang


mimpinya kepada ayahnya. Ia bermimpi kawin dengan Arjuna. Lalu minta
dicarikan kesatria Arjuna itu. Prabu Partakusuma menyanggupina, lalu
pergi mencarinya.

Prabu Partakusuma berjumpa Arjuna bersama panakawan. Raja jin itu


minta agar Arjuna mau diambil menjadi menantu. Arjuna marah, dengan
geram mengusir raja jin itu. Raja jin yang sakti berhasil memboyong
Arjuna, lalu dipertemukan dengan Partawati. Arjuna tertarik, lalu bersedia
memperisteri Partawati.
Prabu Partakusuma ingin melihat keris Pulanggeni, pusaka milik Arjuna.
Arjuna memberinya. Prabu Partakusuma bunuh diri dengan keris
Pulanggeni, seketika musnah, bersatu dengan Arjuna. Sejak itu Arjuna
menggunakan nama sebutan Parta.

Prabu Matswapati bercakap-cakap dengan Seta, Untara dan Wratsangka


tentang Negara Ngamarta yang telah selesai dibangun oleh Pandhawa.
Raja akan berkunjung ke Ngamarta.

Prabu Kalasambawa menanti kedatangan utusan yang disuruh ke hutan


Wanamarta. Tiba-tiba Togog datang, memberitahu tentang kematian para
utusan. Raja marah, lalu pergi menyerang Ngamarta bersama
perajuritnya.

Bagawan Abyasa datang di Ngamarta, kemudian datang pula raja


Matswapati. Warga Pandhawa dan Wiratha lengkap hadir di Ngamarta.
Prabu Matswapati mewisuda Yudisthira menjadi raja di Ngamarta.

Patih Nirbita datang memberitahu, bahwa ada musuh datang menyerang


kerajaan Ngamarta. Bima dan Arjuna ditugaskan melawan kedatangan
musuh. Raja Kalasambawa dan perajurit raksasa musnah karena amukan
Bima dan Arjuna. Kerajaan Ngamarta telah aman dan tenteram.

Pesta besar di kerajaan Ngamarta, dihadiri oleh keluarga Pandhawa dan


Wiratha.R.S. Subalidinata.
Sumber: (Mangkunagara VII Jilid IX, 1931: 3-9)

Anda mungkin juga menyukai