Anda di halaman 1dari 17

1

Teknik Pengolahan Tulang Sapi Sebagai Produk Kerajian


Oleh: Dwi Yunanto

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peternakan adalah salah satu bidang pertanian yang menghasilkan komoditas
daging, susu, telur dan hasil-hasil olahannya serta hasil sisa produksi. Daging sebagai
salah satu bahan makanan yang hampir sempurna, karena mengandung gizi yang lengkap
dan dibutuhkan oleh tubuh, yaitu protein hewani, energi, air, mineral dan vitamin.
Disamping itu, daging memiliki rasa dan aroma yang enak, sehingga disukai oleh hampir
semua orang. Daging yang umum dikonsumsi berasal dari hasil pemotongan berbagai
jenis ternak potong, antara lain ternak ruminansia besar seperti sapi dan kerbau, ternak
ruminansia kecil seperti domba, kambing, babi, dan kelinci serta berbagai jenis ternak
unggas seperti ayam, itik, kalkun, dan lain-lain.
Konsumsi daging sapi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 1998 sebesar
3.672.952 kg, tahun 1999 sebesar 3.458.792 kg turun 6,19% dari konsumsi tahun 1998.
Konsumsi tahun 2000 sebesar 4.427.995 kg atau naik 27,89% dari konsumsi tahun 1999,
tahun 2001 sebesar 4.417.825 kg atau turun 0,23% dari tahun 2000. Secara rata-rata
konsumsi daging sapi di DIY naik 7,16% per tahun (BPS DIY, 2001). Konsumsi
kebutuhan daging sapi menyebabkan peningkatan permintaan daging sapi, hal tersebut
menyebabkan meningkatnya jumlah sapi yang dipotong. 60(enam puluh) ekor sapi yang
dipotong perhari di RPH atau rumah pemotongan hewan di Yogyakarta. Data tersebut
belum termasuk yang berada di RPH resmi giwangan dan jetis serta rumah pemotongan
hewan yang milik pribadi (Dinas Peternakan, 2011). Melihat sapi yang dipotong perhari
maka betapa banyak tulang sapi yang dihasilkan dari beberapa RPH dijadikan satu
menjadi rata-rata perbulan sangat besar tulang yang terbuang. Bagian tulang yang masih
dapat jual antara lain bagian rusuk, iga, sekengkel, tulang ekor, ujung kaki depan dan
belakang. Menurut data yang diperoleh sisa tulang sapi yang dihasilkan 20% dari karkas
sapi begitu besar jumlah tulang yang dihasilkan (Natasasmita.1998). Hasil dari
peternakan sapi bukan hanya menghasilkan daging semata tetapi hasil turunnya seperti 1)
2

Kulit, sebagai bahan industri tas, sepatu, ikat pinggang, topi, jaket 2) Tulang, dapat diolah
menjadi bahan bahan perekat/lem, tepung tulang dan barang kerajinan 3) Tanduk,
digunakan sebagai bahan kerajinan seperti: sisir, hiasan dinding dan masih banyak
manfaat sapi bagi kepentingan manusia. Hasil dari peternakan sapi ternyata dapat
menghasilkan suatu alur industri dari industri hulu sampai industri hilir, dengan demikian
sangat potensial dan prospektif hasil yang diperoleh dari pemanfaatan sapi sebagai
komoditas industri.
Memang cukup besar nilai yang terdapat pada tulang sapi, pedagang menjual
dalam keadaan masih mentah. Tulang betis sapi yang terbuang akan menimbulkan
masalah ditempat pembuangan sampah setiap harinya. Banyaknya tulang betis yang
terbuang maka timbul keinginan untuk dapat memanfaatkan tulang betis sapi sebagai
salah satu komoditas dari kerajinan tulang. Pemanfaatan tulang sapi masih sebatas untuk
pembuatan gelatin, lem, bungkus kapsul dan bubuk campuran makanan ternak belum
semuanya tercover oleh industri hilir yang memanfaatkan tulang untuk keperluan industri
yang lain. Tulang betis yang tidak dapat dipergunakan sebagai komoditas lain, akan
dikerjakan oleh para pekerja seni untuk dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan
elemen aksesoris.
Pemanfaatkan sisa limbah tulang betis sapi yang tidak terpakai maka dalam hal
ini peneliti akan mencoba untuk dapat memanfaatan/mengolah tulang sapi sebagai
salah satu komoditas yang dapat menghasilkan nilai tambah masih terbuka lebar.
Beberapa daerah yang sudah memanfaatkan tulang sapi sebagai komoditas kerajinan
adalah di daerah Tapaksiring di Bali memanfaatkan tulang sebagai komoditas yang
kerajian yang dapat menopang komoditas ekspor di luar negeri. Ukir tulang yang
dikerjakan oleh para pengrajin dapat menghasilkan barang kerajinan yang mempunyai
nilai seni dan nilai jual tinggi. Walapun ekspor tulang dari pulau bali belum maksimal
dibanding kerajinan peraknya, tetapi prospek kerajinan tulang sangat memberikan
peluang untuk bagi pengrajin. Melihat potensi yang ada pada tulang sapi, peneliti
berkeinginan untuk dapat meneliti tentang betis tulang sapi dapat dipergunakan sebagai
komoditas kerajinan. Produk dari tulang sapi dapat memberikan dampak diversifikasi
produk kerajinan akan dihasilkan produk kerajinan yang mempunyai nilai jual tinggi.
Hasil pemanfaatan tulang sapi dapat digunakan sebagai bahan untuk isian aksesoris
3

produk fungsional seperti kaca frame, isian kotak dan aksesoris barang fungsional yang
lain. Peluang pasar masih terbuka lebar oleh karena itu peneliti berkeinginan untuk
memberikan informasi kepada masyarakat bahwa tulang sapi dapat dimanfaatkan sebagai
karya kerajinan mempunyai nilai jual tinggi. Dengan memanfaatkan tulang sapi sebagai
salah satu produk kerajinan berarti akan membantu masyarakat membuka usaha baru dan
lapangan kerja dengan mengolah tulang sapi dan hasil kerajinan yang lain.
Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka rumusan masalah yang
diajukan dalam penelitian ini adalah : bagaimana proses pengolahan dari tulang sapi
sebagai bahan komoditas, bagaimana proses pembuatan komoditas kerajinan berbahan
tulang sapi, bagaimana hasil uji kadar air dan hasi uji daya rekat tulang sapi.
Adapun tujuan dari dari penelitian ini adalah untuk mengetahui teknologi dan
pemanfaatan tulang sapi bertujuan untuk mengetahui proses pengolahan tulang sapi
sebagai bahan komoditas, mengetahui proses pembuatan komoditas kerajinan berbahan
tulang sapi, mengetahui hasil uji kadar air dan hasil uji daya rekat tulang sapi.
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai secara pribadi, diharapkan dapat
memberikan teknologi tepat guna serta mengembangkan kreatifitas tulang sapi sebagai
komoditas produk alternative, secara keilmuan, penelitian eksperimen ini diharapkan
bermanfaat bagi studio kulit dalam pengembangan produk, secara sosial, hasil penelitian
eksperimen dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pelaku pemanfaatan tulang
sapi, sebagai referensi pelengkap untuk pembelajaran seni maupun unit produksi di studio
kulit, dan bagi P4TK Seni dan Budaya adalah sebagai sumbangsih pemikiran tentang
pemanfaatan tulang sapi untuk memperkaya ide dan kreatifitas yang dapat menambah
apresiasi seni.
B. Penelitian Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Merry Nursanti (2008) dengan judul Karakteristik
fisik dan mekanik tulang sapi jantan dengan variasi umur sebagai referensi desain
material implant dengan hasil Karakteristik mekanik yang penting untuk tulang adalah
kekuatan tarik, modulus elastisitas, dan ketangguhan. Sifat-sifat ini dapat diketahui
dengan melakukan pengujian tarik. Pengujian tarik ini dilakukan dengan
menggunakan mesin uji tarik (comten testing machine) dengan standar ASTM E-8.
Berhubung karakteristik tulang kelompok vertebrata hampir sama maka pengujian
4

tulang diwakili dengan tulang sapi dengan alasan lebih mudah dijumpai. Pengujian ini
dilakukan terhadap tulang tungkai belakang sapi dengan variasi umur. Dari hasil
penelitian didapatkan nilai sifat mekanik pada pengujian tarik, harga kekuatan tarik
rata-rata untuk sampel dengan mengabaikan umur hidup adalah 159 MPa, harga
regangan rata-rata 0.11 mm/mm, harga modulus elastisitas rata-rata 1.5 GPa dan harga
ketangguhan rata-rata adalah 8.9 Joule.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Wira Indrayani (2011) dengan judul Pengaruh berat
hidup terhadap kuat tarik tulang sebagai referensi desain dengan judul Tulang yang
digunakan adalah tulang tungkai belakang (metatarsus) sapi dari jenis sapi induk lokal
pesisir yang diinseminasi dengan sapi mental dengan rentang berat hidup 200 kg
sampai 500 kg. Karakteristik mekanik dilakukan dengan pengujian tarik menggunakan
mesin uji tarik (comten testing machine) dengan standar benda uji ASTM E-8
sedangkan karakteristik fisik diperiksa dengan mikroskop optik dengan perbesaran 200
kali. Pada pengujian ini didapatkan bahwa pengaruh berat hidup terhadap sifat
mekaniknya meningkat terhadap berat hidup yang meningkat. Kekuatan tarik ratarata
dengan nilai tertinggi didapatkan pada berat tertinggi (500 kg), yaitu 177,26 MPa.
Pada berat yang sama regangan tarik rata-rata bernilai 0,11 MPa, modulus elastisitas
rata-rata 1,61 GPa dan ketangguhan rata-rata 9,89 Mj/m3. Peningkatan kekuatan tarik
terhadap berat hidup ini dapat dijelaskan dengan struktur fisik yang diperoleh dari
pengamatan struktur mikro dan pengukuran massa jenis tulang.

II. KAJIAN TEORI
1. Tulang Sapi
Tulang merupakan bagian tubuh atau organ dari suatu individu yang mulai tumbuh
dan berkembang sejak masa embrional. Sistim pertulangan merupakan salah satu hasil
perkembangan dari sel-sel mesoderm. Pola bangunan tubuh suatu individu ditentukan
oleh kerangka yang disusun dari puluhan atau ratusan tulang. Tulang-tulang tersebut
membentuk suatu susunan atau kelompok tulang yang disebut dengan kerangka.
Tulang-tulang kerangka disebut juga skeleton (Yunani = kering) dalam melaksanakan
fungsinya dilengkapi dengan tulang rawan (cartilago) dan ligamenta (pita pengikat).
Kerangka pada ternak termasuk dalam endoskeleton. Usaha sapi potong bertujuan
5

menghasilkan karkas berkualitas dan berkuantitas tinggi sehingga potongan daging yang
bisa dikonsumsi menjadi tinggi.
Menurut (Soeparno.1994) tulang pada dasarnya adalah sebuah jaringan
penghubung seperti kartilago yang terdiri atas sel-sel yang bertempat di lakuna dan
serat-serat kolagen. Dalam tulang biasanya hanya satu sel terdapat dalam tiap lakuna
dan berhubungan dengan yang lainnya, melalui serangkaian tulang yang melintasi
sebuah matriks yang banyak terdapat pada serat kolagen/zat albuminoid dan juga
diresapi garam-garam kalsium yang paling berlimpah. Matriks dan serat-serat kolagen
tersusun atas pelat-pelat pada jaringan ossein. Tetapi menurut (Wibowo, 2005) tulang
adalah jaringan keras dalam tubuh yang terdiri dari dua tipe jaringan yaitu jaringan
kompak dan bunga karang mengandung kolagen dalam jumlah yang hampir sama.
Warna tulang segar adalah putih kekuningan dan bila direbus akan menjadi putih
bersih. Tulang terdiri dari bahan organik dan anorganik sebagian besar bahan
anorganik, seperti : kalsium fosfat dan kalsium karbonat. Sedangkan sisanya adalah
ion-ion seperti Mg,K,F,CI. Bahan-bahan anorganik dalam tulang berfungsi untuk
memberikan kekerasan pada struktur tulang. Menurut (Soeparno.1998) karkas adalah
bagian tubuh ternak hasil pemotongan setelah dihilangkan kepala, kaki bagian bawah
(carpus sampai tarsus), kulit, darah, organ dalam (jantung, hati paru-paru, limpa, saluran
pencernaan dan isi, saluran reproduksi). Sapi potong terdiri atas non karkas termasuk kulit
(38% Bobot Badan), lemak karkas (17%), Tulang karkas (10%) dan daging karkas (35%).

2. Fungsi Tulang
Hewan dan manusia mempunyai kemampuan bergerak dan berpindah tempat karena
adanya kerja sama antara tulang / rangka dan otot. Otot menempel dan
menghubungkan tulang dengan kulit. Otot mempunyai kemampuan untuk berkontraksi
sehingga dapat menggerakkan tulang dan kulit. Oleh karenanya, otot disebut alat gerak
aktif, sedangkan tulang disebut alat gerak pasif.




6

3. Rangka & Tulang
Adapun fungsi diantaranya sebagai berikut penopang dan penunjang tegaknya tubuh,
memberi bentuk tubuh, melindungi alat-alat atau bagian tubuh yang lunak, alat gerak
pasif, tempat melekatnya otot-otot rangka, tempat pembentukan sel darah dan tempat
penyimpanan cadangan mineral berupa kalsium , fosfat dan lemak.

4. Teknik Pengolahan
Tulang sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang betis, tidak semua
tulang dapat dipergunakan sebagai komoditas produk. Tulang betis sapi sebelum
digunakan terlebih dahulu diproses, adapun proses sebagai mana berikut:
a. Memotong bagian tulang, tulang betis yang terdiri dari dua bagian dipisahkan dari
bagian rapuh kedua(bonggol tulang) dan tulang keras.
b. Bagian tulang keras yang sudah terpotong dibelah menjadi 2 atau 3 bagian sesuai
dengan ukuran tulang yang diperlukan.






c. Tulang yang sudah dibelah 2 atau 3 bagian diamplas dengan amplas ukuran 60 cw,
tulang yang sudah dipotong-potong kecil kemudian diamplas dengan gerindra
hingga rata. Adapun bagian yang diamplas adalah bagian dalam dan ujung,
diamplas dengan rata dengan cara dibentuk sampai membentuk persegi.







7

d. Potongan tulang dalam bentuk persegi direndam dalam larutan kimia H2O2 yang
dicampur dengan air selama 24 jam. Perendaman ini dimaksudkan untuk
membersihkan tulang dari kotoran dan membuat putuh tulang.








e. Potongan kulit yang sudah direndam selama 24 jam dicuci bersih dari kotoran yang
melekat kemudian dijemur pada terik matahari sampai betul-betul kering.
f. Setelah tulang sapi dijemur hingga kemudian tulang tersebut direbus kembali 2
(dua) kali dengan ditambah diterjen. Adapun maksud dari perebusan tersebut adalah
untuk memutihkan dan memperlicin tulang.
g. Potongan kulit setelah di rebus kemudian dikeringkan pada terik matahari hingga
kering.













8

5. Proses Produksi
Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik bagaimana produksi itu
dilaksanakan. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan dengan menambah
kegunaan (Utility) suatu barang dan jasa. Menurut Ahyari (2002) proses produksi
adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah kegunaan suatu barang dan jasa
dengan menggunakan faktor produksi yang ada. Bahwa proses produksi merupakan
kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan
menggunakan faktor-faktor yang ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan baku dan dana
agar lebih bermanfaat bagi kebutuhan manusia.
6. Kadar Air
Uji kadar air ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak kandungan air dari kulit
tersebut, sehingga kita dapat mengetahui apakah kulit tersamak tersebut kering atau
tidak, sebab apabila kandungan airnya berlebihan atau lembab, maka akan
mempengaruhi kualitas kulit, sebab kulit tersebut akan menjadi mudah rusak oleh
mikroorganisme (SNI 06-0644-1989).
7. Kekuatan Rekat
Adalah batas kekuatan maksimal suatu material untuk menerima tarikan yang dapat
ditahan sampai putus dari suatu contoh uji (SNI 12-0566-1989).

8. Metode
Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode eksperimen tentang
pengolahan tulang sapi dan identifikasi produk dari bahan tulang sapi. Sedangkan
teknik pengujian dengan menggunakan media tulang sapi yang masih mentah dan
tulang sapi yang sudah di proses untuk diketahui uji kadar air serta uji daya rekat lem.







9

B. Disain Penelitian










Gambar 3.1 Desain Penelitian
Sumber: Disarikan dari pemikiran penulis


Deskripsi:
1. Tulang sapi belum diolah
Pemanfaatan tulang sapi sebagai hasil samping dari komoditas daging dapat
dihasilkan produk turunanya dari tulang seperti pembuatan gelatin, lem, bungkus
kapsul dan bubuk tulang campuran makanan ternak dan barang kerajinan.Tulang
yang belum dimanfaatkan secara optimal yaitu pada bagian betis tulang sapi.
Bagian betis sapi adalah tulang yang paling kuat karena tulang tersebut berfungsi
sebagai penopang atau penyangga. Tulang betis dipilih karena mempunyai
struktur tulang yang paling padat dan kuat serta mudah dipotong.
2. Tulang sapi masih berbau dan kasar permukaan
Tulang sapi yang digunakan adalah tulang panjang pada bagian betis sapi.
Tulang betis yang terdiri bentuk dua bagian tulang rapuh dan tulang panjang
dipotong untuk dibuat sebagai komoditas kerajinan dari tulang.Tidak semua
tulang sapi dapat digunakan karena lebar, panjang dan luas tidak seimbang.


Tulang sapi masih
berbau dan kasar
permukaan
Tulang sapi
belum di olah
Pengolahan
tulang sapi
Pengujian
Laboratorium
Hasil Pengujian tulang
- Uji kadar air
- Uji daya rekat lem

Tulang sapi bisa
digunakan sebagai
komoditas kerajinan

10

3. Pengolahan tulang sapi
Selama ini pemanfaatan tulang sapi hanya sampai pada proses pemotongan, bau
dan pemotongan masih terlihat kasar . Agar didapatkan tulang sapi yang tidak
berbau dan kasar pada permukaannya serta bertahan lama dapat digunakan
sebagai komoditas produk kerajinan.
4. Pengujian Laboratorium
Maksud dari pengujian laboratorium ini ialah untuk mengetahui kandungan dan
substansi dari tulang sapi.
5. Hasil pengujian tulang sapi
Adapun pengujian mengunakan pendekatan fisis seperti uji kadar air pada tulang
dan uji kekuatan rekat tulang untuk diketahui berapa hasil kandungan air serta
kekuatan tarik lem.
6. Tulang sapi bisa digunakan sebagai komoditas kerajinan.
Pengujian tersebut di dengan mengunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan
metode ASTMD 1002. Setelah dilakukan beberapa eksperimen pengolahan tulang
sapi dan dilakukan pengujian serta di peroleh hasil pengujian tersebut. Hasil
analisis pengujian kadar air dan daya rekat lem yang diperoleh dikomparasi
dengan standar.
IV. PEMBAHASAN DAN REKOMENDASI
A. Pengolahan Tulang Sapi
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah betis tulang sapi yang sudah
diproses menghasilkan berupa bentuk iratan atau persegi. Sebelum tulang sapi tersebut
digunakan terlebih dahulu harus diproses agar diperoleh tulang sapi yang siap di proses,
adapun maksud dari pengolahan untuk mengurangi aroma yang tulang tajam, membuat
tulang menjadi putih, pengawetan tulang dan memudahkan dalam perakitan.

B. Tulang Sapi
Bagian tulang sapi yang dapat dipergunakan untuk bagian aksesoris produk dari tulang
adalah pada bagian tulang panjang yaitu pada tulang betis. Tidak semua bagian tulang
dapat dipergunakan sebagai aksesoris produk,bagian yang diambil adalah bagian yang
lurus/datar bidangnya.Proses pengolahan tulang sapi terdiri dari langkah pemotongan
11

pada bonggol tulang, membelah 2 atau 3 bagian dari betis tulang sapi, merapikan atau
menghaluskan hasil pembelahan tulang, setelah menjadi iratan tulang kemudian di cuci,
dijemur, dimasak dan dibersihkan sampai kering.

C. Hasil pembuatan komoditas kerajinan berbahan tulang sapi
Tulang sapi yang telah selesai diproses menjadi bentuk iratan siap pakai, tidak serta merta
langsung dipergunakan. Tulang sapi ini menjadi unsur atau komponen dari suatu produk
atau barang jadi, sehingga diperlukan frame atau media untuk membentuk produk.












Gambar 1. Album Foto Gambar 2. Kotak Perhiasan

D. Pengujian kadar air
Langkah kerja pengujian kadar air yang pada tulang sapi guna diketahui kandungan air
yang ada dengan cara: Hasil Uji Cara pengujian yang lakukan dalam analisa kadar air ini
adalah dengan mengambil sampel tulang sapi mentah dan tulang sapi masak, kemudian
memanaskan dalam oven dengan suhu sekitar 102C selama 2 jam. Adapun kekurangan
dari cara pengujian ini antara lain bahan-bahan organik atau gas yang mudah menguap
akan ikut menguap sehingga mengurangi ketelitian. Sedangkan ketelitian dipengaruhi
oleh ruang pengering. Penggerakan udara di dalam pengering, tebal lapisan dan ukuran
contoh konstruksi alat dan jumlah bahan serta posisinya dalam alat pengering. Dari hasil
12

perhitungan yang lakukan, mendapatkan kadar air dalam sampel tulang sapi mentah:
6,00% dan tulang sapi masak sebesar tersebut adalah sebesar 7,82%. Apabila
dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989. Kadar air dalam tulang sapi mentah dan tulang
sapi masak tersebut belum melebihi ambang batas. Kadar air dalam tulang
mempengaruhi kelembaban tulang sapi tersebut. Semakin lembab atau banyak kadar
airnya, maka tulang sapi tersebut semakin mudah terserang oleh bakteri maupun jamur
yang merusak tulang sapi tersebut.
Tabel 4.1 Kadar air dalam kayu
No Jenis Kayu Kandungan air titik jenuh air
1.
Sengon buto 25.82%
2.
Karet 22.865%
3.
Gmelina 79.91%
4.
Sengon 23.615%
5.
A. Mangium 38.99%
6.
Sono Keling 29.855%
7.
Angsana 18.255%
Sumber Penelitian: Apri Heri Iswanto, 2008.

Tabel 4.2 Hasil Uji tulang sapi

NO Macam Uji Kode Uji 1 Uji 2 Uji 3 Metode Uji
1 Kadar Air % Tulang sapi mentah
Tulang sapi masak
6,13
7,89
6,00
7,85
6,19
7,82
Ambang batas 18%
SNI 06-0644-1989
Hasil Uji: Melihat hasil uji pada kode untuk tulang sapi mentah daya serap air minimal
6,00 dan daya serap maksimal 6,19 hal ini dipengaruhi karena lapisan yang ada serta
email tulang yang melapisi masih ada sehingga daya serap air tidak maksimal.Untuk
tulang sapi masak mempunyai daya serap tinggi, hasil pengujian minimal 7,82 dan daya
serap maksimal 7, 89 dikarenakan karena lapisan yang menempel pada tulang sudah larut
sehingga pori-pori tulang terbuka sehingga daya serap air dapat maksimal. Dari hasil
pengujian kadar air dengan bahan tulang sapi mentah dan tulang sapi masak
dibandingkan dengan metode uji serta ambang batas yang dilakukan sesuai dengan SNI
13

06-0644-1989 ternyata kadar air pada tulang sapi masih rendah dari ambang batas.
Apabila dibandingkan dengan Tabel 4.1 tulang sapi baik mentah dan masak kandungan
air yang ada pada kayu, kadar air yang ada pada tulang masih rendah. Dengan demikian
pemanfaatan tulang sapi yang sudah diproses dapat digunakan sebagai salah satu
komoditas bahan baku kerajinan
E. Pengujian daya rekat lem pada tulang sapi
Langkah kerja pengujian kuat rekat lem yang pada tulang sapi guna diketahui
kekuatan rekat baik untuk sampel tulang sapi mentah dan tulang sapi masak.
a. Mengukur jumlah daerah geser dalam inci persegi atau sentimeter persegi.
b. Memuat setiap akhir spesimen dalam genggaman tarik.
c. Menerapkan kekuatan pada tingkat yang terkendali untuk spesimen sampai
rusak dan merekam kekuatan maksimum dan jenis kegagalan bersama.

Hasil Perbandingan/rujukan
Tabel 4.3 Hasil uji kekuatan lem

No Bahan Lem Ukuran Hasil
1 Kulit nerf - daging Racoll Prima D Kuat rekat kg/cm 4,98
2 Kulit nerf- nerf Racoll Prima D Kuat rekat kg/cm 3,35
3 Kulit - bludru Racoll prima D kuat rekat kg/cm 3,62
4 Kulit - vinil Aica Aibon kuat rekat kg/cm 2,94
5 Kulit - triplek Fox kuat rekat kg/cm 5,08
6 Bludru - vinil Racoll prima D kuat rekat kg/cm 2,35
7 Budru - triplek Fox D kuat rekat kg/cm 4,74
(Sumber penelitian Ir. Koentoro Soebijarso,dkk. 1989-1990)








14

Hasil Uji
Tabel 4.4 Hasil uji kuat rekat lem
NO Macam Uji Kode Hasil uji Metode Uji
1
1.1

Kuat rekat lem, kg/cm2
Lem putih/ G/
Polyurethane Adhesive

Tulang sapi mentah
Tulang sapi masak

12,99
13,07
ASTM D 1002
1.2 Lem kuning/ Neoprene Tulang sapi mentah
Tulang sapi masak
7,12
7,36

Hasil Uji: Melihat hasil uji batas yang dilakukan sesuai dengan metode uji ASTMD 1002
dengan hasil: pertama daya rekat pengunaan lem putih lebih tinggi dari pada lem kuning,
kedua daya serap lem pada tulang mentah lebih rendah dikarenakan pori-pori tulang masih
tertutup. Ketiga Daya serap lem pada tulang masak lebih tinggi dikarenakan pori-pori tulang
sudah terbuka maksimal, keempat hasil perbandingan daya serap lem antara tulang sapi
dengan tulang sapi mempunyai kekuatan maksimal dibandingkan dengan bahan lain pada
tabel 4.3, kelima pembuatan produk dengan aplikasi tulang sapi sangat mungkin untuk dapat
menghasilkan produk kerajinan dan hasil perbandingan daya serap lem antara tulang sapi
dengan tulang sapi mempunyai kekuatan maksimal dibandingkan dengan bahan lain pada
tabel 4.4
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data penelitian dan hasil pengujian tulang sapi dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Mengunakan teknologi tepat guna serta proses yang sederhana dapat mengolah tulang
sapi menjadi tulang sapi yang dapat digunakan sebagai elemen dalam pembuatan
produk kerajinan.
2. Pembuatan produk kerajinan dengan bahan dasar tulang sapi diperlukan frame
atau rangka dari kayu sebagai dasar dalam laminasi dengan tulang sapi.
3. Metode uji kadar air dengan mengunakan SNI 06-0644-1989. Hasil uji kadar air
pada tulang sapi mentah rata-rata 6,10 % dan untuk tulang sapi masak rata-rata
15

7,85%. Melihat data dengan standar yang ada hasil uji masih dibawah ambang
batas yang ditentukan dalam SNI 06-0644-1989 sebesar 18%.
4. Hasil uji daya rekat lem putih dengan tulang mentah minimal 12,99 kg/cm2
maksimal 13,07 kg/cm2 untuk tulang sapi masak. Sedangkan daya rekat lem kuning
dengan materi tulang mentah minimal 7,12 kg/cm2 maksimal 7,36 kg/cm2 untuk
tulang sapi masak. Hasil uji daya rekat menunjukkan bahwa lem putih lebih tinggi di
bandingkan dengan lem kuning.
B. SARAN
Berdasarkan apa yang sudah dilakukan dalam penelitian ini, maka peneliti menyarankan
dalam pembuatan produk kerajinan dapat memanfaatkan tulang sapi sebagai elemen
dalam dalam berkarya. Perpaduan tulang sapi dalam pembuatan produk kerajinan dapat
dikompilasi dengan bahan kayu, kulit, logam,tekstil dan bahan yang lain.























16

DAFTAR PUSTAKA

Apri Heri Iswano. 2008. Sifat Kayu: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa Jenis
Kayu, Universitas Sumatra Utara.

Blakely, J. dan D.H. Bade. 1992. Ilmu peternakan diterjemahkan oleh Bambang
Srigandono. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2001. Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka. Biro Pusat
Statistik Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Indrayani Wira. 2011. Pengaruh Berat Hidup Terhadap Kuat Tarik Tulang Sebagai
Referensi Desain Material Implan, Skripsi, Fakultas MIPA, Universitas Andalas
Padang.

Ir.Koentoro Soebijarso,dkk.1991, Penelitian Pengembangan dan Peningkatan Mutu
Produk Koper dari bahan Kulit Untuk Konsumsi Eksport.BBKKP Yogyakarta.

Natasasmita, s. 1987. Evaluasi Daging. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor :
Bogor.
Nursanti, Merry.2008. Karakertistik Fisik Dan Mekanik Tulang Sapi Jantan Dengan
Variasi Umur Sebagai Referensi Desain. Tesis, Fakultas MIPA, Universitas Andalas
Padang.
Standar Nasional Indonesia. No 06-0644-1989
Sugiyono,2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung
Soeparno. 1994. Ilmu dan teknologi daging. Gadjah Mada University Press
Yogyakarta.

Suryanto, D. 2009. Anatomi II: Osteology (Sistem Pertulangan dan Hubungannya).
http://ddsynt.blogspot.com/. Diakses tanggal 5 Januari 2011.
17



Dwi Yunanto, M.Pd
Lahir di Yogyakarta pada tanggal 02 Juni 1971, Pendidikan D III
Akademi Teknologi Kulit di Yogyakarta, Program AKTA III UNS di
Surakarta, Pendidikan S1 Seni Rupa di UST Yogyakarta dan Pasca
Sarjana UNY Yogyakarta Tahun 2009 Jurusan Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan.Widyaiswara Program Studi Kriya Kulit di Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Seni dan Budaya ( P4TKSB ) Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai