Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di era globalisasi ini, kesadaran akan mempelajari ajaran ilmu-ilmu


agama, khususnya kitab suci semakin berkurang di kalangan masyarakat. Hal ini
dibuktikan dengan fakta dimasyarakat bahwa hanya segelintir orang yang
memahami kitab suci agamanya. Contohnya saja, didalam Agama Hindu yang
menganut sistem 4 golongan kasta yaitu kasta brahmana, ksatria, waisya, dan
sudra terdapat suatu paradigma yang menyebabkan beberapa umatnya tidak
memahami kitab sucinya sama sekali. Paradigma tersebut yaitu, bahwa kitab suci
agama Hindu yaitu Veda tidaklah boleh dipelajari oleh kaum sudra yang
merupakan kaum rakyat jelata. Paradigma ini terus berkembang dimasyarakat
sehingga hanya segelintir umat Hindu yang benar-benar memahami isi dari kitab
suci Veda.

Didalam Vayu Purana maharsi Vyasa menyatakan bahwa :

“Itihasa puranabhyam vedam samupabrmhayet vedam


samupabrmhayet, bibhetyalpasrutad vedo mamayam paharisyati” [Vayu
Purana I.20]

“Hendaknya Veda dijelaskan melalui sejarah (Itihasa) dan Purana


(Sejarah mitologi kuna) Veda merasa takut kalau seseorang yang bodoh
membacanya. Veda berfikir bahwa ia akan memukulku”

Berdasarkan petikan diatas, maka untuk memahami Veda diperlukan pemahaman


yang berjenjang dan komprehensif, yang sebaiknya orang yang ingin
memahaminya memiliki refrensi dan pengetahuan yang luas. Hal ini juga juga
sekaligus mematahkan anggapan bahwa kitab suci veda tidaklah boleh dipelajari
oleh kalangan sudra, hanya saja dalam pemahamannya memerlukan pemahaman
yang komprehensif sehingga nantinya isi yang terdapat didalam veda tidak
disalahartikan. Dan seperti yang dijelaskan dalam Vayu Purana juga, bahwa

1
hendaknya dalam mempelajari veda dijelaskan melalui Itihasa (Cerita epos sejarah
mengenai kepahlawanan) sehingga nilai yang terkandung didalam veda dapat
dipahami dengan lebih mudah. Seperti contohnya melalui penayangan film
Mahabharata dan Ramayana (yang merupakan epos didalam itihasa) yang
merupakan cara paling mudah untuk memahami nilai-nilai kitab suci Veda.

Melihat pentingnya mempelajari Itihasa sebagai langkah awal dalam


memahami kitab suci Veda dan pentingnya nilai-nilai yang terkandung dalam
Itihasalah yang mengilhami penulisan makalah ini. Sehingga untuk selanjutnya
perlu dikaji lebih mendalam lagi mengenai kitab Itihasa beserta nilai-nilai yang
terkandung didalamnya.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang diangkat dalam penulisan makalah Agama ini


adalah sebagai berikut:

1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan Itihasa?

1.2.2 Epos- epos apa sajakah yang tergolong kedalam Itihasa?

1.2.3 Nilai-nilai apa sajakah yang terkandung didalam kitab Itihasa?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah sejarah ini
adalah sebagai berikut :

1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami mengenai kitab Itihasa.

1.3.2 Untuk memahami isi yang terdapat didalam kitab Itihasa.

1.3.3 Untuk memahami nilai-nilai yang terkandung didalam Itihasa.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Itihasa

Itihasa terdiri dari 3 kata yakni iti-ha-asa, yang artinya kejadian itu
begitulah nyatanya. Itihasa adalah sebuah epos yang menceritakan sejarah
perkembangan raja-raja dan kerajaan hindu di masa silam. Itihasa tergolong dalam
kitab Upaweda Smrti yang merupakan kelompok kitab jenis epos, wiracrita, atau
cerita tentang kepahlawanan. Didalam Itihasa terdapat beberapa dialog tentang
sosial politik, tentang filsafat atau idiologi, dan teori kepemimpinan yang diikuti
sebagai pola oleh raja-raja hindu. Isi dari Itihasa sarat akan filsafat agama,
mitologi, dan makhluk supernatural. Secara tradisional jenis yang tergolong
Itihasa ada dua macam yakni, Ramayana dan Mahabarata.

2.2 Epos- epos yang tergolong kedalam kitab Itihasa

Secara tradisional jenis epos yang tergolong Itihasa ada dua macam yakni,

2.2.1 Ramayana

Ramayana (dari bahasa Sanskerta: रामायण, Rāmâyaṇa; yang berasal dari


kata Rāma dan Ayaṇa yang berarti "Perjalanan Rama") adalah sebuah cerita/kisah
kepahlawanan dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki dari
cerita Dewi Sita. Cerita epos lainnya adalah Mahabharata. Ramayana terdapat
pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-
gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini.
Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rama yang isinya berbeda
dengan kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa dan Bali kuno, yaitu wayang dan
sendra tari.

Di India dalam bahasa Sanskerta, Ramayana dibagi menjadi


tujuh kitab atau kanda sebagai berikut:

1. Balakanda

3
Balakanda atau kitab pertama Ramayana menceritakan sang
Dasarata yang menjadi Raja di Ayodhya. Sang raja ini mempunyai tiga
istri yaitu : Dewi Kosalya, Dewi Kekayi, dan Dewi Sumitra. Dewi
Kosalya berputrakan Sang Rama, Dewi Kekayi berputrakan sang Barata,
lalu Dewi Sumitra berputrakan sang Laksamana dan sang
Satrugna. Maka pada suatu hari, bagawan Wiswamitra meminta
tolong kepada prabu Dasarata untuk menjaga pertapaannya. Sang Rama
dan Laksamana pergi membantu mengusir para raksasa yang
mengganggu pertapaan ini.

Lalu atas petunjuk para Brahmana maka sang Rama pergi mengikuti
sayembara di Wideha dan mendapatkan Dewi Sita sebagai istrinya. Ketika
pulang ke Ayodhya mereka dihadang oleh Ramaparasu, tetapi mereka bisa
mengalahkannya.

2. Ayodhyakanda

Kemelut di Istana Ayodya karena Dewi Kekayi menuntut janji.


kepada Dasarata agar menjadikan anaknya Barata menjadi pewaris tahta
kerajaan. Dasarata bingung karena disatu sisi sesuai tradisi anak tertua
sebagai pewaris di sisi lain Dasarata harus menepati janji dengan Dewi
Kekayi.
Dengan kebijaksanaan Rama maka Rama siap keluar dari istana agar
Barata bisa dinobatkan sebagai Raja Ayodya. Karena Dasarata merasa
bersalah atas keputusannya maka akibat terlalu dipikirkannya
menyebabkan jatuh sakit dan akhirnya meninggal.
Walaupun demikian Barata tidak mau menjalankan pemerintahan karena
yang paling cocok jadi raja adalah Rama, dengan demikian rama
meyakinkan Barata agar mau melaksanakan pemerintahan dengan
memberikan terompahnya kepada Barata sebagai simbol bahwa Rama
selalu ada di Istana

3. Aranyakanda

4
Mengisahkan Rama menikmati kehidupan di hutan dengan
menemui para pertapa sakti dan memohon restunya, disamping itu Rama
juga membrantas semua Raksasa yang mengganggu kehidupan para
pertapa.
Juga diceritrakan kedatangan Surpanaka adik dari Rahwana ke pondokan
Rama dan menggangu Laksmana, karena laksmana tidak terima maka
Surpanaka dilukai hidungnya sebagai hadiah tidak sopan kepadanya.
Surpanaska tidak terima perlakuan Laksmana maka Surpanaka
melaporkan keadaan dirinya kepada Rahwana, dan Rahwana sangat
murka.
Rahwana menculik Sita atas usul Surpanaka dengan menyamar menjadi
Pandita agar dapat mendekati Sita dan Sita berhasil diculik

4. Kiskindhakanda

Rama sedih karena istrinya di culik, kemudia Rama mendapat


petunjuk oleh para pertapa agar minta bantuan kepada Sugriwa
dalam usaha menemukan Sita. Rama berhasil menjalin hubungan dengan
Sugriwa dibantu oleh Hanuman, setelah Rama membantu Sugriwa
merebut tahtanya dari keserakahan kakaknya Subali.

5. Sundarakanda

Mengisahkan tentang Hanuman Duta yang ditugaskan oleh Rama


ke Alengka dimana Hanuman berhasil ketemu Sita dan Sita
menyampaikan salam/pesan kepada Rama. Hanuman tidak langsung
kembali setelah bertemu Sita namun melakukan pengerusakan di Alengka
dengan maksud agar kehadiran dirinya diketahui oleh Rahwana. Karena
melakukan pengerusakan maka Hanuman di adili kemudia diputuskan
ekornya dibakar di alun-alun. Di luar perhitungan Rahwana setelah ekor
Hanuman terbakar maka Hanuman melompat kesana-kemari sembari
mengibaskan ekornmya yang berisi api, akhirnya Alengka mengalami
kebakaran hebat dan benteng-benteng pertahanan Istana dihancurkan oleh
Hanuman.

5
6. Yuddhakanda

Kisahnya sebelum perang dimulai didahului dengan membuat


jembatan menuju Alengka karena dibatasi oleh laut yang sangat luas.
Yang ditugaskan/bertanggungjawab pembuatan jembatan adalah Nal dan
Nil anak dari Wiswa Karma. Setelah jembatannya selesai maka Rama dan
pasukannya menginjakkan kakinya di Alengka. Peperangan dimulai, satu
persatu prajurit dan pangeran muda Alengka berguguran tak terkecuali
pangeran Indrajita si penakluk Indra. Dengan keadaan demikian Rahwana
sangat sedih dan marah, kemudian dia maju ke medan perang. Rama
dibantu Kereta sakti Indra mengimbangi kedahsyatan Rahwana yang
berujung pada kematian Rahwana. Setelah Rama menang, maka berhasilah
Rama menemui Sita. Namun sebelum Dewi Sita bertemu dengan Rama, ia
membuktikan kesuciannya melalui upacara suci dari Dewa Brahma.
Kemudian Rama kembali ke Ayodya dan dinobatkan menjadi Raja
Ayodya

7. Uttarakanda

Kisahnya terjadi perguncingan rakyat Ayodya bahwa Sita sangat


diragukan kesuciannya karena cukup lama ada di kandang Raksasa, sangat
mustahil para Raksasa melewatkan kesempatan itu untuk menjamah Sita.
Keresahan ini di dengar oleh Rama dan Rama merasa tidak nyaman
dengan keadaan ini. Kemudian Rama memerintahkan Laksmana
membawa Sita keluar dari kerajaan dan agar Laksmana melepas Sita di
dekat Sungai Gangga di pertapaan Walmiki sebagai tempat kehidupan Sita
yang bebas dari pergunjingan. Ketika Sita memasuki pasraman Walmiki
sudah dalam keadaan hamil muda hasil hubungannya dengan Rama.
Seiring dengan waktu lahirlah anak kembar di pasraman walmiki, yang
oleh walmiki diberi nama Kusa dan Lawa. Ketika Rama melaksanaka
upacara kurban, oleh Walmiki dikenalkan Kusa dan Lawa kepada Rama
bahwa Ia adalah anaknya, dan mengatakan bahwa Sita adalah Wanita yang
Suci. Saat itu Sita kedua kalinya membuktikan kesucian dirinya dengan

6
disaksikan oleh Ibu Pertiwi, sebagai bukti bumi terbelah sebagai tanda
menjemput Sita untuk kembali ke asal. Rama sempat memerintah Ayodya
tetapi setelah ditinggalkan oleh adiknya Laksmana menyucikan diri di
Sungai Sarayu, Ramapun mengikuti jejaknya menyucikan diri di Sungai
Gangga. Begitu Rama masuk ke Sungai Gangga muncul kreta emas dari
sorga menjemputnya untuk kembali ke alam wisnu dan Ramapun tiba di
alam wisnu disambut oleh para dewa yang lain dengan gembira.

2.2.2 Mahabharata

Mahabharata (Sanskerta: महाभारत) adalah sebuah karya sastra kuno


yang berasal dari India. Secara tradisional, penulis Mahabharata adalah Begawan
Byasa atau Vyasa. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan
Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Namun, ada pula yang
meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita
yang semula terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum
Masehi. Secara singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa
lima dengan saudara sepupu mereka sang seratus Korawa, mengenai sengketa hak
pemerintahan tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di
medan Kurusetra dan pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.
Mahabharata berasal dari kata maha yang berarti ‘besar’ dan kata bharata yang
berarti ‘bangsa Bharata’. Pujangga Panini menyebut Mahabharata sebagai “Kisah
Pertempuran Besar Bangsa Bharata”. Dalam anggapan tradisional, Bhagawan
Wyasa sebagai pengarang-penyair epos Mahabharata, dikatakan juga menyusun
kitab-kitab suci Weda, Wedanta, dan Purana, kira-kira pada 300 tahun sebelum
Masehi sampai abad keempat Masehi. Dengan jarak waktu seperti itu, maka sulit
dipercaya bahwa Bhagawan Wyasa adalah pengarang-penyair Mahabharata dan
juga penyusun-pencipta kitab-kitab suci. Mahabharata dibagi menjadi delapan
belas kitab atau parwa yang biasa disebut astadasaparwa. Bagian-bagian dari
astadasaparwa yaitu sebagai berikut :

1. Adiparwa

7
Kitab Adiparwa berisi berbagai cerita yang bernafaskan Hindu,
seperti misalnya kisah pemutaran Mandaragiri, kisah Bagawan Dhomya
yang menguji ketiga muridnya, kisah para leluhur Pandawa dan Korawa,
kisah kelahiran Rsi Byasa, kisah masa kanak-kanak Pandawa dan Korawa,
kisah tewasnya rakshasa Hidimba di tangan Bhimasena, dan kisah Arjuna
mendapatkan Dropadi.

2. Sabhaparwa

Kitab Sabhaparwa berisi kisah pertemuan Pandawa dan Korawa


di sebuah balairung untuk main judi, atas rencana Duryodana. Karena
usaha licik Sangkuni, permainan dimenangkan selama dua kali oleh
Korawa sehingga sesuai perjanjian, Pandawa harus mengasingkan diri
ke hutan selama 12 tahun dan setelah itu melalui masa penyamaran
selama 1 tahun.

3. Wanaparwa

Kitab Wanaparwa berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun


pengasingan diri di hutan. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah
Arjuna yang bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata
sakti. Kisah Arjuna tersebut menjadi bahan cerita Arjunawiwaha.

4. Wirataparwa

Kitab Wirataparwa berisi kisah masa satu tahun penyamaran


Pandawa di Kerajaan Wirata setelah mengalami pengasingan selama 12
tahun. Yudistira menyamar sebagai ahli agama, Bhima sebagai juru
masak, Arjuna sebagai guru tari, Nakula sebagai penjinak kuda,
Sahadewa sebagai pengembala, dan Dropadi sebagai penata rias.

5. Udyogaparwa

8
Kitab Udyogaparwa berisi kisah tentang persiapan perang
keluarga Bharata (Bharatayuddha). Kresna yang bertindak sebagai juru
damai gagal merundingkan perdamaian dengan Korawa. Pandawa dan
Korawa mencari sekutu sebanyak-banyaknya di penjuru
Bharatawarsha, dan hampir seluruh Kerajaan India Kuno terbagi
menjadi dua kelompok.

6. Bhismaparwa

Kitab Bhismaparwa merupakan kitab awal yang menceritakan


tentang pertempuran di Kurukshetra. Dalam beberapa bagiannya
terselip suatu percakapan suci antara Kresna dan Arjuna menjelang
perang berlangsung. Percakapan tersebut dikenal sebagai kitab
Bhagavad Gītā. Dalam kitab Bhismaparwa juga diceritakan gugurnya
Resi Bhisma pada hari kesepuluh karena usaha Arjuna yang dibantu
oleh Srikandi

7. Dronaparwa

Kitab Dronaparwa menceritakan kisah pengangkatan Bagawan


Drona sebagai panglima perang Korawa. Drona berusaha menangkap
Yudistira, namun gagal. Drona gugur di medan perang karena
dipenggal oleh Drestadyumna ketika ia sedang tertunduk lemas
mendengar kabar yang menceritakan kematian anaknya, Aswatama.
Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah gugurnya Abimanyu dan
Gatotkaca.

8. Karnaparwa

Kitab Karnaparwa menceritakan kisah pengangkatan Karna


sebagai panglima perang oleh Duryodana setelah gugurnya Bhisma,

9
Drona, dan sekutunya yang lain. Dalam kitab tersebut diceritakan
gugurnya Dursasana oleh Bhima. Salya menjadi kusir kereta Karna,
kemudian terjadi pertengkaran antara mereka. Akhirnya, Karna gugur
di tangan Arjuna dengan senjata Pasupati pada hari ke-17.

9. Salyaparwa

Kitab Salyaparwa berisi kisah pengangkatan Sang Salya sebagai


panglima perang Korawa pada hari ke-18. Pada hari itu juga, Salya
gugur di medan perang. Setelah ditinggal sekutu dan saudaranya,
Duryodana menyesali perbuatannya dan hendak menghentikan
pertikaian dengan para Pandawa. Hal itu menjadi ejekan para Pandawa
sehingga Duryodana terpancing untuk berkelahi dengan Bhima. Dalam
perkelahian tersebut, Duryodana gugur, tapi ia sempat mengangkat
Aswatama sebagai panglima.

10. Sauptikaparwa

Kitab Sauptikaparwa berisi kisah pembalasan dendam Aswatama


kepada tentara Pandawa. Pada malam hari, ia bersama Kripa dan
Kertawarma menyusup ke dalam kemah pasukan Pandawa dan membunuh
banyak orang, kecuali para Pandawa. Setelah itu ia melarikan diri ke
pertapaan Byasa. Keesokan harinya ia disusul oleh Pandawa dan terjadi
perkelahian antara Aswatama dengan Arjuna. Byasa dan Kresna dapat
menyelesaikan permasalahan itu. Akhirnya Aswatama menyesali
perbuatannya dan menjadi pertapa.

11. Striparwa

10
Kitab Striparwa berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang
ditinggal oleh suami mereka di medan pertempuran. Yudistira
menyelenggarakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka yang gugur
dan mempersembahkan air suci kepada leluhur. Pada hari itu pula Dewi
Kunti menceritakan kelahiran Karna yang menjadi rahasia pribadinya.

12. Santiparwa

Kitab Santiparwa berisi kisah pertikaian batin Yudistira karena


telah membunuh saudara-saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya ia
diberi wejangan suci oleh Rsi Byasa dan Sri Kresna. Mereka menjelaskan
rahasia dan tujuan ajaran Hindu agar Yudistira dapat melaksanakan
kewajibannya sebagai Raja.

13. Anusasanaparwa

Kitab Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan diri Yudistira


kepada Resi Bhisma untuk menerima ajarannya. Bhisma mengajarkan
tentang ajaran Dharma, Artha, aturan tentang berbagai upacara, kewajiban
seorang Raja, dan sebagainya. Akhirnya, Bhisma meninggalkan dunia
dengan tenang.

14. Aswamedikaparwa

Kitab Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan upacara


Aswamedha oleh Raja Yudistira. Kitab tersebut juga menceritakan kisah
pertempuran Arjuna dengan para Raja di dunia, kisah kelahiran Parikesit
yang semula tewas dalam kandungan karena senjata sakti Aswatama,
namun dihidupkan kembali oleh Sri Kresna.

15. Asramawasikaparwa

Kitab Asramawasikaparwa berisi kisah kepergian Drestarastra,


Gandari, Kunti, Widura, dan Sanjaya ke tengah hutan, untuk
meninggalkan dunia ramai. Mereka menyerahkan tahta sepenuhnya

11
kepada Yudistira. Akhirnya Resi Narada datang membawa kabar bahwa
mereka telah pergi ke surga karena dibakar oleh api sucinya sendiri.

16. Mosalaparwa

Kitab Mosalaparwa menceritakan kemusnahan bangsa Wresni. Sri


Kresna meninggalkan kerajaannya lalu pergi ke tengah hutan. Arjuna
mengunjungi Dwarawati dan mendapati bahwa kota tersebut telah kosong.
Atas nasihat Rsi Byasa, Pandawa dan Dropadi menempuh hidup
“sanyasin” atau mengasingkan diri dan meninggalkan dunia fana.

17. Prasthanikaparwa

Kitab Mahaprastanikaparwa menceritakan kisah perjalanan


Pandawa dan Dropadi ke puncak gunung Himalaya, sementara tahta
kerajaan diserahkan kepada Parikesit, cucu Arjuna. Dalam
pengembaraannya, Dropadi dan para Pandawa (kecuali Yudistira),
meninggal dalam perjalanan.

18. Swargarohanaparwa

Kitab Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudistira yang


mencapai puncak gunung Himalaya dan dijemput untuk mencapai surga
oleh Dewa Indra. Dalam perjalanannya, ia ditemani oleh seekor anjing
yang sangat setia. Ia menolak masuk surga jika disuruh meninggalkan
anjingnya sendirian. Si anjing menampakkan wujudnya yang sebenanrnya,
yaitu Dewa Dharma.

2.3 Nilai - nilai yang terkandung dalam kitab Itihasa.

2.3.1 Kitab Ramayana

1. Dewa yadnya
Dewa yadnya adalah yadnya yang dipersembahkan kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa beserta seluruh
manifestasinya. Dalam cerita Ramayana banyak terurai hakikat dewa

12
yadnya dalam perjalanan kisahnya. Seperti pelaksanaan Homa Yadnya
(agnihotra) yang dilaksanakan oleh prabu Dasaratha. Upacara ini dimaknai
sebagai upaya penyucian melalui perantara dewa agni. Jika istadewatanya
bukan dewa agni, sesuai dengan tujuan yajamana, maka upacara ini
dinamai homa yadnya. Istilah lainnya Hawana dan Huta mengingat para
dewa diyakini sebagai penghuni svahloka, maka sudah selayaknya yadnya
yang dilakukan umat manusia melibatkan sirkulasi langit dan bumi.

2.  Pitra yadnya


 Upacara ini bertujuan untuk menghormati dan memuja leluhur.
Kata pitra bersinonim dengan Pita yang artinya ayah atau dalam
pengertian yang lebih luas yaitu orang tua. Sebagai umat manusia yang
beradab, hendaknya selalu berbakti kepada orang tua, karena menurut
agama hindu hal ini adalah salah satu bentuk yadnya yang utama. Betapa
durhakanya seseorang apabila berani dan tidak bisa menunjukkan rasa
baktinya kepada orang tua sebagai pitra. Seperti dalam Ramayana, dimana
sri rama sebagai tokoh utama dengan segenap kebijaksanaan, kepintaran
dan kegagahan tetap menunjukkan rasa bakti yang tinggi terhadap orang
tuanya.
Dari kutipan lontar tersebut tampak jelas nilai pitra yadnya yang
termuat dalam epos Ramayana demi memenuhi janji orang tuanya (Raja
Dasaratha), sri rama Laksmana dan dewi Sita mau menerima perintah dari
sang Raja Dsaratha untuk pergi hidup di hutan meninggalkan
kekuasaannya sebagai raja di Ayodhya. Walaupun itu bukan merupakan
keinginan Raja Dasaratha dan hanya sebagai bentuk janji seorang raja
terhadap istrinya Dewi Kaikeyi, Sri Rama secara tulus dan ikhlas
menjalankan perintah orang tuanya tersebut. Bersana istri dan adiknya
Laksmana hidup mengembara di hutan selama bertahun-tahun.V
Betapa kuat , pintar dan gagahnya sorang anak hendaknya selalu mampu
menunjukkan sujud baktinya kepada orang tua atas jasnya telah
memelihara dan menghidupi anak tersebut

13
3.  Manusa Yadnya
Dalam rumusan kitab suci veda dan sastra Hindu lainnya, Manusa
Yadnya atau Nara Yadnya itu adalah memberi makan pada
masyarakat (maweh apangan ring Kraman) dan melayani tamu dalam
upacara (athiti puja). Namun dalam penerapannya di Bali, upacara Manusa
yadnya tergolong sarira samskara. Inti sarira samskara adalah peningkatan
kualitas manusia. Manusa yadnya di Bali dilakukan sejak bayi masih
berada dalam kandungan upacara pawiwahan atau upacara perkawinan.
Pada cerita Ramayana juga tampak jelas bagaimana nilai Manusa Yadnya
yang termuat di dalam uraian kisahnya. Hal ini dapat dilihat pada kisah
yang menceritakan Sri Rama mempersunting Dewi Sita.
 
4.  Rsi Yadnya
            Rsi Yadnya  adalah menghormati dan memuja Rsi atau pendeta.
Dalam lontar Agastya Parwa disebutkan, Rsi Yadnya ngaranya kapujan
ring pandeta sang wruh ring kalingganing dadi wang, artinya Rsi yadnya
adalah berbakti pada pendeta dan pada orang yang tahu hakikat diri
menjadi manusia. Dengan demikian melayani pendeta sehari-hari maupun
saat-saat beliau memimpin upacara tergolong Rsi Yadnya.
Pada kisah Ramayana, nilai-nilai Rsi Yadnya dapat dijumpai pada
beberapa bagian dimana para tokoh dalam alur ceritanya sangat
menghormati para Rsi sebagai pemimpin keagamaan, penasehat kerajaan,
dan guru kerohanian.

5.  Bhuta Yadnya


            Upacara ini lebih diarahkan pada tujuan untuk nyomia butha kala
atau berbagai kekuatan negative yang dipandang dapat mengganggu
kehidupan manusia. Bhuta yadnya pada hakikatnya bertujuan untuk
mewujudkan butha kala menjadi butha hita. Butha hita artinya
menyejahterakan dan melestarikan alam lingkungan (sarwaprani) upacara

14
butha yadnya yang lebih cenderung untuk nyomia atau mendamaikan atau
menetralisir kekuatan-kekuatan negative agar tidak mengganggu
kehidupan umat manusia dan bahkan diharapkan membantu umat
manusia.
 Nilai-nilai bhuta yadnya juga Nampak jelas pada uraian kisah epos
Ramayana, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan Homa Yadnya sebagai
yadnya yang utama juga diiringi dengan ritual Bhuta Yadnya untuk
menetralisir kekuatan negative sehingga alam lingkungan menjadi
sejahtera.

2.3.2 Kitab Mahabrata

1. Nilai Dharma / Kebenaran Hakiki

Inti pokok cerita Mahabharata adalah konflik (perang) antara


saudara sepupu (Pandawa melawan seratus Korawa) keturunan Bharata.
Oleh karena itu Mahabharata disebut juga Maha-bharatayuddha. Konflik
antara Dharma (kebenaran/kebajikan) yang diperankan oeh Panca
Pandawa) dengan Adharma (kejahatan/kebatilan ) yang diperankan oleh
Seratus Korawa. Dharma merupakan kebajikan tertinggi yang senantiasa
diketengahkan dalam cerita Mahabharata. Dalam setiap gerak tokoh
Pandawa lima, dharma senantiasa menemaninya. Setiap hal yang
ditimbulkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan, menyenangkan hati
diri sendiri, sesama manusia maupun mahluk lain, inilah yang pertama dan
utama Kebenaran itu sama dengan sebatang pohon subur yang
menghasilkan buah yang semakin lama semakin banyak jika kita terus
memupuknya. Panca Pandawa dalam menegakkan dharma, pada setiap
langkahnya selalu mendapat ujian berat, memuncak pada perang
Bharatayuddha. Bagi siapa saja yang berlindung pada Dharma, Tuhan
akan melindunginya dan memberikan kemenangan serta kebahagiaan.
Sebagaimana yang dilakukan oleh pandawa lima, berlindung di bawah

15
kaki Krsna sebagai awatara Tuhan. " Satyam ewa jayate " (hanya
kebenaran yang menang).

2. Nilai Kesetiaan / Satya

Cerita Mahabharata mengandung lima nilai kesetiaan (satya) yang


diwakili oleh Yudhistira sulung pandawa. Kelima nilai kesetiaan itu adalah
: Pertama, satya wacana artinya setia atau jujur dalam berkata-kata, tidak
berdusta, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak sopan. Kedua, satya
hredaya, artinya setia akan kata hati, berpendirian teguh dan tak
terombang-ambing, dalam menegakkan kebenaran. Ketiga, satya laksana,
artinya setia dan jujur mengakui dan bertanggung jawab terhadap apa yang
pernah diperbuat. Keempat, satya mitra, artinya setia kepada
teman/sahabat. Kelima, satya semaya, artinya setia kepada janji. Nilai
kesetiaan/satya sesungguhnya merupakan media penyucian pikiran. Orang
yang sering tidak jujur kecerdasannya diracuni oleh virus ketidakjujuran.
Ketidakjujuran menyebabkan pikiran lemah dan dapat diombang-ambing
oleh gerakan panca indria. Orang yang tidak jujur sulit mendapat
kepercayaan dari lingkungannya dan Tuhan pun tidak merestui. 

3. Nilai Pendidikan

Sistem Pendidikan yang di terapkan dalam cerita Mahabharata


lebih menekankan pada penguasaan satu bidang keilmuan yang
disesuaikan dengan minat dan bakat siswa. Artinya seorang guru dituntut
memiliki kepekaan untuk mengetahui bakat dan kemampuan masing-
masing siswanya. Sistem ini diterapkan oleh Guru Drona, Bima yang
memiliki tubuh kekar dan kuat bidang keahliannya memainkan senjata
gada, Arjuna mempunyai bakat di bidang senjata panah, dididik menjadi
ahli panah.Untuk menjadi seorang ahli dan mumpuni di bidangnya
masing-masing, maka faktor disiplin dan kerja keras menjadi kata kunci
dalam proses belajar mengajar. 

16
4. Nilai Yajna / Koban Suci dan Keiklasan

Bermacam- macam yajna dijelaskan dalam cerita Mahabharata, ada


yajna berbentuk benda, yajna dengan tapa, yoga, yajna mempelajari kitab
suci, yajna ilmu pengetahuan, yajna untuk kebahagiaan orang tua. Korban
suci dan keikhlasan yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud tidak
mmentingkan diri sendiri dan menggalang kebahagiaan bersama adalah
pelaksanaan ajaran Dharma yang tertinggi (Yajnam Sanatanam).

Kegiatan upacara agama dan Dharma Sadhana lainnya


sesungguhnya adalah usaha peningkatan kesucian diri. Kitab Manawa
Dharmasastra V.109 menyebutkan: “Tubuh dibersihkan air, pikiran
disucikan dengan kejujuran (satya), atma disucikan dengan tapa brata,
budhi disucikan dengan ilmu pengetahuan (spititual)”

Nilai - nilai ajaran dalam cerita Mahabharata kiranya masih relevan


digunaklan sebagai pedoman untuk menuntun hidup menuju ke jalan yang
sesuai dengan Veda. Oleh karena itu mempelajari kitab suci Veda, terlebih
dulu harus memahami dan menguasai Itihasa dan Purana (Mahabharata
dan Ramayana), seperti yangdisebutkan dalam kitab Saramuscaya sloka 49
sebagai berikut: “Veda itu hendaknya dipelajari degan sempurna, dengan
jalan mempelajari Itihasa dan Purana, sebab Veda itu merasa takyt akan
orang – orang yang sedikit pengetahuannya”

BAB III

17
PENUTUP

18

Anda mungkin juga menyukai