LAPPEN - Yuliawati, G. Hartono - Rekonstruksi Model Kelembagaan - BAB 5
LAPPEN - Yuliawati, G. Hartono - Rekonstruksi Model Kelembagaan - BAB 5
kelembagaan non STA (D2). Di antara tiga variabel yang signifikan, variabel
pengetahuan petani tentang STA memiliki nilai odds ratio tertinggi yaitu 5,279
artinya peningkatan satu unit tingkat pengetahuan petani akan meningkatkan peluang
untuk memanfaatkan STA sebesar 5,279 kali dibandingkan dengan yang tidak
memanfaatkan STA.
Jumlah pedagang pengumpul yang menjual ke STA tidak terlalu banyak dan
lebih banyak jumlah pedagang besar dari luar kota yang mencari dan membeli
sayuran di STA, sehingga ketika pedagang pengumpul yang membawa sayuran
dengan jumlah dan jenis yang relatif banyak ke STA, pedagang besar ini berebut
untuk mendapatkan sayuran yang mereka bawa. Namun demikian, harga tidak
beranjak naik karena pedagang besar ini sudah mempunyai patokan harga tersendiri
berdasarkan informasi yang dimiliki dari STA lain. Berdasarkan jumlah pembeli dan
penjual atau pemeran pasar ini, struktur pasar di STA adalah oligopoli.
antar pedagang ini saling bersaing dalam memperoleh barang dan keuntungan, tetapi
sebenarnya antar mereka juga saling menolong terutama dalam memberi informasi
dan juga mendapatkan barang dagangan. Untuk saling memberikan informasi dan
pesan barang dagangan tertentu, mereka menggunakan telepon genggam
(handphone/HP). Pedagang yang sedang berada di STA Sewukan misalnya dapat
minta informasi kepada temannya yang sedang berada di STA Jetis, bicara langsung
(telpon), kirim pesan singkat (SMS) ataupun kirim pesan gambar/foto sayuran
(MMS). Bila keadaan memungkinkan kadang-kadang mereka juga bisa titip
mencarikan barang sehingga antar pedagang tersebut bisa saling melengkapi dan
memenuhi jumlah dan jenis sayuran yang mereka butuhkan untuk kemudian dijual
lagi di daerah asal. Semisal, pedagang yang berada di STA Jetis dapat titip untuk
dicarikan jenis sayuran tertentu kepada temannya yang sedang berada di STA
Ngablak bila mereka bisa saling bertemu di satu tempat tertentu.
Pedagang pengumpul desa memiliki informasi pasar yang relatif sedikit
dibanding pedagang besar dari luar daerah. Informasi yang dimiliki adalah informasi
yang diperoleh ketika sehari sebelumnya mereka menjual sayuran ke STA. Pedagang
ini tidak bisa mendapat informasi banyak seperti yang terjadi pada pedagang besar
karena memang tidak mempunyai hubungan dagang yang luas seperti halnya
pedagang besar.
Petani memiliki informasi pasar yang paling sedikit. Aktifitas utama petani
adalah mengerjakan usaha taninya di lahan, sehingga mereka hampir tidak
mengetahui apa yang terjadi di pasar. Secara terbatas mereka bisa saling berbagi
informasi pasar dengan tetangga sebelah rumah, disamping itu untuk mendapatkan
informasi, bila memungkinkan mereka terkadang juga pergi ke STA untuk melihat
dan bertanya terutama tentang harga jual sayur yang terjadi hari itu (istilah setempat:
ngindik harga), untuk kemudian mereka memutuskan untuk menjual sayuran ke STA
atau tempat lain yang harganya lebih cocok. Yang lebih banyak terjadi adalah petani
yang sama sekali tidak mempunyai informasi pasar, tetapi mereka langsung menjual
31
ini akan menekan harga jual yang diterima petani. Menurut pengelola STA Sewukan
pernah terjadi ada pedagang besar membawa wortel satu kontainer masuk ke STA,
waktu itu terjadinya bersamaan dengan kelangkaan wortel lokal sehingga harga
wortel meningkat tajam, karena ada perhatian dari pengelola STA akhirnya wortel
tersebut tidak jadi masuk ke STA Sewukan.
Hambatan berupa kartu anggota dirasa perlu untuk diteruskan. Hambatan
yang berupa retribusi tampak masih relatif rendah, dan bila mana masih diperlukan
untuk perbaikan STA dan sistem pengelolaan masih bisa ditingkatkan. Hambatan
yang perlu sekali dipertahankan adalah hambatan-hambatan yang diperlukan untuk
mempertahankan atau bahkan memperbaiki kondisi perdagangan, seperti masuknya
sayuran dari daerah lain ke STA, padahal petani setempat juga menghasilkan produk
tersebut.
Untuk pedagang, cara membeli sayurannya sering memilih lebih dari satu
cara. Pedagang yang memilih cara beli per satuan berdasar kualitas ada 8 orang dari
10 orang sampel pedagang yang memberi jawaban atau 80% dan yang memilih cara
beli per satuan campuran sebanyak lima orang dari enam orang yang memberi
jawaban atau 83,33%. Data selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 7.
Tabel 7. Distribusi responden pedagang menurut cara pembelian sayuran dari petani
menjawab Jumlah pedagang
Cara pembelian sayuran
(jiwa) (jiwa) (%)
1. Dibeli per satuan berdasarkan kualitas 10 8 80,00
2. Dibeli per satuan campuran 6 5 83,33
3. Dibeli borongan di lahan pada saat siap panen 5 1 20,00
Sumber: Data diolah (2013)
Dari ke tiga cara pembelian atau penjualan produk, yang terbaik adalah cara
pembelian/penjualan per satuan berdasarkan kualitas. Dengan cara ini petani sayur
akan bisa mendapatkan harga jual sesuai dengan kualitas sayuran yang dihasilkan dan
pedagang akan mendapatkan barang dagangannya sesuai kualitas yanag diinginkan.
Disamping itu cara ini akan meminimalisir terjadinya konflik antar mereka. Dengan
demikian cara-cara melaksanakan standarisasi dan grading perlu dipahami oleh
petani sayur dan pedagang.
juga memperhatikan harga beli, dan pedagang berkepentingan dengan harga beli yang
rendah. Karena kedua pihak ini sama-sama berkepentingan dengan harga, maka
mekanisme penetapan harga perlu mendapat perhatian. Penetapan harga yang
dilakukan secara sepihak oleh pedagang adalah tidak adil karena kepentingan petani
kurang mendapat perhatian. Petani bisa merasa sangat dirugikan karena harga yang
terjadi bisa tidak seimbang dengan biaya produksi yang dikeluarkan, dan petani tidak
bisa mengelak karena produk sayuran kualitasnya cepat menurun, sehingga terpaksa
petani harus segera menjualnya berapapun harga jual yang akan diterima. Dengan
memperhatikan jumlah petani yang mengalami penetapan harga secara sepihak oleh
pembelinya, maka masih dipandang perlu untuk melakukan advokasi terhadap petani.
kemudian adalah saat pedagang menerima sayuran dari petani, pedagang tidak
langsung membayarnya, tetapi masih menunggu setelah sayuran itu laku, yang
biasanya memakan waktu satu atau dua hari berikutnya.
Sebenarnya selisih waktu antara penyerahan barang dengan penyerahan uang
pada cara bayar kemudian tidak terlalu lama, namun masih juga menimbulkan risiko
seperti risiko tidak terbayar karena administrasi pedagang di lapangan yang tidak
terlalu bagus, ataupun timbulnya kesulitan bagi petani yang memerlukan uang sangat
mendesak untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan. Sehingga cara pembayaran
ini sebaiknya diubah menjadi cara pembayaran tunai.
Respon petani
Cara pembayaran
(jiwa) (%)
Tunai 61 87,14
Bayar kemudian 7 10,00
Campuran 2 2,86
Jumlah 70 100,00
Sumber: Data diolah (2013)
atau sebesar 25,81%. Data tentang pembeli dan bentuk hubungan yang terjalin antara
petani dengan pembeli selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 10.
daerah, karena produknya memang segera laku terjual, dan biaya pendinginan juga
sangat mahal. Peralatan pendinginan modern yang disediakan di STA Jetis saat ini
menjadi mangkrak tidak terpakai, bahkan akhirnya difungsikan untuk menjadi
gudang pisang tanpa memanfaatkan pendinginan dengan alasan biaya listriknya
sangat tinggi. Kegiatan pengemasan dilakukan secara sederhana oleh petani, dengan
menata sayurannya ke dalam keranjang ataupun karung yang disediakan di STA
ataupun di rumah pedagang pengumpul. Data selengkapnya tentang distribusi
responden menurut kegiatan pasca panen yang dilakukan dapat diikuti dalam tabel
11.
Tabel 11. Distribusi responden menurut kegiatan pasca panen yang dilakukan
Uraian respon petani
(jiwa) (%)
Sortasi 52 75,71
Grading 15 21,43
Penyimpanan tanpa pendingin 6 8,57
Penyimpanan dengan pendingin 0 0,00
Lainnya (pengemasan) 5 7,14
Sumber: Data diolah (2013)
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh petani sayur hampir-hampir tidak ada.
Beberapa petani yang tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari STA mencoba mencari
informasi harga di STA (ngindik harga), untuk kemudian dia memutuskan apakah
akan menjual sayurannya ke STA terdekat atau ke tempat lain. Lain halnya dengan
pelaksanaan fungsi informasi yang dilakukan oleh pedagang besar. Mereka dapat
saling memberi dan menerima informasi yang diperlukan antar teman terdekatnya
tentang berbagai hal seperti harga produk, ketersediaan produk, kualitas dan jenis-
jenis produk yang diperdagangkan di pasar eceran ataupun STA-STA lain yang
belum dikunjungi.
39
Tabel 12. Rerata margin pemasaran komoditas dominan yang dipasarkan pedagang
Rerata harga
Rerata harga beli Rerata margin
Jenis komoditas jual
(Rp) (Rp) (Rp) (%)
Buncis 1.750,00 2.000,00 250,00 14,29
Cabe 17.000,00 18.000,00 1.000,00 5,88
Kubis 1.228,00 1.585,00 357,00 29,07
Tomat 3.000,00 4.000,00 1.000,00 33,33
Sumber: Data diolah (2013)
(petani sayur) sampai (STA) dan dari STA ke tempat konsumen akhir. Semakin jauh
jarak tempuh, akan semakin tinggi biaya tranportasinya dan menyebabkan biaya
pemasaran secara keseluruhan semakin besar. Dan seperti telah diuraikan ada dua
jenis sayuran yang diperdagangkan di STA yang diteliti didatangkan dari luar daerah
yakni kobis dan kentang, yang didatangkan dari Dieng. Kedua jenis sayuran tersebut
bersama dengan sayuran lainnya akan dibawa ke tempat konsumen akhir seperti:
Semarang, Kebumen, Solo, Salatiga, Joga, Cirebon dan Jakarta. Dengan demikian
biaya pemasaran akan bervariasi antar komoditas. Biaya tertinggi terjadi pada sayuran
cabe yang mencapai Rp 750/kg dan yang terendah terjadi pada sayuran buncis
sebesar Rp 100/kg.
Dari kegiatannya pedagang akan memperoleh keuntungan, yang merupakan
selisih margin dengan biaya pemasaran. Dalam tabel 13, dari segi nominal
keuntungan tertinggi terjadi pada sayuran tomat yang mencapai Rp 500/kg dan yang
terendah terjadi pada sayuran buncis sebesar Rp 150/kg, sedang dari segi persentase
biaya, keuntungan tertinggi terjadi untuk sayuran buncis sebesar 150% dan terendah
pada sayuran cabe sebesar 33,33%
Tabel 13. Rerata keuntungan pedagang dari komoditas dominan yang ditangani
TAHAP 2
TAHAP 4
•Studi Kelayakan •Konstruksi (Sistem
•Penyusunan Business Plan STA-TA, di wilayah
•Perancangan produksi, di pasar)
Awal terhadap •Perancangan rinci •Operasi
STA-TA pada terhadap sistem distribusi, •Promosi
Lokasi tertentu sarana fisik dan sistem •Evaluasi
operasi/ manajemen
TAHAP 1 •Sosialisasi TAHAP 3
•Promosi
•Evaluasi Output:
Output:
Infrastruktur Fisik
Rekomendasi
Kelembagaan STA
Konseptual
dan TA
Dasar Pemikiran:
Pembangunan dan pengembangan STA sebagai institusi pelayanan pemasaran
diperlukan bagi pengembangan agribisnis, pembangunan sistem dan usaha-usaha
berbasiskan agribisnis di setiap wilayah, karena itu upaya pembangunan dan
pengembangan perlu terus dilakukan
Model STA dapat bervariasi berdasarkan karakteristik dan jenis komoditi, kondisi
pelaku agribisnis, pola pengembangan agribisnis, pemilik dan pengelola STA
Pengertian Sub Terminal Agribisnis (STA):
adalah “suatu kompleks bangunan pelayanan pemasaran di sentra produksi yang
dikelola oleh suatu badan usaha”
Fungsi STA:
1. Tempat transaksi yang aman dan nyaman serta higienis bagi hasil-hasil pertanian,
baik transaksi fisik (lelang, langganan, spot, gadai) maupun non fisik (kontrak,
pesanan, future market, virtual market);
45
Lahan: 30% bangunan fisik, 20% ruang terbuka dan 50% prasarana lainnya
Tidak boleh lebih 20% di luar penjualan hasil pertanian
Tidak ada hak kepemilikan
Bila selama 3 bulan tidak ada kegiatan, hak sewa diserahkan ke
petani/pedagang lainnya
Pemilik dan pengelola tidak mengutamakan komersialisasi