Anda di halaman 1dari 6

PROPOSAL

PERENCANAAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS


KABUPATEN PULAU TALIABU
PROVINSI MALUKU UTARA

KURNIAWAN
(034.2018.0033)

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan di sektor pertanian mengalami
pertumbuhan dan kinerja ekspor yang menggembirakan di tengah pandemi (Covid-19) pada
2020. Sektor pertanian menjadi salah satu sandaran untuk pertumbuhan perekonomian.
Sektor pertanian selama pandemi (Covid-19) sejak tahun 2019 sehingga memasuki tahun
2021, sektor pertanian tumbuh dari 1,75% meningkat menjadi 14,03%. Kalau sektor
pertanian mengalami penurunan peningkatan maka pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak
stabil, karena besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi,
(Suhariyanto Rabu 17/2/2021).

Sebagaimana saat ini Daerah Kabupaten Pulau Taliabu memiliki potensi dalam sektor
pertanian yang telah menunjukan perkembangan ataupun keunggulan besar berdasarkan data
Pertumbuhan produksi dalam sektor komoditas perkebunan (Ton) Kabupaten Pulau Taliabu
pada tahun 2015 hingga 2018 yaitu, Produksi Jambu Mente menunjukan angka tetap 1124,00
Ton, Produksi Pala menunjukan angka 303,00 Ton, Cengkeh menunjukan angka 1148,00
Ton, Produksi Kopi menunjukan angka 59,00 Ton, Kakao menunjukan angka 3564,00 Ton,
dan Produksi Kelapa mengalami angka tetap 31676,00 Ton. (BPS Kabupaten Pulau
Taliabu 2019). Sedangakan Pertumbuhan Produksi Tanaman Sayuran (Ton) Kabupaten
Pulau Taliabu dari kurun waktu 2015 hingga 2020 mengalami fluktuasi yaitu, Produksi
Terung menunjukan peningkatan dari angka 0,20 Ton hingga 68,30 Ton, Produksi Petsai
menunjukan angka 18,60 Ton hingga 14,90 Ton, Ketimun menunjukan angka produksi yang
meningkat 0,10 Ton hingga 51,60 Ton, Kangkung menunjukan angka produksi 0,20 Ton
hingga 53,20 Ton, Produksi Kacang Panjang 0,10 Ton meningkat sampai 50,60 Ton,
produksi Bayam 70,90 Ton hingga 25,40 Ton, Produksi Tomat dari angka 0,20 Ton hingga
71,40 Ton, Cabe Rawit angka produksi 91,80 Ton hingga 29,40 Ton. (BPS Kabupaten
Pulau Taliabu 2019).

Dari hasil data produksi Daerah Kabupaten Pulau Taliabu Provinsi Maluku Utara telah
menunjukkan perkembangan ataupun keunggulan besar dalam sektor pertanian. Dalam kurun
tahun 2014 - 2018, laju pertumbuhan ekonomi teringgi Kabupaten Pulau Taliabu dengan laju
pertumbuhan ekonomi sebesar 12,06 persen (sumber BPS Provinsi Maluku Utara Tahun
2019). Dengan demikian Kabupaten Pulau Taliabu mencapai laju pertumbuhan ekonomi di
atas laju pertumbuhan ekonomi Maluku Utara. Nilai PDRB Kabupaten Pulau Taliabu
Provinsi Maluku Utara atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) selama periode 2015-2018 selalu
mengalami kecenderungan peningkatan. Kabupaten Pulau Taliabu Provinsi Maluku utara
mencatat laju pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian yang cukup memuasakan, yaitu rata-
rata 60,65% per tahun dengan perkembangan hasil pertanian. (sumber Badan Pusat Statistik
Kepulauan Sula 2019).

Menurut Badan Agribisnis Departemen Pertanian, selama ini pertanian mengalami


kemajuan tetapi memiliki permasalahan dalam sektor pemasaran sehingga keuntungan yang
diperoleh relatif kecil. Skema pemasaran yang terjadi, konsumen harus membayar lebih
mahal dari harga yang selayaknya karena setiap lembaga mengambil keuntungan dalam
proses pemasaran. Tidak stabilnya harga produk pertanian di tingkat petani lebih tinggi dari
pada harga di tingkat konsumen. (Susanawati, Jamhari, Masyhuri & Darwanto, 2015).

Dalam membantu menangani permasalahan pemasaran salah satu upaya untuk


meningkatkan efisiensi pemasaran dan nilai tambah petani adalah dengan membangun
infrastruktur pemasaran seperti Sub Terminal Agribisnis (STA) yang dibangun pada pusat-
pusat (sentra) produksi. Sub Terminal Agribisnis (STA) merujuk pada sebuah konsep yang
telah ditetapkan pada tahun 2000 oleh Badan Agribisnis Pertanian, dimana merupakan wujud
dari kegiatan pemasaran komoditas pertanian yang berkembang selama ini sekaligus bagian
dari kegiatan agribisnis (Pujiharto, 2010).

Hal ini juga sesuai dengan penjelasan UU No. 19 Tahun 2013 Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani perlu adanya pengembangan sistem dan sarana diselenggarankan
melalui pasar tani atau, sub terminal agribisnis (STA), mengembangkan pola kemitraan usaha
tani, mengembangkan sistem pemasaran maupun promosi, menyediakan informasi pasar.
Tujuan kebijakan pertanian diharapkan menghasilkan produksi yang unggul tidak hanya
meningkatkan produksi, akan tetapi juga mengupayakan untuk meningkatkan pendapatan
petani (Nirwana, 2017).

Dalam merencanakan pembangunan STA memiliki standarisasi yang dilakukan dalam


beberapa tahap, yaitu. (1) Relatif besarnya investasi awal yang diperlukan untuk membangun
STA; (2) Perkiraan arus komoditas yang akan dilayani (ditransaksikan) didalam STA adalah
bertahap. Sebagai contoh, pada awalnya sekitar 5%, kemudian meningkat 10% sampai 70%
setelah beberapa tahun hasil studi kelayakan; (3) Pola Pembangunan STA memiliki beberapa
tahap dalam hal ini tahap penyediaan lahan yang akan di peruntukan bagi lokasi STA dapat di
sediakan oleh pemerintah dengan perjanjian Kerjasama yang disepakati antara pihak
Pemerintah dan pengguna lahan yang bersangkutan. Selanjutnya tahap Tata Ruang dan
Kegiatan di STA adalah Pada areal STA yang disediakan, digunakan untuk bangunan fisik
sekitar 30 persen, lapangan terbuka 20 persen dan prasarana jalan serta prasarana lainnya
(tempat pembuangan limbah, taman, ruang informasi, ruangan pertemuan, kantor pengelola
dan lain sebagainya) 50 persen, Komoditi non pertanian yang ditangani oleh STA tidak boleh
lebih dari 20%. (Departemen Pertanian 2004)

STA memiliki beberapa fasilitas penunjang yang wajib dimiliki untuk menjalankan
fungsi transaksi, informasi, dan Pendidikan. Fasilitas yang harus dimiliki untuk sebuah STA
yaitu Gudang penampungan dan sortasi, pengemasan, cold storage/ruang pendingin, los/kios
pelelangan, Gedung serba guna, penginapan, mushollah, kantor pengelolah, pusat informasi
perdagangan, pusat informasi swasta, kios souvenir, rumah makan, ruang pameran dan MCK
(Nugroho dkk, 2017). Kenyataannya Menurut Tim Pengelola STA Soropadan (2009)
tingkat pemanfaatan STA Soropadan masih relatif rendah karena infrastruktur suatu pasar
komoditas kurang lengkap. Berikut infrastruktur fisik yang akan di lengkapi STA Soropadan
seperti pusat informasi, gudang, serta kelembagaan, agar pasar agribisnis tersebut dapat
memberikan manfaat serta kelancaran dalam pemasaran, khususnya pertumbuhan pertanian
Jawa Tengah (Anonim, 2008). Hal ini menunjukan bahwa salah satu masalah Arsitektur
dalam pembangunan STA adalah tidak lengkapnya fasilitas sebagai Sub Terminal Agribisnis
sesuai standar.

Demikian pula dalam menentukan lokasi Sub Terminal Agribisnis menurut (Teori
Weber 1909) memperhitungkan tentang lokasi yang mempunyai wilayah bersifat homogen,
mempunyai sumber daya mentah yang berlimpah, biaya pengangkutan barang mentah yang
murah dari lokasi menuju pabrik dan persaingan industri terbuka. Kenyataannya dalam studi
banding yang dilakukan pada Rancangan pembangunan konsep STA tanaman pangan dan
hortikultura di Cicurung Kabupaten Sukabumi yang Tidak aktifnya, disebabkan oleh Lokasi
keberadaan STA menimbulkan tambahan biaya angkut yang tinggi dan harus ditanggung para
petani dari lokasi produksi ke lokasi STA. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian
(Munawir, 2009) bahwa lokasi produksi pertanian yang relatif terpencil menyebabkan petani
kesulitan untuk mengakses transportasi hasil produksi. Kenyataaan ini menunjukan bahwa
masalah Arsitektural pada Pembangunan STA adalah pemilihan lokasi bangunan yang tidak
sesuai untuk Sub Terminal Agribisnis.
Selain itu, dalam merancang bangunan pusat produksi pertanian Menurut White (2003)
bahwa sistem sirkulasi Wholesale Market harus berdekatan dengan jalan raya utama. Dalam
Wholesale Market, produk yang masuk dan keluar juga harus benar-benar dipisahkan. Teknik
yang biasa digunakan adalah dengan mengadopsi sistem sirkulasi satu arah menggunakan
jalan tambahan yang berskesinambungan. Keuntungan dari pendekatan ini adalah
memungkinkan pengemudi mencari tempat parkir dan mengurangi kesalahan pada saat
bongkar muat. Kenyataannya pada studi banding yang dilakukan pada Sub Terminal
Agribisnis (STA) Salak Pondoh di Kabupaten Sleman mengalami hambatan dalam akses
masuk ke STA. Jalan akses masuk ke STA sangat kecil, sehingga menyulitkan kendaraan
pengangkut komoditas masuk ke STA. Untuk mengatasi hal tersebut sekaligus mengurangi
kemacetan, diperlukan pemisahan akses keluar masuk STA dengan membangun akses jalan
yang baru. Dari kenyataan tersebut maka masalah Arsitektural adalah Sirkulasi,
aksesbilitas dan area parkir yang tidak sesuai.

Kabupaten Pulau Taliabu dengan produksi pertanian yang terus meningkat namun
belum memiliki Sub Terminal Agribisnis, terdapat STA tetapi berada di tempat lain. Namun
permasalahan yang sering terjadi tidak efektif dalam pemasaran. Permasalahan utama
pengembangan pertanian di Kabupaten Pulau Taliabu menyangkut pengembangan pasca
panen baik dari sisi pemasaran maupun pengembangan produk. Agar dapat mencapai hasil
yang maksimal, seperti di Sub Terminal Agribisnis di wilayah Jawa Tengah dan Sub
Terminal Agribisnis di Kabupaten Tabanan, Bali. Maka dikabupaten Pulau Taliabu perlu
dibangun STA untuk memaksimalkan pemasaran pengembangan produk.

Hal ini sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pulau
Taliabu Tahun 2017-2037, Peraturan Daerah Kabupaten Pulau Taliabu Nomor 5 Tahun 2017,
BAB II Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang, Bagian Ketiga Strategi Penataan
Ruang Pasal 4. Menetapkan Prioritas Pengembangan Kawasan Ekonomi Prioritas Taliabu
(KEPT) sebagai simpul ekonomi regional khas kawasan Maluku, sebagaimana yang
dimaksud pada Pasal 3 ayat (2) huruf c dilakukan melalui strategi di bawah ini: a. Mendorong
bertumbuhnya pusat penelitian, pengembangan, pengelolaan dan pemasaran komoditas
unggulan kawasan Maluku secara terpadu. Hal ini menunjukan pembangunan Sub Terminal
ini sudah sesuai dengan RTRW Kabupaten Pulau Taliabu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan yang diangkat
dalam kajian Arsitektur sehingga menjadi rumusan masalah sebagai berikut :

1). Bagaimana Menetukan lokasi yang sesuai untuk bangunan Sub Terminal Agribisnis di
Kab. Pulau Taliabu?
2). Bagaimana merancang fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan bangunan
STA di Kab. Pulau Taliabu?
3). Bagaimana mendesain atau menentukan Aksesibilitas, kenyamanan, dan penampilan
bangunan Sub Terminal Agribisnis Kab. Pulau Taliabu?

1.3 Tujuan
1. Untuk menentukan lokasi yang sesuai untuk pemasaran pertanian bagi Sub
Terminal Agribisnis di Kab. Pulau Taliabu.
2. Untuk menentukan rancangan Fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan
bangunan Sub Terminal Agribisnis di Kab. Pulau Taliabu.
3. Untuk menentukan desain Aksesibilitas, kenyamanan, dan penampilan bangunan
untuk STA di Kab. Pulau Taliabu.

1.4 Sistematika Pembahasan


Secara umum sistematika pembahasan diuaraikan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab pendahuluan ini terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Maksud dan Tujuan dan
Sasaran Pembahasan, Lingkup Pembahasan dan Metode dan Sistematik Penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini memuat tentang kajian literature serta hasil studi terdahulu yang relevan dengan
pembahasan ini. Selain itu pada bab ini juga akan dibahas mengenai pedoman yang dipakai
dalam penyusunan tugas akhir ini.

BAB III Metode Penelitian

Bab ini memuat tentang metode yang dipakai dalam penelitian ini termasuk pemilihan lokasi
penelitian, pengumpulan data yang relevan dengan penelitian ini dsn langkah penelitian
analisis data.

Anda mungkin juga menyukai