PENDAHULUAN
(Rincian fasilitasi sarana pasca panen dan pengolahan hasil pertanian dapat
dilihat dalam lampiran, tabel 1).
5.000 orang.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan telah memberi kewenangan kepada Menteri Pertanian untuk
mengatur, membina dan/atau mengawasi kegiatan atau proses produksi pangan
dan peredaran pangan segar. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut,
sesuai tugas pokok dan fungsinya maka Ditjen PPHP telah ditetapkan sebagai
otoritas yang berwenang menangani keamanan pangan produk segar pertanian
di Indonesia atau Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat (OKKP-P).
Sedangkan Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D) adalah
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mempunyai tugas pokok dan
fungsi tersebut di atas (Mengatur, membina dan/atau mengawasi kegiatan atau
proses produksi pangan dan peredaran pangan segar) yang ditetapkan oleh
Pimpinan Daerah (Gubernur). Selama ini, Ketua OKKPD yang ditunjuk oleh
Gubernur sebagian adalah Kepala Dinas Pertanian dan sebagian Kepala Badan
Ketahanan Pangan Propinsi. Sampai tahun 2009, perkembangan dalam
pembentukan dan aktivitas OKKPD di seluruh Indonesia (sampai dengan bulan
Juni 2009) adalah sebagai berikut:
Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 telah berhasil dikembangkan UPH
Tanaman Pangan sebanyak 51 UPH di 51 kabupaten, UPH Hortikultura
sebanyak 67 UPH, UPH Perkebunan sebanyak 40 UPH, dan UPH peternakan
sebanyak 90 UPH-Pakan Ternak dan pengelolaan lingkungan (pengolahan
kompos dan biogas) sebanyak 2598 unit dengan komoditi unggulan kelapa sawit
(768 UPH), kelapa (kopra 7.188 UPH, minyak kelapa 1.200 UPH), karet (crumb
rubber 567 UPH, sheet 1.479 UPH, lateks pekat 69 UPH), kakao (841 UPH),
kopi (2.604 UPH), mete (82 UPH), tebu (207 UPH), dan teh (teh hijau 1.002
UPH, teh hitam 291 UPH).
Pada akhir tahun 2009 sudah dibangun 58 STA dan 2 TA, tersebar di
beberapa kabupaten di hampir seluruh propinsi Indonesia, namun
demikian yang sudah berfungsi sebagai agen pasar (umumnya masih
terbatas transaksi jual-beli) komoditas pertanian baru sebanyak 25 STA
(41,66 %). Beberapa permasalahan mendasar yang mengakibatkan
belum berfungsinya prasaranan/sarana tersebut antara lain adalah lokasi
prasarana/sarana yang kurang strategis, SDM pengelola, kelembagaan
diantara pelaku usaha yang belum tumbuh/diberdayakan dalam
mendukung beroperasinya suatu sarana pasar secara efektif.
2) Pasar Tani
Pasar tani muncul atas prakarsa Ditjen PPHP yang melihat bahwa
pemasaran hasil pertanian yang ada saat ini belum menemukan sistem
pemasaran yang terbaik khususnya yang menguntungkan bagi petani.
Dalam sistem pemasaran yang ada, petani memiliki peluang yang rendah
dalam meraih pangsa pasar serta terdapat selisih harga yang besar
antara harga di tingkat petani dan yang dibayar konsumen. Pasar tani
merupakan sarana untuk mendekatkan petani (produsen) kepada pembeli
(konsumen). Dengan demikian keberadaan pasar tani diharapkan dapat
memperpendek rantai pemasaran dan menekan biaya-biaya transaksi
sehingga margin keuntungan petani bisa ditingkatkan. Pasar tani telah
diuji coba pertama kali di Kantor Pusat Kementerian Pertanian pada
tahun 2007 dan telah berjalan dengan baik hingga saat ini. Pada tahun
2007 juga telah dilakukan ujicoba pasar tani di kawasan Monas Jakarta
Pusat dan telah berjalan beberapa saat, namun kemudian berhenti
karena terhalang oleh masalah perijinan. Untuk tahun-tahun selanjutnya
diharapkan kegiatan ini dapat dikembangkan di daerah. Sampai dengan
tahun 2009 telah difasilitasi pembangunan pasar tani di 16 propinsi di 32
lokasi.
Pada saat ini telah dibangun jaringan PIP di 105 kabupaten dengan 16
komoditi pertanian yang dimonitor harganya yakni: gabah/beras, ubukayu,
jagung, kedelai, cabai merah, bawang merah, jeruk siam, kakao, karet,
kopi, kelapa, daging ayam broiler, telur ayam ras, susu, pakan ternak dan
daging sapi. Pembinaan yang telah dilakukan terhadap SDM pengelola
PIP adalah berupa pelatihan PIP dan Analisa Pasar bagi 150 orang
petugas. Juga telah dilakukan fasilitasi hardware dan software (komputer
dan programnya) untuk input data harga melalui SMS.
2) Stabilisasi Harga
Dalam hal stabilisasi harga, kebijakan yang telah diterapkan antara lain
adalah:
a.
Kebijakan Harga Pokok Pemerintah (HPP)
Kebijakan HPP untuk gabah/beras telah diberlakukan secara
nasional. Sasaran kebijakan HPP gabah/beras ini adalah untuk
mempertahankan harga gabah/beras di atas biaya produksi
gabah/beras oleh petani; apabila harga di bawah HPP maka
pemerintah melalui Bulog akan membeli gabah petani dengan harga
sama dengan HPP. Namun demikian karena keterbatasan dana
maka kemampuan Bulog membeli gabah petani juga terbatas,
sehingga kebijakan ini kurang efektif.
Untuk jagung tidak berlaku HPP secara nasional. Propinsi Gorontalo
adalah propinsi yang menetapkan HPP untuk jagung melalui SK
Gubernur. Pemerintah Propinsi Gorontalo akan membeli jagung
petani apabila harganya jatuh di bawah HPP-nya. Kebijakan propinsi
Gorontalo ini efektif mempertahankan harga jagung di tingkat yang
menguntungkan petani. Itu terbukti karena hingga saat ini harga
jagung setempat tidak pernah berada di bawah HPPnya.
b.
Penetapan Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit
Dengan Peraturan Menteri Pertanian
Kebijakan Penetapan harga TBS ini telah berlaku sejak tahun 1998
(SK Menhutbun) dan tarakhir telah direvisi dengan Peraturan
Menteri Pertanian nomor 395 tahun 2005 tentang Pedoman
Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa
Sawit Produksi Kebun. Tujuan penetapan harga TBS Kelapa sawit
ini adalah untuk memberikan jaminan harga TBS kelapa sawit
produksi kebun yang wajar serta menghindari adanya persaingan
tidak sehat di antara Pabrik Kelapa Sawit. Kebijakan ini telah
membantu pekebun dalam memperoleh harga yang layak bagi TBS
yang dihasilkannya. Revisi Peraturan Menteri Pertanian nomor 395
tahun 2005 ini sedang dalam proses, diharapkan selesai akhir tahun
2009.
3)
Kebijakan Fiskal
a.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
Kebijakan PPN untuk komoditi pertanian sebaiknya diterapkan
hanya untuk barang jadi hasil olahan pertanian. Untuk produk primer
pertanian sebaiknya PPN ditiadakan guna merangsang
berkembangnya agribisnis dan agroindustri dalam negeri.
b.
Pajak Ekspor; mengenai pajak ekspor (PE) hasil pertanian
diupayakan seminimal mungkin tanpa mengganggu proses
penyediaan bahan baku industri dalam negeri. Besarnya pajak
ekspor hasil pertanian mengikuti peraturan Menteri Keuangan yang
menetapkan besarnya pajak ekspor atas dasar harga komoditas
tertentu di pasar internasional. Sebagai contoh pajak ekspor untuk
CPO pernah turun dari 3 % menjadi 1,5 % pada waktu yang lalu
(pada harga CPO di pasar internasional sekitar 600 US dollar per
metric ton). Tetapi akhir-akhir ini meningkat menjadi sekitar 20 %
dikarenakan meningkatnya harga CPO di pasaran dunia hingga
1200 dolar AS per metric ton. Namun kondisi paling akhir (akhir
tahun 2008) harga CPO di pasar internasional jatuh kembali pada
tingkat yang sangat rendah sehingga perlu dilakukan penyesuaian
pajak ekspornya.
1.1.5. Pemasaran Internasional
Hal yang menggembirakan dari data empat tahun terakhir (2005-2008)
devisa perdagangan dari produk pertanian semakin membaik, hal ini
menggambarkan dari segi nilai, mutu dan kuantitas produk ekspor Indonesia di
pasar dunia semakin membaik. Jika dilihat per subsektor, ternyata subsektor
perkebunan merupakan penyumbang 94 persen terhadap total devisa yang
diperoleh dari kegiatan ekspor produk pertanian di tahun 2007 yang mencapai
US$ 19.964,870 juta. Sedangkan sub sektor lainnya yaitu hortikultura, tanaman
pangan dan peternakan jauh ketinggalan dibanding perkebunan. Komposisi ini
tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini memberikan
gambaran bahwa hingga saat ini produk perkebunan masih menjadi primadona
ekspor produk pertanian Indonesia. Produk utama yang menjadi andalan ekspor
ini antara lain minyak sawit, karet, kakao, dan kopi.
Perkembangan Ekspor Impor; berdasarkan analisa ekspor-impor produk
pertanian (segar dan olahan) tahun 2003-2008, diketahui bahwa secara umum
nilai ekspor tersebut mengalami peningkatan sebesar 28,5 persen per tahun.
Sementara itu nilai impornya juga meningkat lebih besar yakni 49,95 persen per
tahun. Ekspor produk pertanian tahun 2003 bernilai US$ 7,536 milyar, dan
terus meningkat hingga pada tahun 2007 mencapai US$ 21,257 milyar.
Sedangkan nilai impor tahun 2003 US $ 4.54 milyar meningkat hingga US $
8,597 milyar pada tahun 2007. Realisasi neraca perdagangan hasil pertanian
selama tahun 2005-2009 tumbuh sangat mengesankan. Pada tahun 2005
surplus perdagangan baru mencapai US $ 6.447,51 juta, namun pada tahun
2008 telah meningkat 3 kali lipat menjadi US $ 17.979.58 juta (data tahun 2009
masih bersifat sementara).
struktur ekonomi
1.2.2. PERMASALAHAN
1) Lambatnya Proses Industrialisasi Perdesaan
a. Permasalahan Teknis
Dari segi teknis beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain :
-
Tingkat pengetahuan dan kesadaran petani akan pentingnya
penerapan teknologi pasca panen dan pengolahan serta
penerapan sistem jaminan mutu hasil masih sangat terbatas.
-
Kurangnya tenaga yang terampil (Technical Skill) dalam
mengoperasikan alat dan mesin pasca panen dan
pengolahan.
-
Dukungan perbengkelan dalam perbaikan, perawatan dan
penyediaan suku cadang alat mesin masih rendah karena
kemampuan permodalan bengkel alsintan masih lemah dan
kesulitan dalam memperoleh permodalan.
-
Introduksi beberapa teknologi belum sesuai dengan kebutuhan
petani dan belum bersifat lokal spesifik.
-
Belum cukup memadainya infrastruktur seperti jalan yang
memadai sehingga menyulitkan petani/kelompok dalam
memasarkan produk olahannya.
-
Penyebaran alsin pasca panen dan pengolahan masih
terbatas.
-
Belum cukup tersedianya rumah kemas �packing house�.
-
Kurangnya tenaga pembina yang terampil dalam bidang pasca
panen dan pengolahan dibanding tenaga pembina pada
kegiatan-kegiatan pra panen.
b. Permasalahan Sosial
Dari segi sosial beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain:
-
Introduksi teknologi pasca panen dan pengolahan pada
daerah-daerah yang padat penduduknya ada kecenderungan
menimbulkan gesekan/friksi sosial.
-
Kebiasaan petani dalam melakukan kegiatan pasca panen dan
pengolahan secara tradisional menyulitkan dalam penerapan
teknologi yang baik dan benar dalam skala luas. Beberapa
pilot proyek untuk meningkatkan mutu dan nilai jual produk
pertanian disertai fasilitasi kemitraan dalam pemasarannya
telah menunjukan hasil yang menggembirakan. Sebagai
contoh adalah pengembangan pasca panen dan pemasaran
kakao dan kopi di sejumlah kabupaten di provinsi Bali dan
Nusa Tenggara Timur.
-
Daerah-daerah tertentu yang mempunyai budaya pasca panen
dan pengolahan hasil yang teknologinya diterima secara turun
temurun, sehingga mereka sering mempunyai sifat tertutup
terhadap introduksi teknologi.
-
Terbatasnya kemampuan akses informasi masyarakat tentang
teknologi pasca panen dan pengolahan.
-
Masih rendahnya pendidikan/pengetahuan dan keterampilan
SDM pertanian dan pelaku usaha pada umumnya.
c. Permasalahan Ekonomi
Dari segi ekonomi beberapa hal yang menjadi penyebab antara
lain:
-
Daya beli petani terhadap teknologi pasca panen dan
pengolahan rendah, sehingga permintaan alsin juga relatif
rendah.
-
Harga alsin pasca panen dan pengolahan relatif tinggi
sehingga kurang mampu dimiliki.
-
Belum tersedianya skim kredit khusus atau skim pembiayaan
alternatif untuk pengadaan alsin untuk usaha pasca panen dan
pengolahan hasil.
3)
Kurangnya Pembiayaan Usaha Pertanian dan Pemberdayaan
Masyarakat Tani
8) Permasalahan Tarif
1.2.3. TANTANGAN
Pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian menghadapi
berbagai tantangan seperti:
1.
Perubahan lingkungan ekonomi regional dan internasional, baik karena
pengaruh liberalisasi ekonomi maupun karena perubahan-perubahan
fundamental dalam pasar produk pertanian global.
2.
Sebagai tuntutan pasar atas efisiensi usaha, maka diperlukan adanya
upaya adopsi teknologi yang terus mengarah pada efisiensi pada
industrialisasi pertanian dan perdesaan.
3.
Kecenderungan penurunan harga dan permintaan pasar internasional
untuk komoditi pertanian ekspor akibat krisis keuangan global.
4.
Perubahan pada sisi permintaan yang menuntut kualitas tinggi, kuantitas
besar, ukuran seragam, ramah lingkungan, kontinuitas produk dan
penyampaiannya tepat waktu serta harga yang kompetitif.
5.
Perlunya mengetahui perkembangan preferensi pasar (permintaan
konsumen), trend konsumen yang akan datang termasuk meningkatnya
tuntutan konsumen akan informasi nutrisi serta jaminan kesehatan dan
keamanan produk-produk pertanian.
6.
Terdapat kecenderungan pemberlakuan non-tariff barrier dan tariff
escalation bagi produk olahan sebagai persyaratan impor oleh negaranegara
maju yang kuat.
7.
Telah diterapkannya persyaratan �green products� atau penolakan
terhadap komoditi yang dalam proses produksi (budidayanya) dianggap
tidak mengindahkan kelestarian alam dan lingkungan serta hak-hak asasi
manusia khususnya oleh negara Uni Eropa dan negara maju lainnya .
8.
Munculnya negara-negara pesaing (competitors) yang menghasilkan
produk-produk hasil pertanian yang sejenis dan pada musim yang sama
serta produk-produk substitusi merupakan tantangan bagi pengembangan
produk pertanian Indonesia, baik di dalam negeri maupun di negaranegara
tujuan ekspor tradisional maupun negara-negara tujuan ekspor
baru.
BAB II
VISI, MISI, DAN TUJUAN
2.1
Visi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Mengacu kepada visi Kementerian Pertanian yakni � Terwujudnya
pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal
untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, ekspor
dan kesejahteraan petani �, maka visi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian adalah � Menjadi institusi yang peduli dan memiliki
komitmen tinggi untuk mewujudkan masyarakat pertanian sejahtera,
handal dan berdaya saing di bidang pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian melalui penyelenggaraan birokrasi yang profesional dan
berintegritas �.
2.2.
Misi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Untuk mencapai visi tersebut di atas, diemban misi yang harus
dilaksanakan yaitu:
(1)
Menumbuh kembangkan kelembagaan usaha petani yang merupakan
basis ekonomi perdesaan, sebagai wadah peningkatan peran dari petani
produsen menjadi petani pemasok melalui penerapan manajemen,
teknologi dan permodalan secara profesional.
(2)
Mengembangkan sistem agroindustri terpadu di perdesaan melalui,
keterpaduan sistem produksi, penanganan pasca panen, pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian, sehingga mampu memberikan peningkatan
pendapatan petani, kesempatan kerja di perdesaan dan peningkatan nilai
tambah produk pertanian secara adil serta profesional.
(3)
Mengembangkan penerapan sistem jaminan mutu hasil pertanian secara
efektif dan operasional untuk meningkatkan daya saing produk segar dan
olahan, baik di pasar domestik maupun internasional.
(4)
Meningkatkan daya serap pasar domestik dan ekspor hasil pertanian
melalui kebijakan promosi dan proteksi produk pertanian yang efektif dan
efisien.
(5)
Mengembangkan kapasitas institusi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian yang profesional dan berintegritas moral tinggi.
2.3
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam periode 2010-2014 adalah:
1) Membangun system manajemen pembangunan pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian
2) Meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian.
3) Memantapkan ketahanan dan keamanan pangan.
4) Meningkatkan daya serap pasar domestik dan ekspor melalui
peningkatan daya saing dan nilai tambah hasil pertanian, proteksi,
promosi dan kerjasama internasional.
5) Menumbuh kembangkan usaha pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian yang memacu pertumbuhan ekonomi perdesaan.
2.4
Target Utama dan Sasaran Strategis
1)
Target Utama
Peningkatan Nilai Tambah; upaya ini akan difokuskan pada dua hal
yakni peningkatan kualitas dan jumlah olahan produk pertanian untuk
mendukung peningkatan daya saing dan ekspor. Peningkatan kualitas
produk pertanian (bahan mentah dan olahan) diukur dari peningkatan
jumlah produk pertanian yang mendapat sertifikasi jaminan mutu. Pada
akhir tahun 2014 semua produk pertanian organik, kakao fermentasi,
bahan olah karet (bokar) sudah harus tersertifikasi dengan pemberlakuan
sertifikasi wajib. Peningkatan jumlah olahan diukur dari rasio produk
mentah dan olahan. Saat ini 80 % produk pertanian diperdagangkan
dalam bentuk bahan mentah dan 20 % dalam bentuk olahan. Pada akhir
tahun 2014 ditargetkan bahwa 50 % produk pertanian diperdagangkan
dalam bentuk olahan.
2) Sasaran Strategis
3.1.
PENUGASAN RPJM 2010-2014 (ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
NASIONAL)
3.1.1. PRIORITAS NASIONAL
Dalam Rancangan RPJM 2010-2014 (Buku I) terdapat 11 prioritas
nasional. Diantara 11 prioritas nasional tersebut yang terkait dengan
Kementerian Pertanian adalah prioritas ke 5 (lima) yakni �Ketahanan
Pangan�. Dalam Rancangan RPJM tersebut tema prioritas ketahanan
pangan adalah � Peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan
revitalisasi pertanian untuk mewujudkan kemendirian pangan,
peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan
petani, serta kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam �. Selain
prioritas nomor 5 (lima) Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian juga
mendapat amanah untuk terlibat dalam pelaksanaan prioritas nomor 1
yaitu Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, nomor 8 Energy, dan Nomor 9
Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana.
1)
Peningkatan produksi dan produktivitas pangan, pertanian,
perikanan dan kehutanan terus dilakukan untuk menukung
peningkatan ketersediaan pangan dan bahan baku industri.
2)
Peningkatan efisiensi distribusi pangan untuk menjamin agar
seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah
dan kualitas yang cukup sepanjang waktu, dengan harga yang
terjangkau.
3)
Peningkatan pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan menjadi
kebijakan dan strategi pembangunan ketahanan pangan yang
perlu memperoleh perhatian yang memadai agar pola
pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu,
keragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan.
4)
Peningkatan nilai tambah, daya saing dan pemasaran produk
pertanian, perikanan, dan kehutanan.
5)
Peningkatan kapasitas masyarakat pertanian, perikanan dan
kehutanan.
3.2.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN PERTANIAN
3.2.1
Arah Kebijakan Kementerian Pertanian Terkait Pembangunan
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
1)
Pengembangan bio-energy berbasis bahan baku lokal terbarukan
untuk memenuhi kebutuhan energy masyarakat khususnya di
perdesaan dan mensubstitusi BBM.
2)
Pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasis
kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing
produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi
kemiskinan, dan meningkatkan keseimbangan ekonomi desa kota.
3)
Pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara
vertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi usaha tani produktif
berbasis lembaga ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi
di pasar lokal maupun internasional.
4)
Berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak
kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan
internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan
harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi.
5)
Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian
yang akuntabel dan good governance.
3.2.2.
Strategi Kementerian Pertanian Terkait Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian
Strategi pembangunan pertanian selama 2010-2014 akan dilakukan
melalui Tujuh (7) Gema Revitalisasi dan yang terkait erat dengan
pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian adalah:
Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, Revitalisasi Kelembagaan Petani ,
dan Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir .
�
Memperkuat kelembagaan Alat Mesin di Pusat untuk membuat
kebijakan dan regulasi berkaitan dengan pembuatan penyebaran dan
penggunaan alsin di tingkat petani secara bertanggung jawab. Terkait
dengan upaya tersebut Ditjen PPHP memiliki UPT Balai Pengujian
Mutu Alsintan yang berfungsi menguji mutu dan kelayakan alsin
pengolahan hasil yang diproduksi oleh masyarakat.
�
Mendorong swasta untuk mendesain, memproduksi dan menyebarkan
alsin sesuai dengan standard kualitas nasional.
�
Bekerjasama dengan sektor terkait untuk mendorong terbentuknya
fasilitas bengkel-bengkel alsin.
2) Revitalisasi Kelembagaan Petani
Kondisi organisasi petani saat ini lebih bersifat budaya dan sebagian
besar berorientasi hanya untuk mendapatkan fasilitas pemerintah, belum
sepenuhnya diarahkan untuk memanfaatkan peluang ekonomi melalui
pemanfaatan aksesibilitas terhadap berbagai informasi teknologi,
permodalan dan pasar yang diperlukan bagi pengembangan usahatani
dan usaha pertanian. Di sisi lain, kelembagaan usaha yang ada di
pedesaan, seperti koperasi belum dapat sepenuhnya mengakomodasi
kepentingan petani/kelompok tani sebagai wadah pembinaan teknis.
Berbagai kelembagaan petani yang sudah ada seperti Kelompok Tani,
Gabungan Kelompok Tani, Perhimpunan Petani Pemakai Air dan Subak
dihadapkan pada tantangan ke depan untuk merevitalisasi diri dari
kelembagaan yang saat ini lebih dominan hanya sebagai wadah
pembinaan teknis dan sosial diharapkan menjadi kelembagaan yang juga
berfungsi sebagai wadah pengembangan usaha yang berbadan hukum
atau dapat berintegrasi dalam koperasi yang ada di pedesaan.
�
Mendorong pengembangan industri pengolahan pertanian di
perdesaan secara efisien guna peningkatan nilai tambah dan
daya saing di pasar dalam negeri dan internasional; cakupan
industri yang akan dikembangkan adalah industri pengolahan
makanan dan minuman, industri biofarmaka, industri bio-energi,
industri pengolahan hasil ikutan (by-product).
�
Meningkatkan jaminan pemasaran dan stabilitas harga
komoditas pertanian; jaminan pemasaran produk dan harga yang
diterima petani adalah permasalahan yang sering dihadapi sehingga
upaya-upaya intervensi stabilisasi harga perlu dilanjutkan (untuk
beras) oleh Bulog; melanjutkan dan menerapkan secara intensif
system pembelian dengan resi gudang; memberikan perlindungan
petani produsen melalui kebijakan tariff khususnya komoditi impor
agar produksi dalam negeri tidak jatuh (seperti pada susu, bawang);
membentuk jaringan informasi pasar dan menyebarkan ke seluruh
wilayah; melakukan promosi pemasaran terhadap komoditi ekspor.
�
Meningkatkan dan menjaga mutu dan keamanan pangan pada
semua tahapan produksi mulai dari hulu sampai hilir;
peningkatan mutu hasil pertanian ditempuh melalui penerapan
system jaminan mutu dan keamanan pangan dengan memperkuat
(a) Kelembagaan Otoritas Kempeten Keamanan Pangan Daerah, (b)
SDM inspector, auditor, fasilitator dan pengawas, (c) system dan
prosedur. Standardisasi produk pertanian mulai dari hulu sampai hilir
perlu dilakukan untuk komoditas yang mempunyai prospek pasar di
luar negeri.
3.3.
STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN
HASIL PERTANIAN
3.3.1.
Fokus Komoditi
Fokus komoditi pembangunan PPHP 2010-2014 terdiri dari 3 (tiga)
kelompok komoditas utama yakni:
1) Pangan Utama : Beras, jagung dan kedelai.
2) Orientasi Ekspor :
-
Utama : Kakao, kopi, sawit, rempah dan teh.
-
Emerging : Buah tropika, biofarmaka, tanaman hias tropika,
beras specialty, mete
3)
Subsitusi Impor : Susu, Tepung, jeruk, daging ayam dan telur.
Blue Print � Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian
dengan Pemberian Insentif Bagi Tumbuhnya Industri Perdesaan
Berbasis Produk � telah disusun. Fokus komoditasnya adalah komoditas
utama tersebut di atas. Matrik strategi pengembangan masing-masing
komoditas dapat dilihat pada lampiran 2.
3.3.2.
Strategi
1)
Mengupayakan payung hukum tentang kewenangan yang lebih
besar dari Kementerian Pertanian untuk menyelenggarakan
pembinaan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
2)
Penyesuaian kebijakan ekspor dan tariff untuk ekspor bahan
mentah hasil pertanian dan impor bahan olahan hasil pertanian.
3)
Penerapan system jaminan mutu dan keamanan pangan.
4)
Kebijakan insentif untuk pengembangan agroindustri.
5)
Pengembangaan kelembagaan PPHP di tingkat petani.
6)
Pengembangan petani produsen menjadi petani pemasok.
3.3.3. Kebijakan
Mengacu kepada arah kebijakan Kementerian Pertanian dan tugas
pokok dan fungsi Direktorat Jenderal PPHP, maka kebijakan
pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
ditetapkan sebagai berikut:
1)
Pengembangan system Penanganan pasca panen
2)
Pengembangan insentif usaha (fasilitasi sarana prasarana
pasca panen).
Sistem standar mutu merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari
pembinaan mutu hasil pertanian sejak proses produksi bahan baku
hingga produk di tangan konsumen. Penerapan sistem standarsasi
secara optimal sebagai alat pembinaan mutu hasil pertanian bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi proses produksi maupun produktivitas di
bidang pertanian yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing
dan mendorong kelancaran pemasaran komoditi pangan serta
mendorong berkembangnya investasi di sektor pertanian.
Secara teknis usaha agroindustri terpadu adalah unit usaha yang telah
memperhatikan dan mengembangkan aspek-aspek penyiapan bahan
baku yang bermutu, menerapkan prinsip-prinsip Good Manufacturing
Practices (GMP), menerapkan sistem jaminan keamanan dan mutu
hasil pertanian khususnya pangan, serta telah memanfaatkan dan
mengelola limbah dengan baik (zero waste). Usaha Agroindustri
tersebut merupakan industri pengolahan hasil pertanian skala kecilmenengah
dan skala rumah tangga yang pada umumnya berada dan
dimiliki warga di perdesaan yang bergerak dalam usaha pengolahan
makanan minuman, biofarmaka, bioenergy, dan pengolahan hasil
samping. Agroindustri terpadu ini dikembangkan dengan tujuan: (a)
Meningkatkan nilai tambah hasil panen di pedesaan, baik untuk
konsumsi langsung, maupun untuk bahan baku agroindustri lanjutan;
2)
Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi pengolahan
3)
Meningkatkan efisiensi usaha pengolahan hasil pertanian melalui
optimalisasi dan modernisasi sarana pengolahan
4)
Meningkatkan kemampuan dan memberdayakan SDM
pengolahan dan penguatan lembaga usaha pengolahan hasil di
tingkat petani
5)
Meningkatkan upaya pengelolaan lingkungan usaha pengolahan.
1)
Penurunan kehilangan/kerusakan hasil pertanian antara 0.2- 5
% per tahun.
2)
Peningkatan jumlah dan jenis produk olahan hasil pertanian
yang bermutu untuk ekspor dan substitusi impor minimal 5 %
per tahun.
Kegiatan di Pusat
a.
Penyusunan kebijakan pasca panen
b.
Pertemuan koordinasi
c.
Penyusunan Layanan Publik
d.
Penyusunan Pedoman Teknis
e.
Penyusunan Pedoman Jaminan Mutu
f.
Bimbingan teknis dan Manajemen Penanganan Pasca Panen
g.
Monitoring Pelaksanaan Teknis Penanganan Pasca Panen.
Kegiatan di Daerah
a.
Koordinasi
b.
Pembinaan kepada kelompok/Gabungan Kelompok Tani.
c.
Fasilitasi Peralatan Mesin Pasca Panen
d.
Penguatan kelembagaan dan SDM
e.
Pendampingan (oleh Site Manajer)
f.
Bantuan Modal Usaha
g.
Kemitraan Usaha dan Pemasaran
h.
Pengawalan
i.
Monitoring dan Evaluasi kegiatan di Kab./Kota
2) Sasaran Kegiatan
a.
Penurunan kehilangan hasil (losses) padi 0.2 % per tahun( tahun
2009 losses sebesar 10.82 %).
b.
Penurunan kehilangan hasil (losses) jagung 2.5 % per tahun (tahun
2009 losses sebesar 25-30 %)
c.
Penurunan kehilangan hasil (losses) hortikultura 2-5 % per tahun
(tahun 2009 losses dalam shipping and handling 20-40 %)
d.
Penurunan kehilangan hasil (losses) perkebunan 3-5 % per tahun
(tahun 2009 losses sebesar 10-15 %).
e.
Penurunan kehilangan hasil (losses) peternakan 2 % per tahun
(tahun 2009 losses sebesar 10-12 %).
3) Indikator Keberhasilan (output):
a.
Terevitalisasinya kelembagaan pasca panen padi di semua
kabupaten sentra padi untuk meningkatkan produksi, produktivitas
dan kualitas.
b.
Beroperasinya secara efektif kelembagaan pengeringan dan
penyimpanan hasil tanaman pangan (jagung) di kabupaten sentra
jagung.
c.
Meningkatnya mutu kakao fermentasi untuk ekspor di seluruh
kabupaten sentra kakao.
d.
Meningkatnya mutu bokar di seluruh kabupaten sentra karet.
e.
Meningkatnya mutu kopi biji di seluruh kabupaten sentra kopi.
f.
Meningkatnya mutu hasil hortikultura di kabupaten sentra
hortikultura.
g.
Meningkatnya mutu pakan ternak dan hasil ternak di kabupaten
sentra ternak.
3.4.2.2. Kegiatan Pengembangan Pengolahan hasil Pertanian
1. Kegiatan di Pusat dan daerah
Pembagian tugas pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanakan
kegiatan Pengembangan Pengolahan Hasil Pertanian sebagai
berikut:
Kegiatan di Pusat:
a.
Pertemuan koordinasi teknis
b.
Analisa kelayakan usaha industri serta penyusunan pedoman
/petunjuk teknis pengembangan agroindustri berbasis
komoditas/produk unggulan tanaman pangan, perkebunan dan
peternakan dan analisa kelayakan system klaster (inti plasma)
beberapa komoditas strategis
c.
Penyusunan pedoman pengembangan agroindustri berbasis
tanaman pangan (Ubikayu dan sagu), perkebunan (kakao, kopi,
kelapa terpadu, mete dan minyak atsiri), dan peternakan
d.
Penyusunan pedoman ekspor komoditas unggulan
e.
Penyusunan system Jaminan Mutu dan ISO 9001/2008,
Manajemen Mutu penggilingan padi dll.
f.
Updating data dan pengembangan layanan informasi teknis
pengolahan hasil pertanian.
g.
Fasilitasi sosialisasi/promosi/pemberian penghargaan kepada
Gapoktan/ pelaku usaha pengolahan hasil pertanian.
h.
Pengembangan informasi layanan teknis pengolahan hasil
pertanian
i.
Penyusunan kebijakan (Pedum, Juknis) untuk komoditas
hortikultura
j.
Bintek pasca panen dan penerapan jaminan mutu hasil
hortikultura
k. Fasilitasi kemitraan pemasaran hortikultura
l. Bimbingan teknis manajemen agroindustri perdesaan
m. Bimbingan teknis dan pengawalan
n. Monev
o. Pembinaan dan pengawalan.
Kegiatan di Daerah
a.
Pengembangan agroindustri pedesaan berbasis tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.
b.
Pembinaan kemitraan.koordinasi, pelatihan
c.
Fasilitasi sarana pasca panen dan pengolahan (minyak atsiri,
kopi, kelapa terpadu, karet, beras untuk ekspor, hortikultura),
d.
Fasilitasi penerapan GHP (minyak atsiri, kopi, kelapa terpadu,
karet, beras untuk ekspor, hortikultura).
e.
Pembinaan mutu
f.
Fasilitasi pemasaran
g.
Bantuan PMUK dan penguatan modal ( Kopi, Hortikultura,
h.
Penguatan kelembagaan dan SDM (Pabrik Pakan SK, karet, )
i.
Bimbingan Gapoktan (hortikultura,
j.
Sosialisasi & Pelatihan teknis
k.
Koordinasi
l.
Pengembangan informasi layanan teknis pengolahan hasil
pertanian.
m.
Dukungan administrasi (Rapat, honor, site manajer/supervisor,
PPK , ATK dll)
n.
Kegiatan penunjang lain (Penguatan kelembagaan, Bimtek
/Binwal), kemitraan pemasaran, pembinaan mutu monev,
PMUK).
o.
Perjalanan dinas.
2) Sasaran Kegiatan
a.
Peningkatan produksi kakao fermentasi bermutu tinggi sebesar
50 % pada akhir tahun 2014 ( tahun 2009 sebesar 20 %)
b.
Peningkatan prosentase karet (bokar) yang sesuai SNI sebesar
50 % ( tahun 2009 sebesar 30 %).
c.
Pengembangan jumlah produk tepung-tepungan berbahan baku
lokal untuk substitusi impor sebesar 20 % (tahun 2009 sebesar 5
%).
d.
Peningkatan CPO yang diolah menjadi produk turunannya
sebanyak 50 % (tahun 2009 sebesar 20 %).
e.
Peningkatan produk mete yang diolah dan diekspor dalam
bentuk cashew nut dan mulai pengolahan CSNL sebesar 50 %
(tahun 2009 sebesar 0 %).
f.
Peningkatan produksi susu domestik sebesar 50 % (tahun 2009
sebesar 26 %).
3) Indikator Keberhasilan (output)
a.
Pengolahan hasil tepung singkong , sagu dll. di seluruh
kabupaten sentra.
b.
Pengolahan beras untuk ekspor di 30 lokasi.
c.
Pengembangan hasil hortikultura di 31 kawasan (90
kabupaten/kota).
d.
Perbaikan mutu bokar (bahan olah karet) di kabupaten sentra
karet.
e.
Perbaikan mutu Kopi dan pengembangan Mete dan minyak atsiri
di untuk ekspor di kabupaten kopi, sentra mete dan minyak
atsiri.
f.
Pengolahan hasil peternakan: pengolahan susu di 10 kab dan
pakan ternak di 15 kabupaten.
3.4.2.3 Kegiatan Pengembangan Mutu dan Standarisasi
1) Kegiatan di Pusat dan Daerah
Kegiatan di Pusat :
a.
Penyusunan Pedoman Teknis Mutu Kakao Fermentasi.
b.
Penyusunan Layanan Informasi Publik.
c.
Bimbingan Teknis Penerapan Pasca Panen Kakao dan Sistem
Jaminan Mutu.
d.
Monitoring pelaksanaan kegiatan teknis.
e.
Pengembangan pengelolaan pengujian alsintan.
f.
Pengembangan sertifikasi alsintan.
g.
Analisis dan evaluasi metode pengujian.
h.
Pemantauan dan evaluasi hasil pengujian.
i.
Penyusunan Rencana Teknis.
j.
Pengelolaan laboratorium.
k.
Sosialisasi pengujian dan sertifikasi alsintan.
l.
Pengembangan sistem mutu produsen alsintan.
m.
Pengadaan sarana dan prasarana, bangunan kantor LS Pro
Alsintan.
Kegiatan di Daerah :
a.
Perjalanan konsultasi, koordinasi, pelatihan, pertemuan,
monitoring dan evaluasi
b.
Site Manager
c.
Fasilitasi sarana dan prasarana pasca panen kakao
d.
Bangunan (tempat peralatan dan gudang penyimpanan)
e. Penguatan modal usaha kelompok
f. Fasilitasi Penerapan GHP dan sistem jaminan mutu
g. Fasilitasi kemitraan
h. Penguatan kelembagaan
2) Sasaran Kegiatan
a.
Peningkatan produk organik bersertifikat sebanyak 300 produk
pada akhir 2014 ( tahun 2009, ada 40 produk tersertifikasi).
b.
Peningkatan jumlah pelaku usaha mendapat sertifikasi Jaminan
Varietas sebanyak 10 orang pada akhir tahun 2009 (tahun 2009,
ada 2 pelaku usaha nendapat sertfikasi jaminan varietas)
c.
Peningkatan jumlah pelaku usaha yang mendapat sertifikat
Jaminan Keamanan Pangan sebanyak 825 orang (tahun 2009
ada 41 pelaku usaha mendapat sertifikat).
d.
Penerapan SNI wajib bagi produk kakao dan karet.
3) Indikator Keberhasilan (output)
a.
Meningkatnya mutu kakao fermentasi untuk ekspor di 100 lokasi
b.
Beroperasinya OKKPD di seluruh propinsi.
c.
Beroperasinya secara efektif UPT BPMA ( Balai Penguji Mutu
Alsin) di Pusat.
3.4.2.4. Kegiatan Pengembangan Pemasaran Domestik
Fokus kegiatan pemasaran domestik yang akan dilakukan adalah: (a)
pengembangan kelembagaan pasar dalam bentuk Sub Terminal
Agribisnis (STA) komoditas tanaman pangan dan hortikultura, pasar
lelang perkebunan, pasar tani, dan pasar ternak; (b) pengembangan
kelembagaan kemitraan yang saling menguntungkan dan mampu
mendistribusikan nilai tambah secara adil terutama kemitraan antara
kelompok petani dengan pelaku usaha; (c) pengembangan sistem
informasi pemasaran, terutama untuk pemantauan dan analisis harga
pangan strategis (d) peningkatan promosi dalam negeri; (e) Penerapan
HPP gabah/beras, (f) pengembangan kebijakan pemasaran domestik
hasil pertanian.
1) Kegiatan di Pusat dan Daerah
Kegiatan di Pusat
a.
Bimbingan teknis dan pembinaan.
b.
Pengawalan
c.
Fasilitasi Pertemuan teknis
d.
Monitoring pelaksanaan kegiatan
e.
Pertemuan koordinasi PIP
f.
Pengembangan jaringan PIP
g.
Penyebaran Informasi
h.
Analisis Pasar komoditi pertanian strategis
i.
Pengembangan data base informasi pasar
j.
Pengembangan PIP Biofarmaka
Kegiatan di Daerah
a.
Pendampingan manajemen pasar tani, STA/pasar lelang, pasar
tenak, pasar lelang perkebunan.
b.
Pengawalan manajemen pasar tani,
c.
Promosi pasar tani
d.
Bimbingan teknis pemasaran dan kemitraan , pasca panen dan
mutu di pas ar tani dan pasar lelang
e.
Bantuan sarana dan operasional pasar tani, STA dan pasar
lelang.
f.
Study banding untuk pengelola pasar tani ke psar tani Mega,
Kuala Lumpur dll.
g.
Fasilitasi system informasi pasar di pasar tani, STA, Pasar
ternak, dan pasar lelang perkebunan.
h.
Fasilitasi kemitraan di STA, pasar tenak dan pasar tani.
i.
Penguatan modal STA
j.
Fasilitasi pelaksanaan lelang
k.
Bimbingan teknis manajemen pasar ternak ,
l. Rehab sarana pasar ternak
m. Penanganan limbah ternak
n. Sosialisasi dan fasilitasi uji coba lelang ternak.
o. Sosialisasi system lelang perkebunan
p. Operasinalisasi pengumpulan dan pengiriman data pemasaran.
q. Analisa, pengiriman dan penyebaran data pemasaran.
r. Adm, Monitoring dan Evaluasi dan laporan.
s. Perjalanan konsultasi dan bimbingan
2) Sasaran Kegiatan
a.
Peningkatan jumlah lembaga pemasaran sebanyak 365 unit
(tahun 2009 sebanyak 264 unit).
b.
Penyerapan sebanyak mungkin produk domestik.
c.
Pengembangan Pusat Informasi Pasar di kabupaten/kota
seluruh Indonesia (tahun 2009 baru di 150 kabupaten/kota).
3) Indikator Keberhasilan (Output)
a.
Terbangunnya kemitraan pemasaran hasil pertanian antara
kelompok tani dengan industri pengolahan di seluruh
kabupaten.
b.
Terbangunnya kelembagaan pasar tani di seluruh kabupaten.
c.
Terevitalisasinya STA dan Pasar lelang + kemitraan serta
sarana pemasaran tanaman hias di 100 lokasi/ Kab.
d.
Terevitalisasinya pasar ternak di 100 lokasi.
e.
Terbangunnya pasar lelang hasil perkebunan di 25 lokasi/Kab.
f.
Berkembangnya sistem informasi pasar di seluruh
kabupaten/kota.
3.4.2.5. Kegiatan Pemasaran Internasional
Fokus kegiatan yang akan dilakukan adalah: (a) Pengembangan
kerjasama perdagangan internasional, baik secara Government to
Government (G to G), maupun di regional, sub-regional, dan
multilateral; (b) Pengembangan kebijakan promosi dan proteksi; (c)
Penguatan market intelligence; (d) Peningkatan fasilitas perdagangan,
angkutan, dan penyimpanan komoditi ekspor hasil pertanian.
Kegiatan di Pusat :
a.
Pengembangan Sistim Informasi Pemasaran (Internasional)
b.
Penyusunan Pedoman Ekspor-Impor Produk Pertanian
c.
Penyusunan langkah-langkah implementasi kesepakatan kerja
sama internasional bidang pertanian
d.
Kerjasama perdagangan/komoditi dalam forum bilateral/intra
regional /multilateral
e.
Kajian tataniaga teh Indonesia
f.
Kajian peluang peningkatan pasar ekspor terkait dengan
penghapusan TRQ kopi
g.
Penyusunan dan pencetakan hasil negosiasi forum regional
ASEAN
h.
Akselerasi ekspor komoditi perkebunan kakao dan hortikultura
i.
Monitoring implementasi IJ-EPA, RI-China dan RI Korsel
j.
Pemantauan operasional cool storage dalam rangka ekspor
hasil pertanian
k.
Pelatihan ekspor bagi GAPOKTAN
l.
Fasilitasi promosi dan pameran produk pertanian dalam negeri
m.
Rapat koordinasi untuk sub kegiatan Green Campaign
n.
Workshop/Dialog Sustainable Palm Oil
o.
Penghargaan pelaku agroindustri di bidang pasca panen, mutu,
pengolahan dan pelaku pasar
Kegiatan di Daerah :
a.
Pertumbuhan ekspor kakao 15 % (volume) per tahun (tahun
2009 tumbuh 10.66 %).
b.
Pertumbuhan ekspor karet 10% (volume) per tahun (tahun
2009 tumbuh 5.16 %).
c.
Pertumbuhan ekspor sawit 25 % (volume) per tahun (tahun
2009 tumbuh 18.15 %).
d.
Pertumbuhan ekspor kopi 15 % (volume) per tahun(tahun 2009
tumbuh 11.48 %).
e.
Pertumbuhan ekspor beras 100.000 ton per tahun (tahun 2009
sebesar 20 ton).
f.
Pertumbuhan ekspor buah tropis 25 % (volume) per
tahun(tahun 2009 tumbuh 19.2 %).
g.
Pertumbuhan ekspor biofarmaka dan minyak atsiri 20 %
(volume) per tahun(tahun 2009 tumbuh 12.53 %).
h.
Neraca Perdagangan tumbuh 50 % per tahun.
3) Indikator Keberhasilan (output):
a.
Diplomasi, Misi Dagang, Eksibisi/Promosi dan akselerasi ekspor
produk pertanian di sejumlah negara yang potensial.
b.
Green Campaign produk pertanian.
c.
Promosi Dalam Negeri.
d.
Penghargaan kepada pelaku agroindustri (gapoktan PPHP).
3.4.2.6.
Kegiatan Mendukung Manajemen dan Kepegawaian Direktorat
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Kegiatan dalam rangka mendukung manajemen dan kepegawaian di
Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian adalah:
a.
Pembinaan perencanaan kegiatan pengolahan dan pemasaran
di pusat dan daerah.
b.
Pembinaan monitoring, evaluasi dan pelayanan informasi.
c.
Pembinaan pengelolaan keuangan dan perlengkapan di pusat
dan daerah.
d.
Pengelolaan ketatausahaan, kepegawaian, kehumasan, dan
peraturan perundaang-undangan.
1)
Kegiatan di Pusat dan daerah
Kegiatan di Pusat
a.
Penyusunan Pedoman-pedoman dan Petunjuk Teknis
b.
Sosialisasi Program dan Anggaran PPHP Tahunan
c.
Sosialisasi Pelaporan Keuangan
d.
Sosialisasi Pedoman Umum Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan
PPHP Tahunan
e.
Sosialisasi Pedoman Penyusunan Proposal Kegiatan Daerah.
f.
Evaluasi proposal dan penetapan proposal yang akan dibiayai.
g.
Pertemuan Koordinasi Program dan Penganggaran.
h.
Pertemuan Monev.
i.
Pertemuan dan Koordinasi lainnya.
Kegiatan di Daerah
a.
Menyusun proposal usulan kegiatan.
b.
Melaksanakan kegiatan .
c.
Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan, keuangan, dan barang
inventaris.
d.
Melakukan Monitoring dan evaluasi.
e.
Menghadiri pertemuan-pertemuan koordinasi dll.
2)
Sasaran Kegiatan
a.
Meningkatnya pengelolaan keuangan.
b.
Meningkatnya layanan publik.
c.
Meningkatnya Akuntabilitas Kinerja Instansi.
d.
Meningkatnya perencanaan program/kegiatan dan anggaran.
e.
Meningkatnya pengelolaan kepegawaian, kehumasan dan
peraturan perundang-undangan.
f.
Meningkatnya pelaksanaan Monev, pelaporan dan penyediaan
data informasi.
3) Indikator Keberhasilan (output)
a.
Nilai peta kerawanan penyimpangan.
b.
Nilai LAKIP.
c.
Nilai laporan Keuangan.
BAB IV
PENUTUP
NO PROGRAM/KEGIATAN
PRIORITAS SASARAN INDIKATOR TARGET ALOKASI ANGGARAN BASELINE KEGIATAN
(Milyar Rp)
2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014
7. Program Peningkatan Nilai Tambah,
Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran
dan Ekspor Hasil Pertanian
Meningkatnya usaha pengolahan
dan pemasaran hasil pertanian
berkelanjutan
.
% penurunan kehilangan/kerusakan hasil
tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan
Menurun
0,2 � 5% /thn
Menurun
0,2 � 5% /thn
Menurun
0,2 � 5% /thn
Menurun
0,2 � 5% /thn
Menurun
0,2 � 5% /thn
326,81 431,06 569,03 751,75 993,89
.
% peningkatan produk dan jenis olahan
hasil pertanian yang bermutu untuk
ekspor dan substitusi impor
5%/thn 5%/thn 5%/thn 5%/thn 5%/thn
.
% peningkatan jumlah lembaga
pemasaran petani dan penyerapan pasar
hasil pertanian di pasar domestik
5%/thn 5%/thn 5%/thn 5%/thn 5%/thn
.
% peningkatan ekspor dan surplus neraca
perdagangan hasil pertanian
15%/thn 15%/thn 15%/thn 15%/thn 15%/thn
7.1 Pengembangan penangangan pasca panen
pertanian (Prioritas Nasional dan Bidang)
Meningkatnya penanganan pasca
panen hasil pertanian
.
Jumlah kelompok tani yang menerapkan
penanganan pasca panen sesuai GHP dan
standar mutu
1800 poktan/
gapoktan
1980 poktan/
gapoktan
2178 poktan/
gapoktan
2396 poktan/
gapoktan
2636 poktan/
Gapoktan
5,50 7,21 9,44 12,36 16,20
.
% Peningkatan produksi kakao
fermentasi, karet bokar, mete
10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 16,60 21,75 28,49 37,32 48,89
.
% Peningkatan produksi pakan ternak
berbahan baku lokal
10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 13,20 17,29 22,65 29,67 38,87
7.2 Pengembangan pengolahan hasil pertanian
(Prioritas Nasional dan Bidang) (Prioritas Nasional dan Bidang)
Berkembangnya pengolahan hasil
pertanian yang berkelanjutan pertanian yang berkelanjutan
.
Jumlah usaha pengolahan hasil pertanian
yang bernilai tambah dan berdaya saing yang bernilai tambah dan berdaya saing
1200 unit 1200 unit 1200 unit 1200 unit 1200 unit 111,13 148,91 199,54 267,39
358,30
.
% Peningkatan agroindustri susu segar 10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn
9,50 12,73 17,06 22,86 30,63
.
% Peningkatan produksi tepung cassava
fermentasi
5 %/thn 5 %/thn 5 %/thn 5 %/thn 5 %/thn 4,70 6,30 8,44 11,31 15,15
.
% Peningkatan produksi gula rakyat non
tebu.
10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 0,50 0,67 0,90 1,20 1,61
7.3 Pengembangan mutu dan standardisasi
pertanian (Prioritas Nasional dan Bidang)
Meningkatnya mutu dan keamanan
pangan hasil pertanian
.
Jumlah usaha pasca panen dan
pengolahan yang menerapkan sistem
jaminan mutu.
330 unit
+ 54 unit organik
330 unit
+ 54 unit
organik
330 unit
+ 54 unit organik
330 unit
+ 54 unit
organik
330 unit
+ 54 unit
organik
19,07 25,93 35,27 47,96 65,23
.
Jumlah pengujian mutu alat mesin
pertanian
42 sertifikat 42 sertifikat 42 sertifikat 42 sertifikat 42 sertifikat 3,50 4,76
6,47 8,80 11,97
7.4 Pengembangan pemasaran domestik
(Prioritas Bidang)
Meningkatnya pemasaran hasil
pertanian
.
Jumlah kelembagaan pemasaran bagi
petani
186 pasar 195 pasar 205 pasar 214 pasar 223 pasar 43,48 57,40 75,76 100,01 132,01
.
Jumlah hasil pertanian yang diserap
pasar dalam negeri
0% 2% 3% 4% 5% 12,00 15,84 20,91 27,60 36,43
.
% Peningkatan kerjasama pasar modern
dan tradisional
10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 10 %/thn 2,50 3,30 4,36 5,75 7,59
.
% Peningkatan jaringan informasi harga
antar Kab/Kota
10 %/thn 10 %/thn 100 kab/thn 100 kab/thn 100 kab/thn 6,50 8,58 11,33 14,95 19,73
7.5 Pengembangan pemasaran internasional
(Prioritas Nasional dan Bidang)
Meningkatnya pemasaran
internasional hasil pertanian
Jumlah ekspor dan surplus neraca
perdagangan hasil pertanian
Meningkat 15%
dan meningkat
30%
Meningkat 15%
dan meningkat
30%
Meningkat 15%
dan meningkat
30%
Meningkat 15%
dan meningkat
30%
Meningkat 15%
dan meningkat
30%
33,46 44,84 60,09 80,52 107,89
7.6 Dukungan manajemen dan dukungan teknis
lainnya pada Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Meningkatnya manajemen
pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian
.
Nilai peta kerawan penyimpangan Putih Putih Putih Putih Putih 3,76 4,62 5,69 6,99
8,60
.
Nilai laporan akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP)
Gold Gold Gold Gold Gold
.
Nilai laporan keuangan WTP WTP WTP WTP WTP
.
Nilai layanan publik Meningkat 25% Meningkat 25% Meningkat 25% Meningkat 25%
Meningkat 25%
.
Perencanaan, Keuangan dan
kepegawaian kepegawaian
peningkatan
kualitas SDM & kualitas SDM &
manajemen
peningkatan
kualitas SDM & kualitas SDM &
manajemen
peningkatan
kualitas SDM & kualitas SDM &
manajemen
peningkatan
kualitas SDM & kualitas SDM &
manajemen
peningkatan
kualitas SDM & kualitas SDM &
manajemen
41,41 50,93 62,64 77,05 94,77
TOTAL = Rp.6145.07 Milyar (Rp.6,14507 Trilyun) 653,61 862,11 1138,06 1503,50
1987,78