Proses industrialisasi komoditas kopi yaitu dengan cara bahan baku yang ada
harus diolah terlebih dahulu dengan cara pengolahan yang baik melalui pabrik dengan
system pemasaran (menyangkut strategi pemasaran) yang bagus sehingga dapat
memberikan nilai tambah terhadap komoditas kopi dari Temangggung. Oleh karena itu
perlu adanya perusahaan atau pabrik yang harus mengolah bahan baku kopi menjadi
suatu produk yang sudah melalui proses industrialisasi agar dapat memberikan nilai
tambah pada komoditas kopi tersebut.
Gambar 2. Hasil Industrialisasi Komoditas Kopi
Berdasarkan rantai distribusi tembakau saat ini dari petani hingga masuk ke
pabrik, mengindikasikan bahwa rantai tersebut tidak effisien dan terlalu panjang
sehingga perlu dilakukan pemotongan rantai distribusi yang mempermudah akses petani
untuk lebih dekat dengan pabrik agar harga jual dari komoditas tembakau tersebut akan
semakin besar. Hal ini karena komoditas tembakau merupakan komoditas unggulan di
Kabupaten Temanggung yang memiliki multiplayer effect besar. Kegiatan industri yang
merupakan kegiatan turunan dari pengolahan tembakau yaitu berupa kegiatan industri
perajangan dan pengeringan tembakau. Selain itu juga industri kerajinan anyaman
keranjang tembakau yang berfungsi sebagai wadah dan tempat pengeringan tembakau.
Kegiatan industri tersebut termasuk kedalam kategori industri hulu pengolahan
tembakau. Artinya kegiatan industri pengolahan tembakau yang mendominasi di
Kabupaten Temanggung masih dalam kategori industri yang sederhana belum
berteknologi tinggi. Banyaknya industri yang bersifat hulu ini juga menandakan bahwa
kualitas industrial sumberdaya manusia di Temanggung masih cukup rendah.
Untuk mewujudkan suatu kawasan agroindustri di Kabupaten Temanggung yang
harus dipertimbangkan adalah lokasi untuk pengembangan kawasan agroindustri dalam
hal ini untuk komoditas kopi dan tembakau. Hal ini mengacu pada teori lokasi oleh
Webber dimana dalam menentukan kawasan agroindustri ada 3 hal yang harus
diperhatikan yaitu terkait ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, dan aksesibilitas.
Berdasarkan analisis studio lokasi untuk pengembangan kawasan agroindustri untuk
komoditas kopi dan tembakau yaitu di Kecamatan Candiroto. Hal ini berdasarkan
beberapa pertimbangan yaitu:
a. Produktivitas bahan baku di daerah tersebut sangat tinggi dan didukung oleh
ketersediaan lahan pertanian yang sangat luas serta dari segi kesesuaian lahan sangat
cocok untuk perkebunan kopi dan tembakau.
b. Letaknya yang strategis karena dikelilingi oleh kecamatan-kecamatan penghasil
bahan baku untuk komoditas kopi dan tembakau seperti kecamatan Tretep,
Wonoboyo, Jumo, dan Gemawang serta didukung oleh keberadaan pasar yang
mempermudah dalam hal pemasaran.
c. Aksesibilitas dapat memacu proses interasi antar wilayah sampai ke daerah yang
paling terpencil sehingga tercipta pemerataan pembangunan. Semakin kecil biaya
transportasi antara lokasi bahan baku menuju pabrik dan lokasi pemasaran maka total
cost-nya juga semakin kecil. Zona agroindustri di Kecamatan Candiroto memiliki
lokasi yang aksesibel, artinya lokasi industri tersebut dapat dijangkau oleh sarana
transportasi dan memiliki jaringan jalan yang memadai. Hal ini didukung dengan
adanya jaringan jalan yang berstatus jalan Provinsi.
d. Terdapat subterminal yang dapat mempermudah pengangkutan hasil produk olahan
untuk komoditas kopi dan tembakau baik untuk pemasaran dalam wilayah
Kabupaten Temanggung maupun ke luar Kabupaten Temanggung.
e. Penduduk yang tinggal di kecamatan Candiroto sebagian besar bekerja di bidang
pertanian.
Prasarana ekonomi yang dikembangkan berupa pasar, pasar agro, dan jasa
sosial - ekonomi skala kecamatan, seperti jasa koperasi simpan pinjam, pegadaian,
penginapan (motel, losmen), industri kecil dan menengah.
Berikut akan disajikan kerangka kerja logis untuk pengembangan ekonomi lokal
melalui optimalisasi potensi lahan. Adapun pelaksanaan program dan kegiatan
dilakukan pada kecamatan-kecamatan yang menjadi prioritas pada tahun
pertama, yaitu :
Program yang diusulkan dalam rangka memperbaiki sistem usaha tani kayu
albasiah meliputi beberapa tahapan yaitu :
g. Pengembangan Kelembagaan
i. Pengembangan Kelembagaan
Kebun bibit desa (KBD) dibuat terbatas (3 lokasi) pada beberapa desa yaitu
desa Pingit, Desa . Pemilihan lokasi ini didasarkan pada jumlah luas lahan
hutan rakyat yang lebih dari 1.000 ha.
Percontohan pembibitan kayu meskipun sudah pernah dilakukan di
beberapa lokasi desa, namun masih perlu dilanjutkan terutama di daerah-
daerah yang jauh dari pusat pembibitan. Melalui perbaikan kualitas dan
kuantitas bibit diharapkan para petani memperoleh kualitas bibit yang baik
serta relatif lebih murah dan mudah mendapatkannya. Selain itu juga para
petani diharapkan dapat lebih terampil dalam penyediaan bibit dan tidak
selalu tergantung kepada pihak lain/daerah lain. Kegiatan percontohan ini
juga diharapkan dapat ditiru oleh masyarakat sekitarnya sehingga kendala
ketersediaan bibit di lokasi tidak menjadi masalah lagi. Jumlah unit kegiatan
ini dapat diperluas seandainya pendanaan memungkinkan .
j. Pemberdayaan koperasi hutan rakyat.
Koperasi atau badan usaha tertentu harus dibuat dengan tujuan untuk
melakukan upaya terobosan baru dalam sistim tata niaga perkayuan yang
ada saat ini. Koperasi tersebut harus menjadi pelopor dalam
mengembangkan kreasi variasi produk yang disesuaikan dengan permintaan
pasar. Dengan semangat kebersamaan dalam sebuah wadah koperasi ini
diharapkan para petani yang tergabung dalam anggota koperasi selain lebih
memiliki kekuatan dalam aspek daya tawar produk, juga dapat
mengantisipasi munculnya sistim penjualan dengan cara borong kebun atau
sistim ijon. Kekuatan lainnya yang dapat diharapkan dari koperasi ini adalah
dapat menjadi lembaga keuangan yang dapat membantu petani dalam
kesulitan dana sementara atau untuk permodalan terbatas.
e. Jalannya kegiatan.
f. Penggunaan input.
g. Hasil akibat kegiatan yang dilaksanakan (output).
h. Faktor luar atau kendala yang mempengaruhinya.
Evaluasi kegiatan program pengembangan agroindustri kayu sengon
adalah proses pengamatan dan analisis data dan fakta yang pelaksanaanya
dilakukan menurut kepentingannya mulai dari penyusunan rencana program,
pelaksanaan program dan pengembangan program pengelolaan kayu
sengon. Hasil evaluasi pada pengembangan program akan berguna sebagai
masukan bagi penyusunan rencana program dan pengambilan keputusan
pada tahapan berikutnya. Untuk memproleh data dan informasi yang dapat
memberikan gambaran menyeluruh mengenai perkembangan program
pengelolaan kayu sengon, maka diperlukan kegiatan monitaroring dan
evaluasi yang ditekankan pada aspek : 1) SDM, 2) Sarana produksi, 3)
Pemodelan dan 4) Pengembangan kelembagaan.
Penjualan kayu dalam bentuk olahan dapat meningkatkan nilai jual petani,
terutama jika melalui kelompok atau koperasi membangun sistim pemasaran
yang dapat memberi kekuatan daya tawar petani sehingga kecenderungan
terbentuknya pasar oligopsoni dapat dihilangkan.
Saran 1. Perlu adanya kerjasama antara pengusaha kopi bubuk dan petani kopi
dalam upaya kontinuitas bahan baku, penanganan pasca panen (kualitas bahan baku),
pengeringan kopi dan proses grading atau sortasi agar dapat meningkatkan nilai tambah
dan keuntungan pengusaha kopi bubuk. 2. Guna meningkatkan kemampuan pengusaha
dalam aspek manajemen produksi, sumberdaya manusia, keuangan, pasar dan
pemasaran, dibutuhkan kelembagaan yang manaungi agroindustri yang nantinya
difasilitasi oleh pemerintah dengan bekerjasama antara lembaga keuangan dan juga
perguruan tinggi.
No Target
1. Pengembangan Kelembagaan
a. Terjadi proses pengolahan pasca panen kopi yang mampu menghasilkan biji
kopi grade A.
Terbentuk klaster kopi yang saling tekait. b. Terjadi kerjasama keterkaitan antar
industri besar, menengah dan kecil
Masalah yang dihadapi oleh kopi Indonesia meliputi aspek bahan baku. produksi.
pemasaran dan infrastruktur. Masalah-masalah tersebut antara lain adalah:
Bahan Baku Masalah yang dihadapi pada aspek bahan baku meliputi: Komposisi
jenis tanaman dan produksi kopi di Indonesia tidak seimbang. Produksi kopi Robusta
jauh lebih besar (83 %) dibanding kopi Arabika (17 %). sedangkan permintaan pasar
dunia lebih menyukai kopi Arabika. Kurangnya pengetahuan penanganan panen dan
pasca panen oleh petani sehingga mutu biji kopi masih rendah. baik sebagai bahan
baku pada industri pengolahan kopi maupun untuk ekspor. Jaminan pasokan bahan
baku kopi masih rendah baik dalam hal jumlah. mutu maupun kontinuitas.
dengan penerapan kultur teknis yang belum sesuai dengan teknologi anjuran.
Terbatasnya fasilitas produksi dan pengolahan biji kopi (misalnya mesin/peralatan:
pengering. pengupas dan sortasi). utamanya di tingkat usaha industri skala kecil dan
menegah. Terbatasnya penguasaan teknologi proses pada tahap roasting.
Penerapan Good Manufactural Practices dan ISO yang masih rendah sehingga mutu
produk kopi yang dihasilkan juga rendah. Kurangnya kemampuan melakukan inovasi
dan diversifikasi produk sesuai dengan permintaan pasar domestik maupun
internasional.
Indonesia mempunyai peluang besar dan prospek yang sangat baik untuk
mengembangkan kopi bila ditinjau dari konsumsi domestik dan pasar ekspor.
Permintaan kopi dunia cukup besar dan menunjukkan trend yang terus meningkat.
Data dari International Coffee Organization menunjukkan bahwa trend peningkatan
konsumsi kopi dunia terjadi sejak tahun 2010 dengan jumlah peningkatan rata-rata
sebesar 2.5%/tahun. Pada tahun 2020. diperkirakan
kebutuhan kopi dunia akan mencapai 10.3 juta ton (ICO. 2013). Pangsa ekspor kopi
Indonesia di pasar internasional masih tergolong rendah. rata-rata baru mencapai 6%.
Sebagai contoh. pada tahun 2009 ekspor kopi dunia mencapai jumlah 5.682 ribu ton.
sementara ekspor Indonesia hanya sebesar 342 ribu ton. Dibanding potensinya.
pangsa ekspor ini masih terlalu rendah sehingga Indonesia mempunyai peluang besar
untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor kopi di pasar internasional. Sebagai negara
tropis. Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan industri kopi dengan aroma
dan citarasa khas yang mampu menjadi brand image sesuai dengan indikasi geografis.
Dari sudut persaingan pasar internasional. brand image ini akan menjadi daya tarik
tersendiri bagi konsumen. Disamping itu. berkembangnya konsumen kelas menengah
atas di Indonesia sesuai dengan tumbuhnya perkenomian nasional telah menjadi
faktor pendorong meningkatnya konsumsi kopi di pasar domestik. 1. Kopi Arabika
Kopi arabika Indonesia dewasa ini banyak menjadi kopi spesialti yang merupakan jenis
kopi dengan citarasa terbaik. memiliki aroma yang bersifat khas karena itu memiliki
pasar yang khusus. Potensi pengembangannya untuk Indonesia masih sangat terbuka
sebab pangsa pasar kopi spesialti masih terbuka. terutama dengan bergesernya
konsumen kopi biasa ke kopi spesialti di negara-negara konsumen seperti Amerika
Serikat. Beberapa jenis kopi arabika Indonesia tercatat sebagai kopi spesialty single
origin Indonesia yang mempunyai reputasi di pasar internasional karena mutu dan
citarasanya antara lain adalah: Mandailing dan Lintong Coffee (Sumatera Utara)
Gayo Mountain Coffee (Aceh) Java Arabica Coffee (Jawa Timur) Bali-Kintamani
Coffee (Bali) Toraja dan Kalosi Coffee (Sulawesi Selatan) Flores-Bajawa Coffee (NTT)
Baliem Coffee (Papua) Luwak Arabica Coffee 2. Kopi Robusta Sebagian besar areal.
produksi dan ekspor kopi Indonesia adalah jenis kopi robusta yang memang menjadi
bagian terbesar pangsa pasar kopi Indonesia di pasar internasional. Walaupun 108
SIRINOV, Vol 1, No 3, Desember 2013 ( Hal : 99 110)
kopi ini ditemukan hampir di semua wilayah Indonesia. tetapi sentra utama kopi
robusta berada di tiga provinsi saja. yaitu Lampung. Sumatera Selatan dan Bengkulu.
Tiga provinsi ini dikenal sebagai golden triangle atau kawasan segitiga emas kopi
robusta Indonesia. sebab lebih dari 50% kopi robusta yang diekspor ke pasar
internasional berasal dari tiga wilayah ini. Karena areal tanaman kopi robusta sangat
mendominasi pertanaman kopi nasional. maka kopi robusta memiliki nilai strategis
untuk pemberdayaan ekonomi rakyat di pedesaan. Beberapa ciri khas kopi robusta
adalah sifatnya yang sangat mudah dibudidayakan oleh petani. memiliki gangguan
hama penyakit relatif lebih sedikit. dapat ditanam di bawah tanaman penaung
produktif lainnya. pengolahan mudah dilakukan dan biji kopi sangat mudah disimpan.
Oleh karena itu kopi robusta diusahakan hampir oleh seluruh petani kopi di Indonesia.
2. Peningkatan Ekspor dan Nilai Tambah Kopi. Kebijakan ini dimaksudkan agar ekspor
kopi Indonesia tidak lagi berupa bahan mentah (green bean). tapi dalam bentuk hasil
olahan dengan mutu yang dikehendaki konsumen. sehingga akan diperoleh nilai
tambah di dalam negeri.
2. Jangka Panjang (2015 2025) a. Meningkatnya produksi biji kopi Arabica dari 7%
menjadi 15% terhadap kopi robusta b. Meningkatnya kemampuan industri pengolahan
kopi yang berorientasi ekspor. sehingga ekspor naik dari USD 9.0 juta (2006) menjadi
USD 24.20 juta tahun 2025 c. Terbangunnya citra merk kopi Indonesia sesuai indikasi
geografis SIRINOV, Vol
(Kintamani Coffee. Toraja Coffee. Lintong Coffee. Lampung Coffee) di pasar global
(lanjutan) d. Berkembangnya industri pengolahan kopi dari 77 tahun 2010 menjadi 90
unit tahun 2025 e. Berdirinya industri kopi non pangan/industri farmasi. sebanyak 4
(empat) unit sampai dengan tahun 2025. f. Meningkatnya jumlah biji kopi yang diolah
di dalam negeri dari 36% menjadi 40%. g. Menurunnya tarif bea masuk komoditi kopi
Indonesia di Uni Eropa dari 3.4 persen menjadi 0%.
4. Kelembagaan usaha
Kelembagaan usaha dalam skala baik permodalan maupun jumlah tenaga kerja tidak
memerlukan manajemen usaha yang rumit dan dapat dikerjakan dalam lingkungan
keluarga, kelembagaan ini juga bersifat informal, dalam pemahamannya tidak
memerlukan perijinan yang terlalu rumit namun tetap dapat dipertanggung jawabkan.
5. Sistem pendampingan
Sistem pendampingan dalam pemberdayaan usaha ekonomi keluarga dilakukan terus
menerus yang meliputi bidang keterampilan usaha, manajemen keuangan lembaga
usaha, proses produksi, pemasaran, pemberian informasi pasar.
6. Jaringan pasar
Jaringan pasar dibentuk oleh para pendamping atau kelompok- kelompok yang ada di
lokasi sasaran. Jaringan pasar dibentuk berdasarkan komponen usaha yang saling
melengkapi, hasil-hasil produksi yang serius, pangsa pasar yang ada di tingkat atau
antara daerah, dan hasil produksi dari keseluruhan lembaga usaha yang ada.
4. Pelatihan
Berbagai pelatihan untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat
yang diperlukan meliputi :
1) Pelatihan keterampilan usaha/kewirausahaan
2) Pelatihan manajemen sederhana
3) Pelatihan manajemen usaha
4) Pelatihan keterampilan pemasaran
5. Teknologi sederhana
Teknologi yang diperkenalkan harus sesuai dengan kebutuhan usaha yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
6) Mudah dioperasikan oleh masyarakat
7) Biaya operasional dan pemeliharaannya rendah
8) Suku cadangnya mudah diperoleh
9) Mampu meningkatkan mutu dan jumlah produksi