BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinerja usaha didefinisikan sebagai hasil kerja yang dicapai oleh individu
atau kelompok dalam suatu perusahaan selama jangka waktu tertentu, dari tujuan
organisasi yang telah ditetapkan (Ratnawati, 2020). Menurut pandangan Eniola &
perusahaan selama periode tertentu. Kinerja mencakup berbagai arti, antara lain
dimilikinya.
mana tujuan dan strategi perusahaan tercapai (Adomako et al., 2016), dengan
memperbaiki proses bisnis yang belum optimal, serta meningkatkan efisiensi dan
pengukuran kinerja usaha dilakukan baik dalam aspek financial maupun non-
financial. Selain itu, pengukuran kinerja juga dapat memberikan informasi yang
khususnya bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) (KMMCB et al.,
sebagian besar bisnis di seluruh dunia dan merupakan kontributor penting bagi
al., 2018). Pelaku UMKM mewakili sekitar 90% bisnis dan lebih dari 50% pekerjaan
di seluruh dunia (World Bank, 2022). UMKM formal berkontribusi hingga 40% dari
bahwa lebih dari 95% bisnis di wilayah OECD adalah UMKM (Agyapong & Attram,
2019). World Bank (2020) menunjukan bahwa 600 juta pekerjaan akan dibutuhkan
kerja UMKM di Indonesia merupakan yang paling besar di ASEAN yakni mencapai
99% dari keseluruhan unit usaha. Negara seperti Malaysia, Thailand dan
Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada tahun 2021, menunjukan
jumlah pelaku UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,07% atau Rp8.573,89 triliun. UMKM
mampu menyerap 97% dari total angkatan kerja dan mampu menghimpun hingga
60,4% dari total investasi di Indonesia. Perkembangan ekonomi yang pesat dan
profitabilitas yang lebih tinggi memberikan peluang bagi UMKM untuk menjadi
lebih kompetitif baik di pasar domestik maupun global (Ye & Kulathunga, 2019).
3
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (2015-2019)
2015 sampai dengan 2019. Data Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah pada tahun 2015 menunjukan jumlah UMKM yang ada di Indonesia
berjumlah 59,3 juta, pada tahun 2016 jumlah pelaku UMKM di Indonesia sebesar
61,7 juta, pada tahun 2017 sejumlah 62,9 juta, pada tahun 2018 sejumlah 64,2 juta
dan pada tahun 2019 sejumlah 65,5 juta pelaku usaha. Data tersebut dapat
peningkatan setiap tahun. Namun dengan adanya pandemi pada tahun 2020
mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah UMKM sebesar 61,8 juta, dan pada
tahun 2021 jumlah mengalami peningkatan menjadi 64,2 juta pelaku usaha.
pesat dan memiliki potensi ekonomi yang besar. Data Dinas Koperasi dan UKM
Jawa Timur, pada tahun 2022 menunjukan jumlah UMKM Kota Kediri berjumlah
45.629 (Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Timur, 2023). Data Badan Pusat
Kota Kediri pada tahun 2022 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 152,79 triliun, atau naik
3,95% dari periode tahun 2021 (Badan Pusat Statistik Kota Kediri, 2023). Kota
4
Kediri juga merupakan kota dengan potensi ekonomi yang besar dikarenakan
ekonomi yang besar bagi Kota Kediri dengan menyumbang 123,81 triliun dari total
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (BPS Kota Kediri, 2022). Industri
pengolahan ini termasuk produk yang dihasilkan dari olahan pertanian maupun
pengolahan tahu dipilih karena tahu merupakan produk unggulan yang ada di Kota
Kediri. Berbagai olahan seperti, tahu taqwa, tahu kuning, tahu pong, stik tahu, tahu
walik, dan tahu coklat. Salah satu produk olahan tahu yang menjadi ciri khas Kota
Kediri adalah tahu taqwa. Tahu taqwa merupakan produk berbahan dasar kedelai
taqwa dalam proses penggumpalan atau perebusan dilakukan selama 5 jam dan
ditambahkan kunyit, hal ini yang menjadikan tahu taqwa berbeda dengan tahu
putih.
Sejarah produk olahan tahu dimulai di Kediri sudah ada sejak migrasi
masal masyarakat China pada abad ke-20. Ribuan orang datang dan bermukim
pendiri pertama produk olahan tahu di Kota Kediri adalah Lauw Soen Hoek, atau
yang dikenal dengan nama “Bah Kacung” pada tahun 1912, dan seiring
serta Tinalan, sehingga menjadikan lokasi tersebut sebagai sentra produksi tahu
atau “Kampung Tahu”. Industri pengolahan merupakan salah satu sektor yang
dipilih karena tahu merupakan makan pokok dan sebagai sumber protein nabati
utama yang ada di Indonesia, dan merupakan produk unggulan yang ada di Kota
Kediri.
membuktikan bahwa kinerja usaha yang kuat bagi pelaku UMKM sangat
dibutuhkan untuk membangun sektor industri yang solid dan perekonomian yang
Akan tetapi, dalam kenyataanya masih banyak usaha yang tidak mampu
bertahan karena memiliki kinerja yang buruk. Fenomena yang terjadi menunjukan
bahwa tingkat kegagalan UMKM di Indonesia masih tingggi, 50% sampai 60%
2020 tercatat 30 Juta UMKM gulung tikar akibat pandemi Covid-19 atau setara
48% dari jumlah UMKM. Sedangkan hasil survei Bank Indonesia pada Maret 2021,
sebanyak 87,5% UMKM terdampak akibat pandemi dan 93,3% pelaku usaha
dilakukan oleh Pemerintah Kota Kediri, hal ini berdampak pada turunya omset
penjualan pada industri pengolahan tahu Kota Kediri. Terjadinya kenaiakan harga
kedelai pada tahun 2022 dari Rp.9000 menjadi Rp. 11.200 membuat dilema pelaku
UMKM, kondisi ini diakibatkan karena sumber pemenuhan bahan baku masih
6
diimport. Kondisi keuntungan yang tipis, ditambah dengan kenaikan harga ini
stabilitas kinerjanya.
mencakup program bantuan modal usaha seperti Bantuan Produktif Usaha Mikro
(BPUM) dan Bantuan Tunai Pedagang Kaki Lima, Warung dan Nelayan
kepada koperasi melalui LPDB KUMKM, Pajak Penghasilan Final (PPh) UMKM
Undang Cipta Kerja dibuat agar bisa memberikan perlindungan dan kemudahan
akses perizinan melalui Fasilitas Online Single Submission (OSS), rantai pasok,
46,6 juta atau 77,6% pelaku UMKM belum mampu mengakses pemodalan melalui
legalitas Usaha hanya 3,7 Juta atau 5,8% dari 64 juta pelaku yang memiliki Nomor
Induk Berusaha (NIB), hal ini berakibat pada rendahnya pengurusan sertifikat halal
dan Standar Nasional Indonesia (SNI) (Menkop UMK,2022). UMKM yang telah
beradaptasi dengan teknologi jumlahnya masih 20,6 Juta atau sekitar 32% dari
7
dalam operasional bisnis (Kementerian Koperasi dan UMKM, 2021). Hal ini
2021). Menurut KMMCB et al., (2019); Agyapong & Attram (2019), Buchdadi et al.,
produk perbankan, dan rendahnya sikap risiko keuangan masih diakui sebagai
kendala utama bagi UMKM. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
Menurut Kojo Oseifuah, (2010) literasi keuangan yang dimiliki oleh seorang
mereka. Pengusaha yang ingin tumbuh perlu merasa percaya diri dengan
untuk mengakses berbagai sumber penyediaa layanan keuangan (Kotze & Smit,
2008). Wise, (2013) memberikan tambahan bahwa literasi keuangan lebih dari
UMKM, stabilitas ekonomi dan keuangan masyrakat (Mabula & Ping, 2018b).
dan individu tentang berbagai sumber inisiatif pembiayaan (A. A. Eniola &
(SNLKI) 2021-2025, yang disusun berdasarkan tiga pilar, yaitu cakap keuangan,
sikap dan perilaku keuangan yang bijak, dan akses keuangan (OJK, 2022). Hal itu
menunjukan bahwa hanya 3,5 miliar orang teliterasi secara keuangan atau hanya
sekitar 33% dari populasi orang diseluruh dunia. Sementara berdasarkan survei
yang sama yang dapat dilihat pada gambar 1.2 tingkat literasi keuangan di negara
Brazil, India, Afrika Selatan dan China masih menunjukan tingkat literasi keuangan
dibawah 40%. Asia Selatan adalah kawasan dengan tingkat literasi keuangan
terendah, di mana hanya seperempat yang telah teliterasi keuangan secara baik.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan yang dilakukan OJK pada
sikap dan perilaku. Jika melihat data lebih jauh, sebelumnya di tahun 2019 posisi
tingkat literasi keuangan adalah 38,08% dan dari posisi tahun 2016 sebesar
29,70%. Hal ini menunjukan bahwa program peningkatan literasi keuangan yang
dimiliki oleh masyarakat termasuk pelaku UMKM masih belum mencapai 50%
usaha.
10
keputusan keuangan yang tepat (Marriott & Mellett, 1996). Chen & Volpe, (1998)
investasi, dan membeli asuransi (KMMCB et al., 2019). Perusahaan yang paham
bahan baku secara tepat waktu, produksi, biaya tetap dan variabel, serta
untuk membuat penilaian yang tepat dan mengambil keputusan yang efektif
UMKM telah banyak teori yang digunakan, salah satunya adalah pendekatan
resource-based theory (A. A. Eniola & Entebang, 2015b, 2015a, 2017; A. Eniola &
Ektebang, 2014; Adomako et al., 2016; Agyei, 2018; Ye & Kulathunga, 2019;
KMMCB et al., 2019; Agyapong & Attram, 2019; Yakob et al., 2021). Resource-
usaha bergantung pada sumber daya berwujud dan tidak berwujud yang dimiliki
dan layanannya. Oleh karena itu, organisasi yang kaya akan sumber daya
pesaing mereka. Pengetahuan dapat dianggap sebagai sumber daya vital yang
sulit untuk ditiru atau ditransmisikan dalam bisnis. Literasi keuangan dipandang
keuntungan dari peluang yang disajikan oleh perubahan tersebut. Oleh karena itu,
1991; Robert M. Grant, 1996; dan Ye & Kulathunga, 2019). Dalam penelitian Aisjah
et al., (2023) juga menunjukan bahwa penciptaan pengetahuan dan adopsi akan
UMKM, alasan mengapa pelaku bisnis membuat keputusan keuangan yang tidak
tepat, tidak memadai dan tidak efektif adalah karena kurangnya pengetahuan
semakin baik dan pada akhirnya mampu meningkatkan kinerja UMKM (A. A. Eniola
hubungan antara literasi keuangan dan kinerja UMKM. Dahmen & Rodríguez,
dalam bisnis, ekonomi, dan keuangan. Keputusan keuangan yang diambil akan
menciptakan solusi yang inovatif dan efektif untuk peningkatan dan keberlanjutan
kinerja bisnis. Sebuah studi yang dilakukan pada bisnis Soapstone di Kenya
kinerja keuangan bisnis (Salome & Memba, 2014). Dalam penelitian A. A. Eniola
& Entebang, (2017) yang dilakukan pada 3 negara bagian yang ada Nigeria
penelitian yang menunjukan tidak ada pengaruh signifikan antara literasi keuangan
terhadap kinerja UMKM, Olawale & Garwe, (2010), dalam penelitiannya yang
mengkaji pertumbuhan UMKM di Afrika yang dilihat dari faktor internal dan
terhadap pertumbuhan dan kinerja UMKM, serta penelitian yang dilakukan oleh
Kaban & Safitry, (2020) juga menunjukan hubungan yang negatif dan signifikan.
UMKM dengan mediasi akses keuangan dan sikap risiko keuangan, sedangkan
dalam penelitian ini peneliti melihat bahwa sebelum menuju keberlanjutan kinerja,
pengaruh literasi keuangan terhadap kinerja UMKM dapat dilihat ketika pelaku
usaha memiliki pemahaman yang baik tentang konsep dan prinsip keuangan,
keuangan secara bijaksana. Hal ini membantu pelaku usaha dalam mengakses
sumber daya keuangan seperti modal pinjaman, investasi, dan modal ventura,
dimana akses keuangan yang baik akan mendorong modal kerja, mendorong
inovasi yang lebih kuat yang mampu meningkatan kinerja UMKM. Peran mediasi
UMKM, pemahaman tingkat literasi keuangan yang baik mampu digunakan oleh
yang baik mampu membentuk proses kognitif dan intuitif dalam pengambilan risiko
mengevaluasi potensi risiko yang mungkin terjadi dalam usaha hal ini dapat
askes keuangan dan sikap risiko keuangan dalam memediasi hubungan antara
berbagai layanan keuangan (Kumar et al., 2005; Adomako et al., 2016; Ye &
pembayaran atau asuransi. Perusahaan memiliki akses keuangan yang baik jika
merupakan penentu penting kinerja UMKM karena memberi mereka modal kerja,
sumber daya yang jika dikelola secara efektif mampu mengurangi asimetri
utama bagi UMKM (Ye & Kulathunga, 2019). Menurut data dari Asosiasi Fintech
Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), sekitar 46,6 juta dari total 64 juta UMKM
pasar keuangan yang kurang berkembang dan instrumen keuangan yang lemah
menyebabkan alokasi sumber keuangan yang buruk bagi UMKM. Buchdadi et al.,
keuangan karena proporsi pengelola UMKM yang tidak mengenal produk bank
lebih dari 30%. Sebagian besar UMKM dimulai dengan sumber daya keuangan
pribadi dan seringkali berasal dari anggota keluarga, kerabat, dan teman.
(Ahlstrom et al., 2018) membuktkan bahwa lebih sulit bagi UMKM untuk
mengakses sumber keuangan, seperti bank, pasar modal atau pemasok kredit
agunan, umur usaha, industri, jenis usaha, umur pemilik atau pengelola, ukuran
untuk menambah modal usaha, ini bertujuan untuk menjaga stabilitas dan
kelangsungan bisnis dalam lingkungan bisnis yang sangat kompetitif. Ini juga
potensi yang besar, sehingga perlu dukungan permodalan dan pembinaan untuk
porsi kredit UMKM yang diatur dalam PBI Nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio
keuangan berpengaruh terhadap kinerja UMKM (Nunoo & Andoh, 2012; Sabana,
2014; Adomako et al., 2016; Dewi et al., 2018; KMMCB et al., 2019; Buchdadi et
al., 2020; Khajar & Ghoniyah, 2022). Sabana, (2014). Penelitian yang dilakukan
UMKM Ghana dan menemukan bahwa pengusaha terdidik secara finansial lebih
meningkatkan kinerja bisnis mereka. Selain itu, penelitian yang dilakukan Sabana,
akses ke layanan keuangan UMKM di Kenya dan juga menemukan bahwa literasi
keuangan yang rendah bagi pelaku bisnis akan menghambat akses ke layanan
keuangan. Oleh karena itu, literasi keuangan dapat mempengaruhi kinerja UMKM
Penelitian ini juga mengangkat variabel sikap risiko keuangan (financial risk
UMKM. Konteks risiko dalam financial risk attitude mengacu pada suatu kondisi
yang terjadi dengan probabilitas yang diketahui akibat dari pemilihan alternatif
berisiko dalam usaha dengan hasil yang tidak diketahui. Dengan kata lain, sikap
komitmen sumber daya yang besar dan berisiko. Perusahaan yang menghindari
risiko akan menerima pengembalian yang rendah sebagai ganti dari eksposur
risiko yang lebih sedikit, sementara pengusaha yang bersedia mengambil risiko
Lebih lanjut Wati et al., (2021) menjelaskan bahwa financial risk attitude dapat
yang berisiko atau menghindari risiko dalam kemungkinan hasil dan ketidakpastian
situasi. Cacciotti & Hayton, (2015) mencatat bahwa sikap risiko keuangan
menerima lebih banyak risiko daripada yang lain dan beberapa dapat mengelola
risiko lebih baik daripada yang lain; sikap risiko keuangan dan pengelolaan risiko
sikap risiko keuangan dapat dijelaskan oleh dual process theory. Dual process
theory berpendapat bahwa pikiran dipengaruhi oleh proses kognitif dan intuisi.
Intuisi adalah pandangan, penilaian, pemahaman atau keyakinan yang tidak dapat
diverifikasi secara empiris atau dibenarkan secara rasional. Individu yang sangat
bergantung pada intuisi bersedia menggunakan jalan pintas mental dan dengan
demikian pikiran mereka sangat dipengaruhi oleh emosi mereka (Chan & Park,
2013). Proses kognitif meliputi proses mental yang terlibat dalam memperoleh,
keputusan. (Chan & Park, 2013). Prevalensi relatif pola berpikir kognitif dan intuitif
terhadap sikap risiko keuangan (Gustafsson & Omark, 2015; KMMCB et al., 2019;
(KMMCB et al., 2019) Ye & Kulathunga, 2019; Buchdadi et al., 2020). Misalnya,
Hallahan et al. (2004) menemukan hubungan antara literasi keuangan dan tingkat
pendidikan dengan sikap risiko. risiko. Lebih lanjut, Gustafsson & Omark, (2015)
menemukan hubungan positif antara literasi keuangan dan sikap risiko. Selain itu,
van Rooij et al., (2011) meneliti pengaruh literasi keuangan terhadap keputusan
sikap yang relevan dalam menghadapi risiko dan tantangan keuangan (KMMCB
et al., 2019). Hal ini membuktikan bahwa literasi keuangan berpengaruh terhadap
sikap risiko keuangan (Gustafsson & Omark, 2015; KMMCB et al., 2019; Ye &
memotivasi peneliti untuk mengkaji akses keuangan dan sikap risiko keuangan
yang mungkin terjadi sehingga diapandang penilaian kinerja UMKM menjadi hal
yang penting untuk diteliti. Serta dengan masih adanya kesenjangan baik secara
empiris dan teoritis dari penelitian yang sudah dilakukan, sehingga peneliti
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) industry pengolahan tahu Kota Kediri
dari aspek literasi keuangan dengan mediasi akses keuangan dan sikap risiko
usaha
keuangan
keuangan
usaha
literasi keuangan terhadap kinerja UMKM dengan mediasi akses keuangan dan