Anda di halaman 1dari 79

PENGARUH LITERASI KEUANGAN DAN INKLUSI KEUANGAN

TERHADAP KINERJA UMKM


DI KOTA DEPOK

USULAN PENELITIAN TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat


Mengikuti Sidang
Seminar Usulan Penelitian Tesis

Oleh :
GIYATRI MARSENTA
1211211087

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SANGGA BUANA YPKP
BANDUNG
2023
HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH LITERASI KEUANGAN DAN INKLUSI KEUANGAN

TERHADAP KINERJA UMKM DI KOTA DEPOK

Oleh:

GIYATRI MARSENTA

1211211087

Disetujui Setelah Diperbaiki Untuk Ditetapkan Sebagai Usulan Penelitian

Tesis

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Kosasih, M.M Dr. Fitriana, S.E., M.Si., Akt

Ketua Program Studi,

Dr. Kosasih, M.M


KATA PENGANTAR
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era globalisasi seperti sekarang ini, perdagangan merupakan salah satu

hal yang harus dilakukan oleh suatu Negara untuk memajukan perekonomian

Negara itu sendiri, baik perdagangan secara mikro, kecil maupun menengah

(UMKM). Pengertian UMKM dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008

merupakan perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelolah seseorang atau dimiliki

oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu.

UMKM memiliki peran penting untuk pembangunan ekonomi dan mendorong

pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan keberadaan sektor UMKM membuat

lapangan pekerjaan sehingga dapat menyerap penggangguran (Dewi, 2018).

Sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memiliki kontribusi dan

peran strategis dalam menopang perekonomian nasional, baik dari jumlah pelaku,

serapan tenaga kerja dan kontribusi terhadap Product Domestik Bruto (PDB).

Sesuai data Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, tahun 2019

kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi sumbangan

terhadap (PDB) sebesar 60,3% dan kemampuan menyerap 97% dari total

penyerapan tenaga kerja nasional. Dengan jumlah UMKM sebanyak 64,6 juta,

UMKM berkontribusi terhadap PDB dikarenakan unit usaha di Indonesia

99% disumbangkan oleh UMKM dan didukung juga oleh pemerintah dalam

berbagai hal yang dapat memberikan dampak terhadap pertumbuhan serta

perkembangannya (Jayani, 2021b).


Gambar 1.1

Kontribusi UMKM

Namun menurut Kementrian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah di

Indonesia, UMKM mengalami penurunan dalam menyumbang produk domestik

bruto (PDB). Kontribusi UMKM ke PDB pada 2020 adalah kontribusi terendah

sejak 2010 yakni sebesar 37,3%, padahal pada tahun 2019 UMKM berhasil

berkontribusi sebanyak 60,3% terhadap PBD. Besar penurunan ini adalah

38,14% dibandingkan tahun 2019 (Lokadata, 2021). Penurunan PDP UMKM

disertai juga dengan penurunan perkembangan UMKM yang membuat sektor

perekonomian yang melemah. Perekonomian yang melemah dan mempengaruhi

kinerja UMKM. Salah satu aspek penting untuk meningkatkan bisnis adalah

Kinerja pelaku UMKM, karena kinerja pelaku UMKM menjadi hal yang penting

sebagai tolak ukur kemajuan usahanya. Kinerja pelaku UMKM sendiri dapat
diukur melalui kemampuannya dalam mengelola dan mengalokasikan sumber

daya yang dimiliki (Kusumadewi, 2017).

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

Gambar 1.2

Perkembangan UMKM di Indonesia

Menurut data badan pusat statistik, perkembangan jumlah UMKM di

Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Jumlah UMKM pada 2020

adalah jumlah UMKM terendah sejak 2017 yakni sebesar 61,8 juta unit . Padahal

pada tahun 2019 jumlah UMKM sebanyak 64,6 juta unit. Kepala Pusat Penelitian

Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agus Eko Nugroho

mengatakan hasil Survei kajian cepat dampak pandemi Covid-19 tahun 2020

terhadap Kinerja UMKM Indonesia, Sebanyak 47,13% usaha hanya mampu

bertahan hingga Agustus 2020, sedangkan 72,02% usaha tutup setelah November

2020. dikarena selama pandemi, 94,69% usaha mengalami penurunan penjualan.

Berdasarkan skala usaha, penurunan penjualan lebih dari 75% dialami oleh

49,01% usaha ultra-mikro, 43,3% usaha mikro, 40% usaha kecil, dan 45,83%

usaha menengah.
Berdasarkan lama usaha, penurunan penjualan lebih dari 75% dialami oleh

23,27% usaha berusia 0-5 tahun, 10,9% usaha berusia 6-10 tahun dan 8,84%

usaha yang telah berjalan lebih dari 10 tahun. Pandemi Covid-19 menyebabkan

profit usaha menurun secara drastis, penurunan profit ini terjadi karena adanya

peningkatan biaya usaha seperti bahan baku, transportasi, tenaga kerja dan biaya-

biaya lain sementara penjualan turun (Humas LIPI, 2020).

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

Gambar 1.3

Perkembangan UMKM Provinsi Jawa Barat (2020)

Menurunnya kinerja ekonomi di sebagian besar negara di dunia, tak

terkecuali Indonesia, termasuk Jawa Barat yang merupakan salah satu sentra

ekonomi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, mencatat pertumbuhan

jumlah UMKM Jawa Barat sebesar 625.516 unit, merupakan posisi ketiga

terendah jumlah UMKM berdasarkan provinsi yang berada di Pulau Jawa.

Turunnya kinerja ekonomi Jawa Barat ini terjadi sejak triwulan I tahun 2020, yang

tercermin dari laju pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2020 yang hanya

mencapai 2,73%, dan hingga triwulan IV 2020 masih mengalami kontraksi 2,98%.
Data dinas koperasi dan Usaha Kesil (KUK) Jawa Barat menyebutkan omset

sekitar 4,6 juta pelaku UMKM di Jawa Barat berkurang drastis hingga 80% akibat

dari daya beli masyarakat yang menurun, menyebabkan pendapatan usaha

menurun secara drastis.

Menurut Abor dan Quartey (2010) UMKM sering mengalami

keterlambatan dalam perkembangannya, hal ini disebabkan berbagai masalah

konvensional yang tidak terselesaikan secara tuntas seperti masalah kapasitas

SDM, kepemilikan, pembiayaan, pemasaran dan berbagai masalah lain yang

berkaitan dengan pengelolaah usaha. Oleh karena itu, upaya strategis diperlukan

untuk meningkatkan kinerja UMKM. Salah satu cara yang dapat dilakukan

adalah memperkaya pengetahuan pelaku UMKM terhadap pengetahuan

keuangan sehingga pengelolaan dan akuntabilitasnya bisa dipertanggung

jawabkan dengan baik (Aribawa, 2016).

Kesulitan yang dialami oleh UMKM terbagi menjadi empat masalah.

Pertama terdapat penurunan penjualan karena berkurangnya aktifitas masyarakat

sebagai konsumen. Kedua, kesulitan perputaran modal yang sulit sehingga tingkat

penjualan yang menurun. Ketiga, adanya hambatan distribusi produk karena

adanya pembatasan pergerakan penyaluran produk diwilayah-wilayah tertentu.

Keempat, adanya kesulitan bahan baku karena sebagai UMKM menggantungkan

dari sektor industri lain (Sugiri, 2020).

Kondisi seperti inilah yang memaksa para pelaku UMKM untuk terus

meningkatkan kemampuan bisnisnya. UMKM yang dikelola dengan baik akan

menghasilkan kinerja yang baik, ini berguna untuk persaingan ataupun


perkembangan UMKM itu sendiri (Pricilia, 2019). Menurut Sanistasya (2019)

saat ini kinerja pada UMKM di Indonesia masih cenderung rendah sehingga

membuat UMKM sulit untuk bersaing. Rendahnya kinerja pelaku UMKM ini

dapat disebabkan oleh banyak hal.

Menurut Pricilia (2019) masih banyaknya para pelaku UMKM yang kurang

memahami akan dasar keuangan, kurangnya pemahaman ini dapat disebabkan

oleh tingkat literasi keuangan ataupun inklusi keuangan yang rendah sehingga

berdampak pada kinerja pelaku UMKM. Kurangnya literasi keuangan ini dapat

menyebabkan para pelaku UMKM memiliki permasalahan dengan hutang ataupun

mendapatkan biaya kredit yang tinggi sehingga kecil kemungkinannya untuk bisa

merencanakan keuangan di kemudian hari (Rossy Wulandari, 2019).

Menurut Otoritas Jasa Keuangan, literasi keuangan adalah pengetahuan,

keyakinan dan keterampilan yang mempengaruhi sikap dan perilaku untuk

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam

rangka mencapai kesejahteraan. Dengan definisi tersebut diharapkan pelaku usaha

jasa keuangan, konsumen produk maupun masyarakat luas tidak hanya

mengetahui dan memahami jasa keuangan, tetapi juga dapat meningkatkan

kemampuan dalam pengambilan keputusan keuangan dan mengubah sikap

dan perilaku dalam mengelolah keuangan sehingga mampu meningkatkan

kesejahteraan mereka. Lembaga keuangan di Indonesia yang bertugas mengatur,

mengawasi, dan memeriksa adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pada tahun 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan survei terkait

Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan, tingkat literasi keuangan telah


memperoleh 38,03% dan tingkat inklusi keuangan telah memperoleh 76,19%.

Survei OJK pada tahun 2020 melibatkan 12.773 penjawab di 34 provinsi dan 76

kota atau kabupaten, dengan meninjau gender dan bagian wilayah perkotaan atau

pedesaan. Berdasarkan wilayah, tingkat literasi keuangan perkotaan sebesar

41,41% dan inklusi keuangan masyarakat perkotaan sebesar 83,60%, sedangkan

tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan masyarakat pedesaan masing-

masing sebesar 34,53% dan 68,49%.

Sumber : Otoritas Jasa Keuangan (2020)

Gambar 1.4

Tingkat Literasi dan Inklusi Keuangan

Berdasarkan gambar 1.4 menunjukan tingkat literasi keuangan dan inklusi

keuangan di Provinsi yang berada di Pulau Jawa. Tingkat literasi keuangan tidak

sebanding dengan tingkat inklusi keuangan penduduk Indonesia. Tingkat inklusi

keuangan sangat tinggi dan tidak dibarengi dengan tingkat literasi keuangan.

Maka dapat disimpulkan bahwa banyak masyarakat Indonesia yang memahami

inklusi keuangan dan memiliki akses ke lembaga keuangan seperti bank tetapi

tidak memiliki latar belakang pengetahuan yang diperlukan.


DKI Jakarta memiliki tingkat literasi keuangan yang paling tinggi dari

beberapa provinsi yang ada, dengan tingkat literasi 54,15% dan tingkat inklusi

keuangan 94,76 %. Sedangkan Provinsi Jawa Barat memiliki tingkat literasi kedua

terendah 37,43% dan tingkat inklusi kedua tertinggi 88,45%. Untuk tingkat

literasi keuangan terendah adalah Provinsi Banten 37,27% dan untuk tingkat

inklusi keuangan terendah adalah D.I Yogyakarta dengan 73,12%. Provinsi Jawa

Barat walaupun memiliki tingkat inklusi keuangan tinggi dan tidak dibarengi

dengan tingkat literasi keuangan. Jadi, tetap saja harus diperhatikan literasi dan

inklusi keuangannya.

Literasi Keuangan dideskripsikan sebagai informasi, keterampilan, dan

keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas

pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan untuk mencapai kemakmuran,

kemudian Inklusi keuangan dideskripsikan sebagai tersedianya akses terhadap

beragam lembaga keuangan, barang, dan jasa sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan masyarakat guna meningkatkan kemakmuran masyarakat (Seotiono

& Setiawan, 2018).

Center for Financial Inclusion mendefinisikan inklusi keuangan sebagai

akses terhadap produk keuangan yang sesuai termasuk kredit, tabungan, asuransi

dan pembayaran, terjadinya akses yang berkualitas termasuk kenyamanan,

keterjangkauan, kesesuaian dengan memperhatikan perlindungan konsumen

serta ketersediaan tersebut juga diberikan kepada semua orang. Menurut

SNLKI, literasi keuangan masyarakat akan diikuti dengan inklusi keuangan

masyarakatnya. Masyarakat yang telah mengetahui lembaga jasa keuangan,


terampil memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan, serta memiliki

keyakinan terhadap lembaga jasa keuangan perlu didukung dengan ketersediaan

akses kepada lembaga, produk dan layanan jasa keuangan.

Pada pergelaran Finacial Expo bertemanakan “Go Inklusif, Go Produktif

yang merupakan acara kegiatan Inklusi Keuangan. Pergelaran ini bertujuan untuk

meningkatkan pemahaman dan penggunaan masyarakat terhadap  produk dan/atau

layanan jasa keuangan sehingga dapat mendorong pencapaian target inklusi

keuangan sampai dengan 90% pada tahun 2024 serta sebagai bentuk dukungan

terhadap pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional. Selain itu inklusi

keuangan juga menjadi perhatian pemerintah sebab peran inklusi keuangan

nasional dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan,

mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat terdapat hambatan dalam

mengakses lembaga keuangan yang unbankble (tidak memenuhi persyaratan

pinjaman bank) yang disebabkan oleh kesenjangan kemiskinan, rendahnya

pembiayaan UMKM, tingginya suku bunga kredit mikro, kurangnya kemampuan

manajemen UMKM dan terbatasnya saluran distribusi jasa keuangan. Menurut

Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Sukarela Batunaggar mengatakan

bahwa inklusi keuangan masih tergolong rendah hanya 60 persen penduduk

dewasa yang memiliki rekening bank, terlebih lagi jumlah penduduk Indonesia

yang cukup banyak (Hikam, 2019).

Kota Depok merupakan salah satu Kota yang berada Provinsi Jawa Barat

dan termasuk Kab/Kota yang menerima penyaluran program Kredit Usaha Rakyat
(KUR). Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan

investasi kepada debitur individu atau perorangan, badan usaha, kelompok usaha

yang produktif dan layak, namun belum memiliki agunan tambahan. Sedangnya

Debitur adalah orang yang menerima manfaat KUR. Pemeritah kota Depok terus

berupaya dalam mengoptimalkan program KUR untuk UMKM yang merupakan

salah satu faktor sektor unggulan yang dapat menopang perekonomian Indonesia.

Tahun Debitur
2019 14.357
2020 17.440
2021 22.036
2022 26.328
2023 29.267

Sumber: Sistem Informasi Kredit (data diolah)

Tabel 1.1

Debitur UMKM Program KUR di Kota Depok

Berdasarkan data pada sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Kementrian

Keuangan (Kemenkeu), sejak 2019-2023 kinerja pembiayaan UMKM terus

mengalami kenaikan. Pada 2019 ada 14.357, 2020 bertambah 17.440, 2021

bertambah lagi 22.036 dan 2022 juga bertambah 26.328. pada januari 2023 baru

ada penambhan 2.939 debitur, sehingga total debitur UMKM di Kota Depok ada

83.100 pelaku usaha. Bila dilihat dari Data Dinas Koperasi dan Usaha Kecil

(DKUM) Provinsi Jawa Barat, jumlah  pelaku UMKM yang telah menerima

KUR baru sekitar 10% dari jumlah pelaku UMKM di Kota Depok.

Kota Depok juga memiliki UMKM yang cukup banyak yaitu pada tahun

2020 jumlah UMKM di Kota Depok berjumlah 206.463 UMKM. Selain itu

UMKM di Kota Depok berkontribusi untuk Produk Domestik Bruto sebesar 65% .
UMKM di Kota Depok juga 2016-2020 mengalami perkembangan dan

penyerapan tenaga kerja dari UMKM cukup besar. Seperti yang dikutip Dinas

Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jawa Barat pertumbuhan UMKM di Kota

Depok sebagai berikut :

250,000
206,463
194,433
200,000 183,104
172,435
162,388

150,000

100,000

50,000

0
2016 2017 2018 2019 2020

Sumber: Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jawa Barat (data diolah)

Gambar 1.5

Perkembangan UMKM di Kota Depok

Peningkatan UMKM masih perlu dilakukan agar dapat menambah

jumlah UMKM di Kota Depok. Dengan peningkatan jumlah UMKM maka perlu

adanya pembinaan dalam menunjang kinerja UMKM dengan cara memberikan

pemahaman literasi keuangan dan inklusi keuangan.

Permasalahan UMKM di kota Depok tidaklah berbeda dengan UMKM

yang berada dikota lain, salah satunya adalah karena pengelolaan keuangan yang

tidak efisien yang menyebabkan UMKM sulit untuk berkembang (Nizar, 2021).

UMKM di Kota Depok menjelaskan bahwa mereka lebih banyak

menggunakan pendapatan yang didapatkan dari hasil usahanya untuk


kebutuhan sehari-hari sebagai penunjang hidup karena pendapatan yang

mereka peroleh relatif kecil dan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Kemudian dalam pengelolaan pendapatan tersebut pelaku UMKM di Depok

belum memisahkan antara uang pribadi dan modal usaha, sehingga masih

bercampur aduk antara sistem pencatatan keuangan usaha dan pencatatan

keuangan pribadi, hal tersebut mengakibatkan usaha yang mereka jalani tidak

mengalami kemajuan karena pencatatan laporan keuangan yang tidak teratur.

Mereka cenderung tidak pernah melakukan apapun yang berhubungan dengan

akuntansi atau manajemen keuangan pada usaha yang mereka kelolah (Deta

Dini Savira, 2021)

Pengelolaan keuangan seringkali menjadi suatu masalah yang terabaikan

oleh para pelaku UMKM, khususnya yang berhubungan dengan penerapan

kaidah-kaidah pengelolaan keuangan dan akuntansi yang benar (Untsa, 2017).

Pelaku UMKM seringkali menghadapi tantangan akuntansi dan manajemen

keuangan karena pencatatan keuangan yang buruk, penggunaan informasi

akuntansi yang kurang baik sehingga tidak efisien untuk pengambilan keputusan

keuangan, dan rendahnya kualitas keandalan data keuangan usahanya (Tharmini

T, 2021).

Menteri Koperasi dan UKM mengatakan pembiayaan menjadi kunci bagi

UMKM untuk bertahan, namun rasio kredit perbankan bagi UMKM masih

rendah, hanya sekitar 20%. Rendahnya rasio ini disebabkan karena masih

banyaknya UMKM yang belum mendapatkan pembiayaan dari lembaga

keuangan yang formal (Uly, 2021). Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan
(PKSK) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Adi Budiarso mengatakan Inklusi

Keuangan UMKM masih rendah, yang menyebabkan terhambatnya penyaluran

bantuan dari pemerintah. Menurutnya, sekitar 70% pelaku UMKM belum

mendapatkan inklusi keuangan yang baik sehingga mereka kesulitan dalam

mengakses bantuan keuangan dari pemerintah (Dinda, 2021).

Pada penelitian terdahulu literasi keuangan terhadap kinerja UMKM hasil

penelitiannya berpengaruh positif dilakukan oleh Silsilah Maharani dan Wayan

Cipta (2022). Literasi keuangan terhadap kinerja UMKM hasil penelitiannya

berpengaruh positif dilakukan oleh Joko Susilo, Yunita Anisma dan Azhari

Sofyan (2022). Literasi keuangan terhadap kinerja UMKM yang hasil

penelitiannya berpengaruh dilakukan oleh Syarfi Baharudin (2021).

Inklusi keuangan terhadap kinerja keuangan yang hasilnya tidak

berpengaruh dilakukan oleh Senda Yunita Leatimia (2023). Inklusi Keuangan

terhadap kinerja UMKM hasil penelitiannya berpengaruh positif dan signifikan

dilakukan oleh Husnul Akhyar (2021) . Hasil penelitian Inklusi keuangan terhadap

kinerja UMKM yang hasil penelitiannya tidak berpengaruh dilakukan oleh

Hilmawati dan Kusumaningtias (2021).

Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah penelitian ini

terdapat tiga variabel yaitu variabel independen Literasi Keuangan dan Inklusi

Keuangan dan Kinerja UMKM merupakan variabel dependen. Alasan pemilihan

variabel ini karena penulis ingin melakukan pengembangan serta ingin

mengetahui seberapa besar literasi keuangan dan inklusi keuangan akan

mempengaruhi Kinerja UMKM. Selain itu, perbedaan lainnya adalah pemilihan


lokasi penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Silsilah Maharani dan Wayan

Cipta pada pelaku UMKM di Kecamatan Buleleng, sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh penulis adalah pelaku UMKM yang berada di Kota Depok.

Alasan penelitian pada UMKM ini karena dari hasil pengamatan, UMKM

di Kota Depok dapat mewakili masalah pokok dalam penelitian ini. Pada

Penelitian ini peneliti menemukan sesuatu yang baru yaitu indikator kinerja

UMKM seperti penurunan penjualan, penurunan keuntungan dan kesulitan modal

akan berdampak besar dengan penurunan ekonomi nasional dan penurunan

perkembangan UMKM disertai masih rendahnya tingkat literasi keuangan pelaku

UMKM di perkotaan dan pedesaan padahal inklusi keuangan sudah sangat tinggi.

Akan tetapi walaupun secara nasional mengalami penurunan perkembangan

UMKM dan Provinsi Jawa Barat perkembangan UMKM relatif rendah. Di Kota

Depok tetap mengalami kenaikan kinerja pembiayaan dan perkembangan UMKM

yang baik. Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah diuraikan dan

dideskripsikan, serta pada penelitian-penelitian sebelumnya, maka peneliti

terkesan dan tertarik untuk melakukan penelitian perihal “ Pengaruh Literasi

Keuangan dan Inklusi Keuangan terhadap Kinerja UMKM di Kota Depok”.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian

ini sebagai berikut :

1. Bagaimana Literasi Keuangan, Inklusi Keuangan dan Kinerja UMKM di Kota

Depok?

2. Seberapa besar pengaruh Literasi Keuangan terhadap Kinerja UMKM di Kota

Depok?

3. Seberapa besar pengaruh Inklusi Keuangan terhadap Kinerja UMKM di Kota

Depok?

4. Seberapa besar Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan secara Bersama-

sama terhadap Kinerja UMKM di Kota Depok ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan konteks yang sudah dijabarkan di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Bagaimana Literasi Keuangan, Inklusi Keuangan dan Kinerja UMKM Di

Kota Depok

2. Seberapa besar pengaruh Literasi Keuangan terhadap Kinerja UMKM di Kota

Depok

3. Seberapa besar pengaruh Inklusi Keuangan terhadap Kinerja UMKM di Kota

Depok

4. Seberapa besar Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan secara Bersama-

sama terhadap Kinerja UMKM di Kota Depok


1.4 Manfaat Penelitian

Peneliti berharap pihak-pihak berikut dapat memperoleh manfaat dari

penelitian ini:

1. Bagi Peneliti

Peneliti berharap penelitian ini dapat digunakan untuk mengimplementasikan

pengetahuan literasi keuangan dan inklusi keuangan sehubungan dengan

keberhasilan kinerja UMKM.

2. Bagi Akademis

Peneliti berharap penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memajukan

penelitian di masa depan, khususnya terkait literasi keuangan dan inklusi

keuangan sehubungan dengan keberhasilan kinerja UMKM.

3. Bagi Instansi Pemerintah

Peneliti berharap penelitian ini dapat dimanfaatkan menjadi sumber bagi

pemerintah yang ingin mengembangkan strategi dan kebijakan untuk

mengoptimalkan kinerja UMKM melalui penggunaan literasi keuangan dan

inklusi keuangan. Juga sebagai bahan evaluasi dalam kaitannya dengan

tujuan pemerintah yang ingin dicapai.

4. Bagi Pelaku UMKM

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi stakeholders UMKM

terkait literasi keuangan dan inklusi keuangan sehingga kinerja usahanya

dapat ditingkatkan dan juga sehingga para pelaku UMKM dapat

merencanakan atau mengelola keuangannya dengan baik untuk mencapai

keberhasilan usaha yang terarah.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Manajemen

2.1.1 Pengertian Manajemen

Secara etimologi kata manajemen diambil dari bahasa perancis kuno, yaitu“

Management”, yang artinya seni dalam mengatur dan melaksanakan. Manajemen

dapat juga didefinisikan sebagai upaya perencanaan, pengkoordinasikan,

pengorganisasian dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara

efektif dan efisien.

Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian,

penyusunan dan pengarahan dan pengawasan dari sumber daya manusia untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Firmansyah, 2018).

Manajemen adalah suatu proses rangka mencapai tujuan dengan bekerja

Bersama melalui orang-orang dan sumber daya organisasi lainnya ( Sarina &

Mardalena, 2017).

2.1.2 Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen yaitu (Dessler, 2015) :

1. Perencanaan (planning)

Sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan penyusunan langkah-langkah

yang akan dipakai untuk mencapai tujuan. Merencanakan berarti

mempersiapkan segala kebutuhan, memperhitungkan matang-matang apa

saja yang menjadi kendala, dan merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatan

yang bermaksuud untuk mencapai tujuan.


2. Pengorganisasian (organization)

Sebagai cara untuk mengumpulkan orang-orang dan menempatkan mereka

menurut kemampuan dan keahliannya dalam pekerjaan yang sudah

direncanakan.

3. Penggerakan (actuating)

Untuk menggerakan organisasi agar berjalan sesuai dengan pembagian

kerja masing-masing serta menggerakan seluruh sumber daya yang ada

dalam organisasi agar pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan bisa berjalan

sesuai rencana dan bisa memcapai tujuan.

4. Pengawasan (controlling)

Untuk mengawasi apakah gerakan dari organisasi ini sudah sesuai dengan

rencana atau belum. Serta mengawasi penggunaan sumber daya dalam

organisasi agar bisa terpakai secara efektif dan efisien tanpa ada yang

melenceng dari rencana. Hakikat dari fungsi manajemen dari Terry adalah

apa yang direncakan, itu yang akan dicapai. Maka itu fungsi perencanaan

harus dilakukan sebaik mungkin agar dalam proses pelaksanaanya bisa

berjalan dengan baik serta segala kekurangan bisa diatasi. Sebelum kita

melakukan perencanaan, ada baiknya rumuskan dulu tujuan yang akan

dicapai.

2.1.3 Unsur-Unsur Manajemen

Manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Manusia yang memiliki sumber daya yang baik akan memudahkan terwujudnya

tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Manajemen terdiri dari enam


unsur (6M) yaitu men, money, method, materials, machines dan market.

Dibawah ini penjelasan untuk masing-masing unsur manajemen yaitu (Hasibuan,

2014) :

1. Man (Manusia)

Dalam Manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan.

Manusia membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses

untuk mencapai tujuan tersebut. Tanpa keberadaan manusia, maka

tidak akan terjadi proses kerja, sebab pada dasamya manusia adalah

makhluk kerja.

2. Money (Uang)

Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang

merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar kecilnya hasil

kegiatan dapat diukur dengan jumlah uang yang beredar dalam

organisasi atau perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat atau

tools yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu hams

diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa

uang yang hams disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat

yang diperlukan dalam menunjang proses kerja, serta berapa hasil

yang diharapkan atau ditargetkan untuk dicapai suatu organisasi kerja.

3. Method (Metode)

Saat proses pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja yang

sesuai. Suatu metode kerja yang baik akan memperlancar jalannya

pekerjaan. Sebuah metode dapat dinyatakan sebagai penetapan cara


pelaksanaan kerja dengan memberikan berbagai pertimbangan-

pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan

penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Namun meskipun

metode kerja sudah baik namun perlu diingat bahwa jika orang yang

melaksanakannya tidak mengerti dan tidak memiliki pengalaman maka

hasilnya tidak akan memuaskan. Hal ini membuktikan bahwa

metode tetap dipengaruhi oleh manusia dalam manajemen itu sendiri.

4. Materials (Bahan)

Materi atau Bahan terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan

bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik,

selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat

menggunakan bahan atau materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi

dan manusia tidak dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai

hasil yang dikehendaki.

2.1.4 Tujuan Manajemen

Tujuan dari manajemen adalah sesuatu yang ingin direalisasikan, yang

menggambarkan cakupan tertentu dan menyarankan pengarahan kepada seorang

manajer. Adapun tujuan dari manajemen adalah seperti berikut ini (Nowo, 2018) :

1. Menjalankan dan menilai strategi perencanaan yang telah dikonsep agar

pelaksanaannya berjalan sesuai arahan. Melakukan peninjauan terhadap

pelaksanaan fungsi manajemen juga cara kerja kelompok ketika

menjalankan tugasnya.
2. Melakukan pembaharuan terhadap fungsi manajemen terutama pada

strategi pelaksanaannya agar target tetap tercapai apabila ada kendala

dalam pelaksanaan rencana.

3. Meninjau kekuatan organisasi, mengetahui kelemahan, juga

mengantisipasi ancaman yang mungkin terjadi.

4. Membuat sebuah terobosan baru yang berfungsi meningkatkan kinerja

kelompok. Inovasi ini juga pastinya akan berimbas positif terhadap

pencapaian rencana sesuai target.

Dengan demikian, tujuan manajemen adalah untuk mengontrol dan memastikan

target dapat dicapai. Dengan begitu, tujuan yang ingin dicapai sebuah perusahaan

dapat dicapai dengan semaksimal mungkin dengan sumber daya sesedikit

mungkin.

2.1.5 Sasaran Manajemen

Sasaran manajemen adalah suatu perincian yang jelas dalam kegiatan

manajemen untuk mendapatkan suatu metode, cara, teknik yang sebaiknya

dilakukan agar dengan sumber daya yang terbatas dapat diperoleh hasil

secara maksimal. Sasaran manajemen terdiri dari (Nowo, 2018) :

1. Orang (Manusia) yaitu mereka yang telah memenuhi syarat tertentu dan

telah menjadi unsur integral dari organisasi atau badan tempat ia

bekerja sama untuk mencapai tujuan.

2. Mekanisme Kerja yaitu tata cara dan tahapan yang harus dilalui orang

yang mengadakan kegiatan bersama-sama untuk mencapai tujuan.


2.1.6 Bidang-bidang Manajemen

Bidang manajemen adalah bagian yang terdapat dalam organisasi, terutama

perusahaan. Terdapat empat bidang manajemen yaitu (Amirulla, 2015) :

1. Bidang pemasaran (marketing)

Bidang pemasaran merupakan salah satu bidang yang sangat penting bagi

perusahaan dalam menjalankan bisnis. Bidang pemasaran menjadi ujung

tombak bagi perusahaan dalam menjalankan bisnis untuk memperoleh laba

dan keuntungan, kegiatan pemasaran merupakan upaya memenuhi dan

mengetahui keinginan konsumen.

2. Bidang operasional produksi ((production and operational)

Manajemen produksi merupakan penerapan manajemen berdasrkan

fungsinya dalam menghasilkan produk sesuai standar yang ditetapkan

berdasarkan keinginan konsumen dengan sistim produksi yang efisien

mulai dari penetapan lokasi pabrik, proses pengolahan hingga menjadi

produk akhir.

3. Bidang keuangan (finance)

Fungsi dari manajemen keuangan yaitu memastikan apakah usaha yang

dijalankan menghasilkan keuntungan. fungsi bidang keuangan diantaranya

merencanakan bagaimana memperoleh modal usaha dan cara penerapan

saat dijalankan.

4. Bidang sumber daya manusia (human resource)


Bidang SDM adalah kegiatan yang berkaitan dengan karyawan, aktifitas –

aktifitas yang dilakukan adalah proses penarikan tenaga kerja yang

berkualitas, bagaimana cara rekrutment dan seleksi tenaga kerja,

melakukan pengembangan mealalui pelatihan, bagaimana cara

mempertahankan tenaga kerja yang berkualitas serta pemberian kopensasi

dan bonus pada karyawan.

2.1.7 Pengertian Manajemen Keuangan

Salah satu faktor penting sebuah bisnis dapat bertahan dan tetap eksis di

dunia perdagangan adalah manajemen keuangan. Manajemen keuangan

merupakan upaya perusahaan untuk melakukan perencanaan keuangan,

pengelolaan aset, penyimpanan dana, dan pengendalian aset atau dana perusahaan.

Manajemen keuangan dapat diartikan sebagai manajemen dana yang baik

yang berkaitan dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk investasi secara

efektif maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau

pembelanjaan secara efisien (Agus Sartono, 2000).

Manajemen keuangan merupakan ilmu dan seni dalam mengelola keuangan

yang mempengaruhi perusaahaan dalam pengambilan keputusan,yang biasanya

berupa asset yang dibutuhkan dan penggunaan dana seefisien mungkin (Ismail

Hutabarat, 2018).

Dari definisi diatas disimpulkan bahwa manajemen keuangan adalah

keseluruhan aktivitas yang berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan dana yang

diperlukan dengan biaya yang minimal dan syarat-syarat yang paling

menguntungkan, beserta usaha untuk memanfaatkan dana dengan berbagai cara


untuk memaksimalkan efisiensi dari operasi-operasi perusahaan, sehingga tujuan

perusahaan yang telah ditentukan sebelumnya tercapai.

2.1.8 Tujuan Manajemen Keuangan

Tujuan utama manajemen keuangan adalah untuk memaksimalkan nilai

yang dimiliki perusahaan atau memberikan nilai tambah terhadap asset yang

dimiliki. Terdapat 3 (tiga) tujuan manajemen keuangan yaitu (Fahmi, 2015) :

1. Memaksimumkan nilai perusahaan

2. Menjaga stabilitas finansial dalam keadaan yang selalu terkendali

3. Memperkecil risiko perusahaan di masa sekarang dan yang akan datang.

Dari 3 (tiga) tujuan ini yang paling utama adalah yang pertama yaitu

memaksimumkan nilai perusahaan. Pemahaman memaksimumkan nilai

perusahaan adalah bagaimana pihak manajemen perusahaan mampu memberikan

nilai yang maksimum pada saat perusahaan tersebut masuk ke pasar. Tujuan

manajemen keuangan dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut (Musthafa, 2017) :

1. Pendekatan Keuntungan dan Risiko

a. Laba yang maksimum, artinya agar perusahaan memperoleh laba yang

besar sesuai dengan tujuan setiap perusahaan yang didirikan.

b. Risiko yang minimal, maksudnya adalah agar biaya operasional

perusahaan diusahakan sekecil mungkin dengan jalan efisiensi.

c. Untuk memperoleh laba yang maksimal dan risiko yang minimal,

maksudnya dengan melakukan pengawasan terhadap dana yang masuk


maupun dana yang keluar supaya perusahaan dapat merencanakan

kegiatan berikutnya disamping tidak terjadi penyimpangan dana.

d. Menjaga fleksibilitas usaha, artinya agar manajer keuangan selalu

berusaha menjaga maju mundurnya perusahaan.

2. Pendekatan Likuiditas Profitabilitas:

a. Menjaga likuiditas dan profitabilitas.

b. Likuiditas berarti manajer keuangan menjaga agar selalu tersedia uang

kas untuk memenuhi kewajiban finansialnya dengan segera.

c. Profitabilitas berarti manajer keuangan berusaha agar memperoleh laba

perusahaan terutama untuk jangka panjang.

Jadi, tujuan dari manajemen keuangan adalah bagaimana perusahaan mendapatkan

laba dan mengelolanya secara baik serta mengalokasikan dana dengan resiko yang

kecil guna perkembangan perusahaan yang dapat meningkatkan nilai

perusahaanya.

2.1.9 Fungsi Manajemen Keuangan

Terdapat 3 (tiga) fungsi utama dalam manajemen keuangan, yaitu (Agus

Harjito & Martono, 2014) :

1. Keputusan Investasi Keputusan investasi adalah fungsi manajemen

keuangan yang penting dalam menunjang pengambilan keputusan untuk

berinvestasi karena menyangkut tentang memperoleh dana investasi yang

efisien dan komposisi aset yang harus dipertahankan atau dikurangi.

2. Keputusan Pendanaan (Pembayaran Dividen) Kebijakan dividen

perusahaan juga harus dipandang sebagai integral dari keputusan


pendanaan perusahaan. Pada prinsipnya fungsi manajemen keuangan

sebagai keputusan pendanaan menyangkut tentang keputusan apakah laba

yang diperoleh oleh perusahaan harus dibagikan kepada pemegang saham

atau ditahan guna pembiayaan investasi dimasa yang akan datang.

3. Keputusan Manajemen Aset Keputusan manajemen aset adalah fungsi

manajemen keuangan yang menyangkut tentang keputusan alokasi dana

atau aset, komposisi sumber dana yang harus dipertahankan dan

penggunaan modal baik yang berasal dari dalam perusahaan maupun luar

perusahaan yang baik bagi perusahaan.”

Fungsi manajemen keuangan dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut (Musthafa,

2017):

1. Fungsi Pengendalian Ekuitas

a. Perencanaan aliran kas (forecasting cash flow): agar selalu tersedia

uang tunai atau uang kas untuk memenuhi pembayaran apabila setiap

saat diperlukan.

b. Pencarian Dana (raising of funds) dari luar atau dari dalam perusahaan:

agar diperoleh dana yang biayanya lebih murah dan tersedianya dana

apabila setiap saat diperlukan.

c. Menjaga hubungan baik dengan lembaga keuangan (perbankan): untuk

memenuhi kebutuhan dana apabila diperlukan oleh perusahaan pada

saat-saat tertentu.

2. Fungsi Pengendalian Laba


a. Pengendalian biaya (cost control): menghindari biaya yang tidak perlu

dikeluarkan atau pemborosan.

b. Penentuan harga (pricing): agar harga tidak terlalu mahal dibandingkan

dengan harga barang sejenis dari pesaing.

c. Perencanaan laba (profit planning): agar dapat diprediksi keuntungan

yang diperoleh pada periode yang bersangkutan sehingga dapat

merencanakan kegiatan yang lebih baik pada periode mendatang.

d. Pengukuran biaya kapital (cost of capital): dalam teori ini semua kapital

atau modal dari mana saja, termasuk modal dari pemilik perusahaan,

harus diperhitungkan juga biayanya karena modal tersebut apabila

digunakan pada kegiatan lain, tentu juga menghasilkan pendapatan.

3. Fungsi manajemen

a. Dalam pengendalian laba atau likuditas, manajer keuangan harus

bertindak sebagai manajer dan sebagai decision maker (pengambil

keputusan) sehingga manajer keuangan dapat mengambil langkah-

langkah keputusan yang menguntungkan bagi perusahaan.

b. Melakukan manajemen terhadap aktiva dan manajemen terhadap dana.

Fungsi manajemen keuangan adalah salah satu fungsi utama yang

sangat penting dalam perusahaan, disamping fungsi-fungsi yang lainnya

yaitu fungsi pemasaran, sumber daya manusia, dan operasional.

Walaupun dalam pelaksanaannya keempat fungsi-fungsi tersebut saling

berhubungan dengan yang lainnya.


2.2 Usaha Mikro Kecil dan Menengah

2.2.1 Pengertian UMKM

Untuk mendeskripsikan pengertian UMKM, maka Undang-undang Nomor

20

Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah digunakan sebagai

landasan penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Usaha Mikro

Usaha mikro memiliki pengertian sebagaimana usaha produktif yang

dimiliki seseorang sebagai tujuan mencari laba dan memenuhi kriteria

sebagaimana tercantum pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008.

2. Usaha Kecil

Usaha kecil memiliki pengertian sebagaimana usaha bernilai dimiliki

seseorang sebagai tujuan mencari laba yang tidak termasuk sebagai cabang

perusahaan, baik sebagai penggalan yang secara langsung maupun tidak

langsung oleh perusahaan besar dan menengah yang melengkapi kriteria

sebagai halnya tercantum pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008.

3. Usaha Menengah

Usaha menengah memiliki pengertian sebagaimana usaha produktif yang

dimiliki seseorang untuk mencari laba yang tidak termasuk sebagai

bukan cabang perusahaan yang dipunyai, baik menjadi penggalan yang

secara langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan besar menengah


yang melengkapi kriteria sebagai halnya tercantum pada Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2008.

2.2.2 Kriteria UMKM

Di sini Undang-udang Nomor 20 Tahun 2008 menjadi landasan terhadap

kriteria UMKM dan dapat juga sebagai pendeskripsian UMKM, berikut ini

kriteria

UMKM:

1. Usaha Mikro

Usaha mikro mempunyai harta maksimal sebanyak Rp.50.000.000 (lima

puluh juta rupiah) bukan bagian kepunyaan bangunan dan tanah, serta

mempunyai laba dari penjualan per tahun maksimal sebesar

Rp.3000.000.000 (tiga ratus juta rupiah).

2. Usaha Kecil

Usaha kecil mempunyai harta melebihi Rp.50.000.000 (lima puluh juta

rupiah) dan tidak melebihi Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) bukan

bagian kepunyaan bangunan dan tanah, serta mempunyai laba dari

penjualan per tahun dari Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan tidak

melebihi Rp.2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah)

3. Usaha Menengah

Usaha menengah memiliki harga melebihi Rp.500.000.000 (lima ratus

juta rupiah) dan tidak melebihi Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar

rupiah) bukan bagian kepunyaan bangunan dan tanah, serta mempunyai


laba dari penjualan per tahun sebesar Rp2.500.000.000 (dua miliar lima

ratus juta rupiah) dan tidak melebihi Rp.50.000.000.000 (lima puluh

miliar rupiah). Pendeskripsian UMKM dalam bentuk tabel

berlandaskan Undang- undang Nomor 20 Tahun 2008:

Tabel 2.1

No. Jenis Kriteria


Kekayaan Pendapatan
1 Mikro <Rp.50 Juta <Rp.300 Juta

2 Kecil >Rp.50 Juta >Rp.300 Juta – 2,5 Miliar

3 Menengah >Rp.500 juta – 10Miliar >Rp2,5 Miliar – 50 Miliar


Kriteria UMKM Undang-undang No. 20 Tahun 2008

Sumber: Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008

2.2.3 Karakteristik UMKM

Pada hakikatnya UMKM memiliki karakteristik faktual yang dapat tertuju

ke kegiatan usaha ataupun pemilik usaha. Karakteristik ini dapat dijadikan ciri

khusus para pemilik usaha menurut besar kecilnya atau ukuran usaha. Lembaga

Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan kelas- kelas usaha berlandaskan jumlah

tenaga kerja yang dimiliki, sebagai berikut:

1. Usaha Kecil : 5 – 19 tenaga kerja

2. Usaha Menengah : 20 – 99 tenaga kerja

Sedangkan menurut pandangan perkembangan usaha pada (Nabila, 2019), bahwa

UMKM memiliki empat klasifikasi, sebagai berikut:

1. UMKM Sektor Informal


Contoh UMKM sektor informal adalah pedagang kaki lima atau pinggir

jalan.

2. UMKM Mikro

Pada UMKM mikro, para pemilik usaha memiliki keahlian sebagai

pengrajin akan tetapi kurang memiliki keahlian dalam berwirausaha

agar berkembang usaha miliknya.

3. UMKM Kecil Dinamis

Pada UMKM kecil dinamis, para pemilik usaha memiliki keahlian dalam

berwirausaha dengan menjalankan usahanya secara bekerjasama dan

sudah melakukan pengiriman ekspor.

4. Fast Moving Enterprise

Pada Fast Moving Enterprise, dimana para pemilik usaha sudah memiliki

usaha yang baik dan sudah dapat melangsungkan perubahan menjadi

usaha yang besar.

2.2.4 Strategi UMKM di Indonesia

Melalui perencanaan UMKM yang telah diciptakan Kementerian Koperasi

dan UMKM pada tahun 2016 yang berisikan agensi pembangunan Nasional

dan amanat Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional periode

2015 – 2019, terdapat lima buah strategi, antara lain:

1. Kenaikan kualitas SDM

2. Mempermudah akses dalam pembiayaan dan ekspansi pemetaan

pembiayaan

3. Kenaikan bobot ekstra capaian pemasaran dan produk


4. Kekuatan oleh lembaga usaha

5. Kenaikan dalam mempermudah, memberi kepastian, dan

memperlindung usaha

2.2.5 Kinerja UMKM

Kinerja merupakan hasil usaha seseorang atau kelompok, yang dapat

dilakukan dalam suatu perusahaan dan dalam jangka waktu tertentu di bawah

tanggung jawab seseorang atau kelompok tersebut (Aribawa, 2016). Oleh karena

itu, menerapkan strategi peningkatan kinerja UMKM merupakan hal mendasar

untuk meningkatkan kinerja UMKM secara keseluruhan. Dalam melihat kinerja

UMKM, terdapat 2 kategori sebagai penilaian yaitu kinerja non keuangan &

kinerja keuangan. Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk

melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan

aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar ( Irham, 2012).

Kinerja non keuangan adalah penggambaran keberhasilan usaha dalam

menyusun strategi, visi, misi, dan lainnya yang tidak bersangkutan dengan

keuangan.

2.3 Literasi Keuangan

2.3.1 Pengertian Literasi Keuangan

Berlandaskan Peraturan OJK Nomor 76 /POJK.07/2016 terkait

Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan di Sektor Jasa Keuangan Bagi

Konsumen dan Masyarakat, literasi keuangan merupakan sebuah pengetahuan,

keyakinan, dan keterampilan yang timbul karena sikap dan perilaku seseorang
atau beberapa orang untuk meningkatkan nilai kualitas terkait keuangan dalam

pengambilan keputusan dan pengelolaan pada kesejahteraan.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLKI, 2019)

yang dijalankan oleh OJK, bahwa Literasi Keuangan merupakan pengetahuan,

keterampilan, & keyakinan yang berdampak pada sikap dan perilaku untuk

mengoptimalkan kualitas pembuatan keputusan dan pengelolaan keuangan untuk

tujuan mendapatkan kemakmuran. Informasi yang memadai tentang produk dan

layanan keuangan akan didapatkan jika memiliki literasi keuangan yang baik

juga, memahami risiko terhadap nasabah serta pembangunan infrastruktur dan

pelayanan publik akan dimaksimalkan dengan pajak yang diterima oleh

pemerintah dari rakyat yang mempunyai literasi keuangan yang bagus

(Aribawa, 2016).

Definisi lain, Literasi Keuangan dideskripsikan sebagai informasi,

keterampilan, dan keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku untuk

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan untuk

mencapai kemakmuran (Seotiono & Setiawan, 2018).

Tingkat pemahaman keuangan pelaku ekonomi sebanding dengan tingkat

kinerja keuangannya. Peningkatan kinerja keuangan UMKM diperoleh dari

literasi keuangan yang baik. Suatu nilai produktivitas yang tinggi berpotensi

didapatkan oleh orang-orang yang orang dengan literasi keuangan yang lebih

tinggi (Seotiono & Setiawan, 2018).

2.3.2 Prinsip Literasi Keuangan


Literasi keuangan memiliki prinsip-prinsip dasar yang tercatat dalam

Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI, 2017), sebagai berikut:

1. Terukur dan Terencana

Pada prinsip ini, melakukan perkembangan suatu konsep yang sesuai

dengan tujuan, pedoman pemerintah, strategi, peluang usaha di sektor

jasa keuangan, serta indikator yang dapat menerima informasi tentang

meningkatkan literasi keuangan.

2. Berorientasi pada Pencapaian

Pada prinsip ini, memaksimalkan sumber daya yang ada untuk

memenuhi tujuan meningkatkan literasi keuangan di masyarakat.

3. Berkelanjutan

Pada prinsip ini, untuk menggapai tujuan yang direncanakan dan

dimiliki yaitu perspektif jangka panjang dengan dilaksanakannya secara

berkelanjutan literasi keuangan. Pengetahuan terkait keuangan, produk,

institusi, dan layanan keuangan diutamakan oleh para pelaku industri

jasa keuangan untuk menerapkan prinsip keberlanjutan ini.

4. Kolaborasi

Pada prinsip ini, semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan tindakan

atau kegiatan bersama terlibat dalam apa yang dilakukan.

2.3.3 Tujuan Literasi Keuangan

Berlandaskan pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nomor


76/POJK.07/2016 terkait tujuan meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di

sektor jasa keuangan bagi konsumen dan/atau masyarakat, literasi keuangan

memiliki tujuan, antara lain:

1. Peningkatan pengambilan keputusan keuangan pribadi atau seseorang

2. Peningkatan sikap dan perilaku pengelolaan keuangan pribadi atau

seseorang.

2.3.4 Tingkat Literasi Keuangan

Untuk mengetahui tingkat literasi keuangan masyarakat, maka Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) melakukan survei pada 2013, memberi pernyataan empat

komponen literasi masyarakat Indonesia, sebagai berikut:

1. Well literate, pada tingkatan ini menunjukan kepercayaan dan

pengetahuan terhadap manfaat dan risiko, hak dan tanggung jawab

terkait dengan layanan dan produk keuangan, juga mempunyai

pengetahuan tentang pengguanaan produk dan layanan keuangan.

2. Sufficient literate, pada tingkatan ini sedikit berbeda pada tingkatan well

literate. Jika well literate mempunyai keterampilan saat menggunakan

jasa dan produk keuangan, maka pada sufficient literate tidak memiliki

keterampilan itu.

3. Less literate, pada tingkatan ini mempunyai wawasan terkait lembaga

layanan keuangan, jasa dan produk terkait keuangan saja.


4. Not literate, pada tingkatan ini tidak memiliki keyakinan dan wawasan

seperti tingkatan lainnya dan kurang kompeten dalam penggunaan

produk dan layanan keuangan..

2.3.5 Aspek Literasi Keuangan

Di dalam literasi keuangan terdapat empat buah aspek (Chen H, 1998),

Sebagai berikut:

1. General personal finance knowledge (wawasan keuangan dasar), pada

pengetahuan keuangan secara umum biasanya bersangkutan dengan cara

pengambilan keputusan investasi ataupun terkait pembiayaan yang dapat

mempengaruhi perilaku keuangan pribadi seseorang.

2. Saving and borrowing (simpanan dan pinjaman), lebih diketahui saat ini

sebagai tabungan dan kredit. Tabungan memiliki pengertian yaitu

serangkaian dana dimana yang disimpan dengan tujuan memenuhi

keperluan di masa yang akan datang. Sementara itu, kredit atau pinjaman

memiliki pengertian sebagai suatu prasarana yang telah disediakan untuk

meminjam uang dan pembayarannya sudah ditentukan dengan

menghadirkan bunga.

3. Insurance (asuransi), yang dimaksud dengan asuransi adalah semacam

perlindungan finansial atau keuangan yang didapat dengan suatu

bentuk, seperti berbagai macam asuransi yaitu asuransi kendaraan,

pendidikan, kesehatan, dan jiwa.

4. Investment (investasi), investasi adalah suatu aktivitas yang bersangkutan

dengan dana, yang di mana dana tersebut akan ditanam dengan tujuan
untuk mendapatkan keuntungan atau laba di masa mendatang, tetapi

terkadang ada kerugian. Biasanya seseorang diharuskan memiliki

wawasan terkait risiko investasi, suku bunga pasar, dan reksadana.

2.3.6 Manfaat Literasi Keuangan

Dapat dikatakan bahwa saat ini banyak masyarakat belum memahami

literasi keuangan, walaupun literasi keuangan setiap tahun mengalami

peningkatan. Saat tingkat literasi keuangan meningkat, maka banyak masyarakat

akan mendapatkan manfaat dari hal tersebut. Ada beberapa manfaat literasi

keuangan, yakni:

1. Literasi keuangan dapat mengakibatkan setiap individu ataupun

kelompok mengalami peningkatan dalam memanfaatkan dan memiliki

produk ataupun jasa keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan dalam

perencanaan keuangan dengan lebih baik.

2. Literasi keuangan membuat setiap individu ataupun kelompok

memahami dan mengetahui resiko dari penggunaan produk maupun

layanan jasa keuangan.

3. Dengan memahami literasi keuangan dengan baik, setiap

individu ataupun kelompok dapat menghindari transaksi keuangan yang

ambigu.

Karena manfaat tersebut di atas, literasi keuangan saat ini menjadi sangat penting.

Masyarakat Indonesia saat ini dapat berpartisipasi dalam program dari Otoritas

Jasa Keuangan (OJK) dengan tujuan peningkatan literasi keuangan. Program-

program ini meliputi:


1. Cakap Keuangan

a. Keterampilan, pengetahuan, dan kepercayaan masyarakat

ditingkatkan pada sektor layanan keuangan.

b. Keterampilan, pengetahuan, dan kepercayaan masyarakat

dikembangkannya infrastruktur pada sektor layanan keuangan.

2. Perilaku dan Sikap Keuangan Bijak

a. Masyarakat dituntut untuk menetapkan tujuan dan

perencanaan keuangan.

b. Peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan Masyarakat.

3. Akses Keuangan

a. Mengembangkan dan memfasilitasi akses masyarakat terhadap

sektor jasa keuangan.

b. Kebutuhan masyarakat akan dipenuhi dengan adanya penyediaan

produk dan layanan keuangan.

Menurut OJK, adanya program inisiatif tersebut mengharapkan agar kegiatan

yang akan dilakukan lebih tertuntun dan terlaksana seperti tujuan yang hendak

dicapai dengan masing-masing program strategis.

2.4 Inklusi Keuangan

2.4.1 Pengertian Inklusi Keuangan

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLKI,

2019) yang dijalankan oleh OJK, bahwa Inklusi keuangan merupakan

penyediaan akses terhadap beragam lembaga, layanan, dan produk keuangan


terkait kemampuan dan kebutuhan masyarakat guna mengoptimalkan

kemakmuran masyarakat.

Pada Center for Financial Inclusion menjelaskan bahwa inklusi keuangan

merupakan jalan kepada suatu produk keuangan dalam bentuk berupa kredit,

tabungan, pembayaran, dan asuransi, terdapat akses yang sangat berkapasitas

terhitung kejangkauan, kesesuaian, kenyamanan, dan dengan cara melakukan

pengawasan terkait perlindungan konsumen, juga hal tersebut dapat digunakan

atau diakses oleh semua orang.

Inklusi keuangan adalah aktivitas yang bertujuan menghilangkan berbagai

macam bentuk gangguan harga dan non harga dalam mengakses layanan

keuangan maka taraf hidup seluruh lapisan masyarakat dapat ditingkatkan

(Septiani & Wuryani, 2020).

Inklusi keuangan dideskripsikan sebagai tersedianya akses terhadap

beragam lembaga keuangan, barang, dan jasa sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan masyarakat guna meningkatkan kemakmuran masyarakat (Seotiono

& Setiawan, 2018).

Dari beberapa definisi yang sudah tercantum, dapat disimpulkan inklusi

keuangan adalah akses yang diberikan ke seluruh lapisan masyarakat atas produk

dan layanan keuangan.

2.4.2 Prinsip Inklusi Keuangan

Pada Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI 2017)

memuat sejumlah prinsip inklusi keuangan, antara lain:

1. Terukur
Prinsip ini berkaitan dengan persiapan dan penerapan suatu aktivitas

yang memiliki ruang lingkup untuk meningkatkan inklusi keuangan

dengan menggunakan berbagai pertimbangan, seperti seperti sistem

teknologi, biaya, waktu, keterjangkauan wilayah, serta adanya mitigasi

atas risiko yang berpotensial muncul dari jual beli produk dan layanan

keuangan sehingga pintu gerbang terhadap produk dan layanan

keuangan akan menjadi lebih baik yang mempunyai karakteristik

serupa kepada tujuan mencapai peningkatan inklusi keuangan.

2. Terjangkau

Pada prinsip terjangkau berkaitan dengan penerapan kegiatan

yang digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat dengan sedikit atau

tanpa biaya dan dimanfaatkannya teknologi untuk meningkatkan inklusi

keuangan.

3. Tepat Sasaran

Pada prinsip tepat sasaran berkaitan dengan penerapan aktivitas dalam

rangka meningkatkan inklusi keuangan seperti kemampuan konsumen,

keperluan konsumen, dan masyarakat yang dituju.

4. Berkelanjutan

Pada prinsip berkelanjutan berkaitan dengan penerapan kegiatan dengan

tujuan improve inklusi keuangan yang berkelanjutan, guna menggapai

tujuan yang direncanakan dan mempunyai aspek berkelanjutan.

2.4.3 Visi dan Misi Inklusi Keuangan


Pada Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 Tentang Strategi Nasional

Keuangan Inklusif menjadi landasan terhadap visi misi inklusi keuangan, antara

lain:

1. Visi

Visi inklusi keuangan adalah melebarkan ketersediaan bagi semua

lapisan masyarakat kepada pelayanan keuangan yang formal melewati

pengertian yang lebih baik kepada produk dan layanan keuangan, juga

tersedianya layanan keuangan formal yang tepat waktu, lancar, dan

aman dengan harga yang rendah, biaya yang sesuai kemampuan dan

kebutuhannya pada tujuan meningkatkan kemakmuran masyarakat.

2. Misi

a. Melakukan peningkatan kemampuan dan memberikan masyarakat

dalam menggunakan serta menggunakan layanan dan produk

keuangan.

b. Memenuhi taraf hidup seluruh lapisan masyarakat dengan

memberikan produk dan layanan keuangan yang bisa diandalkan.

c. Penggunaan layanan keuangan masyarakat ditingkatkan dengan cara

meningkatkan kesadaran dan rasa aman mereka.

d. Memberikan kekuatan sinergi di antara pemilik kepentingan.

Meningkatkan pembangunan inklusi keuangan agar


tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs) di

Indonesia.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor

76/POJK.07/2016 terkait Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan

pada Sektor Jasa Keuangan Bagi Konsumen dan Masyarakat sebagai

landasan tujuan inklusi keuangan, antara lain:

a. Memperluas kesempatan kepada seluruh lapisan masyarakat kepada

lembaga, produk, dan layanan keuangan.

b. Memperluas pengadaan layanan keuangan dan produk keuangan

yang diadakan oleh penyedia layanan keuangan sesuai terhadap

keterampilan & keperluan masyarakat.

c. Mengoptimalkan pemakaian layanan keuangan dan produk keuangan

yang disesuaikan dengan keterampilan & keperluan masyarakat.

d. Meningkatkan kapasitas pemakaian layanan dan produk keuangan

disesuaikan dengan keterampilan & keperluan masyarakat.

2.4.4 Indikator Inklusi Keuangan

Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kegiatan inklusi keuangan

diperlukan suatu ukuran kinerja. Dari beberapa referensi, Indikator yang dapat

dijadikan ukuran sebuah negara dalam mengembangkan inklusi keuangan (Bank

Indonesia, 2014):

1. Ketersedian/akses : mengukur kemampuan penggunaan jasa keuangan

formal dalam hal keterjangkauan fisik dan harga.


2. Penggunaan : mengukur kemampuan penggunaan aktual produk dan

jasa keuangan (a.i. keteraturan, frekuensi dan lama penggunaan).

3. Kualitas : mengukur apakah antribut produk dan jasa keuangan telah

memenuhi kebutuhan pelanggan.

4. Kesejahteraan : mengukur dampak layanan keuangan terhadap tingkat

kehidupan pengguna jasa


2.5 Kajian Empiris

Yang dimaksud dengan “kajian empiris” merupakan penjelasan dari setiap

penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dan sangat berkaitan dengan

masalah penelitian yang sedang dilaksanakan. Pengertian lain kajian empiris

adalah suatu metode pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan indra

manusia, sehingga hasilnya, metode yang digunakan tadi juga bisa diketahui dan

diamati orang lain yang ingin melakukannya (Sugiyono, 2017).

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Variabel Hasil


Peneliti/Tahun
1 Senda Yunita Pengaruh literasi 1. Literasi 1. Literasi keuangan
Leatimia (2023) keuangan dan keuangan (X1) berpengaruh
inklusi keuangan 2. Inklusi positif terhadap
terhadap kinerja keuangan (X2) kinerja UMKM
usaha, kecil dan 3. Kinerja 2. Inklusi keuangan
menengah UMKM (Y) tidak berpengaruh
(UMKM) terhadap kinerja
keuangan
2 Tasya Aprilianti Pengaruh literasi 1. Literasi Literasi keuangan
Putri , Dwi Epty terhadap keuangan (X1) berpengaruh
Hidayaty & Ery pengelolaan 2. Pengelolaan signifikan
Rosmawati keuangan pada keuangan (Y) terhadap
(2023) pelaku UMKM pengelolaan
keuangan pelaku
UMKM
3 Sintawati Mita Pengaruh literasi 1. Literasi 1. Literasi keuangan
Kusumaningrum keuangan, inklusi keuangan (X1) berpengaruh
,Gendro Wiyono keuangan dan 2. Inklusi negatif dan
& Alfiatul sikap keuangan keuangan (X2) signifikan
Maulida (2023) terhadap 3. Sikap terhadap
pengelolaan keuangan (X3) pengelolaan
keuangan 4. Pengelolaan keuangan UMKM
UMKM di Keuangan 2. Inklusi keuangan
Kapanewon UMKM (Y) tidak berpengaruh
Godean terhadap
Kabupaten pengelolaan
Sleman keuangan UMKM
3. Sikap keuangan
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
pengelolaan
keuangan. Hasil
lainnya
menyatakan
bahwa literasi
keuangan, inklusi
keuangan, dan
sikap keuangan
secara bersama-
sama berpengaruh
terhadap
pengelolaan
keuangan UMKM
di Kapanewon
Godean
4 Prilly Sampow, Pengaruh literasi 1. Literasi Pengaruh literasi
Jerry Wuisang keuangan dan keuangan (X1) keuangan dan
& Iwan Kandori inklusi keuangan 2. Inklusi inklusi keuangan
(2022) terhadap kinerja keuangan (X2) berpengaruh
UMKM di 3. Kinerja positif dan
Kelurahan UMKM (Y) signifikan
Matani Dua
terhadap kinerja
UMKM dengan
memberikan
kontribusi hasil
penelitian dengan
pengaruh sebesar
66,9%. Secara
parsial literasi
keuangan
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap kinerja
keuangan UMKM
memberikan hasil
kontribusi pada
penelitian ini
dengan pengaruh
sebesar 48,50%.
Sedangkan inklusi
keuangan
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap kinerja
keuangan UMKM
dengan
memberikan
konstribusi hasil
penelitian yaitu
dengan pengaruh
sebesar 18,40%.
5 Sisilah Pengaruh literasi 1. Literasi 1. Literasi keuangan
Maharani & keuangan dan Keuangan (X1) berpengaruh
Wayan Cipta inklusi keuangan 2. Inklusi terhadap kinerja
(2022) terhadap kinerja Keuangan (X2) UMKM
UMKM di Desa 3. Kinerja 2. Inklusi keuangan
Baktiseraga UMKM (Y) berpengaruh
Kec.Buleleng terhadap kinerja
UMKM
3. Literasi keuangan
dan inklusi
keuangan
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap kinerja
usaha mikro
6 Joko Susilo, Pengaruh literasi 1. Literasi 1. Literasi keuangan
Yuneita Anisma keuangan, inklusi Keuangan (X1) berpengaruh
& Azhari keuangan dan 2. Inklusi terhadap kinerja
Syofyan (2022) inovasi terhadap Keuangan (X2) UMKM
kinerja UMKM 3. Inovasi (X3) 2. Inklusi keuangan
4. Kinerja berpengaruh
UMKM (Y) positif terhadap
kinerja UMKM
3. Literasi keuangan,
Inklusi keuangan
dan Inovasi
berpengaruh
positif terhadap
kinerja UMKM
7 Husnul Akhyar Pengaruh inklusi 1. Inklusi 1. Inklusi keuangan
(2021) keuangan dan keuangan (X1) berpengaruh
literasi keuangan 2. Literasi positif dan
terhadap kinerja keuangan (X2) signifikan
UMKM 3. Kinerja terhadap kinerja
Kecamatan keuangan (Y) UMKM
Kuantan Tengah 2. Literasi keuangan
Kabupaten berpengaruh
Kuantan Singingi positif dan
signifikan
terhadap kinerja
UMKM
3. Inklusi keuangan
dan literasi
keuangan sama-
sama memiliki
pengaruh yang
signifikan dan
positif terhadap
kinerja UMKM
8 Syarfi Pengaruh literasi 1. Literasi Literasi keuangan
Baharudin keuangan Keuangan (X1) berpengaruh
(2021) terhadap kinerja 2. Kinerja positif terhadap
UMKM kuliner UMKM (Y) kinerja UMKM
Kota Makassar kuliner Kota
Makassar
9 Hilmawati & Inklusi Keuangan 1. Inklusi 1. Tidak terdapat
Kusumaningtias dan Literasi Keuangan (X1) pengaruh inklusi
(2021) Keuangan 2. Literasi keuangan kepada
Terhadap Keuangan (X2) kinerja dan
Kinerja dan 3. Kinerja keberlangsungan
Keberlangsungan UMKM (Y1) sektor UMKM.
Sektor Usaha 4. Keberlangsung 2. Terdapat
Mikro Kecil an UMKM pengaruh literasi
Menengah. (Y2) keuangan kepada
kinerja dan
keberlangsungan
sektor UMKM.
11 Odetayo Financial 1. Financial Literasi keuangan
Tajudeen Literacy and Literacy (X1) dan inklusi
A, Sajuyigbe Financial 2. Financial keuangan
Ademola Inclusion as Inclusion (X2) secara bersama-
S,Adeyemi Tools to 3. Businesses‟ sama
Adewumi Enchance Performance mempengaruhi
Z. (2020) Small Scale
Businesses‟ (Y) kinerja usaha
Performance in kecil. Artinya
Southwest, terdapat
Nigeria hubungan positif
dan signifikan
antara literasi
keuangan dan
inklusi keuangan
12 Risa Nadya Pengaruh 1. Literasi Literasi keuangan
Septiani dan Literasi Keuangan (X1) dan Inklusi
Eni Wuryani Keuangan dan 2. Inklusi Keuangan
(2020) Inklusi Keuangan (X2) merupakan faktor
Keuangan 3. Kinerja yang
Terhadap UMKM (Y) mempengaruhi
Kinerja perkembangan
Keuangan UMKM
UMKM
13 Kadek Pengaruh 1. Literasi 1. Literasi
Agus Suardana Literasi Keuangan (X1) keuangan
& Lucy Keuangan, berpengaruh
Akses 2. Akses positif dan
Sri Musmini Permodalan signifikan
Permodalan (X2)
(2020) dan Minat terhadap kinerja
3. Minat
Menggunakan UMKM.
E- Commerce Menggunakan 2. Akses
Terhadap E-Commerce permodalan
Kinerja UMKM (X3) berpengaruh
di Kecamatan positif dan
Buleleng 4. Kinerja signifikan
UMKM (Y) terhadap terhadap
kinerja UMKM
menggunakan E-
Commerce
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap kinerja
UMKM
14 Idawati & Pengaruh Literasi 1. Literasi Literasi keuangan
Pratama (2020) keuangan Keuangan (X1) berpengaruh
terhadap kinerja 2. Kinerja positif terhadap
dan UMKM (Y1) kinerja UMKM
keberlangsungan 3. Keberlangsung Literasi keuangan
UMKM di Kota an UMKM berpengaruh
Denpasar (Y2) positif terhadap
keberlangsungan
UMKM di Kota
Denpasar, dengan
hasil nilai T-
statistik 56,320
15 Muh. Fuad Pengaruh 1. Literasi Pada penelitian ini
Alamsyah Literasi keuangan (X1) literasi keuangan
(2020) Keuangan dan 2. Kualitas dan kualitas
Kualitas manajemen manajemen
Manajemen keuangan (X2) keuangan secara
Keuangan 3. Kinerja simultan
Terhadap Kinerja Keuangan berpengaruh
Keuangan Pada UMKM (Y) secara signifikan
UKM Meubel di terhadap kinerja
Kota Gorontalo keuangan sebesar
0,796% atau
79,6% dan sisanya
20,4%
yang ditentukan
oleh faktor faktor
lain yang tidak
diteliti.

Sumber: data sekunder diolah (2023)


2.6 Keterkaitan antara Variabel

2.6.1 Hubungan Variabel Literasi Keuangan Terhadap Kinerja UMKM

Literasi Keuangan dideskripsikan sebagai informasi, keterampilan, dan

keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas

pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan untuk mencapai kemakmuran

(Seotiono & Setiawan, 2018). Tingkat pemahaman keuangan pelaku ekonomi

sebanding dengan tingkat kinerja keuangannya. Peningkatan kinerja keuangan

UMKM diperoleh dari literasi keuangan yang baik. Suatu nilai produktivitas

yang tinggi berpotensi didapatkan oleh orang-orang yang orang dengan literasi

keuangan yang lebih tinggi (Seotiono & Setiawan, 2018).

Terdapat penelitian sebelumnya yang memiliki hipotesis sama, berikut ini

beberapa hasil dari penelitian tersebut, literasi keuangan simultan berpengaruh

positif terhadap kinerja (Silsalah Maharani & Wayan Cipta, 2022). Literasi

keuangan berpengaruh positif terhadap kinerja UMKM (Joko Susilo, Yunita

Anisma & Azhari Softyan, 2022)

H1: Literasi keuangan berpengaruh positif terhadap Kinerja UMKM

2.6.2 Hubungan Variabel Inklusi Keuangan Terhadap Kinerja UMKM

Inklusi keuangan dideskripsikan sebagai tersedianya akses terhadap

beragam lembaga keuangan, barang, dan jasa sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan masyarakat guna meningkatkan kemakmuran masyarakat (Seotiono

& Setiawan, 2018). inklusi keuangan merupakan cara yang dijaminkan akses

kepada produk dan layanan keuangan yang diperlukan oleh semua lapisan

masyarakat, seperti masyarakat umum maupun kelompok rentan, contoh


masyarakat berpenghasilan kecil, dengan jenjang biaya yang wajar dan transparan

(Mundra & Deputy, 2016).

Terdapat penelitian sebelumnya yang memiliki hipotesis sama, berikut ini

beberapa hasil dari penelitian tersebut, Inklusi keuangan berpengaruh positif

kepada kinerja UMKM (Husnul Akyar, 2021). Terdapat pengaruh positif inklusi

keuangan kepada kinerja UMKM (Prilly Sampow, Jerry Wuisang & Iwan

Kandori, 2022).

H2 : Inklusi keuangan berpengaruh positif terhadap kinerja UMKM

2.6.3 Hubungan variabel literasi keuangan dan Inklusi keuangan terhadap

kinerja keuangan

Menurut Abor dan Quartey (2010) UMKM sering mengalami

keterlambatan dalam perkembangannya, hal ini disebabkan berbagai masalah

konvensional yang tidak terselesaikan secara tuntas seperti masalah kapasitas

SDM, kepemilikan, pembiayaan, pemasaran dan berbagai masalah lain yang

berkaitan dengan pengelolaah usaha. Oleh karena itu, upaya strategis diperlukan

untuk meningkatkan kinerja UMKM. Salah satu cara yang dapat dilakukan

adalah memperkaya pengetahuan pelaku UMKM terhadap pengetahuan

keuangan sehingga pengelolaan dan akuntabilitasnya bisa dipertanggung

jawabkan dengan baik (Aribawa, 2016).

Hal ini dikarenakan literasi keuangan memfasilitasi penggunaan produk

secara efektif dan membantu pelaku usaha mengembangkan keterampilan dan

produk keuangan terbaik sesuai dengan kebutuhan, kondisi tersebut sebagai

syarat untuk meningkatkan inklusi keuangan. Inklusi keuangan mampu


melakukan perubahan dalam pola berpikir para pelaku ekonomi dalam melihat

uang dan keuntungan (Rossy Wulandari, 2019).

Terdapat penelitian dengan hipotesis yang sama, berikut ini beberapa hasil

dari penelitian tersebut. Literasi keuangan dan inklusi keuangan berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja UMKM (Prilly Sampow, Jerry Wuisang &

Iwan Kandori, 2022). Inklusi keuangan dan literasi keuangan sama-sama

memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja UMKM (Husnul

Akhyar, 2021).

H3 : Literasi keuangan dan inklusi keuangan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja UMKM

2.7 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah

yang penting (Sugiyono, 2019).

2.7.1 Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian diartikan sebagai pola pikir yang menunjukan

hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis

dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang

digunakan untuk merumuskan hipotesis dan jumlah hipotesis dan teknik analisis

statistik yang akan digunakan (Sugiyono, 2019).

Pengaruh literasi keuangan dan inklusi keuangan terhadap kinerja UMKM,

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Drs. Teten Masduki mengatakan

meskipun kinerja pembiayaan UMKM setiap tahun mengalami peningkatan,


namun rasio kredit perbankan bagi UMKM hanya sekitar 20% dari total kredit

atau masih dibawah target yang ditetapkan pemerintah, hal tersebut dikarenakan

masih rendahnya pengetahuan pelaku UMKM tentang informasi keuangan

padahal tingkat inklusi keuangan sudah mencapai 70%-80%. Bisa dikatakan

walaupun kinerja keuangan mengalami peningkatan tapi literasi keuangan pelaku

UMKM masih rendah.

X1 r1

R
r3 Y
r2
X2

Gambar 2.1

Paradigma Penelitian

Dimana:

X1 = Literasi keuangan

X2 = Inklusi keuangan

Y = Kinerja UMKM

r1 = Menunjukan hubungan antara (X1) dan (Y)

r2 = Menunjukan hubungan antara (X2) dan (Y)

r3 = Menunjukan hubungan antara (X1) dan (X2)

R = Menunjukan hubungan antara (X1) dan (X2) dengan (Y)


2.8 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dikatakan semetara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan

pada teori (Sugiyono, 2014). Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah

yang telah dijabarkan dalam kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan

adalah:

H1: Literasi Keuangan berpengaruh terhadap Kinerja UMKM di Kota Depok

H2: Inklusi Keuangan berpengaruh terhadap Kinerja UMKM di Kota Depok

H3: Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan secara Bersama-sama berpengaruh

terhadap Kinerja UMKM di Kota Depok


BAB III

OBJEK DAN METODELOGI PENELITIAN

3.1 Data Penelitian

3.1.1 Gambaran Umum

Kota Depok adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Depok bahwa jumlah penduduk Kota

Depok pada tahun 2020 tercatat sebanyak 2.056.335 jiwa. Sebagian besar

penduduk kota Depok merupakan pelaku UMKM yang sangat berperan penting

sebagai roda perekonomian di Kota Depok. Dari data yang diperoleh dari Dinas

Koperasi dan UMKM Kota Depok, pelaku UMKM Kota Depok dari tahun

ketahun mengalami peningkatan. Tahun 2018 tercatat pelaku UMKM sebesar

183.104, pada tahun 2019 pelaku UMKM meningkat sebesar 194.433 dan pada

tahun 2020 pelaku UMKM meningkat sebesar 206.463.

3.1.2 Kegiatan Usaha

Kegiatan usaha merupakan suatu aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan

keinginan manusia, organisasi dan masyarakat luas dengan tujuan mecari

keuntungan. Kegiatan usaha UMKM bisa dijalankan oleh individu , rumah tangga

maupun badan usaha kecil. Dari data dinas koperasi dan usaha kecil jawa barat

diketahui bahwa kegiatan usaha pelaku UMKM di Kota Depok pada tahun 2020

didominasi jenis usaha kuliner dalam persentase sejumlah 38% yaitu sebanyak

73.879 unit, sedangkan usaha batik dengan jumlah paling sedikit dengan

persentase 0,23% yaitu sebanyak 69 unit . Berikut rician lengkap kegiatan usaha

UMKM Kota Depok:


Gambar 3.1

Jumlah UMKM di Kota Depok berdasarkan kategori usaha 2020

Sumber: Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Jawa Barat (data diolah)

Bisnis kuliner yang banyak diminati para pelaku usaha mikro kecil dan

menengah (UMKM) di Kota Depok, Jawa Barat, semakin menempatkan peringkat

pada posisi teratas. Terlebih di masa pandemi, bisnis ini dipilih karena dianggap

bisa menjadi solusi untuk keluar dari resesi ekonomi.

3.2 Metodelogi Penelitian

3.2.1 Metode yang digunakan

Penggunaan metode penelitian sangat penting dalam sebuah penelitian.

Penggunaan metode ini untuk menguji kebenaran, menentukan data penilaian,

menemukan dan mengembangkan sebuah pengetahuan serta mengkaji kebenaran

suatu pengetahuan sehingga memperoleh hasil yang diharapkan. Metode

penelitian adalah metode kerja yang dilakukan dalam penelitian termasuk alat-
alat yang digunakan untuk mengukur dan mengumpulkan data saat

penelitian. Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2017).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

dan verikatif. Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk

menggambarkan keadaan atau nilai satu atau lebih variabel secara mandiri

(Sugiyono, 2017). Metode ini ditujukan untuk menjawab rumusan masalah yaitu

bagaimana literasi keuangan, bagaimana inklusi keuangan dan bagaimana kinerja

UMKM di Kota Depok.

Metode verifikatif dapat diartikan sebagai penelitian yang dilakukan

terhadap populasi atau sampel tertentu dengan tujuan untuk menguji hipotesis

yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2017). Adapun penelitian kuantitatif menurut

dapat diartikan sebagai metode penelitiam yang berlandaskan pada filsafat

positivism, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,

pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat

kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menggambarkan dan menguji

hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2017). Metode penelitian verifikatif

digunakan untuk mengetahui dan mengkaji besarnya pengaruh inklusi keuangan,

literasi keuangan terhadap kinerja UMKM secara simultan maupun parsial di

Kota Depok.

3.2.2 Jenis dan Sumber Data

3.2.2.1 Data Sekunder


Data sekunder merupakan informasi yang telah disusun oleh orang lain

selain peneliti yang sedang melaksanakan penelitian saat ini (melalui dokumen

atau sumber lain) (Sekaran & Bougie, 2017). Pengertian lain data sekunder yaitu

sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul

data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Data sekunder yang didapatkan

penulis berasal dari jurnal, artikel, media internet dan buku yang berkaitan

dengan topik penelitian ini (Sugiyono, 2017).

3.2.3 Populasi dan Sampel

3.2.3.1 Populasi

Populasi merupakan suatu daerah generalisasi yang dibentuk oleh benda

atau subyek yang memiliki besaran & sifat spesifik yang ditentukan oleh peneliti

guna membuat suatu kesimpulan & mempelajari darinya (Sugiyono, 2017).

Pengertian lain Populasi merupakan seluruh objek yang akan diteliti, biasanya

anggota populasi bisa berwujud benda tidak hidup atau hidup, dimana karakter-

karakter yang ada di dalamnya bisa diperhatikan dan ditakar (Radjab & Jam’an,

2017). Dapat disimpulkan bahwa populasi adalah sekumpulan benda memiliki

kesesuaian dengan karakteristik yang segera diamati dan diteliti, maka penelitian

ini memiliki populasi terdiri dari 206.463 unit UMKM di Kota Depok.

Tabel 3.1

Karakteristik Populasi
Kategori Karakteristik
Gender  Laki-laki
 Perempuan
Umur  18 - 22 Tahun
 23 - 27 Tahun
 28 - 32 Tahun
 33 - 37 Tahun
 > 38 Tahun
Jenjang Pendidikan  Sekolah Menengah Atas
 Diploma
 Stara 1
 Stara 2
 Stara 3
Status  Pemilik / Owner
 Manajer / Supervisor
Usia Bisnis  >1 tahun
 1 - 3 tahun
 4 -6 tahun
 > 5 Tahun
Kriteria UMKM Berdasarkan Undang-undang Nomor 20
Tahun 2008:
 Mikro, pendapatan pertahun
< Rp.300 Juta
 Kecil, pendapatan pertahun
>Rp.300 Juta - 2,5 Miliar
 Menengah, pendapatan pertahun
> Rp.2,5 Miliar – 50 Miliar
Sumber : Data sekunder diolah (2023)

3.2.3.2 Sampel

Kumpulan jumlah dan sifat yang dimaksudkan untuk mewakili populasi

tertentu dikenal sebagai sampel (Sugiyono, 2017). Andaikan populasi diteliti


memiliki jusmlah yang banyak dan peneliti tidak memungkinkan untuk meneliti

seluruhnya, dimisalkan keterbatasan waktu dan tenaga, sehingga dipastikan

peneliti akan mengambil sampel dari beberapa populasi yang memenuhi kriteria.

Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan menggunakan teknik non-

probability sampling. Teknik non-probability sampling yaitu teknik pengambilan

sampel tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur

anggota (populasi) untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2017).

Teknik ini digunakan karena populasi terlalu banyak dan keterbatasan waktu

yang peneliti punya. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak

100 responden. Jumlah sampel diambil berdasarkan rumus Slovin:

N
n= 2
1+ n(e)

Dimana :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

e = Tingkat kesalahan

Dalam laporan kinerja UMKM di Kota Depok jumlah UMKM yang aktif

di Kota Depok ada sebanyak 206.456 unit. Maka populasi N= 206.456 dengan

asumsi tingkat kesalahan (e)= 10%, maka jumlah sampel yang harus digunakan

dalam penelitian ini adalah sebanyak

206.456
n= 2
1+206.456 (10 %)

n = 99,95 ≈ 100 responden


Dalam perhitungan di atas, kita sudah dapat mengetahui 206.456 usaha

dengan tingkat kesalahan 10% = 100 responden dari jumlah sampel. Oleh sebab

itu, bisa dikatakan bahwa sampel penelitian ini selaku teknis representatif.

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono,

2017). Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala Likert

mempunyai gradasi yang positif. Terdapat lima kategori pembobotan dalam

skala Likert, yaitu:

Tabel 3.2

Skala Likert

Skala Keterangan Pernyataan positif


1 Sangat setuju 5
2 Setuju 4
3 Ragu-ragu 3
4 Tidak Setuju 2
5 Sangat tidak setuju 1

3.2.4 Operasional Variabel

Operasional variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian di tarik kesimpulanya (Sugiyono, 2017). Operasionalisai

variabel ini diperlukan untuk menentukan jenis dan indikator dari varibel –

variabel yang terkait dalam penelitian ini. Selain itu, proses ini juga untuk

menentukan skala pengukuran dari masing-masing variabel sehingga pengujian

hipotesis dengan menggunakan alat bantu statistik dapat dilakukan secara benar.
Tabel 3.3

Operasional Variabel

No Variabel Definisi Indikator Skala


1 Literasi Literasi Keuangan 1. Pengetahuan dasar
keuangan merupakan pengelolaan keuangan
(X1) pengetahuan, 2. Pengelolaan kredit
keterampilan, & 3. Pengelolaan
keyakinan yang tabungan dan investasi
berdampak pada sikap 4. Manajemen resiko
dan perilaku untuk (Chen dan Volpe,
mengoptimalkan 1998) Likert
kualitas pembuatan
keputusan dan
pengelolaan keuangan
untuk tujuan
mendapatkan
kemakmuran (SNLKI,
2019)
2 Inklusi Inklusi keuangan 1. Ketersediaan/akses
keuangan adalah 2. Penggunaan
(X2) seluruh upaya yang 3. Kualitas
bertujuan untuk 4. Kesejahteraan
meniadakan segala (Bank Indonesia, 2016)
bentuk hambatan
terhadap akses
masyarakat dalam Likert
memanfaatkan
layanan jasa
keuangan dengan
biaya yang terjangkau
(Soetiono dan
Setiawan,
2018).
3 Kinerja Kinerja keuangan 1. Pertumbuhan usaha
UMKM merupakan suatu 2. Pertumbuhan pendapatan
(Y) gambaran tentang 3. Pertumbuhan modal Likert
kondisi keuangan 4. Pertambahan tenaga kerja
suatu perusahaan yang setiap tahun
dianalisis dengan alat 5. Pertumbuhan pasar dan
analisis keuangan, pemasaran
sehingga dapat (Munizu, 2010)
diketahui mengenai
baik buruknya
keadaan keuangan
suatu perusahaan yang
mencerminkan
prestasi kerja dalam
periode tertentu
(Irham fahmi, 2012).
Kinerja UMKM
merupakan hasil
kerja yang di capai
oleh seorang individu
dan dapat diselesaikan
dengan tugas individu
tersebut didalam
perusahaan dan pada
suatu periode tertentu,
dan akan dihubungkan
dengan ukuran nilai
atau standard dari
perusahaan yang
individu bekerja
(Aribawa, 2016)
Sumber: Data sekunder diolah (2023)

3.2.5 Uji Kualitas Data

3.2.5.1 Uji Validitas

Uji validitas merupakan suatu instrument penelitian yang dianggap

dapat menghasilkan data yang valid, apabila instrument tersebut dapat

digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Asra, 2015). Untuk

signifikasi dilakukan dengan membandingkan nilai rhitung dengan rtable untuk

degree of freedom (df) = n-2 dalam hal ini “n” adalah jumlah sampel. Jika
rhitung lebih besar dari rtable dan nilai positif maka butir pertanyaan atau

indikator tersebut dikatakan valid (Ghozali, 2013).

3.2.5.2 Uji Realibilitas

Uji Reliabilitas adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali

untuk mengukur suatu objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama

(Asra, 2015). Menurut Sujarweni (2014), uji reliabilitas dapat dilakukan dengan

bersama-sama terhadap seluruh butir atau item pertanyaan dalam angket

(kuesioner) penelitian. Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji

reliabilitas adalah sebagai berikut:

a. Jika nilai Cronbach Alpha >0,60 maka kuesioner atau angket dinyatakan

reliable atau konsisten.

b. Sementara, jika nilai Cronbach Alpha <0,60 maka kuesioner atau

angket dinyatakan tidak reliable atau tidak konsisten.

3.2.5.3 Uji asumsi klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi

normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai

residual mengikuti distribusi normal. Persamaan regresi dikatakan baik

jika mempunyai variabel bebas dan variabel terikat berdistribusi normal

(Ghozali, 2011). Dasar pengambilan kepurusan dapat dilakukan dengan

melihat angka probabilitasnya, yaitu:


a. Jika probabilitas 0,05 maka distribusi dari model regresi

adalah normal.

b. Jika probablitas 0,50 maka distribusi dari model regresi

adalah tidak normal.

b. Uji Multikolineritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (bebas). Model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel

independen (bebas). Jika variabel independen saling berkorelasi, maka

variabel-variabel ini tidak ortHogonal. Variabel ortHogonal adalah

variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel

independen sama dengan nol (Ghozali, 2011). Uji multikolinieritas

dilakukan dengan melihat besarnya Variance Invelantions Factor (VIF)

dan tolerance. Jika VIF >10 hal ini berarti terjadi korelasi antar variabel

independen dan sebaliknya jika nilai VIF <10 hal ini berarti tidak terjadi

korelasi antar variabel.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain. Uji heteroskedastisitas muncul apabila

kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak memiliki

varian yang konstan dari suatu observasi ke observasi lainnya (Ghozali,

2011). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini


dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik

scatterplot antara SRESID dan ZPRED serta menggunakan uji

Spearman. Hipotesis dirumuskan dengan kriteria keputusan sebagai

berikut:

H0: Tidak ada heteroskedastisitas (Nilai probabilitas >0,05 H0

diterima)

Ha: Terdapat heteroskedastisitas (Nilai probabilitas <0,05 H0

ditolak).

3.2.6 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis

3.2.6.1 Analisis Verifikatif atau Kuantitatif

Dalam penelitian kuantitatif analisis data menggunakan statistik. Statistik

yang digunakan dapat berupa statistik deskriptif dan inferensial/induktif. Statistik

inferensial dapat berupa statistik parametris dan statistik nonparametris. Peneliti

menggunakan statistik inferensial bila penelitian dilakukan pada sampel yang

dilakukan secara random. Data hasil analisis selanjutnya disajikan dan diberikan

pembahasan. Penyajian data dapat berupa tabel, tabel ditribusi frekuensi, grafik

garis, grafik batang, piechart (diagram lingkaran), dan pictogram. Pembahasan

hasil penelitian merupakan penjelasan yang mendalam dan interpretasi terhadap

data-data yang telah disajikan (Sugiyono, 2017). Metode deskriptif verifikatif

tersebut digunakan untuk menguji lebih dalam pengaruh literasi keuangan dan

inklusi keuangan terhadap kinerja UMKM di Kota Depok.

Adapun analisis statistic yang digunakan sebagai berikut:


1. Alisisis Linear berganda

Dalam penelitian ini dilakukan analisis regresi linier berganda,

karena penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh literasi

keuangan (X1) dan inklusi keuangan (X2) terhadap Kinerja UMKM

(Y). Persamaan regresi berganda dalam penelitian ini menggunakan

rumus:

Y= α +b1X1 + b2X2 + e
Dimana:

Y = Variabel terikat

α = Bilangan konstanta

b1 = Koefisien regresi antara literasi keuangan dengan kinerja

b2 = Koefisien regresi antara inklusi keuangan dengan kinerja

X1 = Variabel bebas (Literasi keuangan)

X2 = Variabel bebas (Inklusi keuangan)

e = Error

3.2.6.2 Uji Hipotesis

1. Uji T (Uji Parsial)

Uji t merupakan pengujian yang melakukan seberapa jauh

pengaruh satu variabel independen secara individual dalam

menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2011). Hipotesis parsial

dijelaskan kedalam bentuk statistik sebagai berikut:


H0 : β1 ≠ 0, Tidak terdapat pengaruh literasi keuangan terhadap kinerja

UMKM

Ha : β1 = 0, Terdapat pengaruh literasi keuangan terhadap kinerja

UMKM

H0 : β2 ≠ 0, Tidak terdapat pengaruh inklusi keuangan terhadap kinerja

UMKM

Ha : β2 = 0, Terdapat pengaruh inklusi keuangan terhadap kinerja

UMKM

Selanjutnya, hasil hipotesis thitung dibandingkan dengan ttabel dengan

ketentuan sebagai berikut:

Jika thitung ttabel, H0 diterima dan Ha ditolak

Jika thitung ttabel, H0 diterima dan Ha diterima

2. Uji F (Simultan)

Uji F digunakan untuk mengetahui tingkat signifikan pengaruh

variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel

dependen (Ghozali, 2011). Hipotesis simultan dikelaskan kedalam bentuk

sebagai berikut:

H0 : β1 β2 ≠ 0, artinya tidak terdapat pengaruh literasi keuangan

dan inklusi keuangan terhadap kinerja UMKM.

Ha: β1β2 = 0, artinya terdapat pengaruh literasi keuangan dan

inklusi keuangan terhadap kinerja UMKM.

Berdasarkan tingkat signifikasi 0,05, jika signifikansi > 0,05 maka H0

diterima artinya variabel independen secara bersama-sama tidak


berpengaruh terhadap variabel dependen. Sedangkan jika signifikansi

<0,50, maka H0 ditolak artinya variabel independen secara bersama-

sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

3. Analisis Koefisien Determinasi (R2)

2
Koefisien determinasi (R ) pada intinya mengukur seberapa

jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel

independen (Ghozali, 2013). Nilai koefisien determinasi adalah

2
nol dan satu. Nilai R yang kecil berarti kemampuan variabel-

variabel independent dalam menjelaskan variabel dependen amat

terbatas. Nilai mendekati satu berarti variabel independen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variasi variabel dependen. Rumus koefisien determinasi

simultan sebagai berikut:

Kd = r2 x 100%

Dimana:

Kd = Koefisiensi determinasi

R2 = Kuadrat dari koefisiensi ganda.


DAFTAR PUSTAKA

Haryo Limaseto. (2022), Perkembangan UMKM sebagai Critical

Engine Perekonomian Nasional Terus Mendapatkan Dukungan Pemerintah,

(https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/4593/perkembangan-umkm-

sebagai-critical-engine-perekonomian-nasional-terus-mendapat-kan-

dukungan-pemerintah, diakses 6 Juli 2023).

Latifah syahda. (2022), Ancaman resesi 2023, UMKM bisa jadi Solusi Jitu,

(https://www.its.ac.id/news/2022/11/05/ancaman-resesi-2023-umkm-bisa-

jadi-solusi-jitu/, diakses 7 Juli 2023).

Hilmawati & Kuumaningtias. (2021), “Inklusi Keuangan dan Literasi

Keuangan Terhadap Kinerja dan Keberlangsungan Sektor Usaha Mikro

Kecil Menengah,” Nominal: Barometer Riset Akuntansi dan Manajemen.

Tuffour, Amoako, & Amartey. (2020),” Assessing the Effect of Financial Literacy

Among Managers on the Performance of Small-Scale Enterprises,” Global

Business Review.
Idawati & Pratama. (2020), “Pengaruh Literasi Keuangan Terhadap

Kinerja dan Keberlangsungan UMKM di Kota Denpasar,”. Warmadewa

Management and Business Journal (WMBJ).

Sari. (2019), “Literasi Keuangan Pelaku Ekonomi UMKM Perempuan di

Kecamatan Patrang Kabupaten Jember,” Prosiding Seminar Nasional &

Call

ForPaper.

Bire,S auw & Maria. (2019), “The Effect of Financial Literacy towards

Financial Inclusion through, Financial Training. International journal of

social sciences and humanities,”

Rossy Wulandari. (2019), “Pengaruh Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan

Terhadap Kinerja UMKM (Studi Kasus pada UMKM Provinsi DKI

Jakarta),”(Online), Vol 3, No. 1.(https://repository.uinjkt.ac.id, diakses 4

Juli 2023).

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. (2022), Strategi Digitalisasi

UMKM Demi Meraih Peluang Pasar Global,(https://ukwms.ac.id/strategi-

digitalisasi-umkm-demi-meraih-peluang-pasar-global/, diakses 6 Juli 2023).

Doni003. (2022), UMKM Naik Kelas, UMKM Go Digital,

(https://www.kominfo.go.id/content/detail/41205/umkm-naik-kelas-umkm-

go-digital/0/artikel, diakses 6 Juli 2023).


Sanitasya, Raharjo & Iqbal. (2019), “Pengaruh Literasi Keuangan dan Inklusi

KeuanganTerhadap Kinerja Usaha Kecil di Kalimantan Timur,” Jurnal

Economia.

Yanti. (2019), “Pengaruh Inklusi Keuangan dan Literasi Keuangan

TerhadapKinerja UMKM diKecamatan Moyo Utara,”Jurnal Manajemen dan

Bisnis Vol.2 No.12019 Publisher Jurnal Universitas Teknology Sumbawa.

Thabet, Manaf, Ali & Kantanji. (2019), “Financial literacy and SMEs’ potential

entrepreneurs: The case of Malaysia,” Humanities and Social Sciences

Reviews.

Ye & Kulathun ga. (2019), “ How Does Financial Literacy Promote

Sustainability in SMEs? A Developing Country Perspectiv,” Sustainability

(Switzerland).

Rumbianingrum & Wijayangka. (2018), “Pengaruh Literasi Keuangan terhadap

pengelolaan UMKM,”Jurnal Manajemen dan Bisnis (ALMANA)

Dewi & Rahma. (2018), “ The Effect ofFinancial Literacy and Financial

Access to the Performance of SMEs (Small and Medium Enterprises) in

Trade Sector of Padang Cit,”. International Journal of Progressive Sciences

and Technologie s (IJPSAT).

Widiyati, Wijayanto dan Prihatiningsih. (2018), “ Financial Literacy Model at

Micro Small Medium Entreprise (MSMEs) Jurnal MIMBAR,”Jurnal

MIMBAR, Vol.34 No 2th Publisher Indonesian Publication Index.


Widiyanti, Damayanti dan Marwanti. (2017), “Pengaruh Financial Literacy

Terhadap Keberlangsungan Usaha Pada UMKM Desa Jatisari,” Jurnal

Ilmiah Manajemen dan Bisnis.

Sajuyigbe dan S, Ademola. (2017), “Influence of Financial Inclusion and Social

Inclusion on the Performance of Women Owned Businesses in Lagos State,

Nigeria,”Scholedge International Journal of Management and Development

Published by Scholedge R and D Center.

Eddy Cahyono Sugiarto. (2021), Kewirausahaan dan Pertumbuhan Ekonomi,

(https://www.setneg.go.id/baca/index/kewirausahaan_umkm_dan_pertumbu

han_ekonomi, diakses 6 Juli 2023).

Otoritas Jasa Keuangan. (2022), Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan

Tahun2022,(https://ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaranpers/Pages/

Survei-Nasional-Literasi-dan-Inklusi-Keuangan-Tahun-2022.aspx, diakses 6

Juli 2023).
79

Anda mungkin juga menyukai