Anda di halaman 1dari 3

1.

Contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan melihat kearah lain
pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon keuntungan pada
seruan promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu juga pada budaya yang
individualistik. Sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum
muda/tua, meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan
perbedaan/keseragaman. Individual/kolektif budaya individualis terdapat pada budaya
Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan,
Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi
mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri yang
berpengaruh besar pada individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya yang
memiliki perbedaan nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan
sumber yang lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari negara
yang lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif
dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema yang
diangkat seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif di negara Amerika
tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina. Usia muda/tua dalam hal ini
apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih berperan
dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain adalah melihat
faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia.

Seperti contoh di negara kepulauan Fiji, para orang tua memilih untuk menyenangkan
anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan para orang tua di
Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak mereka. Di samping itu,
walaupun Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk membatasi keluarga
memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil”
bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan kata lain,
penting untuk diingat bahwa segmen tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera
pemasar harus menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada
budaya didalamnya. Luas/batasan keluarga yang dimaksud disini adalah bagaimana
keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi anggota
keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa (orang tua) memiliki
kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya. Atau malah
sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi diri mereka
sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwasanya pengaruh pembelian oleh orang tua akan
berpengaruh untuk seterusnya pada anak.

2. Hubungan antara budaya dan strategi pemasaran biasanya terjadi dengan perusahaan
melihat budayanya kemudian dari pemahaman budaya tersebut perusahaan
mengembangkan menjadi produk. Contohnya, seperti dahulu di jawa sudah menjadi
budaya orang mengobati dirinya sendiri dengan meminum rempah-rempah dan membuat
jamu-jamuan. Namun ada kalangan tertentu yang mencobanya menjadi inovatif yang
akhirnya membuat jamu lalu dijualnya agar orang-orang tersebut tidak perlu lagi
membuat sendiri sehingga menjadi lebih praktis dan tidak menghabiskan waktu untuk
mencari bahan bakunya. Selain itu, perusahaan-perusahaan telekomunikasi melihat
budaya konsumen kita ternyata sangat intensif dalam mengakses media social, sehingga
pada akhirnya perusahaan menyesuaikan dan membuat produk layanannya dengan
memberikan fitur pada produknya. Berdasarkan layanan media sosial tersebut pelanggan-
pelanggannya otomatis dapat mengakses dengan gratis.

Pada perusahaan handphone juga demikian dalam membangun sistemnya seperti dapat
terhubung dengan jaringan social. Akan tetapi perusahaan itu sendiri memiliki pengaruh
yang besar dalam menciptakan budaya atau culture baru yang salah satunya adalah
budaya chatting. Budaya chatting tersebut juga memiliki fasilitas yang semakin tinggi
karena digunakan untuk komunikasi yang mudah dan murah. Jadi, selain perusahaan
mengadopsi apa yang terjadi di masyarakat, yaitu produk tetapi perusahaan tersebut juga
membangun budaya baru misalnya budaya pada orang yang berkendaraan awalnya bebas
jika mengendarai motor tetapi setelah banyak insiden kecelakaan pada pengendara motor
maka muncullah peraturan bahwa orang yang mengendarai motor diharuskan
menggunakan helm untuk melindungi pengendara. Jadi, seringkali budaya tidak cukup
dimunculkan peraturan kemudian jika tidak ditaati dikenakan sanksi. Hal tersebut
merupakan salah satu bukti bahwa lingkungan konsumen memiliki pengaruh yang cukup
besar terhadap perilaku manusia sebagai konsumen.

Schiffman dan Kanuk (2010) menyatakan membahas mengenai reaksi multinasional


terhadap perluasan merek, yaitu “hanya karena sebuah merek dapat bersifat global
dalam hal karakter tidak berarti konsumen di seluruh dunia akan memberikan respon
yang sama terhadap perluasan merek. Beberapa waktu terakhir terdapat Studi yang
memeriksa mengenai reaksi perluasan merek terhadap konsumen budaya barat (Amerika
Serikat) dan budaya timur (India), hipotesanya adalah cara berpikir holistik budaya timur
(lebih fokus pada hubungan antara objek), daripada pola pikir analitis budaya barat
(fokus pada atribut-atribut bagian dari objek dan berbasis kategori induksi) akan
mempengaruhi cara konsumen menilai perluasan merek yang cocok. Memang, hasil
penelitian mengkonfirmasi hipotesis ini perluasan rendah (Mc Donald’s chocolate bar,
dan Coke popcorn) dievaluasi lebih positif oleh orang-orang dari budaya timur,
sedangkan perluasan sedang (kartu ucapan Kodak dan jam Mercedes Benz) mendapat
respon yang seimbang dari kedua kelompok budaya. Anggota budaya timur menyukai
produk Coke, dan fakta bahwa Coke dan Popcorn adalah produk tambahan yang dapat
mereka konsumsi bersamaan, cukup untuk membuat perluasan merek diterima. Orang
Amerika, secara kontras melihat sedikit kesamaan kelas antara Coke dan Popcorn”
dikutip sesuai sumber aslinya hal 16).

3. Jenis kelamin adalah karakteristik demografi kedua yang penting. Sejak konsumen lahir
di dunia, ia sudah diidentifikasi sebagai bayi laki-laki atau perempuan. Semakin
konsumen tumbuh dan berkembang, kita akan dapat mudah membedakan fisik atau
karakteristik perilaku dari konsumen laki-laki dan perempuan. Sejak usia anak-anak, kita
akan mudah mengidentifikasi perbedaan karakteristik dari anak laki-laki dan perempuan
baik secara fisik atau psikis.

Perbedaan jenis kelamin tersebut akan mempengaruhi kebutuhan dan selanjutnya akan
mempengaruhi bentuk dan jenis produk yang akan dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Perusahaan pakaian dan aksesoris misalnya akan membedakan
produk yang dijualnya berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Seperti yang
diperlihatkan oleh situs www.tokopedia.co.id, yang menjual fashion berdasarkan jenis
kelamin
Tokopedia membagi produk fashion yang dijualnya berdasarkan fashion wanita, fashion
pria, fashion anak perempuan dan anak laki-laki. Produk fashion terbagi ke dalam produk
sepatu, tas, aksesoris, pakaian, dan baju muslim.

Sumber :
Buku Mata Pelajaran (BMP) Perilaku Konsumen
https://www.kompasiana.com/komentar/goenaone/54ffba23a33311324451174c/variasi-lintas-
budaya-dalam-perilaku-konsumen

Anda mungkin juga menyukai