Anda di halaman 1dari 4

Bab 3

PENYELESAIAN KREDIT MACET BERAGUN HKI

Pengingkaran terhadap perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit dengan jaminan Hak Cipta
dan Paten dapat menimbulkan akibat hukum. Pengingkaran tersebut dapat dilakukan pihakkreditor
dan debitor. Jika terjadi piutang macet, maka kreditor pertama kali dapat menempuh upaya
penyelamatan piutang macet seperti yang dilakukan di lembaga perbankan yaitu melalui tiga tahap:

a. Penjadwalan Kembali (Rescheduling)


b. Persyaratan Kembali (Reconditioning), dan
c. Penataan Kembali (Restrukturisasi/Restructuring)

Jika upaya penyelamatan piutang macet tidak berhasil, maka kreditor dapat menempuh upaya
penyelesaian piutang macet melalui jalur litigasi (pengadilan) maupun non-litigasi (di luar
pengadialan). Penyelesaian non-litigasi sebaiknya lebih diutamakan dibandingkan litigasi.
Penyelesaian litigasi dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri
atas dasar wanprestasi. Cara ini banyak ditinggalkan pelaku bisnis karena prosesnya panjang, lama,
mahal, dan berbelit . hasil putusan Pengadilan Negeri masih bisa diajukan banding ke Pengadialan
Tinggi lalu kasasi hingga peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Debitor yang tidak mau melunasi
utang juga dapat dipailitkan melalui Pengadilan Niaga.

Pada tahap awal sengketa, para pihak dianjurkan memakai cara negosiasi tanpa melibatkan pihak
kerja. Jika negosiasi gagal, para pihak dapat mengundang pihak ketiga untuk membantu
menyelesaikan sengketa. Pihak ketiga dapat berstatus sebagai konsultan, ahli hukum, mediator,
konsiliator, adjudikator, dan arbiter.

Konsultasi mirip dengan Pendapat Mengikat karena melalui kedua cara APS ini para pihak meminta
pendapat dari ahli hukum dan ahli bisnis terkait. Perbedaannya, saran dari hasil konsultasi tidak
bersifat mengikat para pihak. Sebaliknya, pendapat ahli dari hasil Pendapat Mengikat harus dipatuhi
para pihak karena bersifat mengikat.

Mediasi mirip dengan konsiliasi karena keduanya melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau
pendamai. Perbedaannya, mediator lebih aktif mengajak para pihak menemukan titik temu hingga
mencapai kesepakatan perdamaian, sedangkan konsiliator lebih bersikap pasif dan hanya bertindak
sebagai fasilitor pertemuan. Mediator dan konsilitor tidak berhak membuat kesepakatan
perdamaian sebab kesepakatan perdamaian adalah hak para pihak yang bersengketa. Mediator dan
konsilitor juga tidak berhak membuat putusan layaknya hakim atau arbiter.

Adjudikasi adalah cara APS yang baru diterapkan di Indonesia, khususnya di industri jasa keuangan.
Adjudikasi mirip dengan Arbitrase karena adjudikator memiliki wewenang membuat putusan seperti
arbiter. Bedanya, putusan adjudikator harus ditawarkan lebih dulu kepada Pemohon, dan jika
Pemohon setuju maka putusan boleh diberlakukan. Adjudikasi ditempuh guna melindungi Pemohon
yang berasal dari nasabah kecil agar memiliki posisi setara dengan lembaga jasa keuangan. Putusan
Adjudikasi dan putusan Arbitrase sama-sama bersifat final dan mengikat.

Jika sengketa bisnis diselesaikan lewat Arbitrase, maka para pihak bebas memilih arbiter, hukum
materiil, hukum acara, tempat beracara, dan jangka waktu penyelesaian sengketa. Sedangkan jika
menggunakan mediasi dan konsiliasi, para pihak dapat memilih mediator atau konsiliator dan tata
cara penyelesaian sengketa serta menentukan fprmat perdamaian berdasarkan kesepakatan para
pihak. Proses arbitrase mirip pengadilan tidak dapat langsung dilaksanakan karena harus lebih dulu
diajukan permohonan eksekusi ke Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Lembaga jasa keuangan sangat membutuhkan kecepatan dan kemudahan dalam menyelesaikan
sengketa dengan para nasabah. Hal inilah yang mendorong pelaku bisnis jasa keuangan lebih senang
menggunakan jalur non-litigasi via APS. OJK juga mendorong penyelesaian sengketa via APS di
industri jasa keuangan.

OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 1/PJOK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Peraturan OJK tersebut disusul keluarnya Keputusan
OJK Nomor Kep-01/D.07/2016 tanggal 21 Januari 2016 yang mengesahkan pembentukan enam
Lembaga APS yaitu:

a. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI)


b. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI)
c. Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI)
d. Badan Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia (BMPPI)
e. Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP)

Persengketaan yang bisa diselesaikan Lembaga APS harus memenuhi syarat:

a. Hanyalah persengketaan perdata yang timbul di antara para pihak sehubungan dengan
kegiatan di sektor industri jasa keuangan
b. Terdapat kesepakatan di antara para pihak yang bersengketa bahwa persengketaan akan
diselesaikan melalui Lembaga APS yang terkait
c. Terdapat permohonan tertulis dari pihak yang bersengketa kepada Lembaga APS
d. Persengketaan tersebut bukan merupakan perkara pidana (contoh : penipuan, penggelapan,
manipulasi pasar, perdagangan orang dalam/insider trading)
e. Persengketaan tersebut tidak terkait dengan pelanggaran administratif (contoh :
pembentukan usaha, pencabutan izin usaha)

Lembaga APS menawarkan empat jenis penyelesaian sengketa yang dapat dipilih para pihak, yaitu :
Pendapat Mengikat, Mediasi, Adjudikasi, dan Arbitrase. Konsiliasi tidak diterapkan di lembaga APS
sebab cara ini dianggap mirip dengan Mediasi. Para pihak diharuskan lebih dulu menempuh cara
Negoisasi (musyawarah) sebelum meneruskan penyelesaian sengketa di Lembaga APS

Pemerintah Singapura dan sejumlah negara maju telah membentuk Lembaga APS khsus untuk
menyelesaikan sengketa HKI via offline dan online. Penyelesaian sengketa HKI via internet (online)
lebih cepat, mudah dan murah dibandingkan via offline. Hak yang mengamanatkan penyelesaian
sengketa dengan pengguna jasa keuangan harus dilakukan secara sederhana, cepat, dan biaya
terjangkau.

Penyelesaian sengketa bisnis digitas via APS sebenarnya dapat dilakukan melalui model Penyelesaian
Sengketa Daring (PSD) atau Online Dispute Resolution (ODR). OJK harus lebih dulu menerbitkan
Peraturan OJK sebagai payung hukum pembentukan Lembaga PSD. Lembaga PSD dapat
menggunakan cara Negoisasi. Pendapat Mengikat, Mediasi, Adjudikasi, dan Arbitrase. Konsilitasi
tidak diperlukan karena mirip dengan Mediasi, sedangkan Arbitrase. Konsiliasi tidak diperlukan
karena mirip dengan Mediasi, sedangkan Arbitrase hanya layak digunakan untuk sengketa bisnis
yang nilainya di atas RP500 juta. Semua proses penyelesaian sengketa dilakukan via internet,
sehingga para pihak tidak perlu bertemu muka.

PSD adalah hasil kolaborasi antara Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) dan Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK). Penyelesaian sengketa dilakukan via internet sehingga prosesnya cepat,
mudah dan murah. PSD telah dipraktikan di AS, Kanada, Uni Eropa, Australia, China, Jepang,
Hongkong, Singapura, dan India. PSD atau ODR juga dinamakan “Internet Dispute Resolution (IDR)”,
“Electronic Dispute Resolution (EDR)”, “electronic ADR (e-ADR)” dan “online ADR (oADR)”.

Sejarah ODR dimulai ketika National Center forAutomated Information Research (NCAIR)
mengadakan konferensi ODR tahun 1996. Tahun ini anggap periode signifikan dalam pencapaian
ODR. Proyek pertama yang disponsori NCAIR tahum 1996 yaitu Virtual Magistrase Project di
Villanova University. Keputusan yang dihasilkan saat itu menyatakan iklah yang ditempatkan pada
American On Line (AOL) dalam bentukemail yang dikirimkan kepada jutaan alamat email dianggap
menyalahi kesepakatan layanan yang diberikan sehingga iklan tersebut harus dihilangkan dari AOL.
Saat ini PBB selalu mengadakan konferensi ODR tahunan dan telah membentuk Expert Group onn
ODR. ODR semakin diterima sebagai proses penting yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
sengketa online.

Lembaga penyedia jasa ODR di bidang mediasi konsumen bisnis online terkemuka di dunia adalah
“SquareTrade”. Lembaga ini banyak dipakai untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di eBay dan
Paypal. SquareTrade tidak menangani sengketa antara pengguna dengan eBay, melainkan sengketa
antara penjual dan pembeli di eBay, dengan menawarkan dua tahap penyelesaian sengketa yaitu
tahap Negoisasi dan Mediasi. Dalam beberapa tahun terakhir \, SquareTrade telah berhasil
menyelesaikan jutaan kasus sengketa bisnis online yang terjadi di 120 negara dalam lima bahasa
yang berbeda. SquareTrade telah membuktikan bahwa proses negoisasi online atau mediasi online
dapat menjadi alat yang efisien untuk menyelesaikan sengketa bisnis online atau e-commerce.

Perkembangan e-dagang (e-commerce) yang sangat pesat mendorong pemerintah India membuat
lembaga ODR. Sejak pemberlakuan UU Teknologi Informasi tahun 2000, India telah memberikann
pengakuan formal terhadap praktik e-commerce di India memicu munculnya banyak perselisihan
terkait transaksi online. Mekanisme ganti rugi konvensional tidak sesuai dengan perkembangan
bisnis dan ekspektasi pelanggan, karena sistem ini mengharuskan kehadiran para pihak. Hal ini
mendorong Departemen Urusan Konsumen di India meluncurkan platform Penyelesaian Sengketa
Konsumen Online.

Pembentukan Lembaga PSD dimungkinkan berdasarkan UU ITE karena semua informasi dan data
elektronik saat ini sudah dapat dijadikan bukti hukum. Dasar hukumpembentukan PSD diatur Pasal
41 UU ITE berserta penjelasannya. Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan
teknologi informasi melalui penggunaan dan penyelenggaraan sistem elektronik dan transaksi
elektronik sesuai ketentuan UU ITE. Peran masyarakat dapat diselenggarakan melalui lembaga ITE
yang dibentuk masyarakat yang dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.

PSD juga diatur secara tidak langsung dalam Pasal 18 ayat 4 dan 5 UU ITE. Para pihak memiliki
kewenangan menepatkan forum pengadilan, arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi
elektronik internasional yang dibuatnya. Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum, maka
penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya
didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional. PSD adalah penyelesaian sengketa alternatif
yang selaras dengan Hukum Perdata Internasional yag diakui PBB melalui konferensi ODR tahunan
dan pembentukan Expert Group on ODR.

Anda mungkin juga menyukai