Sistem Gelombang Mikro Dan Radar
Sistem Gelombang Mikro Dan Radar
1. Sistem Pasif
Penginderaan jauh sistem pasif menggunakan spektrum gelombang mikro karena itu
proses dan spektrum sistem tersebut disebut gelombang mikro. Sistem kerja gelombang mikro
berdasarkan pada pantulan tenaga dari objek. Hampis sama dengan sistem penginderaan jauh
lain, bahwa sistem gelombang mikro dalam perekamann objeknya diperlukan beberapa
komponen seperti : tenaga, objek, sensor (alat perekam), detektor dengan wahana. Tenaga yang
digunakan adalah gelombang mikro dengan panjang gelombang 1 mm - 100 cm. Sensor
yang digunakan oleh penginderaan jauh gelombang mikro adalah radiometer dan penyiam.
Radiometer adalah pengukuran radiasi elektromagnetik yang peka terhadap tenaga yang lemah.
a. Asas Penginderaan
Baik asas penginderaan maupun sensornya, penginderaan jauh sistem gelombang mikro
serupa dengan penginderaan jauh sistem termal. Sensornya berupa radiometer dan penyiam.
Beda utamanya yaitu panjang gelombang yang digunakan didalam penginderaan jauh.
Tenaga yang direkam oleh sensor gelombang mikro bukan hanya tenaga pancaran
gemombang mikro yang berasal dari objek (1) melainkan juga pancaran oleh gas di atmosfer (2)
Pancaran oleh awan (3) Pancaran dari bawah permukaan tanah (4) Pancaran dari permukaan
objek yang diindera juga dipengaruhi oleh Sinar dari luar (5), sinar dari angkasa luar (6) dan
Pancaran oleh atmosfer (7).
b. Sensor
Sensor penginderaan jauh yang menggunakan tenaga pada gelombang mikro terdiri dari
dua jenis, yaitu : Radiometer dan Penyiam.
1. Radiometer gelombang mikro
Radiometer adalah pengukuran radiasi elektromagnetik. Radiometer gelombang mikro
dibuat sangat peka dan mampu mengukur radiasi gelombang mikro yang tenaganya sangat
lemah. Dengan memilih parameter radiometer yang tepat yaitu: Panjang gelombang,
polarisasi,sudut pengamatan.
Radiometer gelombang mikro pada dasarnya terdiri dari 3 bagian yaitu (1) sebuah antena
penerima yang peka terhadap gelombang mikro (2) amplifier untuk memperkuat sinyal
gelombang mikro dan (3) perekam atau penyaji data yang diterima. Tenaga gelombang mikro
yang digunakan pada umumnya berkisar antara panjang gelombang 1 mm hingga 30 cm. Kisaran
panjang gelombang ini merupakan kompromi anatara kemampuan menembus awan dan hujan
disatu pihak san resolusi spasial di lain pihak. Pada panjang gelombang yang lebih besar maka
kemampuan menembus awan dan hujan lebih besar, akan tetapi resolusi spasialnya lebih kasar.
Pada panjang gelombang hingga 30 cm ini maka tenaga gelombang mikro tidak seberapa
terpengaruh oleh tutupan awan, dapat menembus hujan yang tidak lebat dan resolusi spasialnya
cukup memadai (Henderson dan Merchant Jr 1978 dalam Sutanto 1987). Tenaga mikro yang
kemampuannnya besar untuk menembus hujan adalah yang panjang gelombangnya 23 cm atau
lebih besar (Estes 1974 dalam Sutanto 1987).
a. . Penyiam gelombang mikro
Komponen penyiam gelombang mikro sama dengan radiometer gelombang mikro. Oleh
karena itu penyiam gelombang mikro sering disebut radiomter penyiam gelombang mikro.
Perbedaannya pokoknya satu, yaitu antennanya tidak dipasang tetap melainkan bergerak untuk
menyiam. Arah penyiamannya tegak lurus terhadap jalur terbang. Penyiamnya dilakukan secara
mekanik, arah sorot antena diubah oleh rotasi mekanik.
Sistem radiometer penyiam gelombang mikro antara lain telah digunakan pada satelit
Nimbus -5 (19,35 GHz) dan Nimbus-6 (37 GHz) yang menggunakan radiometer gelombang
mikro dengan penyiam secara elektrik (Electrical Scanning Microwave Radiometer/ESMR)
sedang spektrometer gelombang mikro (Scanning Microwave Spectrometer/SCAMS) pada
Nimbus-6 dan radiometer penyiam gelombang mikro multisaluran (Scanning Multichannel
Radiometer/SMMR) pada Nimbus-7 menggunakan antena yang menyiam secara mekanik.
b. Keunggulan
Ada dua keunggulan citra gelombang mikro, yaitu : 1) Dapat beroperasi pada siang
maupun malam hari. 2) Dapat menembus awan, bahkan hujan bagi saluran bergelombang
panjang. Hal ini penting bagi daerah yang selalu tertutup awan seperti berberapa daerah
Sumatera, Kalimantan dan Papua. Disampaing itu juga penting bagi daerah lintang tinggi pada
musim dingin dimana malam jauh lebih panjang dari siang hari.
c. Karakteristik Citra dan Interpretasinya.
Resolusi spasial gelombang mikro merupakan fungsi panjang antena, jarak dari sensor ke
obyek, dan panjang gelombang yang digunakan untuk penginderaan. Oleh karena itu ada tiga
kemungkinan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kwalitas citranya, yaitu memperpanjang
antenna, meningkatkan kepekaan sensor, memperbesar IFOV ( instantaneous field of view).
d. Penggunaan Citra Gelombang Mikro
Sehubungan dengan resolusi spasialnya yang rendah maka citra gelombang mikro lebih
cocok untuk penginderaan secara global yaitu penginderaan untuk lingkup daerah yang luas yang
lazim dilakukan dengan citra skala kecil. Penggunaan citra gelombang mikro antara lain untuk :
Oseanografi, Meteorologi, Hidrologi, Geologi, Pemetaan pentup dan penggunaan lahan,
Kelembaban tanah, Pertanian. (Lillesand and Kiefer 1979).
b. Asas penginderaan
Karena penginderaan jauh sistem radar merupakan penginderaan jauh sistem aktif, tenaga
elektromagnetik yang digunakan didalam penginderaan dibangkitkan pada sensor. Tenaga ini
berupa pulsa bertenaga tinggi yang dipancarkan dalam waktu sangat pendek yaitu sekitar 10-
6
detik. Pancarannya ditujukan kerah tertentu. Bila pulsa radar mengenai objek, pulsa itu dapat
dipantulkan kembali ke sensor radar. Sensor ini mengukur dan mencatat waktu dari saat
pemncaran hingga kembali ke sensor, disamping mengukur dan mencatat intensitas tengaga balik
pulsa itu. Berdasarkan waktu perjalanan pulsa radar dapat diperhitungkan jarak obyek, sedang
berdasarkan intensitas tenaga baliknya dapat ditaksir jenis obyeknya. Intensitas atau kekuatan
pulsa radar yang diterima kembali oleh sensor menentukan karakteristik spektral obyek pada
citra radar. Di dalam mengenali obyek, tentu saja diperlukan karakteristik spasial dan atau
karakteristik temporal seperti pada interpretasi citra lainnya.
Sensor radar dapat dipasang dipermukaan tanah, dipesawat terbang, maupun satelit.
Keluarannya ada dua jenis yaitu data non citra dan citra radar. Data non citra terdiri sistem radar
Doppler untuk mengukur kecepatan kendaraan (kapal, pesawat terbang, satelit) dan radar "plan
position indicator (PPI)". Sitem radar dopler menggunakan efek Doppler yaitu perubahan
frekuensi radiasi gelombang elektromagnetik yang disebabkan oleh gerak ralatif antara sumber
radiasi dan penerimanya. Perubahan frekuensi ini dapat terjadi dalam bentuk perubahan nada
bunyi klakson atau sirine ambulans yang sedang melaju. Efek Doppler semacam ini disebut Efek
Doppler Akustik. Nada bunyinya berubah pada saat mobil mendekati atau menjauhi
kita. Disamping itu juga ada efek Doppler optik yang perubahannya bergantung atas kecepatan
relatif sumber cahaya dan pengamatnya, dan efek Doppler termal yang menyebabkan pelebaran
garis-garis spektralnya. Efek Doppler pada gelombang radar terjadi dalam bentuk perubahan
frekuensi sinyal yang dipancarkan oleh sensor dan yang dipantulkan kembali ke obyek.
Sistem radar yang membuahkan citra radar dikembangkan oleh kalangan militer pada
dasawarsa 1950an untuk merekam daerah lawan dari samping. Karena perekamnya ke arah
samping maka sistem radar ini disebut side looking radar (SLR). Untuk memperjelas wahana
yang digunakan maka sistem radar ini digunakan dengan makna airbone radar (SLAR). Dua
istilah ini digunakan dengan makna yang sama akan tetapi istilah SLAR lebih banyak digunakan.
Asas pengenalan obyek pada citra SLAR ialah dengan menyidik karakteristik obyek yang
bersangkutan dengan menggunakan rona sebagai unsur interpretasi utamanya. Rona tersebut
tergantung pada intensitas tenaga gelombang mikro yang dipantulkan oleh obyek. Intensitas atau
tenaga pantulan ini pada dasarnya dipengaruhi oleh dua sifat utama yaitu sifat obyek yang
diindera dan sifat sistem radarnya. Masing-masing sifat ini dipengaruhi oleh delapan faktor yaitu
1) lereng (skala makro), 2) kekasaran permukaan (skala mikro), 3 complex dielectric constan, 4)
arah obyek, 5) panjang gelombang yang digunakan untuk mengindera, 6) sudut depresi antena,
7) Polarisasi, 8) Arah pengamatan antena.
c. Sensor
Sistem radar atau sistem SLAR dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu 1) sistem real
aperture radar (RAR) dan 2) sistem synthetic aperture radar (SAR).
1) Sistem real aperture radar (RAR)
Cara kerja sensor RAR (Gambar 4) teridiri pemancar (1) membangkitkan pulsa radar
terpolarisasi dengan panjang gelombang tertentu. Pulsa radar ini dipancarkan ke arah tertentu
oleh antena (4). Pancarannya membentuk berkas serupa kipas (5) yang arahnya tegak lurus
terhadap jalur terbang (7). Pulsa ini mengenai obyek dan sebagian dari padanya dipantulkan
kembali (6) ke sensor. Pulsa ini diterima kembali oleh antena dan diteruskan ke penrima (2) yang
peka terhadap gelombang radar. Penerima mengubah pulsa radar yang diterima menjadi sinyal
video (elektrik) yang diperkuat. Karena antena berfungsi rangkap yaitu sebagai pemancar dan
penerima maka antena itu diatur agar secara berganti-ganti dapat memancarakan dan menerima
pulsa radar. Alat pengaturnya berupa sebuah TR (transmit receive) switch atau duplexer (3).
Proses pergantian fungsi antena ini berlangsung secara terus menerus dengan kecepatan tinggi
yaitu 1000 hingga 2000 kali tiap detik. Serupa dengan keluaran sensor penyiam, keluaran sesaat
sensor radar berupa sebuah garis menyilang tegak lurus jalur terbang. Gerak maju pesawat
terbang membuahkan garis-garis berikutnya dan citra radar terbentuk oleh himpunan garis-garis
ini. Penerima membuahkan sinyal video yang variasinya sesuai intensitas pulsa radar yang
diterima. Sinyal video yang bervariasi ini mengubah intensitas titik sinar yang selalu bergerak
yaitu sebuah sinar elektron kecil pada sebuah tabung sinar katoda (CRT) (8) atau cathoda ray
tube. Sinar yang bervariasi itu dipusatkan pada permukaan film (9) dan digariskan padanya
sehingga pada tiap pantulan pulsa radar akan terbentuk sebuah garis. Film ini digerakkan maju
sesuai dengan kecepatan relatif wahana. Setelah diproses maka film ini membuahkan gambaran
dengan densiti yang sesuai dengan intensitas pantulan pulsa radar.
DAFTAR PUSTAKA
Danoedoro P. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi Offset.
Haniah, Yudo P. 2011. Pengenalan Teknologi Radar Untuk Pemetaan Spasial di Kawasan
Tropis. Teknik. 32(2):155-161.
Ulaby FT, Moore RK, Fung AK. 1981. Microwave Remote Sensing, Active and Passive. London (ID):
Addison-Wesley Publishing Company.
Sutanto. 1987. Penginderaan Jauh. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University.