Anda di halaman 1dari 1

A.

Latar Belakang

Sanering atau biasanya disebut devaluasi adalah pemotongan nilai uang


yang bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat. Di Indonesia sendiri
kebijakan sanering ini sudah pernah beberapa kali terjadi misalnya pada 24
agustus 1959 untuk menanggulangi inflasi yang terus berlangsung, pemerintah
berusaha mengurangi jumlah uang beredar dengan melakukan penurunan nilai
uang sebesar 90% pada nominal mata uang yaitu 500 rupiah bergambar macan
menjadi 50 rupiah saja dan 1000 rupiah bergambar gajah hanya bernilai 100
saja. Pemilihan pemotongan nilai uang ke nominal besar mungkin adalah
pertimbangan asumsi bahwa mata uang yang bernominal besar cenderung
dimiliki oleh masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi menengah keatas
sehingga dampak sanering pada masyarakat kebawah berkurang.

Kebijakan ini diberlakukan bukanlah tanpa alasan. Walau kebijakan


sanering atau devaluasi bisa merugikan masyarakat dan industri, namun
kebijakan ini adalah bentuk upaya untuk menekan laju inflasi yang terjadi.
Contoh lain dari diberlakukannya kebijakan sanering ini adalah pada 20 maret
1950. Kebijakan yang dikenal dengan nama “Gunting Syarifuddin” adalah
Langkah terobosan untuk mencegah kebangkrutan Indonesia karena dilatar
belakangi oleh menumpuknya utang Indonesia pada saat itu yang harus
menanggung utang pemerintahan Hindia Belanda, serta berbagai peperangan
dan pemberontakan yang terus terjadi memakan banyak sekali biaya yang
mengakibatkan melambungnnya kebutuhan pokok dan menurunnya nilai mata
uang.

Terbitnya Dekrit Presiden tahun 1959 ternyata juga membawa dampak bagi
perekonomian. Bank Indonesia sebagai bank sentral pada masa itu mengalami
beberapa dampak dari Dekrit Presiden, antara lain :

Anda mungkin juga menyukai