Laporan Pendahuluan Waham
Laporan Pendahuluan Waham
DISUSUN OLEH :
SLAMET EDI SUSANTO
210104097
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya waham yang dijelaskan
oleh Towsend (2011) adalah :
a. Teori Biologis
Teori biologi terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
waham:
1) Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan
suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan
kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
2) Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan
skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan
sejak lahir terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan
memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel pramidal di dalam otak dari
orang-orang yang menderita skizofrenia.
3) Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin
neurotransmiter yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala
peningkatan aktivitas yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi
yang umumnya diobservasi pada psikosis.
b. Teori Psikososial
1) Teori sistem keluarga Bawen dalam Towsend (2011) menggambarkan
perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi
keluarga. Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman
hal ini dalam anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus
pada ansielas dan suatu kondsi yang lebih stabil mengakibatkan
timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi yang berkembang
antara orang tua dan anak-anak. Anak harus meninggalkan
ketergantungan diri kepada orang tua dan anak dan masuk ke dalam
masa dewasa, dan dimana dimasa ini anak tidak akan mamapu
memenuhi tugas perkembangan dewasanya.
2) Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis
akan menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan
kecemasan. Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan dan
penuh konflik dari orang tua dan tidak mampu membentuk rasa percaya
terhadap orang lain.
3) Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu
ego yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan
saling mempengaruhi antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih
lemah penggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu kecemasan
yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif dan perilakunya sering kali
merupakan penampilan dan segmen id dalam kepribadian.
2. Faktor Presipitasi
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang maladaptif
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur
perubahan isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi rangsangan.
b. Stres Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang
berinterasksi dengan sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
c. Pemicu Gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu,
seperti : gizi buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau
lingkungan yang penuh kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap
penampilan, stres gangguan dalam berhubungan interpersonal, kesepain,
tekanan, pekerjaan, kemiskinan, keputusasaan dan sebagainya.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Kognitif
a. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
b. Individu sangat percaya pada keyakinannya
c. Sulit berfikir realita
d. Tidak mampu mengambil keputusan
2. Afektif
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Afek tumpul
3. Prilaku dan Hubungan Sosial
a. Hipersensitif
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresi
d. Ragu-ragu
e. Mengancam secara verbal
f. Aktifitas tidak tepat
g. Streotif
h. Impulsive
i. Curiga
2. Fisik
a. Higiene kurang
b. Muka pucat
c. Sering menguap
d. BB menurun
D. PSIKOPATOLOGI/POHON MASALAH
Resiko tinggi
Kerusakan mencederai diri, orang
komunikasi verbal lain dan lingkungan
Gangguan konsep
diri : harga diri rendah
E. PENATALAKSANAAN
Menurut Harnawati (2012) penanganan pasien dengan gangguan jiwa waham
antara lain :
1. Psikofarmalogi
a. Litium Karbonat
1) Farmakologi
Litium Karbonat adalah jenis litium yang paling sering digunakan untuk
mengatasi gangguan bipolar, menyusul kemudian litium sitial. Sejak
disahkan oleh “Food and Drug Administration” (FDA). Pada 1970
untuk mengatasi mania akut litium masih efektif dalam menstabilkan
mood pasien dengan gangguan bipolar. Meski demikian, efek samping
yang dilaporkan pada gangguan litium cukup serius. Efek yang
ditimbulkan hampir serupa dengan efek mengkonsumsi banyak garam,
yakni tekanan darah tinggi, retensi air, dan konstipasi. Oleh karena itu,
selama penggunaan obat ini harus dilakukan tes darah secara teratur
untuk menentukan kadar litium.
2) Indikasi
Mengatasi episode waham dari gangguan bipolar. Gejala hilang dalam
jangka waktu 1-3 minggu setelah minum obat litium juga digunakan
untuk mencegah atau mengurangi intensitas serangan ulang pasien
bipolar dengan riwayat mania.
3) Dosis
Untuk tablet atau kapsul immendiate rease biasanya diberikan 3 dan 4
kali sehari, sedangkan tablet controlled release diberikan 2 kali sehari
interval 12 jam. Pemberian dosis litium harus dilakukan hati-hati dan
individual, yakni berdasarkan kadar dalam serum dan respon klinis.
Untuk menukar bentuk tablet dari immediate release maka diusahakan
agar dosis total harian keduanya tetap sama.
Control jangka panjang : kadar serum litium yang diinginkan adalah 0,6-
1,2 mEq/L. dosis bervariasi per individu,tapi biasanya berkisar 900mg-
1200mg per hari dalam dosis berbagi. Monitor dilakukan setiap bulan,
pasien yang supersensitive biasanya memperlihatkan tanda toksik pada
kadar serum dibawah 10mEq/L.
4) Efek Samping
Insiden dan keparahan efek samping tergantung pada kadar litium dalam
serum. Adapun efek yang mungkin dijumpai pada awal terapi. Misalnya
tremor ringan pada tangan, poliuria nausea, dan rasa haus. Efek ini
mungkin saja menetap selama pengobatan.
5) Contoh obat
Berbentuk tablet ataupun kapsul immediate release dan tablet controlled
release.
6) Mekanisme kerja
Menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas dari
reseptor dopamine.
b. Haloperidol
1) Farmakologi : Haloperidol merupakan obat antipsikotik (mayor
tranquiliner) pertama dari turunan butirofenon. Mekanisme kerjanya
yang pasti tidak diketahui.
2) Indikasi : Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah laku
berat pada anak-anak yang sering membangkang an eksplosif.
Haloperidol juga efektif untuk pengobatan jangka pendek, pada anak
yang hiperaktif juga melibatkan aktivitas motorik berlebih disertai
kelainan tingkah laku seperti : impulsive, sulit memusatkan perhatian,
agresif, suasana hati yang labil dan tidak tahan frustasi.
3) Dosis
a) Dewasa
Gejala sedang : 0,5-2mg, 2 atau 3 kali sehari
Gejala berat : 3-5mg, 2 atau 3 kali sehari
Untuk mencapai diperlukan dosis control yang cepat, kadang-kadang
diperlukan dosis yang lebih tinggi. Pasien usia lanjut atau labil :1/2-2
mg, 2 atau 3 kali sehari. Pasien yang tetap menunjukkan gejala yang
berat atau adekuat perlu disesuaikan dosisnya. Dosis harian sampai
100mg mungkin diperlukan pada kasus-kasus tertentu untuk
mencapai respon optimal. Jarang sekali haloperidol diberikan
dengan dosis diatas 100mg untuk pasien berat yang resisten.
b) Anak-anak
Haloperidol tidak boleh diberikan pada anak-anak usia kurang dari
3tahun. Pada anak-anak dengan usia 3-12 tahun (berat badan 15-
40kg). obat mulai diberikan dengan dosis terkecil (0,5mg sehari).
Jika perlu dosis dapat ditingkatkan sebesar 5-7 hari sampai tercapai
efek terapi yang diinginkan. Dosis total dapat dibagi yaitu 2 atau 3
kali sehari.
Kelainan psikotik : 0,05-0,15mg/kg/hari.
4) Efek samping
a) Susunan saraf pusat
Gejala ekstrapiramidal, diskinesia Tardif, distonia tardif, gelisah,
cemas, perubahan pengaturan temperature tubuh, agitasi, pusing.
Depresi, lelah, sakit kepala, mengantuk, bingung, vertigo, kejang.
b) Kardivaskuler
Takikardi, hipertensi/hipotensi, kelainan EKG (gelombang T
abnormal dengan perpanjangan repolarisasi ventrikel), aritmia.
c) Hematologik : Timbul leucopenia dan leukositosis ringan.
d) Hati : Gangguan fungsi hati
e) Kulit
Makulopapular dan akneiform, dermatitis kontak, hiperpigmentasi
alopesia.
f) Endokrin dan metabolic
Laktasi, pembesaran payudara, martalgia, gangguan haid, amenore,
gangguan seksual, nyeri payudara, hiponatremia.
g) Saluran cerna : Anoreksia, konstipasi, diare dan mual muntah.
h) Mata : Penglihatan kabur
i) Pernapasan : Spasme laring dan bronkus.
j) Saluran genitourinaria : Retensi urin.
5) Kontraindikasi
Hipersensitifitas terhadap haloperidol atau komponen lain formulasi,
penyakit Parkinson, depresi berat SSP, supresi sumsum tulang, penyakit
jantung atau penyakit hati berat, koma.
6) Mekanisme kerja
Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik
otak. Menekan pelepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan
Reticular Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolism
basal. Temperature tubuh, tonus vasomotor dan emesis.
c. Karbamazepin
1) Farmakologi
Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor,
serta neuralgia trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi tidak
berhubungan dengan obat antikonvulsan lain maupun obat-obat lain
yang digunakan untuk mengobati nyeri pada neuralgia trigeminal.
2) Indikasi
Karbamazepin diindikasikan sebagai obat antikonvulsan yaitu jenis :
a) Kejang parsial dengan symptom atologi komplek (psikomotor, lobus
temporalis) pasien dengan jenis kejang ini menunjukkan perbaikan
yang lebih besar dibandingkan jenis yang lain.
b) Pola kejang campuran termasuk jenis diatas dan kejang parsial
maupun kejang umum yang lain. Kejang jenis petitmal tampaknya
tidak efektif diobati dengan karbamazepin.
c) Neuralgia trigeminal
Karbamazepin diindikasikan untuk pengobatan nyeri akibat
neuralgia trigeminal murni. Obat ini bukan merupakan analgesic dan
tidak boleh diberikan untuk mengobati sakit/nyeri.
3) Dosis
a) Dewasa dan anak-anak : diatas 12tahun
Dosis awal : 200mg 2x sehari untuk tablet/ 1 sendok teh 4x1 hari
suspense (400mg sehari). Umumnya dosisnya tidak melebihi
1000mg sehari pada anak usia 12-15 tahun dan 1200mg sehari pada
diatas 15tahun.
b) Anak usia 6-12tahun
Dosis awal : 100mg 2 kali sehari, untuk tablet atau ½ sendok teh
4x1 hari. Untuk suspense (200mg sehari), umumnya dosis tidak
melebihi 1000mg sehari.
c) Neuorologi trigeminal
Dosis awal pada hari pertama diberikan 100mg 2x1 hari untuk
tablet atau ½ sendok teh 4x1 hari untuk suspense dengan dosis total
200mg x 1 hari. Dosis ini dapat ditingkatkan sampai 200mg sehari
dengan peningkatan sebesar 100mg tiap 12jam untuk tablet /50mg
(setengah sendok teh) 4x 1 hari untuk suspense, hanya jika
diperlukan untuk obat nyeri. Jangan melebihi dosis 1200mgx 1
hari.
4) Efek samping
Efek samping paling berat terjadi pada system liemopoetik, kulit dan
kardivaskular. Efek samping yang paling sering timbul yang terutama
terjadi pada awal terapi adalah pusing, ngantuk, mual, dan muntah.
Contoh obat:
a) Tegritol (ciba)
b) Temporal (orion)
c) Karbamazepin (generic)
5) Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap karbamazepin, antidepresan trisiklik, atau
komponen sediaan, depresi sumsum tulang belakang.
6) Mekanisme kerja
Selain sebagai antikonvulsan, karbamazepin mempunyai efek sebagai
antikolinergik, antineuralgik, antideuritik, pelemas otot, antimanik,
antidepresif dan antiariunia. Menekan aktifitas senralis nucleus pada
thalamus/menurunkan jumlah stimulasi temporal yang menyebabkan
neural discharge dengan cara membatasi influks ion natrium yang
menembus membran sel atau mekanisme lain yang belum diketahui,
menstimulasi pelepasan ADH untuk mereabsorbsi air, secara kimiawi
terkait dengan antidepresan trisiklik.
2. Pasien hiperaktif atau agitasi anti psikotik low potensial
Penatalaksanaan ini berarti mengurangi dan menghentikan agitasi untuk
pengamanan pasien. Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat anti psikotik
untuk pasien waham. Dimana pedoman penggunaan antipsikotik adalah:
a. Tentukan target symptom
b. Antipsikosis yang telah berhasil masa lalu sebaiknya tetap digunakan
c. Penggantian antipsikosis baru dilakukan setelah penggunaan antipsikosis
yang lama 4-6 minggu
d. Hindari polifarmasi
e. Dosis maintenans adalah dosis efektif terendah.
Contoh obat antipsikotik adalah:
a. Antipsikosis atipikal (olanzapin, risperidone).
1) Pilihan awal Risperidone tablet 1mg, 2mg, 3mg atau Clozapine
tablet 25mg, 100mg.
2) Keuntungan : angka keberhasilan tinggi, ekstra pyramidal symptom
minimal.
3) Kerugian : harganya mahal
b. Tipikal (chlorpromazine, haloperidol), chlorpromazine 25-100mg
1) Keuntungan : harganya relatif lebih murah, efektif untuk
mmenghilangkan gejala positif.
2) Kerugian : angka keberhasilan rendah, efek samping pyramidal
(gejala mirip Parkinson, distonia akut, akathisia, tardive dyskinesia,
(pada 24% pasien), neuroleptic malignant syndrome, dan
hyperprolactinaemia) kurang efektif untuk menghilangkan gejala
negative.
3. Penarikan diri high potensial
Selama seseorang mengalami waham. Dia cenderung menarik diri dari
pergaulan dengan orang lain dan cenderung asyik dengan dunianya sendiri
(khayalan dan pikirannya sendiri). Oleh karena itu, salah satu penatalaksanaan
pasien waham adalah penarikan diri high potensial. Hal ini berarti
penatalaksanaannya ditekankan pada gejala dari waham itu sendiri, yaitu gejala
penarikan diri yang berkaitan dengan kecanduan morfin biasanya dialami
sesaat sebelum waktu yang dijadwalkan berikutnya, penarikan diri dari
lingkungan sosial.
4. ECT tipe katatonik
Electro Convulsive Terapi (ECT) adalah sebuah prosedur dimana arus listrik
melewati otak untuk memicu kejang singkat. Hal ini tampaknya menyebabkan
perubahan dalam kimiawi otak yang dapat mengurangi gejala penyakit mental
tertentu, seperti skizofrenia katatonik. ECT bisa menjadi pilihan jika gejala
yang parah atau jika obat-obatan tidak membantu meredakan katatonik
episode.
5. Psikoterapi
Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi pasien waham, namun
psikoterapi juga penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai untuk semua orang,
terutama jika gejala terlalu berat untuk terlibat dalam proses terapi yang
memerlukan komunikasi dua arah. Yang termasuk dalam psikoterapi adalah
terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, terapi supportif.
F. PENGKAJIAN FOKUS
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada
seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal, atau marah, melukai / merusak barang-barang dan tidak
mampu mengendalikan diri
b. Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara
menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan melempar
barang-barang.
2. Kerusakan komunikasi : verbal
a. Data subjektif : klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
b. Data objektif : Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata
yang didengar dan kontak mata kurang
3. Perubahan isi pikir : waham ( ………….)
a. Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan.
b. Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah
tersinggung
4. Gangguan harga diri rendah
a. Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
b. Data objektif
Klienterlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternative
tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan isi pikir : waham
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
c. Kerusakan komunikasi verbal
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
c. Edukasi
1) Anjurkan melakukan aktivitas harian secara konsinten
2) Latih manajemen stress
d. Koloborasi
1) Koloborasi pemberian obat
a. Observasi
1) Indentifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi
2) Monitor frustasi,marah,depresi, atau hal lain yang menganggu bicara
b. Teraupetik
1) Gunakan metode komunikasi alternatif (menulis,berkedip )
2) Modifikasi lingkungan untuk menimalkan bantuan
3) Berikan dukungan psikologis
c. Edukasi
1) Anjurkan berbicara perlahan
d. Kolaborasi
1) Rujuk ke ahli patologi atau terapis
DAFTAR PUSTAKA
Amino Gondoutomo.
Refika Aditama.
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-
DPP PPNI
Tim PPNI, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP
PPNI