Anda di halaman 1dari 40

SMF/ BAGIAN ILMU SARAF REFRAT

RSUD PROF. DR. W. Z JOHANNES NOVEMBER 2022

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

REFRAT

“LUMBAL PUNKSI SEBAGAI GOLD STANDAR PEMERIKSAAN


VASKULER DAN INFEKSI”

Oleh:

Mariano Salvator Pita Taka, S. Ked

2208022004

Pembimbing

dr. Yuliana Imelda W. Ora Adja, M. Biomed, Sp. N

dr. Johana Herlin, Sp. N

DIBAWAKAN DALAM KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W.Z. JOHANNES KUPANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas bedah jurnal ini diajukan oleh:

Nama : Mariano Salvator Pita Taka

NIM : 2208022004

Fakultas : Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang

Bagian : Ilmu Penyakit Saraf RSUD. Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang

Judul : Lumbal punksi sebagai gold standar pemeriksaan vaskuler dan


infeksi

Jurnal ini telah dibedah dan dibacakan di hadapan pembimbing klinik dalam rangka
memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di SMF/Bagian Ilmu
Penyakit Saraf RSUD. Prof. Dr. W.Z. Johannes, Kupang.

Pembimbing Klinik :

1. dr. Yuliana Imelda W. Ora Adja, M. Biomed, Sp.N (.............................)

2. dr. Johana Herlin,Sp.N (.............................)

Ditetapkan di : Kupang

Tanggal : 3 November 2022

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmat dan Anugerah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan bedah jurnal yang berjudul

“Lumbal punksi sebagai gold standar pemeriksaan vaskuler dan infeksi” dalam rangka

memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Neurologi Program Studi Profesi Dokter

Universitas Nusa Cendana di RSUD Prof.W.Z. Johannes Kupang.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada para pengajar di SMF

Neurologi RSUD Prof.W.Z. Johannes Kupang, khususnya dr. Johana Herlin Sp. N dan

dr. Yuliana Imelda W. Ora Adja, M. Biomed, Sp. N atas bimbingan yang diberikan

selama berlangsungnya pendidikan di bagian Neurologi.

Penulis menyadari bahwa dalam pembedahan jurnal ini masih banyak terdapat

kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan guna perbaikan dalam pembuatan laporan kasus selanjutnya.

Semoga tugas bedah jurnal ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi

para pembaca dan rekan-rekan sejawat yang menempuh tugas kepaniteraan klinik

bagian Neurologi Program Studi Profesi Dokter Universitas Nusa Cendana di RSUD

Prof.W.Z. Johannes Kupang.

Kupang, 3 November 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

JUDUL .................................................................................................................... 1

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii

DAFTAR ISI ............................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v

DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................11

2.1. Pemeriksaan Lumbal Punksi ......................................................................11

2.1.1 Definisi ............................................................................................11

2.1.2 Epidemiologi ...................................................................................11

2.1.3 Indikasi ............................................................................................12

2.1.4 Kontraindikasi(3,4) ............................................................................13

2.1.5 Persiapan Pasien(5) ...........................................................................14

2.1.6 Prosedur Pemeriksaan(6,7,8) ..............................................................................15

2.7 Komplikasi Lumbal Punksi .................................................................21

2.2 Cairan Serebrospinal ..................................................................................23

2.2.1 Karakteristik Cairan Serebrospinal ...................................................23

2.2.2 Nilai Rujukan Hasil Pemeriksaan Cairan Serebrospinal....................25

iv
2.3 Lumbal Punksi Dalam Pemeriksaan Vaskuler Dan Infeksi ..........................27

2.3.1 Punksi Lumbal Diagnostik ...............................................................28

2.3.2 Punksi Lumbal Terapeutik ...............................................................33

BAB III KESIMPULAN .......................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................38

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Alir Kontraindikasi Lumbal Punksi ...................................... 13

Gambar 2.2 Posisi Lumbal Punksi .......................................................................... 15

Gambar 2.3 Lokasi Lumbal Punksi ......................................................................... 26

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Rujukan Pemeriksaan Cairan Serebrospinal .................................... 21

Tabel 2.2 Evaluasi Kelainan Cairan Serebrospinal .................................................. 21

vii
DAFTAR SINGKATAN

CSF : Cerebrospinal Fluid

LP : Lumbar Punctrure

PLPH : Post Lumbar Puncture Headache

TIK : Tekanan Intrakranial

SAH : Subarachnoid hemorrhage

NPH : Normal Pressure Hydrocephalus

PCR : Polymerase chain reaction

MALDI-TOF: Matrix-assisted laser desorption/ionization time of flight

ESCMID : European Society of Clinical Microbiology and Infectious Diseases

IDSA : Infectious Diseases Society of America

viii
BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu pemeriksaan di bidang Neurologi yang sangat penting dan tidak

tergantikan oleh kemajuan teknologi ilmu kedokteran adalah pungsi lumbal. Sejak

diperkenalkan secara ilmiah oleh Quincke pada tahun 1891. Pemeriksaan

lumbal pungsi banyak memberikan hasil penemuan penyakit yang sangat penting

untuk ilmu kedokteran.(1)

Lumbal punksi adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan

memasukan jarum ke dalam ruang subarakhnoid. Test ini dilakukan untuk pemeriksaan

cairan serebrospinalis. Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses

dasar patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat

membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk

evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit.

Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman,tidak mahal dan

cepat untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organisme penyebab serta dapat

untuk melakukan test sensitivitas antibiotika. (2)

Penggunaan lumbal pungsi biasanya dilakukan pada kasus meningitis,

encephalitis, untuk mengidentifikasi adanya darah pada CSF akibat trauma atau adanya

pendarahan subarachnoid, anestesi spinal, selain itu dilakukan juga untuk mendeteksi

9
adanya kehadiran dari sel-sel maligna didalam cairan serebrospinal seperti,

karsinomatous meningitis atau medulloblastoma.(2)

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemeriksaan Lumbal Punksi

2.1.1 Definisi

Lumbar pungsi adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan

memasukan jarum kedalam ruang subarakhnoid. Test ini dilakukan untuk pemeriksaan

cairan serebrospinali,mengukur dan mengurangi tekanan cairan

serebrospinal,menentukan ada tidaknya darah pada cairan serebrospinal, untuk

mendeteksi adanya blok subarakhnoid spinal,dan untuk memberikan antibiotic

intrathekal ke dalam kanalis spinal terutama kasus infeksi.(1)

2.1.2 Epidemiologi

Dengan munculnya operasi yang lebih kompleks dan obat-obatan yang lebih

mahal, tugas melakukan pungsi lumbal telah bergeser dari dokter umum ke ahli

anestesi sejak tahun 1990-an. Krol dkk. mempelajari penyediaan pungsi lumbal primer

secara retrospektif di AS dari 1991-2011. Pada tahun 2011, ahli anestesi melakukan

46,6% (n=45,338) prosedur pungsi lumbal, peningkatan yang signifikan dibandingkan

dengan tahun 1991, di mana mereka hanya melakukan 11,3% (n=10,533). Di sisi lain,

ahli saraf dan ahli bedah saraf melakukan 14.453 (14,9%) prosedur pungsi lumbal pada

tahun 2011 dibandingkan dengan 46.146 (49,4%) pada tahun 1991. Dokter pengobatan

11
darurat dan ahli saraf memiliki prosedur punksi lumbal antara 2010 dan 2018 (masing-

masing 21,8% versus 15,3% dan 12,5% versus 8,8%). (2)

2.1.3 Indikasi

Beberapa indikasi pemeriksaan lumbal punksi :

A. Prosedur Diagnostik(3,4)

1. Mengambil bahan pemeriksaan CSF untuk diagnostic dan persiapan pemeriksaan

pasien yang dicurigasi mengalami meningitis, encepahilitis atau tumor malignan.

2. Untuk mengidentifikasi adanya darah dalam CSF akibat trauma atau dicurigai

adanya perdarahan subarachnoid.

3. Untuk memasukan cairan opaq ke dalam ruang subarakhnoid.

4. Untuk mengidentifikasi adanya tekanan intrakarnial/intraspinal, untuk

memasukan obat intratekal seperti terapi antibiotik atau obat sitotoksik.

5. Pemberian media kontras pada pemeriksaan myelografi.

6. Evaluasi hasil pengobatan.

B. Prosedur Terapi(3,4)

1. Pemberian obat anti neoplastik atau anti mikroba intra tekal

2. Pemberian anesthesi spinal

12
3. Mengurangi atau menurunkan tekanan CSF

2.1.4 Kontraindikasi(3,4)

1) Infeksi dekat tempat penusukan. Kontaminasi dari infeksi akan menyebabkan

meningitis.

2) Pasien dengan peningkatan tekanan intra cranial. Herniasi serebral atau herniasi

serebral.

3) Pasien yang mengalami penyakit sendi-sendi vertebra degeneratif. Hal ini akan

sulit untuk penusukan jarum ke ruang interspinal.

4) Bleeding diathesis, seperti Coagulopathy dan Penurunan platelet.

5) Pola pernapasan abnormal

Punksi lumbal juga memiliki beberapa kontraindikasi, yang dapat

dikategorikan sebagai kontraindikasi absolut dan relatif. Batasan absulut mencakup :

(1) Hidrosefalus obstruktis non-komunikans, (2) Lesi masa serebral yang

menyebabkan pergeseran otak, (3) Infeksi kulit di dekat lokasi punksi lumbal (misalnya

dengan abses epidural tulang belakang), (3) Kompresi sumsum tulang belakang, (4)

Anomali kongenital, seperti : malformasi chiari, sumsum tulang belakang yang

tertambat, dan mielomeningokel. Sedangkan kontraindikasi relatif termasuk jumlah

trombosit yang rendah serta penggunaan antiplatelet dan antikoagulan. (5)

13
Gambar 2.1 Diagram alir kontraindikasi LP

Pungsi lumbal memiliki beberapa kontraindikasi, yang sebagian besar dapat

disingkirkan dengan prosedur lain. Namun, adapun prosedur yang bisa digunakan

untuk menyingkirkan kontraindikasi seperti yang diuraikan pada Gambar 2.1.

2.1.5 Persiapan Pasien(5)

1) Pasien diposisikan tidur lateral pada ujung tempat tidur dengan lutut ditarik ke

abdomen. Catatan : bila pasiennya obesitas, bisa mengambil posisi duduk di atas

kursi, dengan kursi dibalikan dan kepala disandarkan pada tempat sandarannya.

2) Jelaskan prosedur pemeriksaan pada klien.

14
3) Memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal pungsi meliputi

tujuan, prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-sensasi yang akan dialami dan hal-

hal yang mungkin terjadi berikut upaya yang diperlukan untuk mengurangi hal-hal

tersebut.

4) Meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani formulir kesediaan

dilakukan tindakan lumbal pungsi.

5) Meyakinka pasien tentang tindakan yang akan dilakukan.

2.1.6 Prosedur Pemeriksaan(6,7,8)

A. Pre-Tindakan

1) Kaji catatan medis dan catatan keperawatan pasien

2) Kesiapan perawat melakukan tindakan

3) Jelaskan tujuan tindakan

4) Persiapkan dan kumpulkan alat-alat

5) Cuci tangan

B. Tindakan Lumbal Punksi(6,7,8)

1) Posisi pasien lateral recumbent dengan bagian punggung di pinggir tempat tidur.

Lutut pada posisi fleksi menempel pada abdomen, leher fleksi kedepan dagunya

menepel pada dada (posisi knee chest).

15
Gambar 2.2 Posisi Lumbal Punksi

2) Pilih lokasi pungsi. Tiap celah interspinosus vertebral dibawah L2 dapat digunakan

pada orang dewasa, meskipun dianjurkan L4-L5 atau L5-S1 (Krista iliaca berada

dibidang prosessus spinosus L4). Beri tanda pada celah interspinosus yang telah

ditentukan.

16
Gambar 2.3 Lokasi Lumbal Punksi

3) Dokter mengenakan masker, tutup kepala, pakai sarung tangan dan gaun steril.

4) Desinfeksi kulit degan larutan desinfektans dan bentuk lapangan steril dengan

duk penutup.

5) Anesthesi kulit dengan Lidokain atau Xylokain, infiltrasi jaringan lebih dapam

hingga ligamen longitudinal dan periosteum.

6) Tusukkan jarum spinal dengan stilet didalamnya kedalam jaringan subkutis.

Jarum harus memasuki rongga interspinosus tegak lurus terhadap aksis panjang

vertebra.

17
7) Tusukkan jarum kedalam rongga subarachnoid dengan perlahan-lahan, sampai

terasa lepas. Ini pertanda ligamentum flavum telah ditembus. Lepaskan stilet untuk

memeriksa aliran cairan serebrospinal. Bila tidak ada aliran cairan CSF putar

jarumnya karena ujung jarum mungkin tersumbat. Bila cairan tetap tidak keluar.

Masukkan lagi stiletnya dan tusukkan jarum lebih dalam. Cabut stiletnya pada

interval sekitar 2 mm dan periksa untuk aliran cairan CSF. Ulangi cara ini sampai

keluar cairan.

8) Bila akan mengetahui tekananCSF, hubungkan jarum lumbal dengan manometer

pemantau tekanan, normalnya 60 – 180 mmHg dengan posisi pasien berrbaring

lateral recumbent. Sebelum mengukur tekanan, tungkai dan kepala pasien harus

diluruskan. Bantu pasien meluruskan kakinya perlahan-lahan.

9) Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal, hindarkan mengedan.

10) Untuk mengetahui apakah rongga subarahnoid tersumbat atau tidak, petugas dapat

melakukan test queckenstedt dengan cara mengoklusi salah satu vena jugularis

selama I\10 detik. Bila terdapat obstruksi medulla spinalis maka tekanan tersebut

tidak naik tetapi apabila tidak terdapat obstruksi pada medulla spinalis maka

setelah 10 menit vena jugularis ditekan, tekanan tersebut akan naik dan turun

dalam waktu 30 detik.

11) Tampung cairan CSF untuk pemeriksaan. Masukkan cairan tesbut dalam 3 tabung

steril dan yang sudah berisi reagen, setiap tabung diisi 1 ml cairan CSF. Cairan ini
18
digunakan untuk pemeriksaan : (1) jumlah dan jenis sel serta jenis kuman (2)

kadar protein dan glukosa (3) sitologi sel tumor (4) kadar gamaglobulin,

fraksi protein lainnya, keberadaan pita oligoklonal dan tes serologis (5) pigmen

laktat, ammonia, pH, CO2, enzim dan substansi yang dihasilkan tumor (contohnya

β2 mikroglobulin) dan (6) bakteri dan jamur (melalui kultur), antigen kriptokokus

dan organism lainnya, DNA virus herpes, citomegalovirus dan kuman lainnya

(menggunakan PCR) dan isolasi virus. Untuk pemeriksaan none-

apelt prinsipnya adalah globulin mengendap dalam waktu 0,5 jam pada larutan

asam sulfat. Cara pemeriksaanya adalah kedalam tabung reaksi masukkan reagen

0,7 ml dengan menggunakan pipet, kemudian masukkan cairan CSF 0,5 . diamkan

selama 2–3 menit perhatikan apakah terbentuk endapan putih. Cara penilainnya

adalah sebagai berikut :

(-) Cincin putih tidak dijumpai

( + ) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang hitam dan bila

dikocok tetap putih

( ++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi opolecement

(berkabut)

( +++ ) Cincin putih jelas dan bila dikocok cairan menjadi keruh

19
( ++++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi sangat

keruh

12) Untuk test pandi bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan globulin

dan albumin, prinsipnya adalah protein mengendap pada larutan jenuh fenol dalam

air. caranya adalah isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc cairan reagen pandi

kemudian teteskan 1 tetes cairan CSF, perhatikan reaksi yang terjadi apakah ada

kekeruhan.

13) Bila lumbal pungsi digunakan untuk mengeluarkan cairan liquor pada pasien

dengan hydrocepalus berat maka maksimal cairan dikeluarkan adalah 100 cc.

14) Setelah semua tindakan selesai, manometer dilepaskan masukan kembali stilet

jarum lumbal kemudian lepaskan jarumnya. Pasang balutan pada bekas tusukan.

C. Paska Tindakan Lumbal Punksi(6,7,8)

1) Anjurkan pasien berbaring terlentang selama 2–3 jam untuk memisahkan

kelurusan bekas jarum puncture dural dan arakhnoid di lapisan otak, untuk

mengurangi kebocoran CSF.

2) Monitor pasien untuk komplikasi lumbar puncture. Memberi tahu dokter bila

terjadi komplikasi.

3) Anjurkan meningkatktan intake cairan untuk mengurangi risiko headache post-

prosedur.

20
4) Bila timbul sakit kepala, lakukan kompres es pada kepala, anjurkan tekhnik

relaksasi, bila perlu pemberian analgetik dan tidur sampai sakit kepala hilang.

D. Rapikan alat-alat

E. Cuci tangan

F. Dokumentasi

2.7 Komplikasi Lumbal Punksi

Sudah diterima secara luas bahwa pungsi lumbal adalah intervensi yang aman,

namun pada kenyataannya adapun komplikasi yang dapat terjadi. Komplikasi yang

paling umum adalah PLPH. PLPH merupakan sakit kepala ortostatik yang disebabkan

oleh kebocoran CSF, biasanya dimulai dalam waktu 48 jam setelah pungsi lumbal pada

90% pasien. Pada 80% pasien, PLPH sembuh dalam 7 hari, tetapi pada sebagian kecil,

dapat bertahan selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Insiden PLPH yang

dilaporkan bervariasi dari 1% hingga 50%. Faktor risiko terkait pasien untuk PLPH

meliputi usia yang lebih muda, riwayat sakit kepala sebelumnya, jenis kelamin

perempuan dan kecemasan tentang komplikasi pasca pungsi lumbal. Risiko PLPH

dapat dikurangi dengan menggunakan jarum atraumatik 25 G, mencoba pungsi lumbal

kurang dari empat kali, secara pasif menarik 30 mL CSF dan melakukannya pada posisi

telentang lateral.(9,10)

21
Beberapa komplikasi lain yang dapat ditemukan adalah : (11)

1. Herniasi Serebral

2. Perdarahan epidural, subdural, dan subarachnoid

3. Nyeri punggunng dan iritasi akar saraf

4. Infeksi

5. Kerusakan diskus intervertebralis

Nyeri punggung dan iritasi akar saraf terjadi masing-masing pada 15% dan 11%

dari pungsi lumbal; insiden menurun ketika jarum atraumatik digunakan. Komplikasi

langka lainnya termasuk herniasi serebral (3-7%), meningitis bakteri (<0,1%).

Komplikasi yang saat ini sedang diselidiki adalah degenerasi diskus yang

dipercepat setelah penetrasi sendi diskus intervertebralis selama pungsi lumbal. Ertas

et al. mengevaluasi risiko tusukan cakram selama prosedur tusukan lumbal standar

pada 50 mayat manusia. Kemungkinan tertusuknya sambungan adalah 20% untuk L3,

38% untuk L4, dan 16% untuk L5-S1. Studi ini menunjukkan bahwa pungsi lumbal

membawa risiko signifikan penetrasi diskus intervertebralis, yang dapat menyebabkan

degenerasi diskus.

Selulitis, abses kulit, asbes epidural, abses spinal, atau diskitis (Komplikasi

infeksi) bisa terjadi akibat jarum spinal yang terkontaminasi. Untuk itu perlu dijaga

sterilisasi jarum spinal.

22
Iritasi saraf akibat jarum spinal dapat menyebabkan disestesia pada ekstremitas

bawah. Proses menarik jarum tanpa mengganti stylet dapat menyebabkan aspirasi dari

saraf atau jaringan arachnoid ke rongga epidural.

Herniasi Serebri setelah Pungsi lumbal adalah Komplikasi yang bersifat langka

tetapi sangat serius. Saat ini masih terdapat perdebatan apakah keadaan ini disebabkan

oleh pungsi lumbal atau penyakit lain yang mendasari. Konsensus yang membahas

keamanan prosedur ini pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial masih

belum tersedia.

2.2 Cairan Serebrospinal

2.2.1 Karakteristik Cairan Serebrospinal

a) Tekanan dan aliran

Pada pasien dengan posisi lateral dekubitus, tekananan LCS diukur

menggunakan manometer dengan jarum spinal yang terhubung ke dalam rongga

subarachnoid. Pada dewasa normal, tekanan LCS biasanya 100-180 mm H2O atau 8-

14 mmHg. Pada anak tekanan berkisar antara 30-60mm H2O. Tekanan yang lebih dari

200 mm H2O pada pasien dengan kondisi rileks dan posisi kaki lurus merupakan tanda

peningkatan TIK. Pada pasien dewasa, tekanan 50 mm H2O atau kurang merupakan

tanda hipotensi intrakranial yang biasanya disebabkan oleh kebocoran LCS atau

dehidrasi sistemik.(12)

23
b) Gambaran makroskopik dan pigmen

Normalnya, cairan LCS bening dan tidak berwarna. Pada proses LP yang

berdarah, dimana darah dari pleksus vena epidural bercampur dengan cairan LCS,

akan meragukan dalam menegakkan diagnosis, karena jika tidak hati-hati bisa salah

interpretasi dengan SAH subklinis.Pada SAH, eritrosit akan mengalami hemolisis

dalam beberapa jam sehingga memberikan warna merah muda (eritrokromia) pada

cairan supernatan, kemudian dalam beberapa hari akan berubah warna menjadi kuning

kecoklatan (xantokorm). LP yang berdarah akan memberikan warna bening jika

disentifugasi dan hanya jika jumlah eritrosit lebih dari 100.000/mm3 yang akan

memberikan warna xantokorm apabila disentrifugasi, hal ini terjadi karena terdapat

kontaminasi dari bilirubin serum dan lipokrom. (12,13)

c) Selularitas

Dalam bulan-bulan pertama kehidupan sel-sel, cairan LCS mengandung sel

monosit dalam jumlah kecil. Setelah itu dalam keadaan normal cairan LCS hampir

aselular ( sel limfosit dan mononuklear lainnya < 5/mm3). Peningkatan jumlah leukosit

biasanya merupakan reaksi terhadap bakteria dan agen infeksius lainnya, darah,

substansi kimia dan inflamasi imunologis, neoplasma, atau vaskulitis. (12,13)

d) Protein

24
Pada orang dewasa jumlah protein dalam LCS berkisar 45-50mg/dL atau

kurang.Pada anak, konsenterasi protein LCS rata-rata lebih rendah pada setiap level

(<20mg/dL pada daerah lumbal). Peningkatan jumlah yang melebihi normal

mengindikasikan suatu proses patologis pada daerah sekitar ependim dan meningen,

otak, medulla spinalis ataupun serabut syaraf, meskipun penyebab peningkatan sedikit

kadar protein (dalam kisaran 75mg/dL) kadang-kadang membingungkan. Nilai protein

yang meningkat sampai 500mg/dL ditemukan pada keadaan khusus seperti pada

sindroma gillain barre dan polineuropati demielinisasi kronik. (14)

e) Glukosa

Konsentrasi glukosa LCS normal adalah 45-80 mg/dL, kira-kira dua pertiga

dari konsentrasi serum (0,6-0,7). Jumlah glukosa yang rendah (hipoglikorasia) dengan

munculnya pleositosis biasanya menandakan meningitis piogenik, tuberkulosis atau

jamur, meskipun juga terdapat pada infiltrasi tumor yan g luas ke meningen dan

sarkoidosis serta SAH (biasanya terjadi pada minggu pertama.(14)

2.2.2 Nilai Rujukan Hasil Pemeriksaan Cairan Serebrospinal

Seperti juga dalam pemeriksaan laboratorium darah, urin, ataupun yang lainya,

pemeriksaan cairan serebrospinal juga memiliki nilai normal. Nilai ini dapat dijadikan

patokan untuk menentukan apakah terjadi infeksi intrakranial atau tidak. (15)

25
Tabel 2.1 Nilai Rujukan Pemeriksaan Cairan Serebrospinal

Evaluasi Normal Indikasi Abnormal


Tekanan <200 cm H2O Tumor, hidrosefalus, perdarahan
intrakranial
Warna Jernih Keruh : Bakteri
Darah Tidak ada Perdarahan cerebral atau

26
Sel Tidak ada sel darah Sel darah merah : indikasi jumlah
merah, < 5 darah di dalam kanal tulang
limfosit/mm2 belakang.
Sel darah putih : Abses cerebral,
meningitis bakteri, meningitis
jamur, meningitis TB, ensefalitis
Sensitivitas Tidak ada organisme Infeksi bakteri atau jamur
Protein 15-45 mg/dl atau 70 Meningiti, ensefalitis, mielitis,
mg/dl untuk lansia tumor, proses inflamasi
dan anak-anak
Glukosa 60-75 mg/dl Meningitis, neoplasma
Clorida (Tidak rutin 700-750 mg/dl Meningitis TB
dievaluasi)
Lactat <2-7.2 U/ml Meningitis bakteri, inflamasi
Dehidrogenase
Asam Laktat 10-25 mg/dl Meningitis bakteri atau meningitis
jamur
Sitologi Tidak ada sel Tumor otak, tumor pada spinal cord
malignant
Glutamin 6-15 mg/dl Ensefalopati hepatik, sindrom
reye’s

Tabel 2.2 Evaluasi Kelainan Cairan Serebrospinal

2.3 Lumbal Punksi Dalam Pemeriksaan Vaskuler Dan Infeksi

Aspek metodologis, diagnostik, dan terapeutik dari studi pungsi lumbal dan

cairan serebrospinal (CSF) memiliki lompatan yang sangat pesat sejak konsepsi pada

tahun 1890 oleh Quincke. Studi CSF umumnya digunakan untuk mendiagnosis infeksi

CSF, tetapi teknologi kemajuan telah memungkinkannya untuk digunakan untuk

mendiagnosis banyak penyakit autoimun dan peradangan saraf pada sistem saraf

pusat.(15)

Biomarker CSF adalah alat penting dalam mendiagnosis beberapa penyakit

neurodegeneratif; Perbaikan terbaru dalam mendeteksi biomarker ini dapat membantu


27
dalam mengembangkan obat untuk penyakit kronis dan progresif yang melumpuhkan.

Pasien dengan penyakit seperti atrofi otot tulang belakang, yang hanya dirawat secara

suportif selama beberapa dekade, sekarang dapat memperoleh manfaat. Pungsi lumbal

umumnya merupakan intervensi yang aman. Namun, ada komplikasi yang dapat terjadi,

mulai dari komplikasi ringan, misalnya nyeri punggung bawah, hingga kompilkasi

berat seperti penyempitan serebral dan tulang belakang. Meta-analisis, pedoman

konsensus dan tinjauan sistematis telah menunjukkan bahwa menggunakan ujung

jarum atraumatik menghasilkan komplikasi yang lebih sedikit. (16)

2.3.1 Punksi Lumbal Diagnostik

2.3.1.1 Punksi Lumbal Diagnostik Vaskuler

1) Aneurisma

Kelainan cerebrovascular berupa kelemahan dinding arteri atau vena cerebri

yang menyebabkan dilatasi lokal atau balooning pembuluh darah. Jika terjadi ruptur

aneurisma akan menyebabkan terjadi SAH. SAH adalah perdarahan di rongga

subarachnoid. Pemeriksaan Penunjang nya adalah lumbar puncture. Lumbar Puncture

paling sensitif terhadap SAH (opening pressure meningkat), xantocrom, jumlah sel >

100.000, protein meningkat, glukosa normal atau menurun.

2) Normal Pressure Hydrocephalus (NPH)

28
Merupakan kondisi dimana terjadi pembesaran ventrikel otak secara patologis

dengan tekanan awal (Opening pressure) pada lumbal pungsi yang normal. Pada

Lumbal pungsi/ lumbal tap test, dikeluarkan LCS sebanyak 30-50 cc kemudain

evaluasi dari klinis. Perbaikan klinis akan memberikan hasil yang baik bila dilakukan

shunting. Sedangkan Lumbal tap test dilakukan bisa hingga 3 kali untuk dapat melihat

perbaikan klinis yang nyata.

3) Menilai Gangguan Neurologi

a) Multiple Sclerosis

b) Sarcoidosis

c) Guillian Barre, Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy

d) Mitochondrial Disorders

e) Paraneoplastic Syndromes

Jumlah indikasi pasti untuk LP telah menurun dengan munculnya prosedur

neuroimaging yang lebih baik termasuk computed tomography (CT) scan dan magnetic

resonance imaging (MRI), tetapi LP masih diindikasikan untuk mendiagnosis dua

kondisi serius : Kecurigaan infeksi SSP (dengan pengecualian abses otak atau proses

parameningeal) dan Kecurigaan SAH pada pasien dengan CT scan negatif. Penggunaan

pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF) dalam evaluasi pasien dengan suspek SAH.

29
2.3.1.2 Punksi Lumbal Diagnostik Infeksi

LP sangat penting atau sangat berguna dalam diagnosis infeksi bakteri, jamur,

mikobakteri, dan virus sistem saraf pusat (SSP) dan, dalam pengaturan tertentu, untuk

membantu dalam diagnosis perdarahan subarachnoid (SAH), keganasan SSP, penyakit

demielinasi, dan Sindrom Guillain-Barre.

Penggunaan LP yang paling umum adalah untuk mendiagnosis atau

menyingkirkan meningitis pada pasien dengan beberapa kombinasi demam, perubahan

status mental, sakit kepala, atau tanda-tanda meningeal. Pemeriksaan CSF memiliki

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk menentukan adanya meningitis bakterial

dan jamur.Temuan pada analisis CSF juga dapat membantu membedakan meningitis

bakteri dari infeksi virus pada SSP. Namun, sering terjadi tumpang tindih yang

substansial.

Infeksi SSP terus menjadi indikasi utama untuk pungsi lumbal diagnostik. CSF

normal dengan: tekanan pembukaan (OP) 10-20 cm H2O , konsentrasi sel darah putih

<5 sel/µL, protein <40 mg/dL, glukosa 26–45 mg/dL dan CSF: rasio glukosa

serum >0,66.(16)

Pada meningitis bakterialis, cairan serebrospinal keruh atau purulen. Selain itu,

OP meningkat, bersamaan dengan peningkatan jumlah sel darah putih (biasanya >100

sel/µL, terutama neutrofil), peningkatan protein (>100 mg/dL), glukosa rendah, dan

rasio CSF: glukosa serum yang sangat rendah. CSF pada meningitis virus jelas, dengan

30
OP normal atau sedikit meningkat, jumlah sel darah putih meningkat (kisaran normal

<1.000 sel/µL, terutama limfosit), protein sedikit meningkat (50-100 mg/dL), glukosa

normal atau sedikit rendah, dan rasio CSF: glukosa serum normal atau sedikit rendah.

Pada meningitis tuberkulosis, CSF jernih atau keruh, dengan OP yang meningkat,

jumlah sel darah putih yang meningkat (kisaran normal <500 sel/ µL, terutama

limfosit), protein yang sangat meningkat, glukosa rendah dan rasio CSF:glukosa serum

yang sangat rendah. Tes laktat dan prokalsitonin CSF dapat menunjukkan penyebab

bakteri, tetapi tes akurasi lebih lanjut diperlukan sebelum ini dapat direkomendasikan

untuk penggunaan rutin. Pewarnaan gram dan kultur membantu mengidentifikasi

organisme dan menilai kerentanan antimikroba. Multiplex polymerase chain reaction

(PCR) dan matrix-assisted laser desorption/ionization time of flight (MALDI-TOF)

adalah metode baru yang dapat mengidentifikasi organisme dari CSF lebih cepat

daripada metode yang ada.(17,18)

Selain meningitis, CSF sangat penting dalam mendiagnosis beberapa kondisi

peradangan saraf seperti vaskulitis SSP primer, ensefalitis autoimun, myelitis

transversal akut, dan guillain barre-syndrome. Untuk reseptor N-metil-D-aspartat (anti-

NMDAR) ensefalitis, CSF lebih sensitif daripada serum untuk mendeteksi antibodi

NMDAR. CSF abnormal pada 80-90% pasien dengan vaskulitis SSP primer, yaitu

sedikit peningkatan jumlah leukosit dan konsentrasi protein total. (16)

31
Pada penyebab inflamasi mielitis transversa, CSF abnormal pada sekitar

setengah pasien, dengan limfositosis sedang (biasanya <100 sel/µL) dan tingkat

protein yang meningkat (biasanya 100-120 mg/dL). Kadar glukosa biasanya normal.

Studi CSF tambahan pada pasien dengan mielitis transversa termasuk tes laboratorium

penelitian penyakit kelamin, oligoclonal bands (OCBs), indeks IgG, sitologi dan studi

lebih lanjut yang menargetkan organisme tertentu (jika etiologi infeksi dicurigai).13

CSF OCB positif pada 85-95% pasien dengan multiple sclerosis, dan ketidakhadiran

mereka di CSF memiliki nilai prediksi yang sangat negatif 90%, membantu

membedakan multiple sclerosis dari penyakit inflamasi demielinasi lainnya, seperti

gangguan spektrum neuromyelitis optica dan myelin oligodendrosit glikoprotein.

penyakit terkait. CSF dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis perdarahan

subarachnoid ketika hasil pencitraan otak tidak meyakinkan, dengan menganalisis

partikel hemoglobin yang terdegradasi dalam CSF. Sitologi CSF dapat

mengidentifikasi dugaan metastasis leptomeningeal, dan flowcytometry CSF dapat

menguatkan diagnosis CNS limfoma.(17,18)

OP >25 cm H2O sangat penting untuk mendiagnosis hipertensi intrakranial

idiopatik. OP normal dan peningkatan gaya berjalan setelah pengangkatan 30-50 mL

CSF menegaskan diagnosis hidrosefalus tekanan normal dan memprediksi

kemanjuran penempatan kateter CSF.(17)

32
Pedoman European Society of Clinical Microbiology and Infectious Diseases

(ESCMID) 2015 untuk diagnosis dan pengobatan meningitis bakteri sangat

merekomendasikan pencitraan otak sebelum melakukan pungsi lumbal pada pasien

dengan:(19)

 Defisit neurologis fokal (Tidak termasuk kelumpuhan saraf kranial)

 Kejadian kejang yang terjadi dalam waktu dekat

 Keadaan imunokompromais yang diketahui

 Gangguan kesadaran (Dibuktikan dengan skor GCS < 10)

2.3.2 Punksi Lumbal Terapeutik

Pungsi lumbal juga dapat digunakan secara terapeutik untuk memberikan obat

secara intratekal, misalnya colistin dan vankomisin pada ventrikulitis, interferon pada

panensefalitis sklerosing subakut, nusinersen (Spinraza®, Biogen, Cambridge, MA,

USA) pada atrofi otot tulang belakang, dan kemoterapi Serta baclofen untuk spastisitas.

Fluorescein intratekal perioperatif membantu visualisasi kebocoran CSF di dasar

tengkorak.(19)

Pada gangguan lain, pungsi lumbal itu sendiri merupakan pengobatan. Pada

hidrosefalus komunikans akut dan meningitis kriptokokus, sakit kepala yang

disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dapat dikurangi dengan mengalirkan

33
cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal, yang dikaitkan dengan peningkatan relatif

69% dalam kelangsungan hidup.(19)

Pada pasien dengan hipertensi intrakranial idiopatik dan kehilangan

penglihatan yang akan segera terjadi, pungsi lumbal dapat digunakan sebagai tindakan

penyelamatan untuk menyelamatkan penglihatan sebelum prosedur pengalihan CSF

definitif lainnya dapat dilakukan.(19)

LP juga diperlukan sebagai manuver terapeutik atau diagnostik dalam situasi

berikut [1,2,4,5]: Anestesi tulang belakang, Pemberian kemoterapi intratekal,

Pemberian antibiotik intratekal, Injeksi media kontras untuk myelography atau

cisternography.

Nusinersen intratekal telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Amerika Serikat untuk pengobatan atrofi otot tulang belakang (SMA) pada bulan

Desember 2016 dan oleh Badan Obat Eropa pada bulan Juni 2017. Dalam sebuah

penelitian yang dilakukan pada 26 pasien dengan SMA, Mousa et al. berhasil

melakukan 104 suntikan nusinersen intratekal, bahkan pada pasien dengan skoliosis

neuromuskular atau instrumentasi tulang belakang (44 dari 104 prosedur dilakukan

pada 11 pasien tersebut). Hasilnya tidak ada komplikasi langsung atau jangka panjang.

Selain itu, mereka menganalisis 93 pungsi lumbal pada 20 pasien tersebut dan

mensurvei durasi dan lokasi pungsi lumbal, saturasi oksigen, jumlah upaya, kebutuhan
34
sedasi dan analgesia. Nusinersen intratekal ditemukan aman, layak dan dapat

ditoleransi dengan baik (tingkat komplikasi adalah 5 % dan terdiri dari PLPH ringan),

bahkan pada pasien dengan onset SMA dewasa.

Banyak infeksi intrakranial adalah infeksi serius yang membawa kematian

tinggi jika tidak segera dan ditangani secara agresif. Sangat sedikit antibiotik yang

melewati sawar darah-otak untuk mencapai konsentrasi yang cukup tinggi agar efektif.

Pemberian antibiotik intratekal dan intraventrikular dapat dilakukan menyelamatkan

nyawa dalam situasi seperti itu.

Bargiacchi dkk. meninjau secara sistematis studi kasus orang dewasa dengan

infeksi SSP gram negatif yang diobati dengan intratekal atau intraventrikular colistin.

Mereka menemukan bahwa colistin intratekal atau intraventrikular dengan dosis

125.000 IU, seperti yang disarankan oleh pedoman Infectious Diseases Society of

America (IDSA), diberikan sekali sehari selama setidaknya 14 hari aman dan efektif.

Tidak ada nefrotoksisitas dilaporkan dengan colistin intratekal atau intraventrikular .

Tidak ada kriteria standar untuk dosis vankomisin intratekal atau intraventrikular.

Wombwell dkk. secara sistematis meninjau kasus yang melaporkan vankomisin

intratekal/intraventrikular, dan merekomendasikan bahwa dosis harian 10 mg,

bertujuan untuk mencapai tingkat terendah 15-20 mg/L, aman dan efektif. Berbagai

kombinasi antibiotik lainnya telah diberikan secara intratekal.

35
Zhang dkk. melaporkan 86 pasien dengan infeksi intrakranial dengan cedera

otak traumatis yang parah. Kelompok yang diobati dengan meropenem dan

vankomisin intratekal memiliki waktu penyembuhan yang lebih baik daripada pasien

yang diobati dengan meropenem dan vankomisin intravena (p=0,004), dan mengalami

lebih sedikit efek samping (p=0,035) dan lebih sedikit gejala sisa yang parah (p =

0,007). Padahal sudah lebih dari tiga dekade sejak Panitch et al. menyuntikkan

interferon ke CSF untuk mengobati panensefalitis sklerosis subakut untuk pertama

kalinya pada tahun 1986, masih belum ada pedoman konkret mengenai dosis dan

jadwal pemberian interferon intratekal.

36
BAB III

KESIMPULAN

Lumbal pungsi adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan

memasukan jarum kedalam ruang subarakhnoid. Lumbal pungsi dapat digunakan

sebagai alat diagnostik serta sebagai terapi. Pengambilan lumbal pungsi pada dewasa

dilakukan pada L4-L5 atau L5-S1 dengan posisi lateral recumbent dan posisi knee chest.

Setelah didapatkan cairan serebrospinal akan dilakukan beberapa pemeriksaan antara

lain : (1) jumlah dan jenis sel serta jenis kuman (2) kadar protein dan glukosa (3)

sitologi sel tumor (4) kadar gamaglobulin, fraksi protein lainnya, keberadaan pita

oligoklonal dan tes serologis (5) pigmen laktat, ammonia, pH, CO2, enzim dan

substansi yang dihasilkan tumor (contohnya β2 mikroglobulin) dan (6) bakteri dan

jamur (melalui kultur), antigen kriptokokus dan organism lainnya, DNA virus herpes,

citomegalovirus dan kuman lainnya (menggunakan PCR) dan isolasi virus. Komplikasi

yang terjadi setelah pemeriksaan LP adalah Herniasi tonsiler, meningitis dan empiema

epidural atau sub dural, sakit pinggang, Infeksi, serta kerusakan diskus intervertebralis.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. McLane HC, Berkowitz AL, Patenaude BN, dkk. Ketersediaan, aksesibilitas, dan

keterjangkauan tes neurodiagnostik di 37 negara. Neurologi. 2015;85:1614–22

2. Khasawneh AH, Garling RJ, Harris CA. Sirkulasi cairan serebrospinal: Apa yang

kita ketahui dan bagaimana kita mengetahuinya? Lingkaran Otak. 2018;4:14–18

3. Moisset X, Ruet A, Brochet B, dkk. siapa yang melakukan pungsi lumbal, berapa

banyak yang mereka lakukan, bagaimana dan mengapa? Sebuah studi retrospektif

dari 6.594 kasus. Neurol Eur. 2016;76:8–11.

4. McGill F, Heyderman RS, Panagiotou S, dkk. Meningitis bakterial akut pada orang

dewasa. Lanset. 2016;388:3036–47.

5. Su G, Fu Z, Hu L, dkk. 16S ribosomal ribonucleic acid gen polymerase chain

reaction dalam diagnosis infeksi aliran darah: Tinjauan sistematis dan meta-

analisis. PLoS Satu. 2015;10:e0127195

6. Oya AL. Bab Sebelas - Aplikasi Langsung Spektrometri Massa MALDI-TOF

pada Cairan Serebrospinal untuk Identifikasi Patogen. Dalam: Cobo F (eds).

Penggunaan Teknologi Spektrometri Massa (MALDI-TOF) dalam Mikrobiologi

Klinik. Cambridge, MA, AS: Academic Press, 2018;159–65.

7. Graus F, Titulaer MJ, Balu R, dkk. Pendekatan klinis untuk diagnosis ensefalitis

autoimun. Lancet Neurol. 2016;15:391–404.

8. Kupila L, Jaakonmäki N, Huhtala H, Airas L. Mielitis transversal akut: penentu

CSF dalam diagnostik diferensial. Neurologi. 2014;82(10 Suppl.):P5.180.


38
9. Illes Z, Blaabjerg M. Temuan cairan serebrospinal pada sindrom Guillain-Barré

dan polineuropati demielinasi inflamasi kronis. Handb Clinic Neurol.

2017;146:125-138.

10. Deisenhammer F, Zetterberg H, Fitzner B, Zettl Inggris. Cairan serebrospinal pada

multiple sclerosis. Imunol Depan. 2019;10:726.

11. Deisenhammer F, Zetterberg H, Fitzner B, Zettl Inggris. Cairan serebrospinal pada

multiple sclerosis. Imunol Depan. 2019;10:726.

12. Jensen RH, Radojicic A, Yri H. Diagnosis dan pengelolaan hipertensi intrakranial

idiopatik dan sakit kepala terkait. Ada Gangguan Neurol Adv. 2016;9:317–26.

13. Ishikawa M, Hashimoto M, Mori E, dkk. Nilai dari tes keran cairan serebrospinal

untuk memprediksi efektivitas shunt pada hidrosefalus tekanan normal idiopatik.

Hambatan Cairan SSP. 2012;9:1.

14. Bargiacchi O, Rossati A, Mobil P, dkk. Kolistin intratekal / intraventrikular pada

infeksi terkait perangkat ventrikel eksternal oleh bakteri Gram negatif yang

resisten terhadap banyak obat: laporan kasus dan ulasan. Infeksi. 2014;42:801– 9

15. Mooodley K, Bill P, Patel VB. Interferon alfa di subakut Mooodley K, Bill P, Patel

VB. Interferon alfa di subakut 2015;31:130–4.

16. Veerapandiyan A, Eichinger K, Guntrum D, dkk. Intratekal nusinersen pada anak

yang lebih tua dan orang dewasa dengan atrofi otot tulang belakang. Neurologi.

2019;92(15 Suppl.):S5.001.

39
17. Clement JM, Holle LM. Administrasi aman intraserebral kemoterapi cairan tulang

belakang: waktu untuk pedoman. Praktek J Oncol. 2017;13:713–18

18. Hasnat MJ, Beras JE. Baclofen intratekal untuk mengobati kelenturan pada anak-

anak dengan cerebral palsy. Sistem Basis Data Cochrane Rev. 2015; CD004552.

19. Raza SM, Banu MA, Donaldson A, dkk. Sensitivitas dan spesifisitas fluorescein

intratekal dan eksitasi cahaya putih untuk mendeteksi kebocoran cairan

serebrospinal intraoperatif dalam operasi dasar tengkorak endoskopi: studi

prospektif. J. Ahli bedah saraf. 2016;124:621–6

20. Abassi M, Boulware DR, Rhein J. meningitis kriptokokus: pembaruan diagnosis

dan manajemen. Curr Trop Med Rep. 2015;2:90–9.

40

Anda mungkin juga menyukai