Kasus KLP 3 - CKB
Kasus KLP 3 - CKB
3.2 Anamnesis
Pasien datang dengan penurunan kesadaran. Pasien merupakan pasien rujukan
RSUD Sanjiwani dengan diagnosa EDH Temporoparietal sinistra. Pasien awalnya
terjatuh dari atap rumah dimana kepalanya terlebih dahulu membentur lantai,
kejadiannya kurang lebih 4 jam sebelum masuk rumah sakit, pingsan disangkal,
mual disangkal, muntah proyektil disangkal. Setelah kejadian pasien masih sadar
seperti biasa. Pasien pun diperiksakan ke RSUD Sanjiwani, saat dirujuk ke RSUP
Sanglah pasien sudah dalam keadaan penurunan kesadaran.
Riwayat penyakit dahulu tidak ada.
Riwayat alergi obat dan makanan tidak ada.
Riwayat operasi sebelumnya tidak ada.
Riwayat penyakit asma, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit sistemik lainnya
disangkal.
Riwayat makan dan minum terakhir tanggal 14 Mei 2019, pukul 08.00 WITA
1
BB : 60 kg, TB : 165 cm, BMI : 22,04 kg/m2, Suhu aksila : 36,2oC, NRS diam: sde,
NRS bergerak : sde
- SSP : GCS E1V1M5, pupil anisokor 2/3 mm, Reflek kornea (-)
- Respirasi : Frekuensi 16x/menit, tipe vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(-/-), SpO2 98% NRM 10 lpm, efusi pleura (-)
- KV : TD 120/60 mmHg, HR 100 x/menit, bunyi jatung S1-S2
tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
- GIT : Supel, bising usus (+) normal, ascites (-), distensi (-), nyeri
tekan (-), jejas (-)
- UG : BAK via kateter
- MS : Fleksi defleksi leher sde, Mallampati sde, akral hangat, edema (-
), gigi geligi utuh
2
- APTT 27,7 detik 24-36 detik
- INR 1,11 0,9-1,1
Analisa Gas Darah (23.16 WITA)
- pH 7,41 7,51 7,35-7,45
- pCO2 36,9 mmHg 27,8 mmHg 35,00-45,00 mmHg
- pO2 210,20 mmHg 233,90 mmHg 80,00-10000 mmHg
- BEecf -1,9 -1,3 -2-2
- HCO3- 22,8 mmol/L 21,8 mmol/L 22,00-26,00 mmol/L
- TCO2 23,90 mmol/L 22,60 mmol/L 24,00-30,00 mmol/L
- SO2c 99,4% 99,6% 95%-100%
Elektrolit (23.16 WITA)
- Na 143 mmol/L 143 mmol/L 136-145 mmol/L
-K 3,35 mmol/L 3,30 mmol/L 3,50-5,10 mmol/L
- Cl 89 mmol/L 89 mmol/L 96-110 mmol/L
3
Kesan : Tak tampak kompresi/fraktur/listhesis pada tulang-tulang regio
cervical yang tervisualisasi
CT Scan Kepala (14/5/2019)
EDH temporoparietal sinistra, edema cerebri
3.5 Permasalahan Dan Kesimpulan
Permasalahan Aktual : SSP : CKS memburuk (E1V1M5) dengan EDH
temporoparietal sinistra dengan tanda peningkatan
tekanan intrakranial
Permasalahan Potensial : Perdarahan, Secondary Brain Injury
Kesimpulan : Status Fisik ASA IV E
4
Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang rencana
anestesi yang akan dilakukan mulai di IGD, ruang operasi sampai di
ICU dan ruang pemulihan (informed consent)
Persiapan fisik
Puasa 8 jam sebelum operasi
Melepaskan perhiasan sebelum ke kamar operasi
Memeriksa status present, status fisik dan hasil pemeriksaan penunjang
Memeriksa surat persetujuan operasi
Memasang iv line pada tangan dan kaki kiri, cairan pengganti puasa
dengan RL dengan tetesan 20 tetes per menit.
Persiapan di OK IGD
Menyiapkan mesin anestesi dan aliran gas
Menyiapkan monitor dan kartu anestesi
Mempersiapkan obat dan alat anestesi
Menyiapkan obat dan alat resusitasi
Menyiapkan infus warmer
Evaluasi ulang status present penderita
5
Durante operasi
Hemodinamik : TD 92-115/61-73 mmHg, Nadi 72-79x/menit, RR
14x/menit, SpO2 99-100%
Cairan masuk : Kristaloid 1500 mL
Cairan keluar : Urin 400 ml, perdarahan 300 ml
Lama operasi : 2 jam 30 menit
Hasil operasi : dilakukan evakuasi clot
Post Operasi
Perawatan : Rawat RTI
- Monitoring tanda-tanda vital
- Monitoring perdarahan
- Manajemen pasca operasi
6
Feeding : E : Peptibren 200 ml tiap 4 jam
P : Ringer Fundin
Analgesia : Fentanyl 400 mcg dalam 50 cc NaCl tiap 24 jam
dengan kecepatan 2,1 ml/jam
Paracetamol 1 gram tiap 8 jam
Sedation : Midazolam 5 mg/ml iv titrasi target RAAS
Trombus Profilaksis : Asam tranexamat 1 gram tiap 8 jam
Head of the bed up : Head up 30 derajat
Ulcer gaster protektif : Ranitidine 50 mg tiap 12 jam
Glucose control : -
Terapi lain : - Oral hygiene dengan chlorhexidine tiap 12 jam
- Fenitoin 100 mg tiap 8 jam
Hari 2 (15 Mei 2019)
Pemeriksaan Fisik
- SSP : GCS E2VxM5 (Apatis), pupil isokor 2/2 mm, Reflek +/+
- Respirasi : BiPAP 16, PEEP 5, FiO2 40%, ASB 12, RR 14 x/menit,
CPAP, PEEP 5, FiO2 40%, ASB 10, RR 10-20 x/menit
(pukul 13.00 WITA) SpO2 100%
- KV : TD 115-140/58-80 mmHg, HR 72-100 x/menit, bunyi
jantung S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-),
suhu 36-37oC
- GIT : Bising usus (+) normal
- UG : BAK via kateter
- MS : Akral hangat, edema (-)
Balance Cairan 24 jam
Cairan Masuk : 2.145 ml
Cairan Keluar: 2.525 ml
IWL : 631 ml
BC : -36 ml
Planning
Feeding : E : Peptibren 200 ml tiap 4 jam
7
P : Ringer Laktat 500 ml/24 jam
Analgesia : Fentanyl 400 mcg tiap 24 jam
Paracetamol 1 gram tiap 8 jam
Sedation : Midazolam 5 mg/ml iv titrasi stop jam 9 pagi
Trombus Profilaksis : Asam tranexamat 1 gram tiap 8 jam
Head of the bed up : Head up 30-45 derajat
Ulcer gaster protektif : Ranitidine 50 mg tiap 12 jam
Glucose control : -
Terapi lain : - Oral hygiene dengan chlorhexidine tiap 12 jam
- Oral hygiene dengan aquabides tiap 12 jam
- Suction berkala
- Fenitoin 100 mg tiap 8 jam
Hari 3 (16 Mei 2019)
Pemeriksaan Fisik
- SSP : GCS E4V5M6 (Compos Mentis), pupil isokor 2/2 mm,
Reflek +/+
- Respirasi : Spontan dengan simple face mask 6 lpm 3 lpm, RR 17
x/menit, SpO2 100%
- KV : TD 125-130/60-65 mmHg, HR 105 x/menit, bunyi
jantung S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-),
suhu 36-37oC
- GIT : Bising usus (+) normal
- UG : BAK via kateter
- MS : Akral hangat, edema (-)
Balance Cairan 3 jam
Cairan Masuk : 525 ml
Cairan Keluar : 700 ml
IWL : 75 ml
BC : -250 ml
Planning
Feeding : E : Diet Lunak
8
P : Ringer Fundin 500ml, Ringer Laktat 500 ml/24
jam
Analgesia : Fentanyl 400 mcg tiap 24 jam
Paracetamol 1 gram tiap 8 jam
Sedation : -
Trombus Profilaksis : Asam tranexamat 1 gram tiap 8 jam
Head of the bed up : Head up 30-45 derajat
Ulcer gaster protektif : Ranitidine 50 mg tiap 12 jam
Glucose control : -
Terapi lain : - Oral hygiene dengan chlorhexidine tiap 12 jam
- Fenitoin 100 mg tiap 8 jam
9
BAB IV
DISKUSI KASUS
Cedera kepala adalah suatu trauma yang secara langsung atau tidak
langsung mengenai struktur kepala baik pada kulit kepala tulang tengkorak,
jaringan otak atau kombinasi dari masing-masing bagian tersebut sehingga dapat
menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak.
Tanda–tanda atau gejala klinis untuk pasien cedera kepala adalah penurunan
kesadaran, nyeri kepala yang menetap atau berkepanjangan, mual dan atau muntah
proyektil, perubahan ukuran pupil (anisokor), serta gangguan kardiorespiratorik.
Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS). Pasien dengan GCS > 13 dikategorikan sebagai
Cedera Kepala Ringan (CKR). Cedera Kepala Sedang (CKS) memiliki skor GCS
9-13 dan Cedera Kepala Berat (CKB) dengan skor GCS < 9. Pasien ini memiliki
tanda-tanda berupa penurunan kesadaran dan perubahan ukuran pupil (anisokor)
yang menandakan bahwa terjadi peningkatan TIK pasien. Pasien mengalami CKS
memburuk dengan GCS 7.
Pasien dalam kasus ini memiliki gejala klinis berupa penurunan kesadaran
dan pupil anisokor yang menandakan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Pasien di diagnosis dengan CKS memburuk dengan GCS E 2V2M5 pada pre-arrival
dan GCS menjadi E1V1M5 saat pre-operasi disertai EDH temperoprietal sinistra
yang ditandai dengan adanya lucid interval (periode sadar sebelum adanya
penurunan kesadaran). Pada durante operasi pasien dalam kondisi terkontrol
dengan baik. Pasca operasi pasien dirawat di ruang RTI karena memerlukan
pemantauan yang lebih pada kemungkinan peningkatan intakranial yang menetap.
Tujuan utama manajemen anestesi dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Mempertahankan CPP yang adekuat
2. Memberikan anestesi dan analgesi yang adekuat
3. Optimalisasi kondisi pembedahan
4. Mencegah terjadinya cedera sekunder akibat hipotensi, hipoksemia,
hipokarbi, hiperkarbi, hipoglikemia, dan hiperglikemia
10
5. Mencegah peningkatan ICP
Mekanisme utama dalam mempertahankan CPP adalah memastikan MAP
yang adekuat untuk mencegah peningkatan ICP yang berlebihan. Pada individu
normal, ICP berkisar 0-10 mmHg dan sangat dipengaruhi oleh autoregulasi CBF.
Vasokonstriksi dan vasodilatasi pembuluh darah serebral akan muncul sebagai
respon terhadap MAP, PaO2, PaCO2, dan viskositas darah. Pencegahan cedera
otak sekunder dapat dilakukan dengan memanipulasi variabel-variabel ini.
Penurunan PaCO2 akan menyebabkan vasokonstriksi yang akan menurunkan
CBF dan ICP. Selain itu, penurunan TIK juga dapat dinilai secara klinis melalui
ukuran pupil. Pada hasil analisa gas darah pasien didapatkan penurunan PaCO2
dan ukuran pupil yang isokor yang menandai adanya penurunan TIK pada pasien.
Mempertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan juga penting
dilakukan. Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada
vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
Hipotermi ringan telah ditunjukkan untuk mengurangi tekanan intrakranial
pada pasien cedera kepala dengan menurunkan metabolisme otak, aliran darah
otak, volume darah otak, dan produksi cairan serebrospinalis. Hipotermi
menguntungkan untuk pasien bedah saraf karena penurunan suhu tubuh akan
menurunkan keperluan oksigen otak dan akan melindungi otak. Penurunan suhu
hanya mencapai suhu 35oC, tidak dianjurkan melakukan penurunan suhu dibawah
34oC. Pada pasien operasi bedah saraf harus dilakukan pencegahan terhadap
kenaikan suhu tubuh. Peningkatan temperatur dihubungkan dengan peningkatan
konsumsi oksigen tubuh kira-kira 10-12% setiap derajat, yang akan menurunkan
jumlah oksigen yang tersedia untuk otak. Pada pasien ini dilakukan pengendalian
suhu tubuh pasca operasi hari pertama tanggal 14 Mei 2019. Suhu tubuh pasien
didapatkan 35,6- 35,9oC. Pengendalian suhu pada pasien dilakukan guna untuk
mengurangi tekanan intrakranial. Setelah didapatkan tekanan intrakranial pasien
normal pasien tidak dibuat dalam kondisi hipotermi, suhu tubuh pasien
dikembalikan ke suhu tubuh normal.
Pemberian obat analgetik diberikan untuk menurunkan rasa nyeri efek
negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Obat analgetik diberikan secara
11
kombinasi, seperti fentanyl dan paracetamol. Dosis fentanyl yang diberikan secara
drip melalui syringe pump = 0,25-0,5 mcg/kgBB/jam. Pada pasien diberikan
fentanyl 400 mcg dalam 50 cc NaCl tiap 24 jam dengan kecepatan 2,1 ml/jam dan
paracetamol 1 g tiap 8 jam.
Pasien pasca operasi bedah saraf sangat penting diberikan antikonvulsi
untuk profilaksis kejang, karena dapat mempresipitasi komplikasi yang serius
yaitu hipertensi dengan perdarahan otak, hipoksia atau anoksia. Antikonvulsi yang
sering digunakan adalah phenytoin, benzodiazepin, barbiturat, dan lidokain.
Phenytoin adalah suatu obat anti kejang yang efektif. Dosis permulaan 5-20
mg/kgBB dengan kecepatan maksimal pemberian 50 mg/menit untuk mencegah
aritmia dan hipotensi sampai henti jantung. Pasien ini diberikan phenytoin 100 mg
tiap 8 jam dengan kecepatan 12,5 mg/jam.
Pasien dengan kasus cedera kepala tidak direkomendasikan menggunakan
terapi cairan koloid karena tidak dapat menurunkan tekanan intrakranial
dikarenakan kapiler cerebral impermiabel terhadap sebagian besar ion. Selain itu
koloid juga dapat menimbulkan reaksi anaphyllactoid. Cairan isotonik juga tidak
direkomendasikan karena dapat meningkatkan edema cerebral. Hypertonic saline
solution disarankan untuk digunakan sebagai cairan resusitasi pada kasus cedera
kepala. Hypertonic saline solution aman dan efektif digunakan untuk menurunkan
tekanan intra kranial (TIK) dan dapat meningkatkan kontraktilitas jantung. Selain
itu, dapat membantu menurunkan edema otak dan tidak menimbulkan efek
berbahaya bagi organ lain (renoprotective agent). Pasien ini diberikan cairan yang
cenderung bersifat hipotonis yaitu Ringer Laktat. Ringer Laktat dapat memenuhi
kebutuhan elektrolit pasien dan juga menjaga tekanan intrakranial pasien. Tidak
dipergunakan NaCl karena efek samping NaCl yang dapat membuat asidosis
hiperkloremia.
BAB V
KESIMPULAN
12
mencegah cedera sekunder sesuai dengan fisiologi dan patofisiologi cerebral.
Manejemen anestesi pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan
adalah berdasarkan efek obat anestesi pada fungsi serebral. Perawatan selanjutnya
dapat dilakukan di ICU sampai hemodinamik dan respirasi serta kesadaran stabil,
sehingga didapatkan outcome yang baik.
Patofisiologi dan gejala sisa akan muncul pada trauma kepala, baik itu
cedera primer maupun sekunder. Tujuan utama manajemen perioperatif pada
pasien dengan cedera kepala adalah untuk mencegah cedera sekunder. Pemilihan
anestesi dan manajemen umum terhadap pernafasan, sirkulasi, metabolisme, dan
cairan adalah penting untuk memperbaiki outcome untuk pasien. Tujuan utama
assesment dan manajemen tersebut adalah untuk mempertahankan CBF yang
adekuat dan mencegah iskemia serebral dan hipoksia. Pada pasien dengan cedera
kepala, autoregulasi normal CBF menjadi hilang. Tidak ada standar emas anestesi
yang memenuhi keperluan ini untuk cedera kepala bahkan pemilihan anestesi
bergantung pada pertimbangan patologi intrakranial dan kondisi sistemik pada
pasien tertentu seperti gangguan kardiopulmonal dan adanya trauma multiple.
13
Daftar Pustaka
14
1118–1130. doi: 10.1177/0963689717714102.
Hidayah, S., et al. Cedera Kepala. Stikes Cendekia Utama Kudus, 2016.
Horne, D., et al. Traumatic Brain Injury. Mayfield Clinic, Cincinnati, Ohio, 2018.
Kataoka, Y. et al. (2016) ‘Hybrid treatment combining emergency surgery and
intraoperative interventional radiology for severe trauma’, Injury. Elsevier Ltd,
47(1), pp. 59–63. doi: 10.1016/j.injury.2015.09.022.
Mishra, LD; Rajkumar, N; Hancock, SM; Current Controversies in
Neuroanaesthesia, Head Injury Management and Neuro Critical Care;
Continuing Education in Anaesthesia, Critical Care and Pain; Volume 6
Number 2, 2010
Oxford, R. G. and Chesnut, R. M. (2017) ‘Neurosurgical Considerations in
Craniofacial Trauma’, Facial Plastic Surgery Clinics of North America,
25(4), pp. 479–491. doi: 10.1016/j.fsc.2017.06.002.
Putri, Cantik. Hubungan antara Cedera Kepala dan Terjadinya Vertigo di Rumah
Sakit Muhammadiyah Lamongan. Diss. University Of Muhammadiyah
Malang, 2017.
Vella, M. A., Crandall, M. L. and Patel, M. B. (2017) ‘Acute Management of
Traumatic Brain Injury.’, The Surgical clinics of North America. NIH Public
Access, 97(5), pp. 1015–1030. doi: 10.1016/j.suc.2017.06.003.
Wells, A. J. and Hutchinson, P. J. (2018) ‘The management of traumatic brain
injury’, Surgery (United Kingdom). Elsevier Inc, 36(11), pp. 613–620. doi:
10.1016/j.mpsur.2018.09.007.
15