Anda di halaman 1dari 3

TEMPO.

CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian


Keuangan Astera Primanto Bhakti mengungkapkan bahwa pemerintah akan melakukan
rasionalisasi pajak daerah. Hal itu dilakukan melalui undang-undang Omnibus Law
Perpajakan.

"Pemerintah ingin agar pajak-pajak daerah yang dikenakan oleh pemerintahan daerah
tidak mengganggu iklim investasi," kata Primanto di kantor Direktorat Jenderal  Pajak,
Selasa, 11 Februari 2020.

Menurut dia, investor selalu membutuhkan kepastian dalam berbisnis. Namun, pajak-
pajak daerah saat ini masih disikapi secara beragam. Nantinya, kata dia, dengan aturan
baru, pemerintah pusat dapat mengatur tarif pajak pemerintahan daerah.

Kewenangan itu, menurut dia, diciptakan agar Pemda tidak mengambil kebijakan
pungutan yang tidak rasional atau berpotensi mengganggu kegiatan usaha di daerah.
"Kami ingin Pemda menerapkan tarif pajak yang tidak mengganggu investasi, makanya
kalau yang sudah eksesif bisa dirasionalisasikan. Misalnya tadinya 5 persen ternyata
secara keekonomian tiga atau 2,5 persen, maka pemerintah pusat bisa menetapkan
tarif dan berlaku secara nasional," ujar Primanto.

Dengan adanya Omnibus Law itu, kata dia, pemerintah pusat juga akan mampu
mengevaluasi peraturan-peraturan daerah mengenai pajak ataupun retribusi daerah
yang berkaitan dengan kebijakan fiskal nasional.

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1306236/melalui-omnibus-law-pemerintah-akan-
atur-tarif-pajak-di-daerah

Berdasarkan artikel di atas,

1. Diskusikan mengenai bagaimana kebijakan pemerintah melakukan rasionalisasi


pajak daerah melalui undang-undang Omnibus Law Perpajakan?
2. Jelaskan mengenai penerapan sifat closed list/limitatif dalam jenis pungutan
pajak daerah, apa yang dimaksud dengan bersifat closed list?

Berikan Argumentasi Anda dan sertakan sumber referensi yang menjadi rujukan baik
BMP Universitas Terbuka dan referensi lain selain BMP Universitas Terbuka, sertakan
dasar hukum yang relevan dengan tidak asal copy paste!

Jawaban :

1. Selain pengaturan dan fasilitas perpajakan nasional, UU Omnnibus Law Perpajakan juga memuat
ketentuan maupun fasilitas perpajakan daerah guna mendukung kebijakan perkenomian
nasional. Fasilitas perpajakan yang dimaksud pada UU ini berupa keringanan, pengurangan, atau
pembebasan pajak daerah, diatur melalui Peraturan Kepala Daerah. Penentuan tarif atas pajak
daerah dilakukan berskala nasional dan sama (fix rate) oleh Pemerintah Pusat yang dibuat
melalui Peraturan Presiden (Perpres), sehingga terhadap adanya perbedaan tarif pajak daerah
yang telah ditentukan oleh Perda dapat diganti oleh Pemerintah Pusat.

Penentuan tarif berskala nasional dimaksudkan agar Pemerintah Pusat dapat melakukan
pengawasan maupun evaluasi terhadap Perda maupun rancangannya mengenai pajak daerah
yang dapat menghambat kemudahan dalam berusaha. Setalah dikeluarkan penetapan tarif
pajak melalui Perpres, Pemda wajib menetapkan tarif tersebut paling lambat 3 (tiga) bulan.
Rancangan Perda pada wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota mengenai pajak daerah dan retribusi
daerah yang telah disetujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebelum
ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan, yang
tugasnya melakukan evaluasi Rancangan Perda untuk menguji kesesuaian antara rancangan
tersebut dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kebijakan
fiskal nasional, dan Menteri Dalam Negeri yang bertugas untuk mengevaluasi Rancangan Perda
sesuai dengan ketentuan yang ada. Perda maupun aturan pelaksananya yang sudah ditetapkan
wajib disampaikan ke Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri paling lama 7 (tujuh) hari
setelah ditetapkan. Lalu apabila evaluasi terhadap Perda maupun aturan turunannya memuat
unsur-unsur yang menghambat kemudahan dalam berusaha, maka Pemda wajib melalukan
perubahan aturan tersebut paling lama 6 (enam) bulan sejak hasil evaluasi terbit.

Pengaturan administratif ketentuan dan fasilitas perpajakan di atas dianggap dapat mampu
memberikan solusi dan pencegahan terhadap adanya aturan yang saling tumpang tindih dan
mencegah ke udahan dalam melakukan bisnis maupun investasi. Pelanggaran administratif
aturan perpajakan ini dapat memberikan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan dana
transfer ke daerah dan/atau sanksi lain sesuai peraturan perundang-undangan. Terhadap
keberadaan serta status hukum dari UU PDRD sebelumnya masih berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan UU Omnibus Law Perpajakan ini.

2. Close-list system dalam pengertiannya dapat diartikan sebagai cara pembatasan daftar / jumlah
terhadap suatu objek yang dipilih. Dalam konteks pemungutan pajak dan retribusi daerah, dapat
diartikan sebagai pembatasan jumlah jenis pajak atau retribusi daerah yang dapat diberlakukan
sebagai pungutan dan dapat dipungut oleh daerah. Pembatasan jenis pajak maupun jenis
retribusi ini adalah representasi dari bentuk pengawasan pemerintah terhadap beredarnya jenis
pajak maupun retribusi yang lahir semata-mata sebagai wujud kreatifitas pemerintah daerah
dalam menjalankan otonomi nya(diskresi), yang ada kecenderungan salah 39 arah dan menjauh
dari konsep perpajakan dan retribusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan lebih
menonjolkan kepentingan lokal dan kedaerahan.

Berangkat dari pengalaman buruk penerapan diskresi daerah dalam pemungutan pajak dan
retribusi daerah, adalah hal sangat tepat dilakukan pembatasan terhadap jumlah jenis pajak
atau retribusi daerah yang dapat dipungut oleh daerah. Adapun kebijakannya diarahkan pada
penggunaan potensi perpajakan dan retribusi yang lebih baik (berdasarkan kajian akademis),
sederhana dalam pemungutannya, serta dapat diberlakukan di hampir seluruh daerah atau
berlaku secara nasional. Selain itu, pembatasan jenis pajak maupun retribusi ini mengandung
maksud untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan dunia usaha tentang jenis
pungutan pajak maupun retribusi yang harus mereka bayar, serta adanya jaminan bahwa tidak
akan ada lagi jenis pajak atau retribusi baru yang akan dipungut selain yang sudah ada.

Dalam perumusan ketentuan perpajakan dan retribusi khususnya terhadap seleksi jenis pajak
atau retribusi yang akan diterapkan dalam perundang-undangan, sudah barang tentu dengan
menggunakan beberapa pertimbangan dan kajian akademis. Salah satu konsep perpajakan dan
retribusi yang digunakan adalah dengan pendekatan kriteria pajak atau retribusi yang benar.
Secara histori, dalam paradigma UU No. 34 Tahun 2000 bahwa evaluasi represif terhadap suatu
Perda tentang pajak atau retribusi salah satunya juga menggunakan pendekatan kriteria jenis
pajak maupun retribusi, sehingga dapat diidentifikasi yang mana Perda yang bermasalah atau
yang bukan. Namun pada kenyataannya banyak Perda pajak maupun retribusi daerah yang
bermasalah dan dibatalkan oleh Pemerintah Pusat dikarenakan objek pajak atau retribusi
dimaksud bertentangan dengan kriteria pajak atau retribusi daerah yang benar.

Sumber :

Maghfira Syalendri Alqadri, Analisis Ruu Omnibus Law Perpajakan Terhadap Pemungutan Pajak Daerah,
Tanjungpura Law Journal, Vol. 4, Issue 2, July 2020: 117 - 132 ISSN Print: 2541-0482 | ISSN Online: 2541-
0490

Dr. Tjip Ismail, S.H., M.BA., M.M., Analisis Dan Evaluasi Tentang Pajak Dan Retribusi Daerah, Badan
Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI Tahun 2013.

Anda mungkin juga menyukai