PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Berbagai paket kebijakan pemulihan ekonomi Indonesia pasca krisis tahun 1997 lebih
difokuskan pada struktur konglomerasi sebagai ‘soko guru’ perekonomian nasional. Hal ini
diindikasikan oleh berbagai program pemerintah yang ditujukan untuk pemulihan kembali
kegiatan ekonomi berbasis konglomerasi. Misalnya, program rekapitalisasi perbankan dan
restrukturisasi utang swasta sebagai program utama yang memerlukan biaya ekonomi yang
sangat mahal (very high cost economy).
Output yang diharapkan dari program pemberdayaan ekonomi berbasis konglomerasi ini
adalah tercapainya langkah privatisasi yaitu pemerintah akan menerima hasil dari penjualan
aset-aset yang sangat diharapkan dapat dibeli pihak asing. Dengan demikian sangat
dimungkinkan apabila beberapa perusahaan besar yang merupakan penyangga utama (main
buffer) perekonomian Orde Baru dapat habis terjual kepada pihak asing.
Dengan berkembangnya trend perubahan status kepemilikan mayoritas perusahaan
berskala besar menjadi milik pihak asing, maka pelaku (actor) perekonomian nasional yang
masih tersisa adalah sektor-sektor ekonomi rakyat yang terdiri dari usaha kecil dan
menengah (small & medium enterprises) yang mencakup sektor pertanian dan industri
manufaktur yang luas, yang relatif terhindar dari krisis. Sektor ini menjadi tumpuan harapan
publik sehingga reformasi ekonomi perlu diorientasikan pada transformasi ekonomi yang
lebih mengedepankan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Selain itu sektor UKM
mempunyai andil yang sangat besar dalam perekonomian nasional karena dinilai telah
mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas kepada
masyarakat. Sektor UKM juga mempunyai kemampuan untuk berperan dalam proses
pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat pada masa krisis. Oleh karenanya, peran
UKM perlu diperluas agar sektor UKM dapat semakin tumbuh dan berkembang menjadi kuat
dan mandiri.
Sebagai bahan perbandingan, pesatnya perkembangan usaha kecil dan menengah di
Jepang dan Amerika Serikat menyebabkan sektor ini dapat menjadi salah satu pilar ekonomi
negara tersebut. UKM di Jepang memberikan kontribusi yang besar terhadap perusahaan
berskala besar dalam mendorong daya saing ekonomi bangsa (national
competitiveness). Kondisi ini dapat dicapai melalui suatu paket kebijakan yang dapat
mendorong peran UKM sehingga memiliki peran yang vital dalam perekonomian negara.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka upaya pengembangan UKM di Indonesia dapat
meniru (benchmark) model vitalisasi usaha kecil dan menengah di negara lain (seperti Jepang
dan Amerika Serikat) yang telah memiliki usaha kecil dan menengah yang kuat dalam
perekonomian negaranya.
Atas dasar hal di atas, Lembaga Administrasi Negara memandang perlu untuk melakukan
kajian tentang model vitalisasi UKM di berbagai negara sebagai bahan rekomendasi
kebijakan pengembangan UKM di Indonesia
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang cukup besar dalam pembangunan
ekonomi nasional, hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan hasil survei dan perhitungan
Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UKM terhadap PDB (tanpa migas) pada Tahun 1997
tercatat sebesar 62,71 persen dan pada Tahun 2002 kontribusinya meningkat menjadi 63,89
persen. Perbandingan komposisi PDB menurut kelompok usaha pada Tahun 1997 dan 2003
disajikan dalam tabel 1. Kendati demikian, kondisi UKM tetap rawan karena keberpihakan
bank yang rendah, pasar bebas yang mulai dibuka, serta terbatasnya kebijakan yang
mendukung sektor usaha kecil. Sedangkan kontribusi usaha yang berskala besar pada Tahun
1997 hanya 37,29 persen dan pada Tahun 2002 turun lagi menjadi 36,11 persen. Jumlah unit
UKM dalam 3 (tiga) tahun terakhir juga mengalami peningkatan ratarata sebesar 9,5 persen
tiap tahunnya. Pada Tahun 2002 tercatat sebanyak 38,7 juta dan pada Tahun 2004 sebanyak
42,4 juta unit usaha. Peningkatan jumlah unit usaha ini juga diikuti dengan kenaikan jumlah
tenaga kerja disektor UKM. Pada Tahun 2004 jumlah pekerja di sektor UKM tercatat hampir
80 juta orang, dari jumlah tersebut sebanyak 70,3 juta diantaranya bekerja disektor usaha
kecil dan sisanya disektor usaha menengah. Disadari akan begitu besarnya peran UKM dalam
perekonomian nasional, maupun dalam penyerapan tenaga kerja dan pemerataan distribusi
hasil-hasil pembangunan, maka pemerintah melalui undang-undang No 5 tahun 1999,
memberi batasan terhadap UKM yaitu untuk usaha kecil adalah usaha yang :
a. memiliki kekayaan (aset) bersih 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha,
b. Hasil penjualan tahunan (omzet) paling banyak 1 milyar,
c. Milik warga Indonesia,
d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan Dengan
batasan tersebut, maka diharapkan peranan pemerintah maupun masyarakat perlu
memberikan perhatian yang besar untuk mendorong pengembangannya. Pengembangan
UKM melalui pendekatan pemberdayaan usaha, perlu memperhatikan aspek sosial dan
budaya di masing-masing daerah, mengingat usaha kecil dan menengah pada umumnya
tumbuh dari masyarakat secara langsung. Disamping itu upaya pengembangan UKM dengan
mensinergikannya dengan industri besar melalui pola kemitraan, juga akan memperkuat
struktur ekonomi baik nasional maupun daerah. Partisipasi pihak terkait atau stakeholders
perlu terus ditumbuhkembangkan