Anda di halaman 1dari 11

1.

Pelaku kejahatan yang di kategorikan sebagai Extra Ordinary Crime ( pelanggaran berat)
di hukum dengan pidana mati menjadi perdebatan oleh para pegiat ham, bahwa pidana mati
merupakan suatu pelanggaran ham yang dimana hak untuk hidup seseorang itu di cabut.
Penjatuhan pidana mati merupakan bentuk hukuman yang membuat efek jera terhadap pelaku
tindak pidana berat. Yang dimana dalam penjatuhan hukuman mati tersebut dapat memberikan
rasa takut kepada setiap orang untuk melakukan perbuatan pidana berat. Saya sangat setuju untuk
pidana mati terhadap pelaku pelanggaran berat walaupun banyak sekali para pegiat ham yang
mengecam perbuatan tersebut. pelaku pelanggaran berat harus di jatuhi hukuman yang berat juga
agar perbuatan terus tidak terulang. Bagaimana jika pelaku pelanggaran berat di jatuhi dengan
hukuman biasa. Perbuatan yang telah dilakukan pelaku mungkin saja terulang kembali dan akan
membuat masyarakat akan merasa takut dan gelisah. Alasan setuju pidana mati untuk
pelanggaran berat adalah
1. Bahwa dengan Pidana mati menjamin bahwa si penjahat tidak akan berkutik lagi.
Masyarakat tidak akan diganggu lagi oleh orang ini sebab “mayatnya telah dikuburkan
sehingga tidak perlu takut lagi terhadap terpidana”
2. Bahwa pidana mati merupakan suatu alat represi yang kuat bagi pemerintah.
3. Dengan alat represi yang kuat ini kepentingan masyarakat dapat terjamin sehinggadengan
demikian ketentraman dan ketertiban hukum dapat dilindungi.
4. Terutama jika pelaksanaan eksekusi di depan umum diharapkan timbulnya rasa takut
yang lebih besar untuk berbuat kejahatan.
5. Dengan dijatuhkan serta dilaksanakan pidana mati diharapkan adanya seleksi buatan
sehingga masyarakat dibersihkan dari unsur-unsur jahat dan buruk dan diharapkan akan
terdiri atas warga yang baik saja.
jadi di perlukan adanya penjatuhan pidana mati untuk pelanggaran berat sehingga masyarakat
merasa aman dengan perbuatan tersebut.

2. jwbn nmr 2 Dalam sejarah manusia telah banyak kejadian di mana seseorang atau
kelompok manusia mengadakan perlawanan terhadap penguasa atau golongan lainnya untuk
memperjuangkan apa yang yang dianggap sebagai haknya. Perlindungan dan jaminan
terhadap hak-hak manusia telah diajarkan dalam ajaran-ajaran agama didunia, sebagai
tuntutan moral baik dalam ajaran Hindhu, Khong Hu Cu, Budha, Injil maupun Al Quran,
yang intinya adalah manusia sederajad. Sayangnya dalam kenyataan manusia selalu
bcrperang untuk menaklukan/ menghancurkan manusia satu dengan lainnya. Bahkan dengan
kekuasaan manusia menindas manusia lainnya. Pemikiran tentang perjuangan hak asasi
manusia telah tercermin dari ajaran tokoh-tokoh Junani, Romawi,maupun masa abad
pertengahan, masa Renaisanse (pembaharuan dan pencerahan) sampai dcwasa ini, dan tidak
terlepas dari konsep hubungan Negara dengan warganegaranya.
1. Pemikiran Jaman Yunani Solon,
tokoh Yunani abad ke 6 sebelum masehi: menganjurkan untuk diadakan perubahan
dan pembaharuan dengan membuat undang-undang agar para budak diberi kemerdekaan,
kemudian membentuk badan keadilan yang disebut Heliasa, dan majelis rakyat yang
disebut Ecelessia. Nampak ada pemikiran tentang triaspolitika pada masa ini.Socrates
(470-399 Sebelum masehi) dan muridnya Plato (420-348), yang menganjurkan
masyarakat untuk melakukan sosial control kepada pemerintah yang zalim dan tidak
mengakui nilai-nilai keadilan dan kebenaran. Menurut Socrates tugas Negara adalah
menciptakan hukum yang harus dilakukan oleh para pemimpin yang dipilih secara
seksama oleh rakyat. Aristoteles juga beranggapan bahwa Negara itu dimaksudkan untuk
kepentingan warganegaranya supaya mereka hidup baik dan bahagia. Masa Yunani kuno
ini telah muncul ide Negara demokrasi dan perlindungan hak-hak warga Negara.
2. Pemikiran Jaman Romawi.
Orang Romawi terkenal dengan cara berfikir yuridis dogmatis dan praktis. Teori
ketatanegaraannya banyak diterapkan dalam praktek ketatanegaraannya. Mereka
melakukan kodifikasi hokum yang pertama yakni UU 12 Meja ( tahun 450 sebelum
masehi). Tiap-tiap meja mengatur niasalah tertentu, misalnya jual beli, perkawinan,
warisan dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk adanya jaminan kepastian hukum dalam
masyarakat. Perkembangan kctatanegaraan Romawi, melalui 4 phase yakni, masa
kerajaan kecil (Negara Kota), masa Negara demokrasi (masih Negara kota), masa
Principati (luas Negara semakin luas tetapi masih ada ciri demokrasi dengan adanya
badan perwakilan rakyat dan eksekutifoya sebagai mandataris dari badan perwakilan
rakyat), dan kemudian berkembang menjadi Kekaisaran dimana raja berkuasa absolute.
Kodifikasi hukum yang kedua dilakukan oleh Kaisar Justinianus (527-565 sesudah
masehi), yang terkenal dengan Corpus luris Civilis yang terdiri dari empat (4) buku, yang
merupakan cikai bakal kitab undang-undang hukum perdata (Kode Napoleon). Konsep
hukum Romawi inilah yang kemudian dikembangkan pada masa pencerahan/
pembaharuan (Renaisance)
3. Pemikiran Hukum Theokratis.
Pemikiran hukum yang kritis dari jaman Romawi sempat tenggelam bersamaan
dengan lahirnya masa abad Pertengahan ( -± abad ke 5 sampai abad ke 15), dengan
pesatnya perkembangan agama Kristen dengan konsep kenegaraan di mana hukum
agama Kristen menjadi hukum Negara. Hukum bersumber dari ratio Tuhan ( bukan ratio
manusia). Di tengah masa ini yang menarik untuk dibahas adalah perkembangan
pemikiran hukum di Inggris, karena konsep pemikiran hukum di Inggris merupakan cikal
bakal pemikiran hukum Negara modern. Lahirnya Magna Charta ( Perjanjian Yang
Agung) , tanggal 15 Juli 1215 oleh Raja John Lackland, yang merupakan hasil
perjuangan kaum bangsawan dan gereja masa itu. Adapun isi pokoknya adalah sebagai
berikut:
“Dengan karunia Tuhan, bersama ini kami menyatakan bagi diri kami sendiri
maupun bagi turunan kami selanjutnya, bahwa Gereja Inggris akan mempunyai
kemerdekaan dan miliki hak-haknya dan kebebasannya secara lengkap dan yang tidak
dapat dikurangi.
Juga kepada rakyat atau penduduk kerajaan kami yang bebas (free man) telah kami
beri hak-hak seperti tersebut dibawah, hal mana akan berlaku untuk diri kami sendiri
maupun keturunan kami: Baik petugas keamanan maupun petugas pajak tidak dapat
mengambil gandum atau hewan tanpa pembayaran dengan segera dalam mata uang ,
kecuali atas kehendak yang mempunyai dan disetujui penundaan pembayaran Petugas
polisi maupun jaksa tidak akan menuduh atau menuntut seseorang tanpa persaksian yang
dapat dipercaya Tak seorangpun (free man) akan ditangkap, ditahan dan dibuang,
dinyatakan tanpa perlindungan atau dibunuh tanpa pertimbangan dan alasan hukum / atas
dasar hukum/undang-undang oleh Kepala Distrik. Keadilan berdasarkan hukum dan hak-
hak tidak bisa diperjualbelikan, dan semua berhak atas itu. Bila seseorang tanpa
pertimbangan menurut hukum telah ditangkap dan ditahan, atau direbut hak miliknya atas
tanah, hewan dan Iain-lain hak, kami akan segera memperbaikinya…
Magna Charta ini merupakan janji sepihak oleh Raja yang pada waktu itu merupakan
monarchi absolut, tetapi sudah memberi jaminan perlindungan bagi setiap penduduk
yaitu : jaminan atas hak milik, jaminan dari tindakan sewenangwenang penguasa,
jaminan hukum tidak memihak (diperjual belikan), kewajiban Negara untuk melakukan
pemulihan bila terjadi tindak sewenang-wenang dari aparatnya.
4. Masa Pencerahan (abad 16 sesudah Masehi)
Masa pencerahan ini diawali oleh konsep pemikiran tentang manusia sebagai mahluk
berakal, dan dengan akalnya manusia mengatur hidupnya sendiri, dan hukum bersumber
pada ratio manusia (aliran hukum alam yang rational), dan meruntuhkan pemikiran
hukum bersumber dari ratio tuhan (theokratis). Pemikiran ini membawa perubahan dalam
ketatanegaraan di Eropah dan sebagai contohnya dilihat keadaan di Inggris.Tahun 1628,
lahiraya Petition of Rights (hak Petisi), dimana wakil-wakil rakyat diberi hak-hak untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada raja, baik mengenai hak-hak rakyat maupun
kebijakan pemerintahan. Jawaban-jawaban raja lebih menegaskan apa yang menjadi
hakhak dari rakyatnya.
Tahun 1670 keluar Habeas Corpus Act, sejenis peraturan raja berupa undang-undang
tentang penegasan penahanan yang ditujukan kepada hakim dan badan peradilan ,yang
melarang melakukan penangkapan dan penahanan sewenang-wenang tanpa surat perintah
raja. Undang-undang ini merupakan cikal bakal hukum acara pidana.
Tahun 1689 keluar Bill of Rights, yang berisi pembatasan kekuasaan raja serta
pengakuan terhadap hak-hak rakyat antara lain: Dijamin adanya kebebasan memeluk
agama baik protestan maupun katolik.
Tidak sah pemungutan uang dan sebagainya tanpa persetujuan parlemen. Hak
mengajukan petisi bagi rakyat guna guna meminta kejelasan atau dilakukan koreksi
terhadap raja oleh rakyat mengenai hal-hal yang tidak semestinya dilakukan oleh raja.
Pemilihan parlemen harus bebas. Hak imunitet bagi anggota parlemen Parlemen harus
membuat undang-undang dan juga memiliki hak amandemen terhadap undang-undang.
Mengenai peradilan dan hukuman yang mungkin akan dijatuhkan dan dilaksanakan,
ditegaskan bahwa tidak boleh diadakan hukuman yang kejam dan di luar batas kebiasaan.
5. Pemikiran Negara Modern
Era Negara modern dimulai dari Revolusi Amerika Serikat ( 1774-1785) yang
dikenal dengan perang 7 tahun, di mana koloni inggris di benua Amerika menuntut
kemerdekaannya. Tuntutan utama adalah no taxation without Representation/ tiada
pemajakan tanpa ada perwakilan di Parlemen Inggris. Perang kemudian diakhiri dengan
kemenangan Jendral George Washington yang memaksa Jendral Cronwallis menyerah
tanpa syarat. Perang kemerdekaan AS dibantu oleh musuh besar Inggris seperti Perancis,
Spanyol dan Belanda. Belanda sempat kalah dengan Inggris yang akibatnya koloni
Belanda di Hindia Belanda dikuasai oleh Inggris (zaman Raffles). Ketatanegaraan
Republik Amerika Serikat disusun dalam suatu konstitusi berdasarkan ajaran demokrasi
dan ajaran pemisahan kekuasaan dari Montesquieu

3. jwaban
Generasi perkembangan ham
1) Hak Asasi Manusia Pada Type Negara Hukum Liberal (Generasi HAM I).
Dalam Revolusi Amerika Serikat 1776-1783 dan revolusi Perancis (1789) tuntutan hak asasi
manusia lahir sebagai wujud perjuangan melawan kekuasaan Negara yang absulut. Tuntutan
utama adalah persamaan kedudukan dihadapan hukum dan pemerintahan (politik). Fungsi
Negara yang tadinya berstatus positif dalam arti bahwa urusan kesejahteraan adalah urusan
Negara dengan sistim ekonomi Merkantilisme serta status warga Negara adalah pasif, akhirnya
“dibalik” di mana Negara berstatus negative dalam arti urusan kesejahteraan adalah urusan
inividu dan Negara tidak boleh ikut campur dan tugas Negara hanya menjaga keamanan
(nachtwakerstaats) dan rakyat berstatus aktif dalam arti ikut berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Sistim ekonomi juga berubah dari sistim merkantilisme ke sistim
laisezfaire (ekonomi pasar bebas) seperti yang diajarkan oleh Adam Smith. Dengan demikian
kekuasaan Negara sangat terbatas. Hal ini bisa dilihat dari ajaran Negara hukum Immanuel Kant
dan Freiderich Julius Sthal.
Menurut Immanuel Kant, syarat suatu Negara adalah: adanya perlindungan hak asasi manusia
dan adanya pemi sahan kekuasaan atas legi slative, eksekutif dan judikatif. Kemudian
dikembangkan lagi oleh Freiderich Julius Sthal seorang sarjana Jerman, bahwa suatu Negara
hukum harus memenuhi 4 syarat yakni: adanya perlindungan hak asasi manusia; adanya
pemisahan kekuasaan; segala tindakan pemerintah berdasarkan undang-undang; harus ada
peradilan administrasi Negara yang berdiri sendiri,yang bertugas menyelesaikan sengketa yang
mungkin timbul antara pemerintah dengan rakyat.
Ajaran negara hukum dari Freiderich Julius Sthal ini dikatakan sebagai ajaran negara hukum
formal karena tindakan pemerintah hanya terbatas dan sesuai dengan prosedur dan isi undang-
undang. Sering pula dijuluki sebagai ajaran negara hukum ideal, karena apabila tindakan
pemerintah terbatas, maka hak-hak asasi rakyat tidak dilanggar. Ada juga sebutan sebagai ajaran
negara hukum liberal, karena menjamin sepenuhnya kebebasan individu, di samping itu juga
disebut ajaran negara hukum dalam arti sempit, karena pengertian hukum adalah sama dengan
undang-undang.
Adapun dasar filsafat yng mendasari ide kenegaraan pada waktu itu adalah pemikiran hukum
alam yang bersumber pada ratio manusia. Dalam ajaran hukum alam ada keyakinan bahwa
bahwa manusia dibimbing oleh keadilan tertinggi dari Tuhan dan ratio manusia, oleh karena itu
hukum alam adalah hukum yang bersifat universal dan abadi. Ajaran ini telah dikembangkan
sejak zaman Yunani kuno dan Romawi.Masa Abad Pencerahan ini dikembangkan oleh Hugo de
Groot ( Grotius) 1583-1645. la percaya bahwa umat manusia secara alamiah bahwa manusia di
samping mahluk berakal juga adalah mahluk sosial. Aturan hukum alam akan berlaku secara
alamiah untuk manusia ditentukan oleh akal logika manusia itu sendiri ( terlepas dari
keterkaitannya dengan Tuhan) yang memungkinkan manusia hidup harmonis satu dengan
lainnya. Inilah dasar untuk mengembangkan hukum internasional yang bersifat universal.
Pada prinsipnya penganut aliran hukum alam yang rational memandang bahwa ada hukum yang
berlaku abadi yang bersumber dari ratio manusia. Hukum alam dan hak asasi manusia memiliki
hubungan dengan soal adil/justice/gerecht terus menerus sepanjang masa. Menurut Aristoteles
ada dua makna adil yaitu: menurut hukum alam adil adalah berlaku umum, sah dan abadi
sehingga terlepas dari kehendak manusia dan kadang-kadang bertentang dengan kehendak
manusia. Ia berlaku universal; Adil dalam undang-undang (hukum positif) bersifat temporer /
berubahubah sesuai dengan waktu dan tempat, sehingga sifatnya tidak tetap dan keadaannyapun
tidak tetap. la bersifat kontekstual. Pandangan penganut hukum alam bahwa keadilan bersifat
abadi dan universal.
Menurut Gilchrist seperti dikutif F. Iswarah, konsep alamiah ajaran individualisme dibangun dan
dipertahankan oleh pengikut-pengikutnya didasarkan atas tiga dasar yakni: Dasar Ethis: hakekat
dasar ethis ini bahwa tujuan manusia adalah perkembangan harmoni dari seluruh
kemampuannya. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh individu dengan kebebasan yang seluas
mungkin, karena itu individu harus diberi peluangpeluang agar dapat melaksanakan
kebebasannya seluas mungkin untuk melaksanakan tujuannya. Apabila Negara mencampuri
kebebasan itu, maka hal ini akan mengakibatkan lumpuhnya aktivitas dan spontanitas individu,
yang berarti tiadanya kesempatan mengembangkan kemampuan-kemampuannya itu sesuai
dengan bakat-bakat individu itu sendiri secara sukarela tanpa paksaan. Negara justru harus
mengembangkan suasana itu, yang memungkinkan individu mengembangkan individualitasnya
yang sebesar-besarnya

2) hak asasi manusia pada tipe negara hukum material (Negara Kesejahteraan Modern)
Dari bahasan sub 1 sudah disinggung munculnya ajaran sosialisme sebagai reaksi atau
koreksi terhadap kelemahan penerapan ajaran individualisme yang melahirkan system
ekonomi liberal yang memunculkan kekuasaan kapitalisme. Adapun pengaruh pemikiran
filsafat abad ke 19 seperti : aliran Utilitarianisme atau paham kemanfaatan; aliran
positivisme, aliran materialism (lawan dari idealisme) aliran sejarah hukum, sebagai reaksi
terhadap aliran pemikiran hukum alam yang rational, dan sudut pandangnya adalah
kenyataan social/ materialisme/ das sein/ empiric, sedangkan aliran hukum alam rational das
sollen ( apa yang seharusnya). Dari sudut pandang politik dipengaruhi oleh pandangan
Engels dan Mark yang dikenal dengan ajaran sosialisme.Paham Utilitarianism dari Bentham:
memandang hukum berisi perlindungan terhadap kepentingan manusia.Hukum dibuat oleh
manusia sesuai dengan kebutuhannya. Von Savigny: hukum akan berkembang menurut
sejarahnya, sehingga aturan hukum berlaku menurut waktu dan tempatnya
Dalam sejarah politik telah disinggung bahwa: dampak dari sistem ekonomi liberal maka
kenyataannya dari segi sosial ekonomi memberi peluang pada perkembangan kekuatan
kapital (modal), dan melahirkan kesenjangan strata sosial antara kaum buruh dan
pengusaha.Lahirlah tuntutan-tuntutan kaum buruh untuk adanya perlindungan kerja, jaminan
sosial dan kesehatan, uang pensiun sehingga ada pemerataan yang lebih adil dari kaum
buruh.Ini dikenal dengan gerakan sosialis di EropaJntinya adalah tuntutan persamaan
ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Menurut pandangan kaum sosialis, fungsi negara haruslah seluas mungkin di bidang
perekonomian, bahkan pandangan gerakan sosialis yang paling ekstrim atau revolusioner
adalah gerakan komunisme yang menghendaki seluruh kegiatah perekonomian dikendalikan
oleh Negara, seperti yang dipraktekan di Rusia oleh 17 Lenin.Gerakan sosialis ini mendapat
reaksi di negara-negara Eropa dengan dikeluarkan Undang-undang jaminan sosial dan
perburuhan.Bahkan di PBB ada badan khusus yang memperhatikan hak-hak kaum buruh
yaitu International Labour Organisation (ILO).Dengan demikian campur tangan negara
diperlukan lebih luas, terutama dalam usaha mewujudkan kesejahteraan sosial. Berbeda
dengan tipe negara hukum formil, maka tindakan pemerintah tidak lagi semata-mata sesuai
dengan undang-undang, melainkan negara dapat memiliki kebebasan bertindak
(Freisermessen) asal demi kepentingan dan kesejahteraan umum.
Sehingga dalm tipe Negara Hukum Materiil, maka pengertian hukum menjadi lebih luas,
bukan hanya undang-undang, melainkan peraturan perundang-undangan. Dalam tipe Negara
Hukum Materiil, tindakan pemerintah harus memenuhi dua syarat yaitu: Syarat
rechtmatigheid sesuai dengan atau berdasar peraturan dan syarat doelmatigheid yaitu berdaya
dan berhasil guna demi kesejahteraan bersama / umum. Oleh karena itu tipe Negara Hukum
Material sering disebut Negara kesejahteraan modern (Welfarestates).Status negara positif
dan rakyat statusnya aktif.Tuntutan hak asasi manusia pada masa kini adalah persamaan di
bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial.Tahapan perkembangan substansi tuntutan HAM
masa ini disebut hak asasi manusia generasi kedua.Setelah perang dunia kedua adanya
tuntutan Negara Koloni untuk merdeka dan lahirlah negara-negara bam yang menuntut
pengakuan persamaan budaya. (Negara Asia-Afrika).

3) Perkembangan Substansi HAM abad ke-21 (Generasi HAM III)


Titik tonggaknya adalah terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa,yang memiliki
pengamh positif terhadap pengakuan hak asasi manusia.Tujuan didirikan PBB adalah
mewujudkan perdamaian dunia dan kesejahteraan umat manusia lewat penghargaan
terhadap hak-hak asasi manusia, (lihat piagam PBB).PBB menjamin kemerdekaan setiap
bangsa, sehingga negara-negara koloni memerdekakan diri terutama Negara Asia - Afrika
termasuk Indonesia. Ada dua pengaruh ideologi pada masa 1945 yaitu antara Komunisme
dan pengaruh barat (Liberalisme), yang menyebabkan pecahnya Negara Jerman,
Vietnam, Korea dan 18 berdampak pula di Indonesia. Sehingga konsep hubungan antara
individu dan negara masih dipengaruhi oleh Paham Liberalisme, Paham Komunisme, dan
Paham Integralistik (khususnya Indonesia dan Negara-negara Asia- Afrika anggota
gerakan Non - Blok).

Pemikiran akhir abad keduapuluh ini, merupakan sintesa antara pemikiran abad ke -18
dan ke -19. Hal ini bisa dilihat di satu sisi: Menjembatani hukum kodrat dengan hukum
positif dengan menjadikan hakhak kodrat sebagai hak-hak positif (Positif Legal Rights).
Mengawinkan penekanan pada individu (yang bersifat otonom dan mandiri) dengan
penekanan pada kesejahteraan sosial dan ekonomi untuk semuanya. Mengawinkan
pandangan terhadap pemerintah sebagai ancaman terhadap kebebasan dengan pandangan
terhadap pemerintah sebagai alat yang dibutuhkan untuk memajukan kesejahteraan
bersama

4) Generasi HAM IV (Afrika)


Mengenai substansi tuntutan hak asasi manusia kemudian berkembang pemikiran baru
yakni: adanya tuntutan bagi jaminan terhadap hak-hak solidaritas termasuk hak atas
pembangunan dan lingkungan hidup yang sehat. Majelis Para Kepala Negara dan
Pemerintah dari Organisasi Persatuan Afiika (OAU) tahun 1981 memproklamirkan
piagam yang dikenal dengan Banjul Charter on Human and People Rights, yang
kemudian disahkan tahun 1986 menjadi Piagam Afrika mengenai hak hak manusia dan
hak Rakyat Afrika. Ciri khas dari piagam ini adalah: pengakuan terhadap hak-hak
kolektif. Piagam ini memandang bahwa: hak hak pribadi dan hak-hak rakyat adalah dua
hal yang saling berkaitan. Ciri lain yang khas adalah dimasukkannya hak-hak atas
pembangunan, kewajiban individu dan ketentuan yang membatasi hak-hak yang lebih
luas. Isu lingkungan hidup 21 sebagai subjek hukum diperkenalkan, Namun gregetnya di
PBB dalam bentuk hukum hak asasi manusia internasional belum muncul

Di kawasan Asia belum ada kesepakatan khusus tentang hak asasi manusia Konsep
hubungan antara individu sebagaian besar bersifat intergralistik, dan pandangan terhadap
hak asasi manusia adalah bersifat theocentris, yakni adanya keyakinan Tuhanlah sebagai
pelaku utama di dunia yang menciptakan manusia, alam dan segala isinya, sehingga
manusia dalam hidup ini harus bertindak sesuai dengan ajaran Tuhan.Sementara
pandangan individualisme barat menempatkan manusia sebagai pelaku utama di dunia ini
(anthrocentris)23 . Hak asasi manusia berlaku secara universal dan mengakui pula asas
relativisme budaya yang mengakui perbedaan budaya negara-negara di dunia, dengan
jaminan perlindungan terhadap kelompok-kelompok budaya kaum minoritas. Pasal 27
Konvenan hak sipil dan politik menentukan:
“Di Negara-negara yang memiliki kelompok minoritas berdasarkan suku bangsa,
agama atau bahasa, orang-orang yang tergolong kelompok minoritas tersebut
tidak boleh diingkari haknya dalam masyarakat, bersama anggota-anggota
kelompoknya yang lain, untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk
menjalankan dan mengamalkan agamanya sendiri atau menggunakan bahasa
mereka sendiri”

4. JAWABAN
perjuangan akan kekokohan praktik penghormatan harkat dan martabat, Hak Asasi Manusia.
Adalah sejarah dari perjalanan panjang. Perjuangan dari peperangan yang telah mengorbankan
jutaan manusia. Ada peristiwa perang. Perang dunia pertama dan perang dunia kedua. Ada
pembantain etnis, ras, seperti yang terjadi dalam regim Hitler. Ada pembantaian etnis di Ruanda
(ICTR), ada pemusnahan secara paksa etnis di Yogoslavia (ICTY). Pemberontakan di
Tiananmen. Pemusnahan etnis di Kamboja. Dan berbagai peristiwa kekejaman lainnya
menjadikan Hak Asasi Manusia penting untuk dipositifkan sebagaimana usul David Hume,
Austin dan Hart.
Hak Asasi Manusia sebagai hak yang lahir secara adikodrati mutlak untuk diberi kepastian dalam
tatanan yang fundamental. Agar tidak menjadi impian, cita-cita dan angan-angan semata. Maka
yang amat menonjol dalam konvensi sebagai instrumen hukum  adalah pengakuan hak-hak
politik. Bukan hak-hak ekonomi, hak sosial dan budaya. Kalau dilihat dalam realitasnya organ
PBB memang dalam struktur organisasinya adalah pertarungan dua buah ideologi. Pertarungan
antara liberalisme dan sosialisme. Dapat dikatakan pertarungan antara ICCPR yang terlegitimasi
dalam organ Dewan Keamanan dan ICESCR yang diejawantahkan dalam organ Majelis Umum
yang banyak dipegang atau diisi oleh negara berkembang untuk memperjuang hak-hak ekonomi,
sosial dan kebudayaan.
Terlepas dari dua kepentingan tersebut, jelasnya hak-hak politik tetap menaruh harapan bagi
perlakuan yang adil, fair, dan sama dari negara untuk menghargai hak kodrati yang melekat pada
setiap individu sebagai hak dasar  yang sudah ada (Thomas Aquinas) sejak ia lahir.  Kalaupun
ada peran negara untuk menghormati hak individu sebagai hak dasar adalah prinsip resiprositas
semata sebagai penyerahan kepercayaan dalam suatu kontrak sosial.
Dapat dikatakan, semua negara (195) di dunia tidak ada yang tidak mengakui Hak Asasi
Manusia sebagai hak yang penting untuk dimasukkan dalam landasan konstitusionalnya. Apalagi
negara yang mengutamakan prinsip negara hukum (rechtstaar/ rule of law) maka harus
meletakkan jaminan dan perlindungan terhadap hukum dan Hak Asasi Manusia. karena jaminan
dan pelayanan Hak Asasi Manusia sebagai salah satu unsur negara hukum.
Di Indonesia, pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) ditegaskan dalam Pasal 1 Undang-undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan
pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.”

Implementasi Hak Asasi Manusia secara tersirat sebenarnya sudah diakui dalam KUHAP.
Menurut ketentuan Pasal 117 ayat 1, “keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik
diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun.” Artinya dengan adanya
Pasal tersebut, pemeriksaan oleh penyidik untuk kepentingan penyidikan harus sesuai dan
menghormati HAM.

Selain itu, pemuatan hak asasi dalam tugas kepolisian sebagai penyidik, juga ditegaskan dalam
Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, “Kepolisian Negara Republik
Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya
keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan terhadap masyarakat, serta terbinanya ketenteraman
masyarakat dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.” Kemudian juga ditegaskan dalam Pasal
19 ayat 1 “bahwa Polisi harus senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum, dan
mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan dan menjunjung tinggi HAM.”

International Convenant on Civil and Political Rigt (ICCPR) tampaknya  juga memberikan


pengaturan hak hidup sebagai hak fundamental. Konvenan ini menjunjung tingi hak atas
kebebasan dan keamanan pribadi serta memberi fondasi bagi perlindungan dalam penahanan.
Dalam Pasal 9 ICCPR menegaskan:
1. Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak seorangpun dapat
ditangkap secara sewenang-wenang. Tidak seorangpun dapat dirampas kebebasannya
kecuali berdasarkan alasan-alasan yang sah, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh
hukum.
2. Setiap orang ditangkap wajib diberitahu pada saat penangkapannya dan harus segera
mungkin diberitahu mengenai tuduhan yang dikenakan kepadanya.
3. Setiap orang yang ditahan atau berdasarkan tuduhan pidana, wajib segera dihadapkan ke
pejabat pengadilan atau pejabat  lain  yang diberi kewenangan oleh hukum untuk
menjalankan kekuasaan peradilan, dan berhak untuk diadili dalam jangka waktu yang wajar,
atau dibebaskan. Bukan merupakan suatu ketentuan umum, bahwa orang yang menunggu
diadili harus  ditahan, tetapi pembebasan dapat diberikan dengan  atas dasar jaminan untuk
hadir pada waktu persidangan, pada setiap tahap pengadilan dan pada pelaksanaan putusan,
apabila diputuskan demikian.
4. Siapapun yang dirampas, kebebasannya dengan cara penangkapan, penahanan, berhak untuk
disidangkan di depan pengadilan tanpa menunda-nunda dapat menentukan keabsahan
penangkapannya dan memerintahkan pembebasannya apabila penahanan tidak sah menurut
hukum.
Konsep dasar Hak Asasi Manusia adalah ketentuan yang pada mulanya hanya berada dalam
perdebatan sebagai bagian hukum alam. Kemudian dipositifkan dalam suatu ketentuan normatif
sebagai Ilmu Hukum Murni (Kelsen). Atau sebagai ilmu hukum positif/ normatif (Mewissen).
Telah mempengaruhi sistem peradilan pidana mulai dari tingkat peyelidikan, penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Pengadilan yang mengadili terdakwa harus
bersikap fair   dan tidak memihak (imparsialitas), beban pembuktian dibebankan bukan kepada
terdakwa (defendant), melainkan kepada penyidk dan penuntun. Semua prinsip KUHAP tersebut
adalah, bahagian dari implementasi konsep dasar HAM.

5. Jawaban
UUD NRI 1945 sebelum perubahan tidak memuat secara eksplisit dan lengkap mengenai
pengaturan Hak Asasi Manusia, karena di dalam pembentukannya terjadi perbedaan
pendapat antara tokoh-tokoh pendiri bangsa mengenai apakah Hak Asasi Manusia itu
dicantumkan di dalam pasal-pasal dalam UUD NRI 1945 atau tidak. Tetapi pengakuan Hak
Asasi Manusia telah tercermin di dalam pembukaan UUD NRI 1945 yang telah dibuat oleh
para pendiri bangsa dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dahulu. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa negara Indonesia sendiri, sejak berdirinya tidak dapat lepas dari Hak
Asasi Manusia. Jika kita cermati di dalam pembukaan UUD NRI 1945, dapat dilihat bahwa
pengakuan Hak Asasi Manusia terdapat pada alinea pertama dan alinea keempat.
Alinea pertama Pembukaan UUD NRI 1945 ialah hak untuk menentukan nasib sendiri,
yang dimana bunyinya alinea pertama ialah "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan." Pengakuan bahwa kemerdekaan
adalah hak segala bangsa sebagai pengakuan Hak Asasi Manusia kolektif dari suatu bangsa
beserta masyarakatnya untuk hidup bebas dari segala penindasan oleh bangsa lain.
Pengakuan Hak Asasi Manusia ini menegaskan kedudukan yang sejajar semua bangsa di
dunia karena penjajahan pada dasarnya melawan Hak Asasi Manusia.
Sedangkan di dalam Alinea keempat pembukaan UUD NRI 1945 menegaskan tujuan
pembentukan pemerintahan negara Indonesia, dengan bunyi dari alinea keempat adalah
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Alinea ini merumuskan dengan jelas tujuan dan prinsip-prinsip dasar untuk mencapai
tujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka. Pada alinea ini terdapat
beberapa pengakuan Hak Asasi Manusia yang merupakan pengakuan dan perlindungan hak-
hak asasi di dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan, pendidikan dan sosial. Di dalam
alinea keempat ini terdapat bunyi dari sila-sila Pancasila yang digunakan sebagai pedoman
masyarakat Indonesia dalam menjalani kehidupan bernegara. Bunyi dari sila-sila Pancasila
ini wajib diamalkan karena memiliki relasi yang erat terhadap pengakuan Hak Asasi Manusia
di Indonesia. Jika sila-sila Pancasila dapat diamalkan oleh seluruh masyarakat di Indonesia,
niscaya dapat menghilangkan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia seseorang.

6. Jawaban
Asas keseimbangan hak dan kewajiban dalam HAM merupakan suatu asas yang
mengkhendaki adanya pertukaran hak dan kewajiban HAM sesuai porsinya. Keseimbangan
hak dan kewajiban perlu di implementasikan agar tidak ada berat sebelah antara hak dan
kewajiban. Karena di dalam sebuah hak melekat sebuah kewajiban di dalamnya. Keduanya
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan. Contohnya, di dalam Hak asasi
manusia setiap individu mempunyai hak untuk beragama, sehingga di dalam hak kebebasan
beragama yang kt miliki terdapat juga kewajiban membebaskan orang lain beragama sesuai
pilihan.

7. Jawaban
Secara bahasa genosida berasal dari dua kata “geno” dan “cidium”. Kata geno berasal dari bahasa
Yunani yang artinya “ras” sedangkan kata “cidium” asal kata dari bahasa Latin yang artinya
“membunuh”. 4 Berdasarkan Statuta Roma dan Pasal 7 Huruf a UU Pengadilan HAM: “Genosida
ialah Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh
atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh
anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota
kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan kemusnahan secara fisik
sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam kelompok; memindahkan
secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain”.

Genosida merupakan Kejahatan Internasional (International Crimes) dimana merupakan suatu


pelanggaran hukum yang berat. Kejahatan ini merupakan kejahatan yang dinilai paling serius karena
melibatkan masyarakat internasional secara keseluruhan.

8. Jawaban
1)Teori Hukum Kodrati
Pemikiran yang kemudian melahirkan teori hukum kodrati tidak lepas dari pengaruh
tulisan-tulian santo Thomas Aquinas. Menurut Aquinas, hukum kodrati merupakan bagian dari
hukum Tuhan yang dapat diketahui melalui penalaran manusia. Gagasan Aquinas meletakan
dasar-dasar mengenai hak individu yang bersifat otonom. Setiap manusia dianugrahi identitas
individual yang unik oleh Tuhan, dan hal ini terpisah oleh Negara. Namun gagasan Aquinas
menuai banyak kritik karena tidak empiris, bagaimana kita tahu Tuhan telah memberikan hak
tertentu pada semua orang. Hugo de Groot, atau dekenal dengan Grotius, mengembangkan
lebih lanjut teori hukum kodrat Aquinas dengan memutus asal-usulnya yang theistic dan
membuatnya menjadi produk pemikiran sekuler yang rasional. Menurut Grotius eksistensi
hukum kodtrat dapat diketahui dengan menggunakan penalaran yang benar, dan derajat
kesahihannya tidak bergantung pada Tuhan. Hukum kodrati yang merupakan landasan hukum
positif atau hukum tertulis, dapat dirasionalkan dengan menggunakan aksional logika dan ilmu
ukur. Sepanjang Abad 17, pandangan Grotius terus disempurnakan. Melalui teori ini hak-hak
individu yang subyekstif diterima dan diakui.
Tokoh yang dianggap paling berjasa dalam meletakan dasar-dasar teori hukum kodrati
ialah John Locke dan JJ Rousseau. Dalam buku klasiknya: “The Second Trities of Civil Government
and a Letter Concerning Toleration”, John Locke mengajukan sebuah postulasi pemikiran bahwa
semua individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat atas hidup, kebebasasan dan
kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut atau dipreteli oleh
Negara. Melalui suatu ―kontrak social‖ (social contract), perlindungan atas hak yang tidak dapat
dicabut ini diserahkan pada Negara. Apabila penguasa Negara mengabaikan kontrak social itu
dengan melanggar hak-hak kodrati individu, maka rakyat di Negara itu bebas menurunkan sang
penguasa dan menggantinya dengan suatu pemerintah yang bersedia menghormati hak-hak
tersebut.34 Rousseau mengikuti teori kontrak social. Tetapi berbeda dengan Locke, Rousseau
mengatakan bahwa hukum kodrati tidak menciptakan hak-hak kodrati individu, melainkan hak
kedaulatan warga Negara sebagai suatu kesatuan. Setiap hak yang diturunkan dari suatu hukum
kodrati aka nada pada warga Negara sebagai satu kesatuan yang bisa diidentifikasi melalui
kehendak umum (general will). 35 Gagasan Locke mengenai hak-hak kodrati inilah yang
melandasi munculnya revolusi hak dalam revolusi Inggris Amerika Serikat, dan Prancis pada
Abad ke-17 dan ke-18.
Teori hukum kodrtati melihat hak asasi lahir dari Tuhan sebagai bagian dari kodrat
manusia. Ketika manusia lahir sudah melekat alam dirinya sejumlah hak yang tidak dapat diganti
apalagi dihilangkan, apapun latar belakang agama, etnis, kelas social, dan orientasi seksual
mereka.

2) Teori Positivisme atau Utilitarian

Gagasan hak asasi manusia yang mendasarkan pada pandangan hukum kodrati mendapat tantangan
serius pada Abad ke-19. Ialah Edmund Burke, seorang kebangsaan Irlandia yang resah akan Revolusi
Perancis, yang mempropagandakan ―rekaan yang menakutkan mengenai persamaan manusia‖. Burke
menuduh bahwa penyusun “Declaration of the Rihght of Man and of the Citizen” merupakan ide-ide
yang tidak benar dan harapan yang sia-sia pada manusia yang sudah ditakdirkan menjalani hidup yang
tidak jelas dengan susah payah.36 Hume, seorang filsuf asal Skotlandia, berpandangan bahwa teori
hukum kodrati mencampuradukan antara apa yang ada (is) dan apa yang seharusnya (ought). Apa yang
ada adalah fakta yang dapat dibuktikan keberadaannya secara empiris dan dapat diperiksa
kebenarannya. Di sini orang tidak dapat berdebat benar atau salah, karena keberadaannya dapat
dibuktikan dan diuji secara empiris. Sementara apa yang seharusnya (ought) adalah prinsip moralitas,
yakni realitas yang secfara obyekstif tidak dapat dibuktikan keberadaannya. Dalam moralitas orang
dapat berdebat benar atau salah. Menurut Hume, hukum harus harus memisahkan secara tegas apa
yang ada dengan moralitas. Teori hukum kodrati hanya berada pada wilayah moralitas dan tidak
bertolak pada system hukum yang formal. Jeremy Bentham menentang teori hukum kodrati habis-
habisan. Kritik terbesarnya mendasarkan bahwa teori hukum kodrati tidak bisa dikonfirmasi dan
diverifikasi kebenarannya. Bagi Bentham, hak kodrati adalah anak yang tidak memiliki ayah. Karena hak
barulah ada apabila ada hukum yang mengaturnya terlebih dahulu. Menurut Bentham, eksistensi
manusia ditentukan oleh tujuan (utilitas) mencapai kebahagiaan bagi sebagian besar orang. Penerapan
suatu hak atau hukum ditentukan oleh apakah hak atau hukum tersebut memberikan kebahagiaan
terbesar bagi sejumlah manusia yang paling banyak.38 Setiap orang memiliki hak, tetapi hak tersebut
bisa hilang apabila bertentangan dengan kebahagiaan dari mayoritas banyak orang. Kepentingan
individu harus berada di bawah kepentingan masyarakat. Karena pandangan yang mengutamakan
banyak orang tersebut, teori positivisme dikenal juga sebagai teori utilitarian.

John Austin mengenbangkan gagasan yang sistematis mengenai teori positivism. Menurut Austin, satu-
satunya hukum yang shahih adalah perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat dengan disertai
aturan dan sanksi yang tegas. Dengan cara inilah suatu system yang rasional yang terdiri dari aturan-
aturan yang saling berkaitan dapat dikonfirmasi. Dalam pandangan Austin hak barulah muncul jika ada
aturan dari penguasa yang melindungi individu dan harta benda mereka.

3)Teori Keadilan

Teori keadilan lahir dari kritik terhadap teori positivism. Tokoh yang mengembangkan teori ini ialah
Ronald Drowkin dan John Rawls. Teori Drowkin sangat mendasarkan pada kewajiban untuk
memperlakukan warganya secara sama yang di emban Negara. Tentunya, nilai-nilai moral, kekuasaan,
atau menggunakan pendasaran lainnya sebagai alasan untuk mengesampingkan hak asasi manusia
kecuali prinsip perlakuan sama itu sendiri. Oleh karenanya hak asasi manusia dimaksudkan sebagai
benteng atau dalam istilah yang digunakannya sendiri (individu) atas kehendak public yang merugikan
atau yang menjadikannya tidak mendapat perlakuan yang sama. Tapi tidak semua hak memiliki natur
sebagai dapat dijadikan sebagai benteng terhadap kehendak public. Kelompok hak yang tergolong
dalam kelompok ini adalah non-hak asasi manusia—hak yang tidak fundamental. Missal, hak untuk
mendirikan sebuah tempat tinggal di suatu tempat. Hak seperti ini dapat dilanggar oleh pemerintah
tetapi apabila didasarkan pada alasan terdapatnya kepentingan umum yang lebih besar.

Gagasan lainnya adalah pandangan dari John Rawls yang kemudian mengenalkan konsep soal keadilan
distributive. Ada dua hal penting dalam hal ini, yakni keadilan (fairness) dan kesamaan. Pertama, setiap
orang mepunyai hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi
semua orang. Kedua, ketimpangan ekonomi dan social mesti diatur sedemikian rupa agar menghasilkan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi mereka yang paling kurang beruntung dan menyediakan suatu
system akses yang sama dan peluang yang sama. Menurut Rawls, didalam masyarakat, setiap individu
mempunyai hak dan kebebasan yang sama. Tetapi hak dan kebebasan tersebut kerap tidak dinikmati
secara sama—missal saja hak bagi setiap orang untuk memperoleh pendidikan, tetapi hak ini tidak dapat
dinikmati oleh setiap orang karena kemiskinan. Untuk mengatasi hal tersebut, Rawls memperkenalkan
asas perbedaan (difference principle). Asas ini menyatakan bahwa distribusi sumberdaya yang merata
hendaknya diutamakan, kecuali jika dapat dibuktikan bahwa distribusi yang timpang akan membuat
keadaan orang yang kurang beruntung menjadi lebih baik.

3) teori Hukum Alam


Dalam teori ini hak asasi manusia dipandang sebagai hak kodrati (hak yang sudah melekat pada
manusia sejak lahir) dan jika manusia tersebut meninggal maka hak-hak yang dimilikinya pun
akan hilang. Hak asasi manusia dimiliki secara otonom (independent) terlepas dari pengaruh
negara sehingga tidak ada alasan negara untuk membatasi HAM tersebut.
Jhon Locke mengajarkan bahwa “manusia adalah makhluk sosial yang saling berhubungan satu
sama lain. Manusia mempunyai hak-hak yang bersifat kodrat/alam. Dimana hak-hak tersebut
tidak dapat dicabut oleh siapapun.” Sedangkan menurut Rousseau menyatakan “bahwa hukum
kodrati tidak menciptakan hak-hak kodrati individu, melainkan menganugerahi kedaulatan yang
tidak bisa dicabut pada para warga negara sebagai satu kesatuan.

9. Jawaban
instrumen Nasional: UUD 1945 beserta amandemenya;
 Tap MPR No. XVII/MPR/1998
 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
 UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
 UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
 Peraturan perundang-undangan nasional lainnya yang terkait.
Instrumen Internasional:
 Piagam PBB 1945
 Deklarasi Universal HAM 1948
 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
 Instrumen HAM internasional lainnya.

Anda mungkin juga menyukai