Anda di halaman 1dari 15

Pesawat Kertas Biru

Theyo, satu kata yang membuat ku terngiang setiap malam. Entah siapa

pemilik nama itu. Aku tak mengenalnya, aku tak tahu tentangnya, bahkan aku

belum pernah melihatnya. Pesawat kertas ini yang membawa otakku

memikirkannya, pesawat kertas berwarna biru yang terjatuh di hadapanku tepat

hari pertama ospek di Universitas Indonesia lima hari lalu, pesawat kertas itu

hanya bertuliskan nama itu di dalamnya. Aku tak mengerti, angin apakah yang

membawanya terbang dan mendarat tepat depan wajahku. Apakah ini sebuah

kesengajaan? Bila anginlah sang penghadir pesawat kertas ini, aku harap suatu

hari Tuhan yang akan menghadirkan pemiliknya di hadapan ku.

Oh Tuhaaaaaan.... Apakah ini keajaiban? Kau hadirkan kembali anugerah

dalam hati di tengah-tengah perasaan benci ku pada seorang lelaki. Aku masih

membenci mereka, tapi tidak untuknya. Untuk nama yang tertulis di pesawat

kertas ini. Apa rencana selanjutnya dari mu ya Rabb? Ku pasrahkan padamu sang

Maha Pencipta.

Aku.. Aku adalah Lia, gadis yang baru menginjak masa-masa mendekati

dewasa. Aku adalah seorang yang masih terjebak kenangan masa lalu, kenangan

pahit yang mungkin tak bisa terlupakan. Amat menyakitkan sehingga membuat

diriku membenci seorang laki-laki, membenci perkataan mereka. Ini bukan

keinginanku, bukan pula kehendak hatiku. Namun keadaanlah yang merubahnya,

keadaan dan dalang dibalik semuanya. Dalang yang tak berprikemanusiaan, yang
tak bertanggung jawab atas segalanya. Dua tahun aku tersesat dalam perasaan ini,

perasaan yang membuatku terlihat bodoh, hingga aku membenci semua laki-laki

yang bahkan tak ku kenali.

Aku selalu berkata “semua laki-laki di dunia ini sama, tanpa terkecuali”.

Aku merasa terkhianati oleh kepercayaan yang ku buat, sebuah kepercayaan untuk

laki-laki yang saat itu menjadi kekasihku. Satu tahun kita telah bersama. Perlahan

ia menjauh, meninggalkanku tanpa alasan yang jelas. Enam bulan terakhir aku

menjalani hubungan tanpa status jelas dengannya. Aku bertahan dalam

kebodohan. Aku lebih dari sekadar jemuran yang digantung dibawah terik

matahari. Tidak pernah mendapat kepastian yang jelas sampai akhirnya mataku

sendiri yang memberi kepastian. Kepastian ini justru membuat hujan turun dari

mata. Kekasihku pergi untuk orang lain, ia mendapatkan wanita yang mungkin

lebih baik. Kini aku mulai tak mempercayai kata-kata lelaki.

Begitupun dengan seorang ayah, aku tak mempercayainya. Mungkin

menurut semua orang aku kejam, anak durhaka. Tapi ini nyata bukan hanya fiktif

belaka. Aku melihat tubuh ibu terluka, wajahnya memar, bengkak tidak karuan.

Siapa penjahat yang melakukan ini padanya? Aku tahu! Sangat tahu! Ayah

kandungku sang pelaku, ia tega memukuli istri nya sendiri. Ibu bertahan dibalik

rasa sakitnya, rasa sakit yang tak terkalahkan. Fisiknya tersiksa, batinnya tertekan.

Salahkah aku bila menganggap semua lelaki sama? Inilah alasan yang sebenarnya,

alasan mengapa aku membenci semua lelaki, mengapa aku tak percaya lelaki.
Tetapi, siapa itu Aryaw? Mengapa aku selalu memikirkannya? Mengapa

aku tertarik dengannya? Dari nama yang tertulis, jelas itu adalah lelaki. Aaaaah..

aku semakin tak mengerti kehendak Tuhan selanjutnya.

...

Aku berjalan di koridor kampus. Lagi-lagi aku memikirkan Aryaw hingga

terlamun. Lamunan itu terhentikan karena aku tak sengaja menabrak seorang

lelaki yang sedang berdiri di suatu sisi hingga ia terjatuh.

“Cewek, bisa gak ya kalau jalan itu lihat ada orang atau enggak di depan

lo. Kaya gak bisa lihat aja!” lelaki itu berkata dengan ketus padaku. Aku sama

sekali tak menanggapi kata-katanya dan melanjutkan berjalan menuju kelas.

“Nah gue dicuekin. Bilang maaf kek atau apa?!” sambungnya. Aku masih

tak mempedulikan perkataannya. Tetapi sekali lagi ia berkata,”Cewek cantik, apa

selain lo gak bisa lihat lo juga gak bisa denger ya? Sampai ucapan gue sama sekali

gak lo tanggap?”

“Oh lo ngomong sama gue?” Jawabku yang gak kalah ketus.

“Dasar jadi cewek belagu!”. Aku mencoba untuk tetap tidak menjawab

perkataannya. Perkataan yang hanya aku anggap sebagai gas karbon dioksida tak

berguna.

Setengah jam dari insiden tersebut, ternyata lelaki itu duduk disampingku.

“Eh ternyata gue sekelas sama lo. Gak nyangka ya!” Katanya sinis. Aku masih tak

mempedulikannya dan fokus memperhatikan dosen. “Lia, Lia. Belagu amat sih
jadi cewek. Sok jutek” Sambungnya berbisik. Aku bingung, entah darimana dia

tahu namaku. Bahkan kami baru satu kali bertemu dan aku pun belum mengetahui

namanya, tepatnya tidak ingin tahu namanya.

Jam pelajaran usai. Akhirnya bisa terbebas dari laki-laki menyebalkan itu.

Aku muak bersamanya, satu jam terasa seperti satu tahun yang penuh ejekan

darinya. Aku meninggalkannya yang masih saja sibuk dengan ejekan bak karbon

dioksida. Seperti biasa, aku duduk tepat diantara pohon cemara di taman kampus.

Aku membuka tas, terlihat sebuah perahu kertas biru dimana aku tak pernah lupa

membawanya. Otakku memikirkannya lagi, sibuk dengan segala rasa penasaran

siapa ia sebenarnya.

Seketika bayangan itu hilang, tertutupi oleh hadirnya lelaki menyebalkan

yang sedang melirikku di tengah-tengah kumpulan cewek-cewek cantik.

“Cie Lia lirik-lirikan sama Arya! Suka ya lo?” Kata Dinda yang tiba-tiba

duduk disampingku. Dia adalah teman baikku sejak SMA. “Arya? Siapa itu?”

tanyaku yang tak tahu.

“Itu yang tadi sekelas sama lo. Yang ganteng itu lho. Masak lo gak tau?”

Kata Dinda heran. “Lo suka sama dia?” lanjutnya bertanya.

“Apasih, Din? Lo tahu gue kan?” Jawabku singkat.

“Sampai kapan lo bakal kaya gini? Nutup hati lo buat cowok-cowok?

Lagipula Arya ganteng, pinter, kaya dan katanya dia itu SMA di New York! Lo
gak tertarik?” Dinda mencoba memberiku informasi tentang lelaki itu. Aku hanya

menggelengkan kepala dan menatap pesawat kertas biru ini.

“Dan satu lagi, gue tahu lo suka cowok yang jago musik. Lo harus

percaya, dia jago banget, Li!” Lagi-lagi Dinda mencoba meyakinkan ku.

“Dinda, please. Cukup, gue gak suka!” Aku tak sengaja membentaknya.

“Duh duh ada cewek yang lagi marah-marah! Udah belagu, jutek, sensitif

juga ya ternyata! Hahaha” Suara itu terdegar dekat di belakangku. Ejekan tepat

dengan orang yang sama, yap! Arya! Belum lama aku bertemu dengannya, tapi

entah mengapa hidupku penuh dengan ejekan darinya. Ini membuatku lebih

membencinya. “Cantik-cantik kok jutek, mbak?” lanjutnya mengejekku. Aku

beranjak pergi meninggalkan Dinda dan Arya. Semakin lama perkataan Arya

benar-benar seperti karbon dioksida, tidak dibutuhkan oleh makhluk hidup,

terutama aku.

...

Satu bulan berlalu. Aku masih belum bertemu dengan Aryaw, pemilik

pesawat kertas biru ini. Dan Arya masih belum bisa berhenti mengejekku. Nama

yang hampir sama, Aryaw dan Arya. Aku semakin tak mengerti apa yang ada

dibalik semua ini. Aku merasakan hal yang sangat berbeda. Di satu sisi aku masih

membenci laki-laki termasuk Arya. Tetapi aku tidak merasakan itu pada Aryaw.

Seperti hari-hari lalu, aku duduk terlamun di antara pohon cemara di

taman kampus sambil memandangi pesawat kertas biru. “Hai cewek jutek!” Suara
itu seperti tertuju padaku yang datang dari arah belakang. Aku sudah sangat

paham bahwa itu adalah Arya. Aku masih tak peduli dengannya dan tetap

memandangi pesawat kertas biru ini.

“Pesawat kertas? Setiap hari lo pandang pesawat kertas. Apa yang bagus

sih dari pesawat kertas ini? Jelek!” Ucapnya mendekatiku. Aku hanya meliriknya

dan beranjak dari kursi itu, meninggalkannya. Entah sampai kapan Arya akan

bertahan untuk mengejekku. Dan, entah sampai kapan aku bertahan dengan

perasaan ini. Tiada yang mengerti.

...

Aku adalah Aryaw. Sang pemuja rahasia seorang wanita. Wanita yang tak

sengaja menjadi bandara dimana pesawat kertasku mendarat. Aku tak

mengenalnya, bahkan baru kali ini melihatnya. Aku belum sempat bertatap muka

dengannya, meskipun dalam jangka waktu secepat kilat.

Pesawat kertas biru ini yang membawa ku kepada wanita itu, yang

memperkenalkanku dengannya. Entah mengapa aku langsung tertarik padanya.

Aku bukan tipe lelaki pemuja banyak wanita meskipun pada kenyataannya banyak

wanita yang mendekatiku. Aku tak mengerti mengapa bisa terjadi secepat ini? Oh

Tuhan begitu besar kuasamu. Di tengah-tengah banyak wanita cantik memujaku,

aku justru tertarik dengan wanita sederhana yang sama sekali tidak mengejarku

bahkan aku pun belum mengenalnya.


Aku tetap menjadi seorang secret admirer dalam kasus ini. Diam-diam

aku mencari tahu tentangnya. Mencoba untuk berkenalan dengannya. Aku

mendekatinya dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Dengan cara yang

sama sekali belum pernah aku lakukan pada wanita lain.

Tidak seperti yang sudah berlalu. Aku belum pernah merasakan ini

sebelumnya. Apakah ini yang disebut jatuh cinta? Jatuh cinta yang sebenarnya.

Aku pesimis untuk bisa bersamanya. Entah, mungkin karena dia benar-benar

berbeda. Wajahnya natural, tapi kenaturalannya lah yang membuat terlihat cantik,

terlihat manis. Sikapnya cuek terhadap kaum adam, ini yang buat ku tertarik

dengannya, membuatku penasaran dengan hidupnya, menumbuhkan benih cinta.

...

“yes! Nilai yang gak terlalu buruk” ucapku saat melihat hasil ujian tertulis

bahasa inggris. Arya melihat nilai itu dari arah belakang. “hahaha! Itu nilai lo?”

tanyanya dengan suara mengejek. Aku hanya mengabaikannya dan menutup hasil

ujian. “Nilai segitu aja bangga! Tanggung tuh!” ejeknya lagi.

“kenapa sih lo? Sirik aja bisanya sama gue. Ini nilai hampir sempurna,

nilai gue 99. Kenapa? Gak suka?” Jawabku ketus.

“hah? Gue sirik sama lo? Gak banget deh. Nih lihat nilai gue!” Jawabnya

dengan sombong. Di hasil ujiannya terlihat angka 100. Aku terkejut, tidak yakin

itu adalah hasil ujiannya. “udah lihat? Nilai gue bukan sekadar hampir sempurna.

Bahkan nilai gue emang sempurna! Biasalah, itu kan bahasa sehari-hari gue di

New York. Hahaha” Lanjutnya mengejekku dengan tawa.


“O!” jawabku cuek, jutek, ketus. Aku tidak menyangka Arya mendapatkan

nilai yang sempurna. Dan aku lebih tidak suka ia menyombongkan dirinya yang

pernah tinggal di luar negeri. “Dasar. Cowok sombong!” ucapku dalam hati.

Handphone ku bergetar pertanda pesan datang. Pesan dari nomor tak

dikenal yang hanya bertuliskan satu kata, lima huruf yaitu Aryaw. Kini bukan

hanya handphoneku yang bergetar, tubuhku pun begitu. Jantungku berdegup

kencang, darah mengalir cepat. Oh Tuhan apa yang aku rasakan sekarang? Aku

tak mengenal siapa pengirim pesan itu. Apakah itu adalah seorang pemilik dari

pesawat kertas biru? Darimana asalnya ia mengetahui nomorku? Atau ia hanya

iseng menekan nomor dengan asal? Tapi mengapa pesan ini mendarat di

handphoneku? Aku berharap ini petunjukmu selanjutnya ya Rabb.

Huruf demi huruf aku tekan di keypad. Tangan ku bergetar menjawab

pesan itu. Entah berapa lama waktu yang ku butuhkan untuk membalasnya. Bukan

hiperbola, tapi inilah wanita yang sedang jatuh cinta. Wanita yang mulai berusaha

untuk membuka hatinya untuk seorang pria.

Ini aneh, aku hanya menjawabnya dengan dua kata,”Aryaw siapa?”. Detik

demi detik terlewati, menit demi menit bahkan jam demi jam pun telah berlalu.

Namun pesan yang ku tunggu tak kunjung datang. Nomor tanpa nama itu tidak

membalas pesanku. Aku sedih, aku kecewa dengannya yang tak membalas

pesanku. Aku pun menyesal hanya menjawab sesingkat itu. Sebenarnya aku tak

berhak sedih atau kecewa, karena disini tidak ada yang salah. Mungkin aku
hanyalah terlalu berharap, bukan berharap darinya, tetapi berharap banyak atas

harapan ku sendiri. Harapan yang tidak pasti.

...

Tepat pukul 13.00 WIB handphone ku selalu bergetar pertanda pesan

masuk. Pesan dari nomor-nomor yang tak ku kenal, namun isi pesan itu sama,

hanya bertuliskan “Aryaw”. Sudah sebulan ini terjadi, setiap hari hadir pesan

singkat yang sama dan waktu yang sama tanpa terlewat sehari pun.Yang

membuatnya aneh adalah nomor pengirim pesan itu selalu berbeda. Hingga kini

sudah ada 30 nomor tak dikenal yang mengirimnya. Aku bingung, entah apa

maksud dibalik semua ini. Aku merasa ada seorang yang menerorku. Tetapi aku

merasa baik-baik saja dan tidak benci karena kehadiran pesan-pesan itu, justru aku

merasa semakin penasaran dengannya. Dengan alasan yang sama, mungkin ini

karena nama yang tertulis dalam pesan singkat itu, nama “Aryaw”.

“Aryaw..Aryaw..Aryaw” aku menyebut namanya dengan lirih berulang

kali, aku tenggelam dalam lamunan tentangnya yang membawa alam bawah

sadarku ‘tuk memanggilnya.

“Hahahahaha!” terdengar tawa yang membuatku terbangun dari lamunan

diantara pohon cemara taman kampus. Tawa itu bersumber dari mulut Arya yang

duduk disampingku. Bisa jadi ia mendengarku memanggil nama Aryaw. Ya

Tuhaaaan, aku merasa urat malu pada diriku telah putus. Dimana aku bisa

sembunyikan rasa malu ini? Aku mencoba untuk tetap tenang seolah tidak terjadi

sesuatu sebelumnya.
“kok berhenti ngelamunnya? Kok gak panggil Aryaw lagi? Hahaha” Arya

mulai untuk mengejekku lagi. “ternyata cewek jutek kayak lo bisa juga ya

ngelamun bahkan nyebut-nyebut nama cowok? Bukannya lo anti banget ya sama

yang namanya cowok?” lanjutnya berkata sambil tertawa.

“bukan urusan lo!” jawabku yang langsung meninggalkannya seorang diri.

Mengapa setiap kali aku memikirkan Aryaw, Arya selalu datang

mengubah segalanya? Tidak hanya sekali atau dua kali ini terjadi, bahkan ini

sudah kesekian kalinya. “nyebeliiiiin!” ucapku kesal dan tak sengaja meremas

pesawat kertas biru yang ku pegang. Sisi kanan pesawatnya rusak, harus ada

pertolongan pertama untuk pesawat kertas biru. Aku segera pulang untuk

memperbaikinya.

Jarum jam menunjukkan pukul 17.00 WIB, hingga kini aku tidak bisa

memperbaikinya. Pesawat kertas biru ini sudah terlanjur rusak. Dan aku baru

menyadari bahwa tidak ada pesan masuk sejak pukul 13.00 WIB. Tidak seperti

biasanya, pesan teror dari Aryaw itu tidak ada lagi. Aku menanti-nanti

kedatangannya.

Hari demi hari berlalu. Ada sesuatu yang berubah dengan hari-hariku. Kini

tiada lagi kehadiran pesan teror dari nomor tak dikenal. Aku berfikir apakah ini

ada kaitannya dengan pesawat kertas biru yang rusak? Sejak kerusakan itu, semua

berubah. Bukan hanya pesan teror yang hilang, tapi ejekan dari Arya pun lenyap

entah kemana ejekan itu pergi. Aku merindukan keadaan-keadaan itu.

...
Berbeda dari hari sebelumnya, hari ini aku tidak duduk diantara pohon

cemara taman kampus. Hati ini membawaku untuk ke perpustakaan kampus.

Langkah demi langkah aku menyusuri perpustakaan. Tiba-tiba aku terhenti,

terdengar suatu percakapan.

“Ayo dong, Din bantu gue. Sampai kapan gue harus sembunyi dibalik

semua ini?” tanya Arya pada Dinda.

“Apa lo udah yakin mau ngaku sama dia kalau ternyata lo adalah Aryaw?

Lo udah yakin mau ngomong sama dia kalau Arya yang Lia benci adalah seorang

Aryaw yang Lia kagumi?” Dinda kembali bertanya pada Arya.

“Gue udah gak bisa jadi Arya yang selalu ngejek dia setiap hari, dan gue

juga udah gak bisa jadi Aryaw yang cuma bisa sembunyi dari identitas gue...”

Arya menyudahi perkataanya saat melihatku dihadapan mereka.

Aku tak bisa berkata-kata, aku bingung apa yang harus aku lakukan. Aku

hanya bisa menampakkan diri di depan mereka dan memandangnya dengan tajam. Arya

langsung menggenggam tanganku, tetapi aku melepaskannya dengan kasar. Aku benci

mereka, aku benci!

Aku enggan membalas pesan singkat dari mereka, aku pun tak ingin menjawab

panggilan masuk di handphone dari mereka. Selama satu bulan aku menjauh darinya,

berusaha melupakan segalanya. Sangat kecewa, ternyata orang yang ku benci adalah

orang yang selama ini ku cari dan hampir ku sayangi. Sangat kecewa, ternyata sahabat

yang selama ini ku percaya adalah orang yang menyembunyikan sesuatu yang jelas ia

mengetahui aku sedang mencari nya, sesuatu yang seharusnya ku ketahui.


Kembali ke rutinitas sebelumnya, aku duduk diantara pohon cemara di taman

kampus. Namun kali ini berbeda, taman kampus terdengar lebih berisik dari seblumnya.

Cewek-cewek canti kampus sibuk bergosip. Tapi, aku sempat mendengar beberapa

kalimat dari mereka. “si cogan (cowok ganteng) Arya dua hari ini gak masuk. Denger-

denger sih lagi prepare mau pergi ke New York. Kalau gak salah sih siang ini dia

berangkat”.

Aku gelisah mendengarnya. Tak bisa bohongi perasaan bahwa aku benar-benar

menyayanginya, aku tak bisa jauh darinya. Selalu terselip perasaan kecil dimana aku

ingin bersamanya. Benci yang ku rasa adalah perasaan yang timbul akibat ledakan emosi

saat ku terkejut atas semua kenyataan yang ada membuatku tak mau bertemu

dengannya, melupakannya bahkan tak ingin mengenalnya lagi. Tapi aku salah, aku

menyesal telah melakukannya. Aku segera mencari Dinda dan meminta maaf padanya

setulus hati. Kemudian aku menceritakan padanya tentang Arya yang pergi ke New York,

ia mengajakku untuk ke bandara saat itu juga sebelum Arya benar-benar

meninggalkanku.

Aku mendapatinya di Bandara. “Aryaaaaaa!” aku berteriak di tengah keramaian,

tak peduli orang menganggapku apa. Arya melihatku dari kejauhan, aku berlari

kearahnya dan langsung memeluknya. “Arya, aku minta maaf banget. Aku sadar aku

salah, gak seharusnya aku bersikap seolah-olah aku benci kamu. Aku gak peduli kamu itu

Arya atau Aryaw, yang jelas aku sayang sama kamu. Aku berharap di New York nanti

kamu gak lupa sama aku dan aku berharap ini bukan pertemuan terakhir kita. Aku...”

penjelasanku yang panjang seketika terhenti, ia melepaskan pelukanku dan memandang

tanpa keraguan. “Lia ngomong apasih? Yang mau pergi ke New York itu orang tuaku. Aku
gak akan pergi ke New York apalagi pergi menjauh darimu. Aku berusaha untuk selalu

ada di sampingmu, temanimu dan bersamamu” Jawabnya dengan lembut, membuat

hatiku luluh bahkan menitikkan air mata. Aku tak bisa menjawab perkataannya, hanya

bisa senyum memandangnya.

“ini buat kamu” ia memberiku pesawat kertas biru rusak yang telah ia perbaiki.

Aku semakin bingung darimana ia mendapatkan pesawat kertas birunya, aku tak pernah

memberikannya. “Lia jangan bingung, Dinda yang memberinya padaku. Dia bilang kamu

sangat sedih karena pesawatnya rusak, karena itu aku memperbaikinya hanya untukmu.

Agar tiada lagi kesedihan dalam wajahmu” Lanjutnya bicara.

Aku tersipu malu, hanya sebatas senyuman dan sepatah kata terima kasih yang

dapat ku berikan padanya. Di dalam kebisuanku, Arya memperkenalkan dirinya lebih

dalam. Nama Aryaw yang terdapat dalam pesawat kertas biru ini adalah nama panggilan

dari orang terdekatnya. “Kalau Lia gak keberatan, Lia bisa panggil dengan nama yang

tertulis dalam pesawat kertas biru itu” katanya.

Seketika bibirku mulai tergerak,aku berkata “iya, Aryaw”. Ia kembali memelukku

dan berkata,”maafin aku ya, aku sayang kamu”. Aku merasa nyaman dalam dekapannya,

dekapan seorang lelaki setelah dua tahun lamanya aku tenggelam dalam kebodohan

yang tidak percaya dengan semua lelaki. Tuhan masih sangat menyayangiku, ia hadirkan

kembali rasa dalam hati yang telah pudar. Sungguh indah karunia-mu sang Maha

Pencipta. Kau hadirkan cahaya dalam kehidupan gelapku, cahaya yang membuat

hidupku menjadi berwarna. Cahaya itu datang dari pemilik peswat kertas biru yang

mendarat tanpa sengaja di hadapanku, Aryaw.


Biodata I

Aku adalah gadis remaja bernama Nurul Amalia Sari, orang-orang biasa

memanggilku Lia. Aku adalah anak terakhir dari tiga bersaudara yang dilahirkan 16 tahun

lalu tepatnya di Metro pada tanggal 27 April 1997. Kini aku duduk di bangku kelas XI

Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 1 Metro. Aku tinggal di sebuah rumah yang

bertempat di Jl. Stadion Gg. Selada No. 18 24A Kec. Metro Timur, Metro, Lampung.

Cerpen adalah salah satu wujud dari kegemaranku. Menulis dan mendengarkan

musik adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan, aku selalu melakukannya secara

bersamaan sebagai salah satu hobi.

Untuk berkenalan dengan ku lebih jauh, bisa kunjungi aku di facebook : Nurul

Amalia Sari, di twitter: @amaliaaNS, email: amaliaanrl@gmail.com dan nomor

handphone: 08991422227.

Biodata II

M. Arya Erlangga, that’s my name, or the owner of the name Aryaw in my real
life. I,m the first in my family and I have a sister. I was born on 6 th of April 1997. I live at
Prasanti Block D-4/16 Metro, Lampung and studying at Senior High School 1 Metro.

Playing music and some sports are my hobby that can’t be separated.If you
wanna be my friends, you can add my facebook account : Arya Erlangga. And follow me :
@Arya_Syn69, email : m.aryaerlangga@yahoo.co.id, phone number : 081927943369

“Aryawlee, forever and ever”

Anda mungkin juga menyukai