Anda di halaman 1dari 171

TES FORMATIF

1. Ahmad pergi ke sawah untuk membantu saudaranya yang bernama Umar yang
sedang panen padi. Di kampung itu, ada orang yang paling miskin yang bernama
Abdul. Ahmad sempat berpapasan di jalan bersama Abdul, dan katanya, Abdul juga
akan menyusul ke sawah untuk sama-sama membantu Umar panen padi. Dalam kasus
ini, siapa yang berhak mendapat harta zakat?
a.
Ahma
d b.
Umar
c. Abdul
d. Ahmad dan Abdul

2. Allah swt berfirman: “Dirikanlah salat, dan tunaikanlah zakat.” (Qs. Al Baqarah: 43). Apa
yang harus dilakukan oleh seorang muslim setelah memahami perintah al-Quran
tersebut?
a. Mengerjakan shalat dan menunaikan zakat setiap tahu sekali
b. Mengerjakan shalat sekali dan menunaikan zakat berkali-kali
c. Mengerjakan shalat lima kali sehari dan menunaikan zakat sekali seumur hidup
d. Mengerjakan shalat lima kali sehari dan menunaikan zakat ketika sudah memenuhi
syarat kewajiban
3.Ahmad bekerja di Rumah Sakit sebagai dokter, sedangkan saudaranya yang bernama Umar
hanya sekedar penjual ayam potong keliling kampung. Ibu mereka bernama Aminah, sangat
bangga atas kehidupan dua putranya yang walau beda pekerjaan tapi sudah hidup mapan.
Siapa orang yang wajib zakat di antara mereka?
a. Ahmad dan Aminah
b. Umar dan Aminah
c. Aminah
d. Ahmad dan Umar
4. Ahmad dan Umar memang bersaudara, tetapi mereka tidak akur dan sering kali
bertengkar satu sama lain. Cekcok di antara mereka disebabkan karena Ahmad selalu
menyuruh Umar mengeluarkan zakat setelah mendulang untung besar atas penjualan
beberapa ekor sapi yang dikelola oleh orang lain bernama Yasin. Yasin tidak berani melerai
Ahmad dan Umar. Ibu Ahmad dan Umar yang bernama Aminah pun mendatangi seorang
Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com
kiai besar di kampong mereka, yang bernama Kiai Haji Abdullah. Apa yang hendaknya
dikatakan Kiai Abdullah dalam kasus beda pendapat antara Ahmad dan Umar?
a. Yasin dan Aminah berkewajiban melerai Ahmad dan Umar
b. Pertengkaran apapun itu tidak baik dilakukan
c. Ahmad berpendapat benar bahwa Umar wajib mengeluarkan zakat
d. Umar berpendapat benar bahwa dirinya tidak wajib mengeluarkan zakat
5. Berapa besar zakat perusahaan yang keuntungannya sudah terakumulasi dalam setahun?
a. 0.25%
b. 1.50%
c. 2.2

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


d. 2.50%
6. Berapa besar zakat perusahaan yang keuntungannya tidak perlu menunggu satu tahu?
a. 1.25%
b. 2.5%
c. 3.75%
d. 5 %
7. Siapa ulama kontemporer di bawah ini yang pakar di bidang ilmu fikih dan mewajibkan zakat
bagi surat-surat berharga?
a. Muhammad Abu Zahrah dan Imam Syafi‟i
b. Yusuf al-Qardhawi dan Imam Abu Hanifah
c. Muhammad Abu Zahrah dan Yusuf al-Qardhawi
d. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‟i
8. Berikut ini tema-tema perekonomian wajib zakat yang belum dibahas dalam fikih klasik,
kecuali?
a. Obligasi
b. Saham
c. Forex
d. Pertanian
9. Investasi properti adalah kekayaan wajib zakat. Menurut para ulama, usaha investasi properti
sebagai bentuk ekonomi modern layak dianalogikan dengan praktek ekonomi klasik, kecuali?
a. Zakat Perdagangan
b. Zakat Uang
c. Zakat Pertanian
d. Zakat Fitrah

10. Orang yang berhak mendapat harta zakat disebut?


a. Muzakki
b. Amil
c. Mustahiq
d. BAZNAS

Formatif 1
1.C 6.D
2.D 7.C
Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com
3.D 8.D
4.C 9.D
5.D 10.C

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


TES FORMATIF
1. Berikut ini harta yang wajib dizakati menurut madzhab Imam Syafi‟i, kecuali:
a. Unta
b. Mobil
c. Emas
d. Jagung
2. Berikut ini harta wajib dizakati menurut madzhab Imam Hanafi, kecuali:
a. Besi
b. Emas
c. Perak
d. motor
3. Berikut ini satu contoh harta wajib zakat hanya menurut satu Imam dan tidak menurut tiga
imam lain?:
a. kacang ijo
b. jagung
c. anggur
d. madu
4. Berikut ini syarat-syarat kekayaan wajib zakat, kecuali?:
a. nishab
b. haul
c. milk al-tamm
d. al-ribhu
5. Ahmad menanam jagung. Selama bercocok tanam, dirinya tidak perlu mengeluarkan biaya
untuk pengairannya, karena kebetulan hujan selalu turun. Berapa persen Ahmad wajib
mengeluarkan zakatnya?
a. 2.5%
b. 5%
Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com
c. 7.5%
d. 10%
6. Umar tidak seberuntung Ahmad dalam cocok tanam, karena selalu menghadapi musim kering.
Karenanya, dia harus membeli air dari bapak Ridwan yang memiliki bor sumur. Padahal, sawah
mereka sama-sama kategori tadah hujan. Ketika panen pun, Umar selalu mendapatkan hasil yang
sedikit, karena keuntungan harus dikurangi biaya pengairan. Berapa persen zakat yang Umar
wajib keluarkan?
a. 2.5%
41
b. 5%

b. 5%
c. 7.5%
d. 10%
7. Ahmad adalah bekerjasama dengan bapak Umar untuk satu usaha tanaman buah anggur.
Musim panen sudah tiba, tapi bapak Umar sedang bepergian ke Eropa untuk satu keperluan
usahanya. Beberapa pesan selular dan email yang dikirim oleh Ahmad ke bapak Umar untuk
bicara soal zakat tanamannya tidak terbalas. Setelah berkonsultasi pada seorang Kiai bernam
Abdullah, sang kiai bilang bahwa Ahmad belum wajib mengluarkan zakat buah anggur tersebut.
Apa alasan Sang Kiai?
a. Karena Pak Umar belum datang dari Eropa
b. Karena Pak Ahmad tidak bisa menghubungi pak Umar
c. Karena belum nishab
d. Karena belum milk al-tamm
8. Ahmad adalah orang Islam yang bekerja buruh kepada bapak Omar yang bukan muslim.
Melihat gaya pak Omar dalam berbisnis yang sukses dan mendulang untung, tapi tidak pernah
mengeluarkan zakat bagi orang miskin, Ahmad pun mulai berminat untuk berbisnis sendiri,
supaya dirinya bisa mengeluarkan zakat seperti perintah agama. Dia berdagang kacang ijo.
Ternyata, dalam dua bulan saja, berkat ilmu dari pak Omar, Ahmad juga ikut sukses dan
mendulang untung. Ahmad menghadap ke Kiai Abdullah untuk bertanya berapa takaran harta
yang harus dikeluarkan buat zakat dagangannya? Kiai Abdullah menjawab: “kamu belum wajib
zakat”. Ahmad terkejut. Apa alasan sang Kiai?

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


a. Harta belum Haul
b. Harta belum nishab
c. Harta tidak termasuk wajib zakat
d. Harta belum memenuhi syarat wajib zakat
9. Pak Omar orang kaya raya. Dia mewakafkan sepetak tanah sebelah barat masjid kepada
seluruh jamaah masjid, siapa saja boleh mengambilnya. Kebetulan petak tanah itu ditanami buah
anggur dan rambutan. Ahmad adalah takmir masjid yang sore itu duduk-duduk bersama Kiai
Abdullah. Ahmad bertanya: “kiai, saya sebagai takmir ingin mengeluarkan zakat untuk tanaman
anggur itu.” Kiai Abdullah menjawab: “tanaman itu tidak perlu dizakati, tidak wajib zakat.” Apa
alasan Kiai Abdullah ?
a. Karena belum nishab
b. Karena belum haul

c. Karena Milk al-tammah (kepemilikan sempurna)


d. Karena Milk al-ammah (kepemilikan umum)
10. Berikut ini bukan pasangan mustahiq zakat yang benar:
a. Fakir-Amil
b. Amil-Muallaf
c. Ibnu Sabil-Mukatab
d. Mukatab-Musholli

Formatif 2
1.B 6.B
2.D 7.D
3.D 8.A
4.D 9.D
5.D 10.D

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


TES FORMATIF 3
1. Berikut ini dalil diwajibkannya zakat, kecuali:
a. Al-Quran
b. Hadits
c. Ijma‟
d. Undang-undang
2. Berikut ini dalil diwajibkannya bayar pajak:
a. Al-Quran
b. Hadits
c. Ijma‟
d. Undang-undang
3. Berikut ini hukum wakaf:
a. Wajib
b. Sunnah
c. Mubah
d. Haram
4. Berikut ini aspek kesamaan antara zakat dan pajak:
a. Sama-sama diperintahkan agama
b. Sama-sama diperintahkan pemerintah/negara

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


c. Sama-sama mengeluarkan sebagian dari harta
d. Sama-sama dikelola negara
5. Berikut ini aspek perbedaan antara zakat dan pajak:
a. Zakat diperintahkan oleh Undang-undang Negara, Pajak diperintahkan agama
b. Zakat harus disetorkan ke BAZNAS, Pajak harus disetorkan ke Kantor Pajak
c. Zakat memiliki golongan khusus untuk menerimanya, Pajak tidak memilikinya
d. Zakat boleh menggantikan kewajiban bayar Pajak, Pajak tidak bisa mengganti kewajiban
bayar Zakat
6. Berikut ini pernyataan yang benar:
a. Zakat itu sama dengan Dharibah
b. Pajak itu sama dengan Jizyah
c. Pajak Bumi itu sama dengan Kharraj
d. Pajak Cukai itu sama dengan Jizyah
7. Berikut ini pengertian yang benar dari Jizyah:
a. Upeti yang harus diberikan rakyat kepada raja

b. Upeti yang harus diberikan orang kafir kepada penguasa muslim


c. Upeti yang harus diberikan pedagang non-muslim kepada penguasa muslim
d. Upeti yang harus diberikan Amil Zakat kepada pemerintah
8. Berikut ini pengertian yang benar dari Kharraj:
a. Pajak bumi yang dimiliki oleh negara
b. Pajak cukai pedangan non-muslim yang masuk ke wilayah muslim
c. Pajak bukti ketundukan orang kafir kepada penguasa muslim
d. Pajak rakyat kepada penguasa
9. Berikut ini pengertian yang benar dari Usyr:
a. bea cukai bagi para pedagang non muslim yang masuk ke negara Islam
b. besaran nominal yang harus dikeluarkan umat untuk Diwan atau Badan Amil Zakat
c. tugas dan tanggungjawab Diwan/BAZ dalam mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat
d. besaran nominal yang akan didapat oleh BAZ sebagai Amil Zakat.
10. Berikut ini tidak termasuk syarat yang membolehkan penarikan pajak bagi umat muslim:
a. Harta sangat dibutuhkan oleh negara
b. Kas negara tidak mencukupi kebutuhan pengelolaan negara

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


c. Adanya persetujuan dari kalangan pakar ahli dan cendikiawan
d. Persetujuan umat muslim

Formatif 3
1.D 6.C
2.D 7.B
3.B 8.A
4.C 9.A
5.C 10.D

TES FORMATIF
1. Berikut ini Undang-undang lama yang digunakan sebagai acuan hukum pengelolaan zakat:
a. UU No. 38 tahun 1989
b. UU No. 48 tahun 1999
c. UU No. 38 tahun 1999
d. UU No. 48 tahun 1989
2. Berikut ini undang-undang baru yang digunakan sebagai acuan hukum pengelolaan zakat:
a. UU No. 21 tahun 2011
b. UU No. 22 tahun 2011
c. UU No. 23 tahun 2011
d. UU No. 24 tahun 2011
3. Berikut ini Rezim Pemerintah yang mengesahkan Undang-undang Baru Pengelolaan Zakat:
a. Megawati
b. SBY Periode I
c. SBY Periode II
d. Jokowi
4. UU No. 23 tahun 2011 berisi pasal-pasal yang:
a. Sepenuhnya baru
b. Sebagian baru
c. Kepentingan partai
d. Kepentingan umat muslim
5. Undang-undang baru No. 23 tahun 2011 mengarah pada upaya:

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


a. Memberikan payung hukum
b. Mewujudkan suara setiap fraksi DPR
c. Produktifitas pengelolaan dana zakat
d. Efektifitas kontrol pemerintah atas dana umat
6. Berikut ini bukan salah satu tujuan terbitnya undang-undang baru bernomor 23 tahun 2011
tentang pengelolaan zakat:
a. Orientasi Penanggulan Kemiskinan
b. Penataan dan Profesionalitas Manajemen
c. Pendayagunaan secara lebih produktif
d. Penyadaraan umat untuk menyalurkan zakat
7. Keterangan bahwa zakat dapat digunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan
fakir miskin dan peningkatan kualitas umat, terdapat pada pasal berapa:
a. Pasal 17
b. Pasal 27
c. Pasal 37
d. Pasal 47
8. Apa inti pasal 17 UU No. 23 tahun 2011:
a. Pembentukan BAZNAS
b. Pembentukan LAZ
c. Pembentukan lahan pekerjaan produktif
d. Pembentukan sumber daya manusia kreatif
9. Bab VI Pasal 35 ayat 1 berbunyi:
a. masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS dan
LAZ
b. masyarakat dapat berperan serta dalam pengumpulan dan pendistribusian bersama BAZNAS
dan LAZ
c. masyarakat dapat berperan dalam memanfaatkan zakat untuk usaha produktif di bawah
pengawasan BAZNAS dan LAZ
d. masyarakat dapat berperan dalam mengawasi pengelolaan dan pendayagunaan zakat
bersama
BAZNAS dan LAZ

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


10. jaminan hukum bahwa masyarakat berhak turut serta membina dan mengawasi Badan Amil
Zakat Nasional terdapat dalam Pasal:
a. Bab VI Pasal 15
b. Bab VI Pasal 25
c. Bab VI Pasal 35
d. Bab VI Pasal 45

KUNCI JAWABAN
Kunci Jawaban Tes Formatif
Formatif 4
1.C 6.D
2.C 7.B
3.C 8.B
4.B 9.A
5.C 10.C

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


PENDALAMAN MATERI FIKIH

MODUL 4

‘ARIYAH, JUAL BELI, KHIYAR, RIBA

Rohinah, M.A.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


PENDAHULUAN
Rasional dan Deskripsi Singkat
Dalam modul ini, kita akan mempelajari berbagai hal agar mampu memahami dan
menguasai aturan hukum Islam dan dalil-dalil tentang ‘ariyah, yang di dalamnya
membahas pengertian dan hukum ‘ariyah, syarat dan rukun ‘ariyah, macam-
macam
‘ariyah, dan konsekuensi hukum ‘ariyah. Selanjutnya kita akan belajar tentang jual
beli, mulai dari pengertian, dasar hukum, macam-macamnya, syarat dan rukunnya.
selanjutnya, kita akan belajar tentang khiyar, mulai dari pengertian, dasar hukum,
macam-macam, dan syarat-rukunnya. Terakhir, belajar tentang ribadan segala
ketentuan hukumnya.

Secara sederhana, modul ini akan mempelajari empat bab utama:


1. ‘Ariyah
2. Jual Beli
3. Khiyar
4. Riba

Relevansi
Buku ini sangat relevan dipelajari oleh semua kalangan, baik akademisi maupun
praktisi. Untuk para kalangan akademisi, modul ini menyajikan persoalan akademik
baik yang sudah baku menjadi kesepakatan umum maupun persoalan-persoalan
fiqhiyah yang bersifat khilafiyah. Bagi para praktisi, buku ini berguna untuk
menemukan panduan praktis bagaimana memetakan ‘ariyah, jual beli, khiyar, dan
riba, karena persoalan-persoalan tersebut sangat erat terkait dengan kehidupan sehari-
sehari kehidupan bermasyarakat.

Petunjuk Belajar

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Secara keseluruhan buku ini terdiri dari empat bagian. Pada bagian pertama,
pembicaraan secara umum seputar definisi ‘ariyah dan seluk-beluknya, serta
persoalan-persoalan yang sering terjadi saat ini. Pada bagian kedua, pembicaraan
mengarah tentang jual beli dalam aturan hukum fikhiah, yang secara normatif
membicarakan tentang pengertian, dasar hukum, syaratdan rukun, hingga bentuk
‘ariyah di era modern. Pada bagian ketiga, pembicaraan berkembang dalam
pembahasan khiyar dan segala ketentuannya dalam kajian fikih. Bagian keempat,
membincang riba dan segala ketentuan terkait dengan hukum dan implikasi yang
diakibatkan dari perbuatan riba.

BAB 1
‘ARIYAH
KEGIATAN BELAJAR 1 : PENGERTIAN DAN HUKUM ARIYAH
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
Rangkuman
Tugas
Tes Formatif

KEGIATAN BELAJAR 2: SYARAT DAN RUKUN ARIYAH


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
Rangkuman
Tugas

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Tes Formatif

KEGIATAN BELAJAR 3: MACAM-MACAM ARIYAH


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
Rangkuman
Tugas
Tes Formatif

KEGIATAN BELAJAR 4: KONSEKUENSI HUKUM ARIYAH


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
Rangkuman
Tugas
Tes Formatif

TUGAS AKHIR TES


SUMATIF DAFTAR
PUSTAKA
GLOSARIUM

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


KEGIATAN BELAJAR 1 : PENGERTIAN DAN HUKUM ARIYAH
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Pemahaman yang utuh dan penguasaan yang luas tentang definisi Ariyah (pinjam-
meminjam), manfaat dan mudharat sosiologisnya, dasar hukum dalam al-Quran dan
Hadits tentang Ariyah, dan Asbabun Nuzulnya.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Mempelajari Manfaat dan Mudharat ‘Ariyah
2. Mempelajari pengertian ‘Ariyah menurut Empat Madzhab Fiqih
3. Mempelajari Dasar Hukum ‘Ariyah

Pokok-Pokok Materi
1. Manfaat dan Mudharat ‘Ariyah
2. Pengertian ‘Ariyah
3. Dasar Hukum ‘Ariyah

1. Manfaat dan Mudharat ‘Ariyah


Kehidupan memang memiliki banyak lini. Namun, lini kehidupan yang sering banyak
menyita waktu adalah kegiatan ekonomi. Kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas
dari urusan ekonomi, salah satunya adalah pinjam-meminjam atau ‘Ariyah.
Transaksi pinjam-meminjam ini dapat berupa barang, uang, ataupun sejenisnya.
Seseorang yang hendak bepergian, misalnya, dapat meminjam mobil atau alat
transportasi kepada sanak famili, kerabat atau kenalannya. Seseorang yang ingin
memulai dunia usaha juga dapat meminjam modal, baik kepada kenalan maupun
lembaga pemodal. Transaksi pinjam-meminjam sudah akrab di lingkungan kita.
Dalam Bank Syariah; dari Teori ke Praktik, Muhammad Syafi’i Antonio (2001: 170)
mengatakan bahwa pinjam memimjam bukan perkara yang dilarang oleh agama

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Islam. Sebaliknya, pinjaman merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam
Islam. Ini berarti, pinjaman mendapatkan porsi tertentu dalam ajaran Islam. Umat
muslim diperbolehkan untuk melakukan transaksi pinjam meminjam selama
memenuhi syarat rukun yang tidak melanggar agama.
Tidak saja mendatangkan manfaat dan keuntungan, bisnis pinjam-meminjam juga
bisa mendatangkan mudharat atau malapetaka. Seseorang yang meminjam modal
usaha, dan ketika bangkrut tidak mampu mengembalikan modal pinjaman, konflik
sosial pecah dan sering berujung pada penjara atau berstatus kriminal. Agama
maupun negara memiliki aturan hukum untuk mengantisipasi konflik sosial akibat
transaksi pinjam meminjam ini.
Drs. Ismail (2017: 17) dalam buku Perbankan Syariah mengangkat isu praktek riba
menurut Islam. Baginya, riba dilarang. Dalam riba terjadi praktek-praktek yang
merugikan salah satu pihak. Sekalipun wujud awal dari transaksinya adalah pinjam
meminjam, namun apabila mengandung unsur riba, maka pinjam-meminjam tersebut
bernilai riba, dan hal itu dapat merugiakan salah satu pihak. Dalam konteks ini, riba
tidak dibenarkan sekalipun atas nama pinjam-meminjam.
Oleh karena itu, dalam transaksi pinjam meminjam pun Islam berusaha untuk
menghindari adanya kemadharatan dan bisa merugikan salah satu pihak atas pihak
yang lain. Karena sesungguhnya yang hendak dituju dalam Islam adalah
kemaslahatan umat.

2. Pengertian ‘Ariyah
Untuk membedakan antara pinjam-pinjam meminjam yang diperbolehkan oleh
syariat agama dari praktek riba yang dilarang, misalnya, maka perlu pemahaman
yang utuh tentang definisi pinjam-meminjam ini. Pinjaman bisa disebut juga sebagai
‘ariyah. Secara semantik, ‘ariyah berasal dari akar kata a-‘ara yu’iru i’arah,
meminjam sesuatu, mengeluarkan sesuatu dari tangan pemiliknya kepada tangan
orang lain (Qamus al-Muhith :1310, Lisan al-Arab, jilid 4 : 618).

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Empat Madzhab Fiqih memiliki pengertian yang berbeda namun hampir sama.
Menurut Mazhab Hanafiyah, memiliki dua pengertian. Pertama,
‫وع ريغب عفانمال كيلمت‬LLLLLLLLL‫ض‬
“memilikkan manfaat pada orang lain tanpa harus ada ganti rugi,” (al-Barh al-Raiq,
jilid 7, hlm. 280).
Kedua,
‫افتنلاا ةحابإ‬LLLLLLLLLLLLLLLLL‫ريغال كلمب ع‬
“mengijinkan mendapat manfaat dari hak milik orang lain,” (al-Hidayah Syarh
Bidayah al-Mubtadi, jilid 9, hlm. 3 dan al-Ikhtiyar, jilid 3, hlm. 55).
Menurut Malikiyah, ‘ariyah juga memiliki dua pendapat. Pertama,
‫وع ريغب نيعال عفانم كيلمت‬LLLLLLLLLLLL‫ض‬
“memilikkan berbagai manfaat dari suatu benda tanpa harus ada ganti rugi,” (al-
Qawanin al-Fiqhiyah, hlm. 245, Minah al-Jalil, jilid 7, hlm. 49)
Kedua,
‫ؤم ةعفنم كيلمت‬LLLLLL‫وع الب ةتق‬LLLLL‫ض‬
“memilikkan manfaat dalam tempo tertentu tanpa ada ganti rugi,” (Minah al-Jalil,
jilid 7, hlm. 49, Syarh al-Shaqhir, jilid 2, hlm. 205).
Menurut Syafi’iyah, ‘ariyah juga memiliki dua pendapat. Pertama,
‫ه‬L L L L L L L L L L L L L L L L L L ‫ةبقرال كلم ءافيتسا عم عفانمال ةب‬
“memberikan manfaat (kepada orang lain) dengan mengembalikan atas pemiliknya,”
(al-Hawi, jilid 7, hlm. 116)
Kedua,
‫افتنلاا ةحابإ‬LLLL‫افتنلاا لحي امب ع‬LLLL‫نيع ءاقب عم هب ع‬LLL‫دريل ه‬LLLLL‫ه‬
“mengijinkan mendapat manfaat dari barang yang memiliki manfaat dengan catatan
wujud barang tersebut tetap demi bisa mengembalikannya,” (Ghayah al-Bayan, hlm.
296).
Menurut Hanabilah, ‘ariyah juga memiliki dua pendapat. Pertama,
‫لامال نايعأ نم نيعب عافتنلاا ةحابإ‬

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


“membolehkan mendapat manfaat atas sebuah barang yang termasuk dari harta
kekayaan,” (AL-Mughni, jilid 7, hlm. 340).
Kedua,
‫وع ريغب عفانمال ةحابإ‬LLLLLLLL‫ض‬
“membolehkan (seseorang mendapat) manfaat tanpa ada keharusan ganti,” (Al-Ifshah,
jilid 2, hlm. 21).
“Kebolehan memanfaatkan suatu zat barang tanpa imbalan dan peminjam atau yang
lainnya.”
Selain Imam empat madzhab, ada juga ulama lain seperti Ibnu Rif’ah yang
berpendapat bahwa ‘ariyah adalah membolehkan seseorang mengambil manfaat dari
suatu barang dengan jalan yang halal, namun wujud barang tersebut harus utuh dan
dapat dikembalikan pada pemiliknya.”

3. Dasar Hukum 'Ariyah


Ibnu Katsir menyebutkan bahwa ‘ariyah bagian dari tolong menolong. Sementara
hukum tolong menolong adalah sunnah. Pinjaman adalah bagian dari amal kebaikan
yang merupakan manifestasi konkrit dari prinsip tolong-menolong. Allah mencela
manusia yang enggan tolong menolong sesamanya (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 8, hlm.
517).
Sebagaimana Ibnu Katsr, Sayyid Sabiq juga mengatakan bahwa tolong menolong
dalam ‘ariyah adalah amalan sunnah. Hal senada disampaikan oleh ulama lain
seperti al-Ruyani yang dikutip oleh Taqiyuddin, bahwa hukum ariyah adalah wajib
ketika Islam baru bangkit.
Adapun ayat-ayat al-Quran yang berkenaan dengan ‘Ariyah atau pinjam
meminjam
ini adalah sebagai berikut:
(‫و‬L L L L‫و اعت‬LLL‫ع اون‬LLL‫و اعت لاو ىوقتلاو ربال ىل‬LLL‫اودعلاو مث لاا ىلع اون‬LLL‫ ةدئ امال ( ن‬:٢ “Dan
tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu
tolong menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan.” (Qs. Al-Maidah: 2)

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Sedangkan dalil haditsnya sebagai berikut:
‫“ هللا هفلتا اهف التا ديري ذخأ نمو هنع هللا ىدا اه ءادأ ديري سانال ل اوما ذخأ نم‬Siapa
yang meminjam harta manusia dengan kehendak membayarnya maka Allah akan
membayarkannya, barang siapa yang meminjam hendak melenyapkannya, maka
Allah akan melenyapkan hartanya” (HR. Bukhari).
Dengan demikian, Islam sesungguhnya sangat menganjurkan untuk saling tolong
menolong pada hambanya. ‘ariyah (pinjam meminjam) adalah bentuk dari sikap dan
perilaku tolong menolong. Jadi, ‘ariyah merupakan ajaran Islam yang perlu
dikembangkan dalam interaksi sosial kehidupan umat.

Rangkuman
Untuk memudahkan pemahaman atas uraian di atas, berikut beberapa poin penting
yang perlu diingat:
1. Pinjam-meminjam adalah praktek ekonomi yang direstui oleh Islam selama
membawa manfaat dan tidak terjerumus pada praktek riba yang haram.
2. Empat mazhab memiliki definisi berbeda namun hampir serupa. Secara
umum, pinjaman adalah memberikan kesempatan bagi orang lain untuk
mendapatkan manfaat/keuntungan dari satu barang tanpa harus merusak
wujud barat tersebut dan supaya bisa dikembalikan lagi.
3. Al-Quran dan Hadits adalah dasar hukum dianjurkannya ‘Ariyah, sebagai
bentuk dari amal kebaikan yang bisa menolong orang lain, terlebih orang yang
sedang dalam keadaan terdesak dan membutuhkan.

Tugas
Untuk menguji kepekaan anda dalam memahami prinsip pinjam-meminjam dalam
Islam, berikut ini ada beberapa tugas kelompok untuk dipecahkan bersama:
1. Tulislah pendapat Anda tentang dana pinjaman dari perbankan, apakah
mendatangkan manfaat atau mudharat?

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


2. Buatlah analisis peluang dan hambatan membentuk lembaga pinjaman modal
dengan bunga 0% ?

Tes Formatif
Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan materi yang telah kita bahas dalam
bab ini.
1. Berikut ini yang tidak termasuk pengamalan ‘ariyah:
a. Herman meminjam mobil pada Joni untuk mengantar ibunya yang sakit ke
rumah sakit
b. Herman meminjam sabun mandi pada Joni ketika bersama-sama selesai
latihan renang di kolam renang kampus
c. Herman meminjam uang sepuluh ribu pada Joni untuk dikembalikan
sebelas ribu keesokan harinya
d. Herman meminjam uang satu juta pada Joni untuk dikembalikan keesokan
harinya via transfer antar rekening bank
2. Berikut ini praktek transaksi yang tidak dibenarkan oleh Islam:
a. Budi meminjam sekarung gabah pada Salman
b. Budi meminjam satu kwintal gandum pada Salman
c. Budi meminjam motor pada Salman untuk digadaikan atas ijin Budi
d. Budi meminjam sepeda pada Salman untuk dijual atas ijin Salman
3. Berikut ini yang tidak termasuk definisi ‘ariyah:
a. Memberikan kesempatan orang lain mengambil manfaat dari satu barang
b. Mengijinkan satu barang dimanfaatkan oleh orang lain
c. Mengijinkan orang lain memberikan keuntungan atas pinjamannya
d. Mensyaratkan orang lain memberikan keuntungan atas pinjamannya
4. Berikut hukum ‘ariyah:
a. Wajib
b. Haram

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


c. Sunnah
d. Makruh
5. Berikut ini bukan spirit/nilai yang terkandung dalam ‘ariyah:
a. Tolong menolong
b. Kebaikan
c. Ibadah Mahdhah
d. Transaksi untung rugi

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


KEGIATAN BELAJAR 2: SYARAT DAN RUKUN ARIYAH
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Pemahaman yang benar tentang syarat-syarat dan rukun-rukun yang harus dipenuhi
dalam melakukan transaksi pinjam-meminjam (‘ariyah).

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Mempelajari syarat-syarat ‘Ariyah
2. Mempelajari rukun-rukun ‘Ariyah

Pokok-Pokok Materi
1. Syarat-syarat ‘Ariyah
2. Rukun-rukun ‘Ariyah

Uraian Materi
Sebelumnya telah kita bahas tentang definisi ‘Ariyah, termasuk aspek yang
membedakannya dari praktek riba. Islam dengan ajaran al-Quran maupun Haditsnya
telah mengijinkan umat muslim untuk melakukan transaksi pinjam-meminjam, dan
hal itu adalah bagian dari amalan sunnah karena ‘ariyah bernuansa tolong-menolong
dan tidak untuk membebani orang lain.
Untuk itulah, ilmu fikih kemudian menentukan secara lebih detail tentang syarat-
syarat dan rukun-rukun yang harus dipenuhi dalma transaksi ‘ariyah. Berikut ini
adalah syarat ‘ariyah:
1. Muir Berakal Sehat dan Ahlut Tabarru’
Mu’ir berarti orang yang memberikan pinjaman. Mu’ir harus memiliki akal yang
sehat, waras, dan tidak dalam keadaan terpaksa. Dengan demikian, orang gila dan
anak kecil yang tidak berakal tidak dapat meminjamkan barang-barang miliknya.
2. Mu’ir Memegang Barang

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Selain mu’ir harus memiliki akal sehat, mu’ir juga disyaratkan memegang barang
yang hendak dipinjamkannya. Sebaliknya, mu’ir tidak bisa meminjamkan barang
yang tidak berada di bawah kuasanya, apalagi meminjamkan barang yang bukan
miliknya (Minah al-Jalil Syahr Mukhtashar Khalil, jilid 14, hlm. 250).
3. Barang Mengandung Nilai Guna dan Legal Secara Syar’i
Musta’ar atau barang yang hendak dipinjam adalah barang yang mengandung barang
guna. Tentu saja, barang tersebut dapat dimanfaatkan tanpa harus merusak zatnya.
Sebaliknya, jika musta’ar tidak dapat dimanfaatkan maka akad ‘ariyah tidak sah.
Begitu pula, benda yang rusak tidak dapat dipinjamkan. Jika mu’ir tulus ikhlas
meminjamkan barang yang bisa rusak dan habis jika dipinjamkan maka transaksinya
sudah tidak masuk kategori ‘ariyah lagi.
Contoh, seseorang yang meminjamkan sabun mandi pada orang lain. Jika sabun
mandi tersebut dipakai maka sabun akan habis. Wujud sabun akan berubah, rusak,
dan hilang. Namun, kesalahan penggunakan kosa kata kita sehari-hari, meminjam
sabun tetap dikategorikan dalam pinjam meminjam. Padahal, dalam bahasa agama,
hal itu tidak disebut ‘ariyah. Bisa saja, hal itu disebut sedekah.
4. Musta’ir Ahlut Tasharruf atau Mampu Menjaga Pinjaman.
Harus dipastikan bahwa orang yang meminjam barang mampu menjaga barang yang
dipinjamnya. Orang gila atau anak kecil yang tidak bisa dipastikan apakah barang
akan selamat dari hilang atau rusak, misalnya, tidak sah untuk menjadi pihak
peminjam.
Selain berkaitan dengan syarat ‘ariyah, ilmu fikih secara detail juga membahas
tentang rukun-rukun ‘ariyah. Berikut ini adalah rukun-rukun ‘ariyah (Mughni al-
Muhtaj, jilid 2, hlm. 264):
1. Mu’ir
Mu’ir adalah pihak yang meminjamkan atau mengizinkan penggunaan barang untuk
dimanfaatkan oleh orang lain.
Beberapa syarat yang harus ada pada Mu’ir yaitu:

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


a) Ahli at-Tabarru, memiliki hak penuh untuk memberikan izin atas
pemanfaatan barang.
b) Mukhtar, tidak dalam keadaan dipaksa oleh pihak lain. Akad ‘ariyah hanya
sah dilakukan jika meminjamkan barang pada orang lain itu atas dasar
inisiatif sendiri bukan atas dasar tekanan.

2. Musta’ir
Musta’ir adalah pihak yang meminjam barang atau orang yang mendapat izin untuk
menggunakan barang.
Beberapa syarat yang harus ada pada musta’ir adalah sebagai berikut:
a) Sah mendapat hak penggunaan barang setelah melalui akad tabarru’.
Seseorang yang tidak melewati akad tabarru’ maka tidak dapat dianggap
sebagai musta’ir sehingga ia tidak bisa menggunakan barang untuk diambil
manfaatnya.
b) Mua’yan, jelas dan tertentu. Orang yang meminjam harus jelas identitasnya,
nama dan alamatnya, serta identitas-identitas lain yang menutup
kemungkinan untuk menghilangkan barang atau menghilangkan
kemungkinan pengrusakan atas barang tanpa tanggungjawab (Nihayah al-
Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, jilid 16, hlm. 155).

3. Musta’ar
Musta’ar adalah barang yang dipinjamkan. Jadi, barang yang manfaatnya sudah
diizinkan untuk dipergunakan oleh musta’ir disebut sebagai musta’ar.
Beberapa syarat yang harus ada dalam musta’ar adalah sebagai berikut:
a) Berpotensi dimanfaatkan. Jadi, barang yang tidak mengandung nilai guna atau
nilai manfaat maka tidak bisa dipinjamkan.
b) Manfaat barang merupakan milik pihak mu’ir. Jika manfaat barang bukan
milik mu’ir maka barang tersebut tidak bisa dipinjamkan. Contoh, sepetak

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


lahan disewakan oleh A kepada B. Sekalipun lahan tersebut berstatus milik A
tapi manfaatnya sudah milik pihak B. Jadi, C sudah tidak bisa mengambil
manfaat pada lahan itu.
c) Syar’i, yaitu pemanfaatannya sudah legal secara agama. Jika suatu barang
mengandung nilai guna yang tidak dibenarkan oleh agama maka tidak boleh
dipinjamkan.
d) Maqsudah, yaitu manfaat barang memiliki nilai ekonomis. Jika ghairu
maqsudhah maka barang tidak bisa dipinjamkan. Misalnya, sebutir debu atau
lain halnya.
e) Pemanfaatannya tidak berkonsekuensi mengurangi fisik barang (Tuhfah al-
Fuqaha’, jilid 3, hlm. 177-178).

4. Shighah
Shighah dalam akad ‘ariyah adalah bahasa komunikasi atau ucapan. Sighah berfungsi
sebagai penegas bahwa akad ‘ariyah sudah dijalankan dengan baik dan benar. Sighah
di sini bisa meliputi ijab dan qabul.
Ijab berarti ucapan dari mu’ir bahwa dirinya meminjamkan barang yang mengandung
nilai guna pada mu’ar, sedangkan qabul adalah pernyataan yang menunjukkan
bahwa mu’ar telah mendapatkan izin untuk mengambil manfaat dari barang milik
mu’ir.

Rangkuman
Berikut ini beberapa poin penting yang harus dipahami untuk memudahkan
mengingat pembahasan ini:
1. Transaksi ‘Ariyah memiliki syarat dan rukun yang harus dipenuhi.
2. Syarat ‘Ariyah terdiri dari : a) mu’ir yang berakal dan memegang barang, b)
barang yang dipinjamkan (musta’ar) bernilai guna dan legal secara syar’i, c)
musta’ir atau yang meminjam dipastikan mampu menjaga barang pinjaman.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


3. Rukun ‘Ariyah terdiri dari : a) Mu’ir, b) Musta’ir, c) Musta’ar, d) Sihgah.

Tugas
Untuk mengembangkan pengayaan dan pemahaman atas bahasan ini, kerjakanlah
tugas-tugas berikut ini dengan benar:
1. Praktekkanlah shighah yang memenuhi syarat ijab-qabul, dan tentukan jenis
barang yang sah untuk dipinjamkan!
2. Sebutkanlah beberapa praktek ‘ariyah yang tidak sah menurut agama yang
pernah terjadi di sekitar kehidupan Anda.!

Tes Formatif
Untuk memastikan pemahaman Anda utuh atas pembahasan bab ini, kerjakanlah
beberapa soal berikut ini:
1. Berikut ini praktek pinjam-meminjam yang tidak memenuhi syarat sah:
a. Herman lupa dirinya pernah meminjam HP pada Budi
b. Herman meminjamkan baju yang sangat lusuh pada Budi
c. Herman takut pada ayahnya sehingga harus meminjam uang pada Budi
d. Herman pernah mengatakan dirinya akan meminjamkan mobil tanpi entah
kapan
2. Berikut ini praktek yang benar tentang pinjam-meminjam:
a. Anton terpaksa meminjamkan spatu futsalnya pada Joni
b. Anton meminjamkan playstationnya yang entah ada dimana pada Joni
c. Anton meminjamkan buku catatan pelajaran pada Joni sebelum ujian kelas
berlangsung
d. Anton tidak sadar dirinya meminjamkan uang pada Joni
3. Berikut ini praktek pinjam-meminjam yang benar menurut Islam:
a. Salman meminjam parang untuk balas dendam membunuh musuhnya
b. Salman meminjam sisa racun tikus milik Joni tanpa sepengetahuan Joni

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


c. Salman meminjam sepeda motor untuk mengantar kakaknya ke stasiun
d. Salman meminjam senapan angin untuk berburu binatang di hutan
walaupun Joni tidak mau meminjamkannya
4. Berikut ini pernyataan yang tidak benar:
a. Syarat ‘Ariyah: mu’ir berakal, rukun ‘Ariyah: sighah.
b. Syarat ‘Ariyah: musta’ar bernilai guna, rukun ‘Ariyah: adanya ijab-
qabul. c. Syarat ‘Ariyah: mu’ir mukhtar, rukun ‘Ariyah: musta’ir ahlut
tabarru’.
d. Syarat ‘Ariyah: musta’ir ahlut tasharruf, rukun ‘Ariyah: musta’ar ghairu
maqshudah.
5. Anton meminjamkan mobilnya pada Budi.
a. Anton Mu’ir, Budi Musta’ir
b. Anton Musta’ir, Budi Mu’ir
c. Anton Mu’ir, Budi Musta’ar
d. Anton Musta’ar, Budi Mu’ir

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


KEGIATAN BELAJAR 3: MACAM-MACAM ARIYAH
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Pemahaman yang benar tentang perbedaan antara konsep dan praktek ‘Ariyah
Muqayyadah dan ‘Ariyah Muthlaqah.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Mempelajari Pengertian ‘Ariyah Muqayyadah dan Muthlaqah
2. Mempelajari Tanggungjawab atas Barang Pinjaman

Pokok-Pokok Materi
1. ‘Ariyah Muqayyadah dan Muthlaqah
2. ‘Tanggungjawab atas Barang Pinjaman
Uraian Materi
Setelah mempelajari tentang syarat dan rukun transaksi ‘ariyah yang benar menurut
aturan hukum Islam, muncul pertanyaan : seberapa lama seseorang berhak meminjam
barang dan sejauh mana barang bisa dimanfaatkan? Pertanyaan tentang tempo dan
ruang pemanfaatan barang ini mengantarkan pada konsep baru tentang ‘ariyah. Ada
batasan atau tidak adanya batasan atas barang yang dipinjamkan merupakan bahasan
tersendiri dalam ilmu fikih.
Dikenal dua istilah: pertama, ‘ariyah muqayyadah, yaitu akad pinjam-meminjam
yang dibatasi oleh ketentuan-ketentuan tertentu yang disepakati oleh kedua belah
pihak, dan kedua, ‘ariyah muthlaqah, yaitu akad pinjam-meminjam yang
memungkinkan musta’ir atau peminjam memanfaatkan barang pinjamannya tanpa
ada syarat ketentuan apapun dari mu’ir atau peminjam.
1. ‘Ariyah Muqayyadah dan Muthlaqah

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


‘Ariyah Muqayyadah adalah bentuk pinjam-meminjam barang yang bersifat terikat
dengan batasan-batasan tertentu. Dengan adanya batasan ini, maka peminjaman
barang harus mengikuti batasan yang telah ditentukan atau disepakati bersama.
Pembatasan dapat berupa apa saja, baik itu pembatasan waktu atau tempat, atau poin-
poin lain yang disepakati bersama sejak awal. Apabila batasan-batasan ini telah
dilanggar maka pelanggar bisa dijatuhi hukuman, setidaknya dihukumi bersalah.
Dengan demikian, jika pemilik barang mensyaratkan pembatasan waktu, tempat, atau
batasan lain tersebut, maka seseorang tidak memililki pilihan lain selain mentaatinya.
Contoh, mobil hanya boleh dipinjam sehari dalam radius 100 kilometer. Batasan
waktu dan jarak tempuh untuk mobil ini harus ditaati oleh peminjam barang.
‘Ariyah Muqayyadah ini biasanya berlaku pada objek yang bernilai besar, sehingga
mu’ir merasa khawatir atas musta’ir jika tidak diberi batasan semacam itu. Pinjam-
meminjam yang memerlukan adanya syarat tertentu semacam ini disebut ‘Ariyah
Muqayyadah atau Pinjaman Terbatas.
Namun, Islam punya pengertian. Jika pembatasan dari mu’ir menyebabkan musta’ir
tidak dapat mengambil manfaat dari barang pinjamannya maka pembatasan itu tidak
berlaku. Contoh, mobil hanya dibolehkan dipakai dalam radius 100 kilometer,
sedangkan kebutuhannya 1.000 km. Pembatasan yang mustahil semacam ini
menegasikan pembatasan.
Dengan demikian, musta’ir boleh melanggar batasan selama terdapat kesulitan untuk
memanfaatkan barang pinjaman. Contoh, A meminjam mobil pada B selama 24 jam.
Tiba-tiba, di sebuah perjalanan terjadi kecelakaan yang tidak memungkinkan musta’ir
(A) untuk mengembalikan mobil pada mu’ir (B) dalam jangka waktu 24 jam. Sebab,
mobil harus masuk bengkel dan menjalani reparasi dalam durasi waktu yang lebih
lama. Tanpa sepengetahuan dan seizin mu’ir pun, musta’ir boleh melebihi batas
waktu 24 jam.
Jika ada perbedaan pendapat antara mu’ir dan musta’ir tentang lamanya waktu
meminjam, berat/nilai barang, tempat dan jenis barang maka pendapat yang
harus

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


dimenangkan adalah pendapat mu’ir karena dialah pemberi izin untuk mengambil
manfaat barang pinjaman tersebut sesuai dengan keinginannya. Menurut jumhur
ulama, dalam konteks ‘ariyah muqayyadah, musta’ir hanya boleh memakai barang
sesuai ijin mu’ir.
Sedangkan ‘Ariyah Muthlaqah adalah bentuk pinjam-meminjam barang yang tidak
dibatasi oleh ketentuan apapun. Melalui akad ‘ariyah ini, musta’ir diberi kebebasan
untuk memanfaatkan barang pinjaman, selama apapun dan dalam ruang seluas
apapun. Jika A menyerahkan mobil pada B tanpa ada kesepakatan berupa pembatasan
apapun maka B berhak menggunakan mobil berapa hari pun dan sejauh mana pun.
Apabila dalam akad tidak disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan
kendaraan mobil tersebut, misalnya terkait waktu dan tempat mengendarainya, maka
praktek tersebut dikenal dengan ‘Ariyah Muthlaqah. Tentu saja, ‘ariyah muthlaqah ini
sering terjadi di kalangan mu’ir atau musta’ir yang sudah saling percaya satu sama
lain.
Karena itulah, hukum adat menjadi berlaku. Batas waktu dan batas ruang harus
disesuaikan dengan kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Tidak boleh menggunakan
kendaraan tersebut siang malam tanpa henti, dan dalam radius yang sangat jauh tanpa
kendali. Jika penggunaannya tidak sesuai dengan kebiasaan dan barang pinjaman
rusak maka mu’ir harus bertanggung jawab. Menurut Ulama Mazhab Hanafiyah,
dalam status ‘ariyah muthlaqah, musta’ir berperan sepenuhnya sebagai Malik atau
pemilik barang.

2. Tanggungjawab dan Pembiayaan atas Barang Pinjaman


Hal penting lain yang harus diperhatikan oleh musta’ir adalah soal biaya atau nafakah
barang pinjaman. Ulama Hanafiyah mengatakan, musta’ar atau barang pinjaman itu
adalah sepenuhnya amanah dan tanggungjawab musta’ir atau si peminjam dalam
situasi atau momen-momen pemanfaatan.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Sebaliknya, di luar momen pemanfaatan maka barang pinjaman bukan
tanggungjawab musta’ir, kecuali sengaja lalai dan abai. Sebab, pada diri si peminjam
itu sendiri tidak ada alasan untuk menanggung beban tanggungjawab, kecuali sejak
awal sudah masuk kategori ‘ariyah muqayyadah. Contoh, A boleh memakai mobil
milik B dengan catatan jika hilang atau rusak, baik lalai atau sengaja, maka wajib
ganti. Ini sudah masuk kategori muqayyadah.
Jumhur ulama mengatakan bahwa barang pinjaman sepenuhnya berada di bawah
tanggungjawab si peminjam atau musta’ir, baik sengaja atau tidak, sesuai nominal
barang saat terjadi kerusakan. Sebab, ada sabda Nabi: “ariyah itu tanggungjawab,”
(HR. Abu Daud, Nasai, Ahmad dan Hakim). Jadi, tidak ada alasan lain selain
bertanggungjawab sepenuhnya (al-Muhadzdzab, jilid 1, hlm. 364, Mughni al-Muhtaj,
jilid 2, hlm. 264, dan al-Mughni, jilid 5, hlm. 209).

Rangkuman
Pembahasan di atas dapat dirangkum ke dalam beberapa poin berikut:
1. Dilihat dari aspek kewenangan, ada dua macam jenis ‘ariyah: muqayyadah
(terbatas) dan muthlaqah (tidak terbatas). Musta’ir harus memenuhi aturan
yang diinginkan oleh mu’ir dalam memanfaatkan musta’ar, ini ‘ariyah
muqayyadah. Sedangkan ‘ariyah muthlaqah, musta’ir dapat berperan seperti
mu’ir atau malik dalam memanfaatkan musta’ar.
2. Dilihat dari aspek tanggungjawab atas barang pinjaman (musta’ar), ada dua
pendapat: pertama, ulama Hanafiyah mengatakan: musta’ar berada di bawah
tanggungjawab musta’ir hanya saat-saat musta’ar dipakai. Di luar waktu
pemakaian maka musta’ir tidak bertanggungjawab atas musta’ar, dan kedua,
mayoritas ulama mengatakan: musta’ar sepenuhnya berada di bawah
tanggungjawab musta’ir baik dalam masa-masa pemakaian maupun di luar
pemakaian.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Tugas
Untuk memperluas wawasan tentang wewenang atas barang dan tanggungjawab atas
barang tersebut, kerjakanlah beberapa tugas berikut ini:
1. Tulislah peristiwa pinjam-meminjam yang pernah anda lakukan bersama
teman-teman anda, serta terangkanlah aspek-aspek yang sudah sesuai dengan
ajaran Islam dan yang belum sesuai dengan Islam, khususnya terkait konsep
ariyah muqayyadah dan muthlaqah.
2. Tulislah pengalaman anda atau orang-orang yang anda kenal tentang teknik
penyelesaian sengketa antara mu’ir dan musta’ir yang dikarenakan munculnya
masalah baru pada barang pinjaman (musta’ar).

Tes Formatif
Kerjakanlah soal berikut ini:
1. Berikut ini contoh ‘ariyah muqayyadah:
a. Firman mengutarakan dirinya ingin minjam mobil milik Fajri selama 7
hari.
b. Firman merasa harus segera mengembalikan uang pinjamannya kepada
Fajri 1 hari lagi
c. Firman menyetujui Fajri untuk memakai laptopnya selama menulis
makalah kampus
d. Firman dan Fajri sama-sama teman akrab yang sering saling membantu
meminjamkan barang
2. Berikut ini bukan pernyataan ‘ariyah muqayyadah:
a. “Silahkan pakai HP ku ini, katanya kamu mau menelpon ibumu?” kata
Andika pada Jojo.
b. “Baiklah, jika kamu butuh uang, balikin seminggu lagi ya,” jawab Andika
pada permintaan Jojo.
c. “pakai aja sepatuhku, kalo mau main futsal lagi,” kata Andika pada Jojo.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


d. “Aku ini saudaramu di perantauan, tidur aja di sini semaumu,” kata
Andika pada Jojo.
3. Berikut ini pernyataan ‘ariyah muthlaqah:
a. “motorku itu balikin besok ya, aku juga butuh buat ke kampus,” kata
Arman.
b. “Makasih, teman, aku pakai dulu ya celanamu,” kata Arman pada Firman
sebelum berangkat ke kampus.
c. “Mas, udah belum nulis makalahnya? Kalo udah, laptopnya balikin ya,”
kata Ayu pada Wildan.
d. “Malam nanti aku udah ada uang, kawan. Aku transfer nanti malam aja
ya?” Wildan meminta penambahan waktu pada Ayu.
4. Berikut contoh musta’ir yang bertanggungjawab :
a. “mas, kalo mobilku lecet, tolong perbaiki ya sebelum dibalikin kesini,”
pesan Fajri pada Firman.
b. “Kawan, bukumu rusak nih di fotocopyan. Maaf ya.”
c. “maaf, teman, laptopmu udah aku install ulang, kenak virus kemarin,” ujar
Shasa.
d. “Kalo modal Anda habis, Boss, kami pasti akan ganti nanti. Percayalah,
dan berinvestasilah di kami.”
5. Fajri meminjam motor pada Juma untuk pergi ke warnet. Setelah selesai dan
hendak pulang, tiba-tiba motor hilang di parkiran yang tidak berpenjaga itu.
Fajri menolak untuk ganti rugi atas motor Juma yang hilang. Apa komentar
Anda dan mengapa:
a. Fajri wajib mengganti motor yang hilang, karena Juma adalah sahabat
baiknya
b. Fajri wajib mengganti motor yang hilang, sekalipun ilmu fikih
membolehkan untuk tidak menggantinya.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


c. Fajri wajib mengganti motor yang hilang, karena keamanan motor adalah
amanah dan tanggungjawab Fajri
d. Fajtri tidak wajib mengganti motor yang hilang, karena dirinya tidak
sengaja menghilangkannya.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


KEGIATAN BELAJAR 4: KONSEKUENSI HUKUM ARIYAH
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Penguasaan yang utuh tentang karakteristik status hukum ‘Airyah, persoalan dan
konflik yang muncul antara mu’ir dan musta’ir, serta faktor-faktor yang
menyebabkan akad ‘ariyah berakhir secara otomatis.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Mempelajari karakteristik status hukum ‘ariyah
2. Mempelajari pertentangan klaim antara mu’ir dan musta’ir
3. Mempelajari tempo berakhirnya akad ‘ariyah.

Pokok-Pokok Materi
1. Karakteristik Status Hukum ‘Ariyah
2. Pertentangan Klaim Mu’ir dan Musta’ir
3. Tempo Berakhirnya Akad ‘Ariyah

Uraian Materi
1. Pertentangan Perspektif Antara Mu’ir dan Musta’ir
Barang pinjaman atau musta’ar adalah barang yang bisa mendatangkan manfaat bila
dipakai dalam jangka waktu tertentu dan di ruang tertentu. Barang tersebut pada
dasarnya adalah milik dari seorang pemberi pinjaman atau mu’ir, dan berpindah
tangan kepada orang yang meminjam atau musta’ir.
Apabila di tengah perjalanan tiba-tiba ada perubahaan perasaan dari mu’ir, bolehkah
dirinya menarik barang yang menjadi hak miliknya tersebut? Apakah musta’ir wajib
mengembalikan barang pinjamannya, padahal belum habis waktu yang disepakati
atau bahkan belum sedikitpun mengambil manfaat dari barang tersebut?

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Untuk menjawab pertanyaan di atas, perlu terlebih dahulu mengerti hakikat status
kepemilikan barang pinjaman atau musta’ar. Menurut mayoritas ulama, barang
pinjaman yang ada di tangan musta’ir berstatus sebagai semi-hak milik (milk ghair
lazim). Sebab, barang yang bersangkutan adalah hak milik penuh dari mu’ir.
Konsekuensi pandangan mayoritas ulama tersebut adalah bahwa mu’ir dapat menarik
barang hak miliknya yang dipinjamkan pada orang lain tersebut kapan saja dan
dimana saja. Hal yang serupa berlaku pada musta’ir yang boleh mengembalikan
barang pinjamannya itu kapan saja dan dimana saja sesuai yang dia kehendaki
(Badai’ al-Shanai’, jilid 6, hlm. 216, Mughni al-Muhtaj, jilid 2, hlm. 270, al-
Muhadzdzab, jilid 1, hlm. 363, dan al-Mughni, jilid 5, hlm. 211).
Pendapat lain datang dari ulama mazhab Malikiyah yang mengatakan bahwa seorang
mu’ir tidak boleh menarik barangnya yang sudah dipinjamkan kepada orang lain
sebelum barang tersebut mendatangkan manfaat atau telah digunakan (Bidayah al-
Mujtahid, jilid 2, hlm. 308, Hasyiyah ad-Dasuqi, jilid 3, hlm. 439).
Perbedaan pendapat antara mayoritas ulama dan mazhab Malikiyah ini harus
dipahami dengan benar. Penyelesaian konflik sosial dapat dilihat dari dua sudut
pandang ini. Misal, jika seseorang yang bernama (A) meminjam suatu barang
terhadap orang yang bernama (B) maka (A) boleh menarik barang itu kapan saja dan
dimana saja, demikian pula (B) boleh mengembalikannya kapan saja dan dimana
saja. Hal ini tidaklah menimbulkan konflik sosial jika (A) dan (B) sudah sama-sama
mengerti.
Tetapi, jika (A) dan (B) terjadi konflik atau permusuhan sebelum barang digunakan
maka mereka sebagai mu’ir dan musta’ir akan memperebutkan barang pinjaman. A
pasti ngotot untuk menarik barang dari B, sedangkan B ngotot untuk tidak
mengembalikan barang dengan alasan belum memanfaatkannya sedikitpun. Mazhab
Malikiyah dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus seperti ini. Dengan kata lain,
A wajib mengalah dan memberikan kesempatan bagi B untuk memanfaatkan barang
yang dipinjamnya.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


2. Pertentangan Klaim antara Mu’ir dan Musta’ir
Pertentangan klaim sangat terjadi. Berikut ini adalah aspek-aspek yang sering terjadi
di masyarakat :
a) Pertentangan klaim soal jenis akad dan kesepakatan.
b) Pertentangan klaim soal barang yang hilang atau rusak.
c) Pertentangan klaim soal pengembalian.
Seseorang merasa barang yang ada di tangannya itu adalah barang pinjaman,
sehingga saat mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya tidak diwajibkan
memberikan upeti tertentu. Sedangkan orang yang memiliki barang merasa bahwa
barangnya yang dipinjamkan itu adalah barang sewaan, sehingga harus dikembalikan
beserta uang sewanya. Jika barang rusak maka harus diganti biaya perawatan dan
ganti rugi.
Dalam kasus pertentangan klaim di atas, apakah barang itu barang pinjaman atau
barang sewaan maka klaim musta’ir adalah klaim yang dimenangkan. Yaitu, klaim
bahwa barang yang ada di tangannya adalah barang pinjaman, bukan barang sewaan.
Namun, musta’ir harus diikat dengan sumpah bahwa dirinya memang meminjam
bukan menyewa.
Kasus lain yang mungkin melibatkan pertentangan klaim adalah soal pengembalian
barang, apakah barang sudah dikembalikan atau belum dikembalikan. Boleh saja
seorang musta’ir mengatakan bahwa dirinya telah mengembalikan barang yang
pernah dipinjamnya. Sedangkan mu’ir menolak itu dan mengatakan bahwa barang
belum dikembalikan.
Dalam kasus seperti itu, klaim dari mu’ir adalah klaim yang dimenangkan. Dengan
catatan, mu’ir wajib bersumpah atas pernyataannya. Mu’ir harus bersumpah bahwa
barang miliknya belum dikembalikan. Setelah bersumpah selesai, maka klaimnya
adalah klaim yang harus dimenangkan (Mughni al-Muhtaj, jilid 2, hlm. 273, AL-
Muhadzdzab, jilid 1, hlm. 366, al-Mughni, jilid 5, hlm. 217, dan Hasyiyah al-Shawi
ala al-Syarh al-Shaghir, jilid 3, hlm. 579).

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


3. Tempo Berakhirnya Akad ‘Ariyah
Kapan transaksi akad ‘Ariyah berakhir? Ada banyak alasan yang bisa menyebabkan
akad ‘ariyah itu berakhir. Berikut ini adalah momen dan faktor yang mengakhiri akad
‘ariyah: pertama, mu’ir meminta barang untuk dikembalikan oleh musta’ir. Apabila
dua belah pihak sepakat untuk mengembalikan barang/musta’ar maka secara otomatis
traksaksi sebelumnya sudah selesai/berakhir.
Kedua, musta’ir mengembalikan barang yang dipinjam kepada mu’ir baik sesudah
tempo yang disepakati berdua maupun sebelum tempo itu berakhir. Sebab, akad
‘ariyah adalah akad yang jaiz, artinya boleh dikembalikan kapan
saja.
Ketiga, salah satu dari dua pihak (mu’ir dan musta’ir) menjadi tidak lagi cakap
hukum dalam melakukan akad ‘ariyah. Hal itu bisa disebabkan oleh kegilaan dari
salah satunya. Jika mu’ir atau musta’ir kehilangan akal sehat maka akad ‘ariyah
dengan sendirinya sudah batal.
Keempat, salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak bisa melanjutkan tasharruf.
Hal itu bisa disebabkan oleh kematian. Apabila salah satu dari mu’ir atau musta’ir
adalah yang meninggal dunia maka akad ‘ariyah berakhir dengan sendirinya.
Apabila salah satu faktor ini terjadi maka akad ‘ariyah berakhir secara otomatis.
Tidak ada salah satu pihak yang bisa melanjutkan argumentasi atau memperpanjang
persoalan. Sebab, dua orang yang melakukan transaksi sudah tidak bisa dikonfirmasi
lagi.

Rangkuman
Untuk memudahkan ingatan tentang bahasan di atas, berikut ini point-point
pentingnya:
1. Status barang pinjaman adalah hak milik mu’ir. Jika barang itu berpindah
tangan pada musta’ir maka hukumnya adalah semi-hak milik atau milk ghair
lazim.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


2. Jika mu’ir berpendapat bahwa barangnya adalah barang sewaan, sedangkan
musta’ir berpendapat bahwa barangnya adalah barang pinjaman, maka klaim
musta’ir dimenangkan.
3. Jika mu’ir berpendapat bahwa barangnya belum dikembalikan, sedangkan
musta’ir berpendapat bahwa barangnya sudah dikembalikan, maka klaim
mu’ir dimenangkan.
4. Tiga hal yang sering dipermasalahkan oleh mu’ir dan musta’ir : a) jenis akad,
apakah ‘ariyah (pinjaman) atau ijarah (sewaan), b) kerusakan barang, apakah
rusak dalam batas wajar yang sudah diijinkan oleh mu’ir atau tidak, dan c)
pengembalian barang, apakah sudah atau belum.
5. Akad ‘ariyah berakhir ketika : a) barang dikembalikan, b) salah satu mu’ir
atau musta’ir tidak memiliki akal sehat, mati, atau tidak mampu menjaga
barang.

Tugas
Untuk menambah pemahaman akan pembahasan ini, kerjakanlah beberapa tugas
berikut ini:
1. Tulislah kasus percekcokan antara mu’ir dan musta’ir yang terjadi di sekitar
anda, sebutkan kasusnya, argumentasi masing-masing, serta bagaimana
penyelesaian masalah mereka!
2. Tulislah pandangan anda pribadi tentang teknik paling efektif dan lebih
modern agar persoalan pinjam meminjam tidak berujung pada konflik sosial!

Tes Formatif
Jawablah beberapa soal di bawah ini dengan baik dan benar:
1. Berikut ini hubungan mu’ir dan musta’ir yang baik:
a. Budi meminjam motor pada Joko. Setibanya di tengah jalan, ban motor
bocor. Semua biaya di bengkel tambal ban ditanggung oleh Budi.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Sepulang ke rumah, Budi meminta uang ganti tambal ban. Joko tidak
mengindahkannya.
b. Budi hendak ke sawah dengan membawa sabit milik Om Joko. Karena
Pak Joko butuh, Budi ditelpon untuk mengembalikan sabit tersebut. Budi
kembali sekalipun belum menggunakan sabitnya itu.
c. Budi meminjam perhiasan dan baju baru pada bu Tuti, karena istri Budi
mau ikut kondangan pernikahan dan tidak punya baju baru. Bu Tutui
meminjamkannya untuk istri Budi dengan catatan membayar uang muka
di awal.
d. Budi pergi ke warung rental mobil milik Joko. Setelah dua hari
menggunakan mobil milik Joko, Budi membayar sesuai dengan harga
yang tertera.
2. Firman meminjam mobil pada Salman. Berikut ini contoh akad ‘ariyah yang
batal secara otomatis:
a. Firman mengemudi mobil dengan kecepatan tinggi hingga mobil
menabrak tiang listri dan kepala Firman benjol sebesar bakpao. Firman di
bawah ke rumah sakit dan pulang dengan jahitan kepala yang banyak
sekali.
b. Salman tiba-tiba terserang stroke dan meninggal di rumah sakit.
c. Firman membawa mobil keluar kota dan tidak kembali berbulan-bulan,
hingga ada informasi Firman menikah lagi dengan istri barunya. Mobil
dijual untuk keperluan biaya pernikahan.
d. Salman membolehkan Firman memakai mobil sesukanya, berapapun
lamanya, asalkan menitipkan uang muka sebagai jaminan dan sisa
pembayaran di belakang saat mobil dikembalikan.
3. Laptop milik Firman dipakai oleh Budi. Setelah dibuat menulis makalah di
sebuah kafe, laptop terserang virus oleh hacker yang sedang ikut nongkrong di

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


kafe tersebut. Firman menuntut ganti rugi pada Budi dan membawanya ke
tempat servis dengan biaya instalasi dari Budi. Bagaimana sikap Budi?
a. Mengeluh, mencari-cari alasan, dan mengatakan dirinya tidak tahu apa
yang terjadi dan laptop tiba-tiba error dimana semua datang hilang.
b. Tidak mengganti biaya reparasi laptop, karena laptop berada dalam masa-
masa pemakaian yang diijinkan oleh pemiliknya.
c. Mengganti hanya sebagai bentuk pertemanan, karena laptop berada dalam
masa-masa pemakaian yang diijinkan pemiliknya.
d. Mengeluh dan mencari pinjaman duit, karena merasa kerusakan laptop
adalah tanggungjawabnya.
4. Salman meminjamkan buku pada Budi. Salman bilang Budi belum
mengembalikan bukunya. Budi bilang dirinya sudah mengembalikan. Apa
sikap Anda?
a. Membela Salman sebagai mu’ir
b. Membela Salman sebagai teman
c. Membela Budi sebagai musta’ir
d. Membela Budi sebagai teman
5. Joko mendapatkan motor dari Farisi. Setelah Joko mengembalikan motor
tersebut, Farisi juga minta uang pakai selama ini pada Joko. Joko menolak.
Apa sikap Anda?
a. Mendamaikan keduanya sesama teman akrab
b. Mendukung penolakan Joko
c. Mendukung tuntutan Farisi
d. Mendukung klaim musta’ir.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Kunci Jawaban BAB 1
Kegiatan Belajar 1
Kunci Jawaban Tes Formatif:
1. C
2. C
3. D
4. C
5. D
Kegiatan Belajar 2
Kunci Jawaban Tes Formatif:
1. C
2. C
3. C
4. D
5. A

Kegiatan Belajar 3
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. C
2. D
3. B
4. C
5. C

Kegiatan Belajar 4
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. B

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


2. B
3. C
4. A
5. D

BAB 2
JUAL BELI
KEGIATAN BELAJAR 1 : PENGERTIAN JUAL BELI
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Memahami dan menguasai aturan jual-beli yang benar menurut agama. Mengetahui
dalill naqli dan aqli tentang syarat dan rukun jual beli dalam islam.
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
1. Mengetahui pengertian jual beli
2. Mempelajari dasar hukum akad jual beli
3. Mempelajari rukun dan syarat jual beli
Pokok-Pokok Materi
1. Pengertian jual beli
2. Syarat jual beli
3. Rukun Jual Beli

URAIAN MATERI
1. Pengertian Jual Beli
Jual-beli dalam bahasa arab sering disebut dengan kata al-bai', al-tijarah, atau
al-mubadalah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :
‫روبت نل ةراجت نوجري‬
Mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan rugi (QS. Fathir : 29)

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Secara bahasa, jual-beli atau al-bai'u berarti muqabalatu syai'im bi syai'in
(‫)ءيشب ءيش ةلباقم‬. Artinya adalah menukar sesuatu dengan sesuatu (Wahbah al-Zuhaili:
344).
Imam Nawawi di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab mengatakan
bahwa jual-beli adalah (‫ )اكيلمت لامب لام ةلباقم‬yang berarti : tukar menukar harta dengan harta
secara kepemilikan.
Sementara itu, Ibnu Qudamah di dalam kitab Al-Mughni menjelaskan bahwa
jual-beli sebagai (‫دابم‬L ‫كيلمت لاملاب لامال ةل‬L‫و ا‬L ‫)اكلمت‬, yang artinya pertukaran harta dengan
harta dengan kepemilikan dan penguasaan (Mughni Al-Muhtaj jilid 2:2).
Dari pengertian di atas, jual-beli adalah "menukar barang dengan barang atau
menukar barang dengan uang, yaitu dengan jalan melepaskan hak kepemilikan dari
yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan".
Jual-beli adalah aktifitas ekonomi yang hukumnya boleh. Hal ini berdasarkan
nash Alquran dan Hadis serta ijma' dari seluruh umat Islam. Dalam Alquran
berbunyi:
‫ابرلا مرحو عيبلا هللا لحأو‬
Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan telah mengharamkan riba. (QS.
Al-Baqarah : 275)
Sedangkan dari Hadis, Rasulullah SAW bersabda :
‫لاق‬: ‫نالجرلا عيابت اذإ‬, ‫امقرفتي ممل ام رايخلاب امهنم دحاو لكف‬ ‫ رمع نبا نعو‬-‫امهنع هللا يضر‬-, ‫هللا لوسر نع‬
‫ عيبلا‬- ‫اعيمج اناكو هيلع قفتم‬, ‫رخلا امهدحأ ريخي وأ‬,
ْ ‫مهدحأ ريخ نإف‬L‫رخلا ا‬
ْ ‫عميبلا مَ جو دمقف كملذ ىلع اعيابتف‬, ‫نأ دمعب امقرفت نإو‬
‫اعيابت‬, ‫َجو دقف عيبلا امهنم دحاو كرتي ملو‬
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullh saw bersabda: “Apabila dua orang
melakukan jual-beli, maka masing-masing orang mempunyai hak khiyar
(memilih antara membatalkan atau meneruskan jual-beli) selama mereka
belum berpisah dan masih bersama; atau selama salah seorang di antara
keduanya tidak menemukan khiyar kepada yang lainnya. Jika salah seorang

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


menentukan khiyar pada yang lain, lalu mereka berjual-beli atas dasar itu,
maka jadilah jual-beli itu”. (HR. Muttafaq alaih)
‫لئس يبنلا نأ عفار نب ةعافر نع مكاحلا هححصو‬: ‫لامق مَ يطأ َسكلا يأ‬: ‫ رورمبم عميب لمكو هدميب لمجرلا لممع‬- ‫رَّامبلا هاور‬
Dari Rifa’ah Ibnu Rafi’ r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya:
Pekerjaan apakah yang paling baik?. Beliau bersabda: “Pekerjaan seseorang
dengan tangannya dan setiap jual-beli yang bersih”. (HR Al-Bazzar).
‫لا رهمو َلكلا نمث نع ىهن هللا لوسر نأ دوعسم يبأ نعو‬L L‫ هيلع قفتم نهاكلا ناولحو يغب‬Dari Abu
Mas’ud al-Anshary r.a. bahwa Rasulullah saw. melarang mengambil uang
penjualan anjing, uang pelacuran dan upah pertenungan. (HR.
Muttafaq Alaih.)

2. Rukun Jual Beli


Sebuah transaksi jual-beli membutuhkan adanya rukun sebagai syarat sahnya jual
beli. Rukun jual beli, ada tiga, yaitu :
a. Adanya Penjual dan Pembeli
Penjual dan pembeli yang memenuhi syarat adalah mereka yang telah
memenuhi ahliyah untuk boleh melakukan transaksi muamalah. Dan ahliyah itu
berupa keadan pelaku yang harus berakal dan baligh.
Dengan rukun ini, maka jual-beli tidak memenuhi rukunnya bila dilakukan
oleh penjual atau pembeli yang gila atau tidak waras. Demikian juga bila salah satu
dari mereka termasuk orang yang kurang akalnya.
Demikian juga jual-beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum baligh
tidak sah, kecuali bila yang diperjual-belikan hanyalah benda-benda yang nilainya
sangat kecil. Namun bila seizin atau sepengetahuan orang tuanya atau orang dewasa,
jual-beli yang dilakukan oleh anak kecil hukumnya sah.
Sebagaimana dibolehkan jual-beli dengan bantuan anak kecil sebagai utusan,
tapi bukan sebagai penentu jual-beli. Misalnya, seorang ayah meminta anaknya untuk

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


membelikan suatu benda di sebuah toko, jual-beli itu sah karena pada dasarnya yang
menjadi pembeli adalah ayahnya. Sedangkan posisi anak saat itu hanyalah utusan
atau suruhan saja.
b. Adanya Akad
Penjual dan pembeli melakukan akad kesepakatan untuk bertukar dalam jual-
beli. Akad itu seperti : Aku jual barang ini kepada anda dengan harga Rp. 10.000",
lalu pembeli menjawab,"Aku terima".
Sebagian ulama mengatakan bahwa akad itu harus dengan lafadz yang
diucapkan. Kecuali bila barang yang diperjual-belikan termasuk barang yang rendah
nilainya.
Namun ulama lain membolehkan akad jual-beli dengan sistem mu'athaah, (‫ها‬
‫ )طاعم‬yaitu kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk bertransaksi tanpa
mengucapkan lafadz.
c. Adanya Barang/Jasa Yang Diperjual-belikan
Rukun yang ketiga adalah adanya barang atau jasa yang diperjual-belikan.
Para ulama menetapkan bahwa barang yang diperjual-belikan itu harus memenuhi
syarat tertentu agar boleh dilakukan akad. Agar jual-beli menjadi sah secara syariah,
maka barang yang diperjual-belikan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu suci.
Benda yang diperjualbelikan harus benda yang suci dalam arti bukan benda
najis atau mengandung najis. Di antara benda najis yang disepakati para ulama antara
lain bangkai, darah, daging babi, khamar, nanah, kotoran manusia, kotoran hewan1
dan lainnya.
Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW :
‫ هللا دبع نب رباج نع مانصلأاو رَّينخلاو‬-‫امهنع هللا يضر‬- ‫ةكمب وهو حتفلا ماع لوقي هللا لوسر عمس هنأ‬: ‫عميب مرح هلوسرو هللا نإ‬
‫ةتيملاو رمخلا‬

1Mazhab Hanbali menetapkan bahwa kotoran hewan yang dagingnya boleh dimakan, hukumnya tidak
najis.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Dari Jabir Ibnu Abdullah r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda di
Mekkah pada tahun penaklukan kota itu: ”Sesungguhnya Allah melarang jual-
beli minuman keras, bangkai, babi, dan berhala”. (HR. Muttafaq Alaih)

3. Syarat-Syarat Jual Beli


1. Syarat bagi orang yang melakukan akad (‫)دقاع‬, antara lain:
a) Baligh (berakal)
Allah SWT berfirman:
)‫ءاسنلا‬: ٥( ...‫امايق مكل هللا لعج ىتلا مكـلاوما ءاهفسلا اوتؤتلاو‬
“Dan janganlah kamu berikan hartamu itu kepada orang yang bodoh
(belum sempurna akalnya) harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu)
yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (Q.S. an-Nisa: 5)

Ayat diatas menunjukkan bahwa orang yang bukan ahli tasaruf tidak
boleh melakukan jual beli dan melakukan akad (ijab qobul).
b) Beragama islam, hal ini berlaku untuk pembeli (kitab suci al-
Qur’an/budak muslim) bukan penjual, hal ini dijadikan syarat karena
dihawatirkan jika orang yang membeli adalah orang kafir, maka mereka
akan merendahkan atau menghina islam dan kaum muslimin (Ibnu
Mas’ud & Zainal Abidin: 28).
c) Tidak dipaksa (Imam Abi Zakaria al-Anshari: 158).
2. Syarat (‫ )هيلع دوقعم‬barang yang diperjualbelikan antara lain:
a) Suci atau mungkin disucikan, tidak sah menjual barang yang najis, seperti
anjing, babi dan lain-lain.
Dalam hadist disebutkan :

‫ لاق ملسو هيلع هللا ىلص هللا لوسر نأ هنع هللا يضر رباج نع‬: ‫رمخلا عيب مرح هلوسرو هللا نإ‬
)‫ملسمو ىراخبال هاور( مانصلأو ريزنخلاو‬

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


“Dari Jabir r.a. bahwa Rasulullah SAW. bersabda, ‘sesungguhnya Allah
dan Rasul telah mengharamkan jual beli arak, bangkai, babi, dan
berhala.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

b) Bermanfaat
c) Dapat diserahkan secara cepat atau lambat
d) Milik sendiri
e) Diketahui (dilihat). Barang yang diperjualbelikan itu harus diketahui
banyak, berat, atau jenisnya. Dalam sebuah hadist disebutkan:

‫ لاق هنع هللا يضر ةريره ىبأ نع‬:‫عيب نعو ةاصحال عيب نع ملسو هيلع هللا ىلص هللا لوسر ىهن‬
)‫اور( ررغال‬LLL‫ملسم ه‬
“Dari Abi Hurairah r.a. ia berkata, : Rasulullah SAW. telah melarang
jual beli dengan cara melempar batu dan jual beli yang mengandung
tipuan.” (H.R. Muslim)
3. Syarat sah ijab qobul:
a) Tidak ada yang membatasi (memisahkan). Si pembeli tidak boleh diam
saja setelah si penjual menyatakan ijab, atau sebaliknya.
b) Tidak diselingi kata-kata lain
c) Tidak dita’likkan (digantungkan) dengan hal lain. Misal, jika bapakku
mati, maka barang ini aku jual padamu.
d) Tidak dibatasi waktu. Misal, barang ini aku jual padamu satu bulan saja
(Ibnu Mas’ud & Zainal Abidin: 26-29).

4. Macam-Macam Jual Beli


Jual Beli ada tiga macam yaitu:
1. Menjual barang yang bisa dilihat

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Hukumnya boleh/sah jika barang yang dijual suci, bermanfaat dan memenuhi
rukun jual beli.
2. Menjual barang yang disifati (memesan barang)
Hukumnya boleh/sah jika barang yang dijual sesuai dengan sifatnya (sesuai
promo).
3. Menjual barang yang tidak kelihatan
Hukumnya tidak boleh/tidak sah.
Boleh/sah menjual sesuatu yang suci dan bermanfaat dan tidak
diperbolehkan/tidak sah menjual sesuatu yang najis dan tidak bermanfaatin.
(Imam Ahmad bin Husein: 30).

Rangkuman
Jual beli merupakan perkara yang diperbolehkan oleh agama berdasarkan ayat suci
alquran, hadis dan ijma’ ulama. Jual beli yang diperbolehkan oleh agama, selama
tidak mengandung riba. Hal ini sesuai dengan bunyi alquran surat Al-Baqarah (275).
Transaksi jual beli menjadi sah ketika mempunyai syarat dan rukun yang dipenuhi,
seperti adanya penjual dan pembeli, adanya barang, dan akad antara penjual dan
pembeli.

Tugas
Guna menguji kepekaan dalam memahami prinsip dasar jual beli dalam islam, berikut
ini ada tugas kelompok yang perlu dipecahkan bersama:
1. Jelaskan syarat dan rukun jual beli dalam islam sebagaimana yang tercantum
dalam nash Alquran dan Hadis?
2. Tulislah dalil naqli dan aqli tentang jual beli

Tes Formatif

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan bahan materi yang telah dibahas di
dalam bab ini.
1. Berikut ini ayat yang menjelaskan jual beli
a. Al-Baqarah (270)
b. Al-Fathir (20)
c. Al-Baqarah (275)
d. An-Nisa’ (39)
2. Diantara uraian berikut, mana yang benar tentang jual beli, kecuali
a. Ada penjual
b. Ada pembeli
c. Ada akad
d. Ada orang ketiga
3. Ada berapa rukun jual beli
a. 5
b. 4
c. 2
d. 3
4. Manakah yang benar berikut ini tentang macam-macam jual beli
a. Barang yang dijual dapat dilihat
b. Barang dapat disifati
c. Barnag yang dijual tidak dapat kelihatan
d. Barang yang dijual bukan milik pribadi
5. Apa landasan hukum jual beli?
a. Alquran
b. Hadis
c. Kesepakatan penjual dan Pembeli
d. Ijma’ Ulama

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


KEGIATAN BELAJAR 2 : JUAL BELI KHUSUS
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Memahami dan menguasai macam-macam jual beli khusus; Salam
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
1. Mempelajari jual beli khusus dalam islam, Salam
2. Mempelajari halal dan haram akad salam
3. Mempelajari dasar hukum salam

Pokok-Pokok Materi
1. Pengertian Salam
2. Rukun Salam
3. Dalil hukum salam

Uraian Materi
1. Pengertian dan Dasar Hukum Salam
Secara bahasa, salam (‫ )ملس‬adalah al-i'tha' (‫ )ءاطعلإا‬dan at-taslif (‫تلا‬LL‫ )فيلس‬yang berarti
pemberian.2 Sedangkan secara istilah, salam didefinisikan sebagai ( ‫طعي‬L‫فوصوم عيب الجاع ى‬
L‫دبب ةمذلا يف‬L‫ )ل‬artinya jual-beli barang yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan
dengan imbalan (pembayaran) yang dilakukan saat itu juga.
Secara sederhana, salam dapat dikatakan sebagai jual beli dengan hutang. Jual
beli ini biasanya menghutangkan barang dengan pembayaran uang tunai. Hal ini
berkebalikan dengan kredit, di mana, kredit barang diserahkan terlebih dahulu,
sedangkan uang pembayaran menjadi hutang.
Dasar diperbolehkannya salam tertera di dalam Alquran, hadis dan ijma ulama.
‫هوبتكاف ىمسم لجأ ىلإ نيدب متنيادت اذإ اونمآ نيذلا اهيأ اي‬

2 Salam yang dimaksud dalam pembahasan ini terdiri dari tiga huruf : sin-lam-mim (‫)ملس‬, artinya adalah
penyerahan dan bukan berarti perdamaian. Dari kata salam inilah istilah Islam punya akar yang salah satu
maknanya adalah berserah- diri. Sedangkan kata salam yang bermakna perdamaian terdiri dari 4 huruf, sin-lam-
alif-mim (‫)مالس‬.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (QS. Al-
Baqarah : 282)

‫ سامبع نمبا لاق‬: ‫ةميْلا هذمه أرمق ممث هميف نذأو همباتك يمف هللا لمحأ دمق ىممسم لمجأ ىمإل نومم مال فلمسال نأ دهمشأ‬
)‫أ‬LLLLLLLLL‫(هدنسم يف يعفاشلا هجرخ‬
Ibnu Al-Abbas berkata, Aku bersaksi bahwa akad salaf (salam) yang ditanggung
hingga waktu yang ditentukan telah dihalalkan Allah dalam Kitab-Nya dan Dia
telah mengizinkannya. Kemudian beliau membaca ayat ini. (HR Asy-Syafi'i
dalam musnadnya)
Di dalam As-Sunnah An-Nabawiyah, dalil salam diriwayatkan dalam hadits Ibnu
Abbas RA.
‫لامق امهنع هللا يضر سابع نبا نع‬: ‫يمبنلا مدمق‬ ‫لامقف نيتنمسلاو ةنمسلا راممرلا يمف نوفلمسي ممهو ةمنيدملا‬: ‫نمم‬
‫ هيلع قفتم‬- ‫مولعم لجأ ىلإ مولعم نزوو مولعم ليك يف فلسيلف رمت يف فلسأ‬
Ibnu Abbas RA berkata bahwa ketika Nabi SAW baru tiba di Madinah, orang-
orang madinah biasa meminjamkan buah kurma satu tahun dan dua tahun.
Maka Nabi SAW bersabda,"Siapa yang meminjamkan buah kurma maka
harus meminjamkan dengan timbangan yang tertentu dan sampai pada masa
yang tertentu”. (HR. Bukhari dan Muslim)
‫ىَّبأ نب نمحرلا دبع نعو‬، ‫و‬L‫لاامق اممهنع هللا يمضر ىمفوأ يمبأ نمب هللا دمبع‬: ‫هللا لومسر عمم منامغملا َيم ن امنك‬
: ‫ كلذ نع‬- ‫مص يراخبلا هاور‬L‫ميلع هللا ىل‬L‫مكو ملمسلو ه‬L‫منيت ي نا‬L‫مبنأ ا‬L‫مم طا‬L‫مبنأ ن‬L‫مشلا طا‬L‫مسنف ما‬L‫و مَ يَّبلاو ريعمشلاو ةمطنحلا يمف مهفل‬L L‫مياور يمف‬L‫ة‬
‫ليق ىمسم لجأ ىلإ تَّيلاو‬: ‫لااق عرز مهل ناكأ‬: ‫مهل سن انك ام‬
Abdurrahman bin Abza dan Abdullah bin Auf RA keduanya mengatakan,"Kami
biasa mendapat ghanimah bersama Rasulullah SAW. Datang orang-orang dari
negeri syam. Lalu kami pinjamkan kepada mereka untuk dibayar gandum atau
sya’ir atau kismis dan minyak sampai kepada masa yang telah tertentu. Ketika
ditanyakan kepada kami,"Apakah mereka itu mempunyai tanaman?”. Jawab

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


kedua sahabat ini,"Tidak kami tanyakan kepada mereka tentang itu”. (HR
Bukhari dan Muslim)
Ibnu Al-Munzir menyebutkan bahwa semua orang yang kami kenal sebagai ahli
ilmu telah bersepakat bahwa akad salam itu merupakan akad yang dibolehkan (Ibnu
Qudamah, JIlid 4: 304).

2. Rukun Akad Salam


Rukun di dalam akad salam harus ada ijab dan qabul, dengan sebuah pernyataan
dari penjual: seperti aslamtuka (aku jual secara salam) atau aslaftuka (aku jual secara
salaf), atau dengan kata-kata yang mudah dipahami oleh penjual dan pembeli.3
Sementara, pembeli menjawabnya: qabiltu (saya terima), atau radhitu (saya rela),
atau kata lain yang bermakna persetujuan (kitab Al-Badai' jilid 5 halaman 201dan
Kitab Al-Muhadzdzab jilid 3 halaman 104) .4 Dalam melakukan akad salam, penjual
dan pembeli harus ada di tempat. Penjual biasanya disebut musallim (‫)ملسم‬, sedangkan
pembeli disebut musallam ilaihi (‫)هيإل ملسم‬. Keduanya memiliki syarat ahliyah atau
wilayah. Syarat ahliyah, pemiliknya orang yang beragama Islam, aqil, baligh,
rasyid.5
Sedangkan syarat wilayahorang yang menjadi wali yang mewakili pemilik
aslinya dari uang atau barang, dengan penujukan yang sah dan berkekuatan hukum
sama.
Karena dalam akad salam harus ada uang dan barang, maka uang digunakan
sebagai alat pembayaran dan barang sebagai benda yang diperjual-belikan. Uang
dalam akad salam disebut ra'sul maal (‫)لامال سأر‬, dan barang dalam akad salam
disebut musallam fiihi (‫)هيف ملسم‬.
3. Syarat Akad Salam
Syarat sahnya akad salam harus ada uang dan barang. Uang yang digunakan
dalam akad salam harus memenuhi kriteria:

3 Misalnya lafadz : A'thaituka salaman (aku serahkan kepadamu secara salam)


4 Lihat kitab Al-Badai' jilid 5 halaman 201dan Kitab Al-Muhadzdzab jilid 3 halaman 104
5 Rasyid sering diartikan sebagai orang yang tidak gila, bodoh, budak, idiot, mabuk, ayan, dipaksa dan seterusnya.

Lihat
Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com
Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu jilid 7 halaman 160-166

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


 Jenis nilainya. Uang yang digunakan harus jelas nilai dan kursnya. Misalnya,
apakah uang yang digunakan berbentuk rupiah atau dollar.
 Harus tunai. Akad salam mensyaratkan uang tunai, tanpa ada cicilan atau apa
pun. Diperbolehkan menunda pembayaran asalkan jelas tanggal dan waktu
pembayarannya. Hal ini sesuai hadis Barang yang diperjual belikan
dalam akad salam memiliki syarat sebagai berikut;
 Spesifikasi barang. Barang yang dijual dalam akad salam harus ditetapkan
dengan spesifikasi tertentu. Misalnya, seorang pedagang menjual HP merk
Samsung tipe J series sesuai kesepakatan penjual dan pembeli. Penjual
diperbolehkan menjual Samsung J Series pada pembeli lain, asalkan di waktu
yang ditentukan, ia bisa memberikan barang kepada pembeli dalam akad
salam. Disini, setiap kriteria yang diinginkan harus ditetapkan dan dipahami
kedua belah pihak, sehingga pada waktu yang telah disepakati, tidak ada
komplain terhadap barang yang diperjual-belikan.
 Barang tidak diserahkan saat akad. Akad salam akan gugur, jika barang
diserahkan saat terjadi akad. Hal ini sesuai hadis:
‫ هيلع قفتم‬- ‫مولعم لجأ ىلإ مولعم نزوو مولعم ليك يف فلسيلف رمت يف فلسأ نم‬
Siapa yang meminjamkan buah kurma maka harus meminjamkan dengan
timbangan yang tertentu dan sampai pada masa yang tertentu”. (HR. Bukhari dan
Muslim)
 Batas penyerahan barang.6 Ada beberapa pendapat tentang penyerahan barang
ini; ada madzhab Hanafiyah mensyaratkan minimal setengah hari dan tidak
boleh kurang; ibu Hakam membolehkan satu hari; Ibnu Wahab
mensyarakatkan minimal penyerahan barang 2 atau 3 hari sejak akad; dan
ulama lain mensyaratkan batasnya cuma 3 hari.
 Harus jelas waktu penyerahan. Penjual dan pembeli harus memperjelas
penyerahan barang (jatuh tempo). Jatuh tempo disini, harus jelas, tanggal,

6 Lihat Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah jilid 25 halaman 213-214

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


bulan, tahun, atau jumlah hari atau minggu sesuai akad antara penual dan
pembeli. Rasulullah bersabda:
‫ مولعم لجأ ىلإ‬. ‫هيلع قفتم‬
Hingga waktu (jatuh tempo) yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak)
pula." (Muttafaqun 'alaih)
 Barang memungkinkan untuk diserahkan pada waktunya. Penjual dan pembeli
harus memperhitungkan ketersediaan barang pada saat jatuh tempo, demi
terhindar dari tipu-menipu atau mengambil keuntungan sebelah pihak. Orang
tidak boleh memesan barang yang sifatnya untung-untungan, seperti memesan
buah musiman. Nabi bersabda :
.‫رارض لاو ررض ال‬. ‫ينابللأا هنسحو ةجام نباو دمحا هاور‬
Tidak ada kemadharatan atau pembalasan kemadhorotan dengan yang lebih
besar dari perbuatan. (Riwayat Ahmad, Ibhnu Majah dan dihasankan oleh Al
Albany)
 Tempat penyerahan barang harus jelas. Seorang penjual diperbolehkan
mendatangkan barang dari mana saja. Hal ini demi memudahkan penjual,
karena bisa jadi penjual tidak bisa mendatangkan barang dari ladangnya
sendiri, sehingga ia harus membeli dari orang lain.

Rangkuman
Akad salam diperbolehkan di dalam agama islam selama tidak mengandung riba.
Salam berarti jual beli dengan sistem hutang. Akad salam biasanya dilakukan
dengan menghutangkan barang dengan uang tunai. Hal ini sesuai dengan anjuran
al-Quran dan Hadis. Rukun dan syarat akad salam berupa jelas nilai dan kursnya,
ada spesifikasi yang jelas tentang barang dan ada batas penyerahan barang.

Tugas

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Guna menguji pemahaman terkait dengan akad salam dan jual beli, perlu
dipahami dengan pertanyaan berikut ini;
1. Uraikan apa perbedaan akad salam dan jual beli dengan sistem kredit?
2. Bagaimana menghindari riba dalam akad salam?

Tes Formatif
1. Salam berasal dari kata?
a. Taslim
b. Aslama
c. Sallim
d. Musallim fihi
2. Ayat yang menjelaskan diperbolehkannya akad salam sebagai berikut
a. An-Nisa’ (81)
b. Al-fath (12)
c. Al-Baqarah (282)
d. An-Naas (2)
3. Apa sebutan untuk penjual akad salam?
a. Musallim fihi
b. Musallim
c. Musailamah
d. Musnad
4. Diantara akad salam yang benar adalah
a. Penjual menyepakati penjualan HP Samsung J Series, tetapi yang
diberikan Samsung A Series
b. Penjual menyerahkan barang kepada pembeli satu bulan setelah terjadinya
akad salam
c. Penjual menyerahkan barang satu hari kemudian
d. Pembeli mencicil pembayaran

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


5. Di antara berikut ini mana yang termasuk syarat akad salam
a. Ada barang dan uang
b. Sistem kredit
c. Barang tidak jelas kepemilikannya
d. Barang diserahkan saat transaksi jual beli

KEGIATAN BELAJAR 3 : ISTISHNA’


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Memahami dan menguasai macam-macam jual beli khusus; Istisna’

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Mempelajari jual beli istishna’ dalam islam
2. Mempelajari halal dan haram istishna’
3. Mempelajari dalil hukum istishna’

Pokok-Pokok Materi
1. Pengertian Istishna’
2. Rukun Istishna’
3. Syarat Istishna’

URAIAN MATERI
1. Pengertian Ishtisna’
Istishna' adalah bentuk ism mashdar dari kata dasar istashna'a-yastashni'u.
Artinya meminta orang lain untuk membuatkan sesuatu untuknya. Misalnya, orang
mengatakan istashna'a fulan baitan, kita meminta orang lain untuk membuatkan
rumah.7

7 Lihat Lisanul Arab pada madah ( ‫)عنص‬

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Menurut sebagian ulama madzhab Hanafiyah, Istishna’ dapat diartikan sebagai
sebuah akad untuk sesuatu yang tertanggung dengan syarat pengerjaannya. Misalnya,
satu orang menemui seorang desainer, lalu berkata: buatkan saya desain logo untuk
perusahaan saya dengan harga sekian juta. Lalu, sang desainer menerimanya, berarti
mereka telah melakukan kesepakatan istishna’ (Badai'i As shanaai'i oleh Al Kasaani
jilid 5 hlm. 2).
Menurut mazhab Hanabilah, istilah istishna’ berarti jual beli barang yang belum
dimilikinya yang tidak termasuk dalam akad salam. Ulama madzhab tersebut
menyamakan dengan jual beli dan pembuatannya. Sementara, menurut madzhab
Malikiyah dan Syafi'iyah mendeskripsikan akad istishna’ dengan akad salam.
Sehingga, pengertiannya berarti suatu barang yang diserahkan kepada orang lain
sesuai dengan cara pembuatannya (Raudhatuthalibin oleh An-Nawawi jilid 4 hlm. 26
dan Al-Muhadzdzab jilid 1 hlm. 297).
Akad istishna’ dapat dikatakan sebagai sebuah transaksi jual beli yang terjadi
antara pemesan sebagai pihak pertama dan produsen sebagai pihak kedua. Produsen
sebagai pihak kedua membuatkan barang atau sesuatu sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh pihak pertama sebagaimana kesepakatan yang terjalin di awal.
Dalil naqli yang menjelaskan perihal dibolehkannya akad ini sebagai berikut:
‫ابرلا مرحو عيبلا هللا لحأو‬
Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (Qs. Al
Baqarah: 275)
Ayat ini memang bersifat umum dalam sebuah transaksi jual beli. Namun, sifat
keumuman ini berarti membolehkan akad istishna’, asalkan terhindar dari riba. Segala
transaksi diperbolehkan selama tidak ada dalil kuat yang mengharamkannya.
Dalam sebuah Hadis diterangkan:
‫هدي ىف هضايب‬. ‫هللا ىبن نأ هنع هللا يضر سنأ نع ملسم هاور‬ ‫هيلع اباتك لاإ نولبقي ال مجعلا نإ هل ليقف مجعلا ىلإ َتكي نأ دارأ ناك‬
‫متاخ‬. ‫ة ف نم امتاخ عنطصاف‬.‫لاق‬:‫ىلإ رظنأ ىن ك‬

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja non-Arab,
lalu dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja non-Arab tidak sudi menerima
surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar ia dibuatkan cincin
stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku
dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau." (HR. Muslim)
Hadis di atas menjelaskan sebuah deskripsi bahwa akad istishna’ telah dilakukan
oleh Nabi sesuai ajaran islam dan itu artinya diperbolehkan secara hukum fiqhiyyah
(Fathul Qadir oleh Ibnul Humaam 7/115).
Kalangan ulama bersepakat bahwa istishna' merupakan akad yang dibolehkan dan
telah diaplikasikan sejak dahulu tanpa ada sahabat atau ulama yang mengingkarinya.
Artinya, istishna’ diperbolehkan secara nash dan dilakukan oleh orang terdahulu.
Sehingga, adanya pelarangan seolah menjadi kurang tepat (Al Mabsuth oleh As
Sarakhsi jilid 12 hlm. 138; Fathul Qadir oleh Ibnul Humaam jilid 7 hlm. 115) .
‫ميرحتال ىلع ليلدال لدي ىتح ةحابلإا ءايشلأا يف لصلأا‬
Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang
menunjukkan akan keharamannya.
Di era modern, kebutuhan orang mulai beragam dan bervariasi. Maka, akad jual
beli istishna’ seolah menemukan bentuk pengaplikasiannya. Artinya, ketika orang
membutuhkan seuatu barang dengan spesifikasi dan kriteria tertentu yang diinginkan,
tetapi kesulitan di dapatkan di pasar, maka solusinya, tentu dengan memesan pada
produsen.
Sehingga, apabila pemesanan semacam itu diharamkan, maka bagaimana
masyarakat akan memecahkan persoalan kebutuhan hidupnya. Tentu, hal semacam
ini perlu dipecahkan dan disikapi secara serius demi kelangsungan hidup masyarakat
(Badai'i As-Shanaai'i oleh Al Kasaani jilid 5 hlm. 3).
2. Rukun Istishna’

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Akad istishna' memiliki 3 rukun yang harus terpenuhi agar akad itu benar-benar
terjadi : [1] Kedua-belah pihak, [2] barang yang diakadkan dan [3] shighah (ijab
qabul).
 Adanya pemesan dan produsen. Disini, pemesan biasanya disebut
mustashni' (‫ملا‬L‫ )عن تس‬sebagai pihak pertama. Sedangkan produsen sebagai
pihak kedua disebut shani' (‫)عنا لا‬.
 Barang yang diakadkan/diperjualbelikan. Barang yang diakadkan disebut
al-mahal (‫)لحملا‬. Dalam akad jual beli istishna’, objeknya adalah benda
atau barang harus dihadirkan atau dibuat (Al-Mabsuth jilid 12 hlm.159).
Sebagian ulama berpandangan dibolehkannya akad bukan barang. Tetapi,
akad tersebut bisa berupa jasa, asalkan kedua belah pihak saling
menyepakati (Fathul Qadir jilid 5 halaman 355).
 Adanya ijab qabul. Ijab berarti lafadz dari pemesan yang meminta kepada
produsen untuk membuatkan barang atau jasa dengan imbalan yang
ditentukan. Sedangkan, qabul berarti penerimaan atau jawaban dari pihak
produsen bahwa ia siap membuat atau menyediakan barang atau jasa
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemesan..
3. Syarat Istishna’
Ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi dalam akad istishna’, seperti:
 Adanya penyebutan dan kesepakatan kriteria barang dan jasa yang akan
dilangsungkan, agar tidak ada kesalahpahaman antara kedua belah pihak.
Hal ini penting, agar saat penyerahan barang atau jasa benar-benar sesuai
dengan kriteria yang diinginkan oleh pemesan.
 Tidak ada batasan waktu penyerahan barang. Dalam akad istishna’,
seorang produsen atau pemesan tidak boleh memerikan tenggat waktu,
karena jika pemesan memberikan tenggat waktu, maka akadnya berubah
menjadi akad salam. Hal ini disampaikan oleh Imam Abu Hanifah.
Sementara, sebagian dari ulama Hanafiyah (Abu Yusuf dan Muhammad

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


bin Hasan) berpendapat, tidak menjadi persoalan ada tenggat waktu,
karena masyarakat terdahulu memang melakukan akad semacam itu. Dan,
akad tersebut tidak akan berubah menjadi akad salam. Dapat dikatakan,
bahwa tidak ada alasan untuk menentukan batasan waktu penyerahan
barang, karena tradisi masyarakat tidak berbeda pendapat soal dalil dan
hukum syar’inya.8
 Barang yang dipesan adalah barang yang telah biasa dipesan dengan akad
istishna'. Persyaratan ini sebagai imbas langsung dari dasar dibolehkannya
akad istishna'. Telah dijelaskan di atas bahwa akad istishna' dibolehkan
berdasarkan tradisi umat Islam yang telah berlangsung sejak dahulu kala.
Dengan demikian, akad ini hanya berlaku dan dibenarkan pada barang-barang
yang oleh masyarakat biasa dipesan dengan skema akad istishna'. Adapun selainnya,
maka dikembalikan kepada hukum asal
Akan tetapi, dengan merujuk dalil-dalil dibolehkannya akad istishna', maka
dengan sendirinya persyaratan ini tidak kuat. Betapa tidak, karena akad istishna'
bukan hanya berdasarkan tradisi umat islam, akan tetapi juga berdasarkan dalil dari
Al Qur'an dan As Sunnah. Bila demikian adanya, maka tidak ada alasan untuk
membatasi akad istishna' pada barang-barang yang oleh masyarakat biasa dipesan
dengan skema istishna' saja.
4. Hakikat Akad Istishna'
Ulama mazhab Hanafi berbeda pendapat tentang hakekat akad istishna' ini.
Sebagian menganggapnya sebagai akad jual-beli barang yang disertai
dengan
syarat pengolahan barang yang dibeli, atau gabungan dari akad salam dan jual-beli
jasa (ijarah) (Al Mabsuth oleh As-Syarakhsi jilid 12 hlm. 139 dan Badai'i As-
Shanaai'i oleh Al Kasaani jilid 5 hlm.3).
Sebagian lainnya menganggap sebagai 2 akad, yaitu akad ijarah dan akad jual
beli. Pada awal akad istishna', akadnya adalah akad ijarah (jualjasa). Setelah
barang

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


8 Al Mabsuth oleh As-Syarakhsi jilid 12 halmaan 140 Badai'i As Shanaai'i oleh Al Kasaani jilid 5
halaman 3

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


jadi dan pihak kedua selesai dari pekerjaan memproduksi barang yang dipesan,
akadnya berubah menjadi akad jual beli (Fathul Qadir Ibnul Humam jilid 7 halaman
116).
Nampaknya pendapat pertama lebih selaras dengan fakta akad istishna'. Karena
pihak 1 yaitu pemesan dan pihak 2 yaitu produsen hanya melakukan sekali akad. Dan
pada akad itu, pemesan menyatakan kesiapannya membeli barang-barang yang
dimiliki oleh produsen, dengan syarat ia mengolahnya terlebih dahulu menjadi barang
olahan yang diingikan oleh pemesan.
5. Apakah Istishna' Akad Yang Mengikat?
Imam Abu Hanifah dan kebanyakan pengikutnya menggolongkan akad istishna'
ke dalam jenis akad yang tidak mengikat. Dengan demikian, sebelum barang
diserahkan keduanya berhak untuk mengundurkan diri akad istishna'; produsen
berhak menjual barang hasil produksinya kepada orang lain, sebagaimana pemesan
berhak untuk membatalkan pesanannya.
Sedangkan Abu Yusuf murid Abu Hanifah menganggap akad istishna' sebagai
akad yang mengikat. Dengan demikian, bila telah jatuh tempo penyerahan barang,
dan produsen berhasil membuatkan barang sesuai dengan pesanan, maka tidak ada
hak bagi pemesan untuk mengundurkan diri dari pesanannya. Sebagaimana produsen
tidak berhak untuk menjual hasil produksinya kepada orang lain (Fathul Qadir oleh
Ibnul Humamm 7/116-117 & Al Bahru Ar Raa'iq oleh Ibnu Nujaim 6//186).

Rangkuman
Akad istishna’ berasal dari isim masdar yang berarti meminta orang lain membuatkan
sesuatu. Istishna’ dapat pula diartikan sebagai jual beli dengan sistem pembayaran di
muka dan barang didapatkan belakangan. Hal ini berbeda dengan sistem kredit.
Landasan hukum istishna’ ada di dalam alquran, hadis dan ijma’ ulama. Dalam akad
istishna’ penjual harus hati-hati karena bisa terjemus pada akad salam jika salah
dalam kesepakatan awal. Ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu adanya
penyebutan

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


dan kriteria barang yang dipesan, tidak adanya batasan waktu penyerahan dan
adanya ijab qabul.

Tugas
1. Bagaimana anda membedakan akad istishna’ dengan sistem kredit?
2. Menurut anda apa manfaat dari akad istishna’ dalam sistem ekonomi?

Tes Formatif
1. Apa yang boleh diakadkan dalam istishna’?
a. Sabun
b. Roti
c. Beras
d. Logo
2. Mengapa akad istishna’ penting di era modern?
a. Memudahkan orang memenuhi kebutuhan
b. Membuat orang semakin cepat bertansaksi jual beli
c. Membuat orang semakin cepat mendapatkan barang
d. Adanya kelangkaan barang
3. Rukun akad istina’ ada tiga kecuali
a. Ada penjual dan pembeli
b. Ada barang yang diperjualbelikan
c. Ada kesepakatan
d. Ada ijab qabul
4. Yang dimaksud dengan mustashni’ adalah:
a. Pemesan
b. Produsen
c. Penjual
d. pembeli

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


5. pak Ali adalah seorang desainer logo terkenal di Yogyakarta. Dalam satu hari
paling sedikitnya ada 5 orang yang datang untuk memesan dibuatkan logo
kepadanya. Pak Ali dalam hal ini disebut:
a. Mustashni;
b. Shani’
c. Al-Mahal
d. Musallam

KEGIATAN BELAJAR 4 : BAI’ BITSAMAN ‘AJIL


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Memahami dan menguasai macam-macam jual beli khusus; Bai’ Bitsaman ‘Ajil

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Mempelajari jual beli Bai’ Bitsaman ‘Ajil dalam islam
2. Mempelajari halal dan haram jual beli Bai’ Bitsaman ‘Ajil
3. Mempelajari dasar hukum jual beli Bai’ Bitsaman ‘Ajil

Pokok-Pokok Materi
1. Pengertian Bai’ Bitsaman ‘Ajil
2. Rukun Bai’ Bitsaman ‘Ajil
3. Syarat Bai’ Bitsaman ‘Ajil

URAIAN MATERI
1. Pengertian Bai’ Bitsaman ‘Ajil
Bai` Bits-Tsaman Ajil dapat dikatakan sebagai istilah baru dalam literatur fiqih islam,
walaupun secara aplikatif, telah dilakukan oleh masyarakat sejak dahulu. Secara
harfiyah, Bai`maknanya adalah jual-beli atau transaksi. Tsaman maknanya harga dan
Ajil maknanya bertempo atau tidak tunai.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Bai` Bits-Tsaman Ajil dapat dikatakan sebagai jual beli yang uangnya diberikan
secara bertahap atau belakangan/ditangguhkan. Artinya, harga barang bisa berbeda
ketika barang tersebut dibeli secara tunai. Contohnya, jika HP dibeli secara tunai
seharga 2,5 juta, maka karena ditangguhkan harganya, bisa berharga 3 juta. Artinya,
harga tersebut bisa menyesuaikan dengan naik-turunnya harga.
Bagaimana menentukan halal dan haramnya harga dalam Bai` Bits-Tsaman Ajil?
Dalam transaksi ini, ketika harga dan barang telah disepakati sejak awal, maka
akadnya halal. Akan tetapi, jika harga mark-up tidak ditentukan sejak pertama kali
transaksi, dan memungkinkan di perjalanan waktu, ada perubahan harga, maka akad
tersebut tidak diperbolehkan. Karena barang berpotensi naik dan turun di masa depan.
Artinya, harga harus ditetapkan dan ditentukan sejak awal, dan tidak ada lagi
perubahan waktu pelunasan harga.
Berikut ini kami sajikan beberapa contoh Bai` Bits-Tsaman Ajil:
 Transaksi jual beli antara harga tunai dan kredit berbeda. Di mana harga
kredit lebih tinggi dari harga tunai. Misalnya, orang menjual HP dengan harga
tunai 1,5 juta, maka harga kredit menjadi 2 juta.
 Transaksi jual beli yang tidak ada kejelasan apakah tunai atau kredit.
Misalnya, harga barang 1 juta tunai dan 2 juta kredit. Kedua belah pihak tidak
menentukan mana yang akan diambil; tunai atau kredit. Hal ini tidak
diperbolehkan atau dilarang oleh agama.
 Membeli harga barang dengan tangguhan, tetapi dengan persyaratan akan
dijual kembali kepada pihak produsen dengan harga yang lebih rendah. Hal
ini diharamkan di dalam islam, karena mengandung riba.
 Transaksi jual beli dengan syarat penjualan lagi. misalnya, Roni membeli
rumah seharga 2 milyar dari Budi dengan syarat Budi membeli tanah Roni
dengan harga 2 milyar. Transaksi ini dilarang, karena masuk bai’u wa syart.
 Transaksi dengan syarat mengambil manfaat. Misalnya, Edi menjual
rumahnya kepada Deni tetapi dengan syarat, Edi akan menempatinya terlebih

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


dahulu selama 1 tahun. Transaksi ini memiliki perbedaan pendapat di
kalangan ulama. Madzhab Malikiyah dan Hanabilah membolehkan, tetapi
madzhab Syafiiyah melarang transaksi seperti ini.
2. Kebutuhan Transaksi Bai` Bits-Tsaman Ajil
Jenis transaksi ini dalam islam memiliki keuntungan, keringanan dan
kemudahan. Hal ini dikarenakan, tidak semua orang dapat membeli keinginannya
secara kontan dan tunai. Kadang, orang tidak dapat memiliki kebutuhan hidupnya
hanya dengan sekali bayar. Seorang karyawan akan kesulitan memenuhi kebutuhan
hidupnya untuk membeli rumah, tanah atau mobil mengingat gaji bulanannya yang
tidak mencukupi.
Orang yang memiliki penghasilan pas-pasan, boleh saja menabung uangnya
untuk dibelikan ketika uangnya cukup. Akan tetapi, di tengah kehidupan yang serba
cepat dan harga yang cenderung terus naik/meningkat, orang cenderung berusaha
memenuhi kebutuhannya sesegera mungkin. Sehingga, jika pun harus menabung,
membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan barang yang diinginkan. Selain itu,
para penjual, biasanya berusaha untuk membuat barangnya segera laku. Karena, jika
barang tidak laku, maka kerugian akan ditanggung penjual. Solusinya, penjual akan
melakukan transaksi dengan cara menjual barang secepat mungkin, walau pun
pembayarannya ditangguhkan terlebih dahulu.
Disini, antara pembeli dan penjual sama-sama memiliki kepentingan. Pembeli
butuh barang, dan penjual butuh barangnya segera laku. Maka, jalan keluarnya
dengan melakukan transaksi Bai` Bits-Tsaman Ajil.
3. Bai` Bits-Tsaman Ajil dan Sistem Bank Syariah
Bai` Bits-Tsaman Ajil sebenarnya tidak hanya terbatas pada pembeli dan
penjual di pasar tradisional. Lembaga keuangan seperti Bank pun bisa melakukan
transaksi Bai` Bits-Tsaman Ajil . di mana, pihak Bank memiliki uang dan tidak
memiliki barang. Jika ada orang yang ingin membeli barang, pihak Bank boleh

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


menyediakan barang dengan cara membeli di pasar sesuai kebutuhan pembeli dengan
mengambil keuntungan tertentu. Selama tidak mengandung riba.
Prinsip dari jual beli adalah tukar menukar barang dengan uang. Di sini,
berlaku hukum bahwa barang yang dijual sudah harus milik dari penjual. Pihak Bank
berposisi sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli.
Akan tetapi, secara aplikatif, pihak Bank biasanya tidak akan melakukan
penjualan barang, tetapi meminjamkan uang atau mewakilkan kepada pembeli untuk
dibeli langsung barang yang dibutuhkan oleh pembeli ke pasar. Dalam proses ini,
biasa disebut wakalah atau ijaroh dengan konsekwensi hukum yang telah berlaku.
Akad muwakalah berupa pihak Bank mewakilkan pembeli untuk membeli
barang atau pihak bank meminta tolong pada pembeli untuk membelikan barang.
Namun, kepemilikan barang ketika dibeli tetap milik Bank. Pembeli hanya dititipi
untuk membeli barang. Pihak bank hanya perlu mengecek faktur pembelian kepada
pihak yang dititipi ketika disuruh membeli. Hal ini perlu dilakukan agar menghindari
terjadinya barang tidak dibeli dengan uang tersebut sehingga menjadi pinjaman uang
dengan pengembalian lebih.
Resiko yang muncul dalam proses pengadaan barang, bukan milik pembeli,
tetapi tanggung jawab penjual. Transaksi ini akan berlaku ketika barang sudah
diterima oleh pembeli dalam keadaan selamat. Dalam transaksi ini berlaku dua akad :
 Akad Wakalah : antara bank dengan nasabah. Dimana saat itu bank membeli
barang dari pihak ketiga dan pembeli saat itu bertindak sebagai wakil dari
pihak bank yang melakukan pembelian barang dari pihak ketiga.
 Akad Jual-beli Kredit : setelah barang telah terbeli maka si bank menjual
barang tersebut dengan harga yang disepakati dua pihak. Kemudian
pembayaran nasabah kepada bank dengan cara kredit atau tidak tunai.
4. Kelemahan Bai` Bits-Tsaman Ajil
Transaksi jual beli Bai` Bits-Tsaman Ajil sangat memungkinkan terjadi
kesalahpahaman dan melangkar hukum fiqih ketika kurang memahami prinsip

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


syariah dan begitu tipisnya perbedaan dengan akad yang lain. Misalnya, ketika pihak
bank menitipkan uang untuk membeli barang kepada pembeli yang akan dibeli oleh si
pembeli dengan harga yang lebih tinggi, ada celah yang bisa dimanfaatkan. Misalnya,
pembeli tidak membeli barang yang dimaksudkan dalam transaksi, tetapi digunakan
untuk keperluan lain, tetapi ketika jatuh tempo, pembeli akan melunasi pembayaran
yang telah disepakati di awal antara pihak bank dan pembeli.
Jika transaksi semacam ini terjadi, berarti tidak ada bedanya dengan pinjaman
uang berbunga. Alasan membeli barang hanya bentuk tipuan. Karena, secara aplikatif
yang terjadi adalah peminjaman uang dengan pengembalian melebihi peminjaman.
Dalam transaksi semacam itu telah terjadi transaksi riba yang dilarang, baik dalil
naqli atau aqli.
Jika pihak bank terjebak transaksi seperti diatas berarti telah hilang prinsip
syariahnya. Prinsip syariah yang digunakan hanya kedok untuk menipu umat. Maka,
bank yang berlabel syariah harus berhati-hati dalam melakukan transaksi agar tidak
melanggar aturan agama.
Di sini, penting kiranya, pihak bank merekrut para bankir atau karyawan yang
benar-benar memahami prinsip bank syariah. Karena, ketika bankir atau karyawan
tidak memiliki pemahaman ekonomi syariah, potensi penyalahgunaan atau kekeliruan
semakin besar terjadi.

Rangkuman
Bai` Bits-Tsaman Ajil dapat dikatakan sebagai istilah baru dalam literatur fiqih islam,
walaupun secara aplikatif, telah dilakukan oleh masyarakat sejak dahulu. Secara
harfiyah, Bai`maknanya adalah jual-beli atau transaksi. Tsaman maknanya harga dan
Ajil maknanya bertempo atau tidak tunai. Bai` Bits-Tsaman Ajil dapat dikatakan
sebagai jual beli yang uangnya diberikan secara bertahap atau
belakangan/ditangguhkan. Artinya, harga barang bisa berbeda ketika barang tersebut
dibeli secara tunai.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Tugas
1. Bagaimana pendapat anda tentang transaksi Bai` Bits-Tsaman Ajil di
era sekarang ini?
2. Apa manfaat transaksi Bai` Bits-Tsaman Ajil bagi masyarakat?

Tes Formatif
1. Andi membeli HP seharga 2 juta, tetapi karena uangnya belum cukup untuk
membayar tunai, maka ia menangguhkan pembayarannya di belakang. Akad
ini di sebut;
a. Pinjaman ke bank
b. Bai` Bits-Tsaman Ajil
c. Agunan
d. Jual beli
2. Salah satu bank di Indonesia yang pertama kali menerapkan sistem syariah
Islam adalah
a. BNI Syariah
b. Bank Muamalat
c. Bank Syariah Mandiri
d. Bank Indonesia
3. Andi seorang bankir, sedangkan Saiful seorang nasabah. Saiful hendak
membeli barang ke Andi. Andi meminta Saiful untuk mewakilinya membeli
ke pasar, disebut apakah kejadian ini?
a. Bai` Bits-Tsaman Ajil
b. Hutang-piutang
c. Jual beli
d. Akad muwakalah
4. Makna “tsaman” dalam istilah bai’ bits-Tsaman ajil adalah:

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


a. Harga
b. Rupa
c. Kontan
d. kredit
5. Bu Ridwan membeli seperangkat peralatan memasak seharga 1 juta rupiah.
Tetapi karena uangnya belum mencukupi maka ia dan penjual sama-sama
sepakat pembayaran satu juta tersebut di bayar tidak kontan. Hukum akad
seperti ini;
a. Haram
b. Makruh
c. Halal
d. Sunnah

Kunci Jawaban BAB 2


Kegiatan Belajar 1
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. C
2. D
3. D
4. D
5. C
Kegiatan Belajar 2
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. A
2. C
3. B
4. C
5. D

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Kegiatan Belajar 3
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. D
2. A
3. C
4. A
5. B
Kegiatan Belajar 4
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. B
2. B
3. D
4. A
5. C

BAB 3
KHIYAR
KEGIATAN BELAJAR 1 : PENGERTIAN KHIYAR
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Memahami dan menguasai khiyar dalam agama islam.
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
1. Mempelajari pengertian khiyar
2. Mempelajari Syarat dan Rukun
3. Memahami dasar hukum khiyar

Pokok-Pokok Materi
1. Pengertian khiyar
2. Syarat dan rukun khiyar

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


3. Dasar hukum Khiyar

Uraian Materi
1. Pengertian Khiyar
Khiyar, menurut bahasa artinya “memilih yang terbaik”. Sedangkan
pengertian khiyar menurut istilah syara’, “penjual dan pembeli boleh memilih antara
meneruskan atau mengurungkan jual-belinya”.
Tentunya dalam bisnis, khiyar adalah hal yang perlu dipertimbangkan dan
juga dipahami, baik oleh penjual ataupun pembeli. Khiyar dalam konteks jual beli
bisa memiliki beberapa maksud. Hal ini diantaranya adalah hak memilih yang
diberikan kepada dua belah pihak (penjual dan pembeli). Penjual dan pembeli
memiliki hak yang sama untuk melangsungkan jual beli serta mengikuti syarat-syarat
jual beli.
Tujuan adanya khiyar adalah agar kedua belah pihak (baik penjual ataupun
pembeli) tidak akan mengalami kerugian atau penyesalan setelah transaksi yang
diakibatkan dari sebab-sebab tertentu dari proses jual beli yang dilakukan. Atau hal
yang terkait mengenai barang ataupun harga. Berikut adalah penjelasan mengenai
khiyar dalam jual beli.
Setiap aturan islam pasti ada hikmah dan orientasi pemecahan masalah yang
dapat diselesaikan. Tentu begitupun dengan adanya aturan khiyar dalam proses
transaksi jual beli. Dengan adanya aturan khiyar, dapat diambil beberapa hikmah
yang luas. Hal ini adalah sebagai berikut:
 Dengan adanya khiyar dapat mempertegas adanya akad yang terdapat dalam
jual beli
 Membuat kenyamanan dan akan muncul kepuasan dari masing-masing belah
pihak
 Dengan adanya khiyar, maka penipuan dalam transaksi akan juga
terhindarkan, karena adanya kejelasan dan hak yang sudah jelas

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


 Masing-masing penjual dan pembeli dapat secara jujur dan transparan
melakukan proses transaksi
 Menghindarkan adanya perselisihan dalam proses jual beli
Adanya khiyar tentu sangat menjaga proses transaksi jual beli itu terlaksana
dengan baik. Umat islam yang baik dan taat terhadap aturan agama,maka hendaknya
memperhatikan masalah khiyar ini agar dapat terlaksana dengan lancar segala macam
transaksi bisnis yang dilakukannya. Masalah-masalah dalam transaksi jual beli
biasanya terjadi karena tidak ada kejujuran, keterbukaan, dan transparansi dari
masing-masing pihak. Khiyar ini juga sekaligus mengajarkan pada manusia bahwa
dalam sektor apapun juga harus dilaksanakan sesuai dengan aturan yang sesuai ajaran
agama islam.
1. Dasar hukum Khiyar
Dalil Al- Quran sebagaimana firman Allah SWT
‫عيبلآ للَّآ لحأو‬
Allah telah menghalalkan jual beli. (QS. Al – Baqarah : 275)
Lafal jual beli dalam ayat ini adalah umum meliputi akad jual beli dengan
begitu ia menjadi mubah (boleh) untuk semua termasuk khiyar (Abdul Aziz
Muhammad Azzam: 10).
Dalil Al- Quran sebagaimana Dari Ibnu Umar ia berkata : Telah bersabda
Nabi: “Penjual dan pembeli boleh melakukan khiyar selagi keduanya belum
berpisah, atau salah seorang mengatakan kepada temanya : pilihlah dan kadang-
kadang beliau bersabda atau terjadi jual beli khiyar.” (HR. Al-Bukhari).
Dari Abdullah bin Al-Harits ia berkata : Saya mendengar Hakim bin Hizam
dari Nabi, beliau bersabda : “Penjual dan pembeli boleh melakukan khiyar selama
mereka berdua belum berpisah. Apabila mereka berdua benar-benar dan jelas, maka
mereka berdua diberi keberkahan di dalam jual beli mereka, dan apabila mereka
berdua berbohong dan merahasiakan maka dihapuslah keberkahan jual beli mereka
berdua.” (HR. Al-Bukhari) (Basyir: 217.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Berdasarkan definisi tersebut khiyar dibagi dalam dua bagian:
 Khiyar Hukmiyah, yaitu khiyar yang melekat dalam akad. Jadi setiap kali ada
akad untuk menjaga maslahat pihak akad, maka khiyar ini ada tanpa
membutuhkan persetujuan pihak pihak akad. Khiyar yang termasuk adalah khiyar
ru’yah dan khiyar ‘aib.
 Khiyar Iradiyah, yaitu khiyar yang timbul karena ada kesepakatan antar pihak
akad. Khiyar yang termasuk adalah khiyar syarat dan khiyar ta’yin (Oni sahroni:
112).

‫امهعيب ةكرب تقحم امتك و ابذك ناو امهعيب ىف مهل كروب انيبو اقدص ناف اقرفتي ملام رايخالب ناعيبال‬
Artinya: Dua orang yang sedang melakukan transaksi jual beli ada hak
Khiyar selama keduanya belum pisah. Jika mereka jujur dan terbuka, maka jual beli
mereka akan diberkahi, dan jika keduanya saling mendustai dan tidak terbuka maka
jual beli mereka akan ditutup barakahnya.
‫رايخال عيب لاا اقرفتي ىتح امهنيب عيب ال نيعيب لك ملس و هيلع هللا لص هللا لوسر لاق‬
Rasulullah SAW bersabda tidak dikatakan ada jual beli antara dua orang
yang bertransaksi jual beli sampai mereka berpisah kecuali jual beli Khiyar (jual beli
yang dilakukan dengan memberikan hak pilih kepada masing-masing pihak).
Dua hadits diatas menunjukan adanya hak Khiyar bagi orang yang sedang
melakukan transaksi jual beli (M. Yazid Afandi, 76).

2. Macam-macam Khiyar
 Khiyar Majlis
Khiyar majlis sah menjadi milik si penjual dan si pembeli semenjak
dilangsungkannya akad jual beli hingga mereka berpisah, selama mereka berdua
tidak mengadakan kesepakatan untuk tidak ada khiyar, atau kesepakatan untuk
menggugurkan hak khiyar setelah dilangsungkannya akad jual beli atau seorang

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


di antara keduanya menggugurkan hak khiyarnya, sehingga hanya seorang yang
memiliki hak khiyar.
Dari Ibnu Umar ra, dari Rasulullah saw bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Apabila ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing dari
mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum berpisah dan mereka
masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya kepada pihak
yang lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar kepada yang lain
lalu terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka telah berpisah
sesudah terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di antara mereka tidak
(meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi (juga).” (Muttafaqun
‘alaih: Fathul Bari IV: 332 no: 2112, Muslim 1163 no: 44 dan 1531, dan Nasa’i
VII: 249).
Dan haram meninggalkan majlis kalau khawatir dibatalkan:
Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari datuknya bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Pembeli dan penjual (mempunyai) hak khiyar selama mereka belum
berpisah, kecuali jual beli dengan akad khiyar, maka seorang di antara mereka
tidak boleh meninggalkan rekannya karena khawatir dibatalkan.” (Shahih:
Shahihul Jami’us Shaghir no: 2895, ‘Aunul Ma’bud IX: 324 no: 3439 Tirmidzi II:
360 no: 1265 dan Nasa’i VII: 251).
 Khiyar Syarat (Pilihan bersyarat)
Yaitu kedua orang yang sedang melakukan jual beli mengadakan kesepakatan
menentukan syarat, atau salah satu di antara keduanya menentukan hak khiyar
sampai waktu tertentu, maka ini dibolehkan meskipun rentang waktu berlakunya
hak khiyar tersebut cukup lama.
Dari Ibnu Umar ra, dari Nabi saw Beliau bersabda, “Sesungguhnya dua orang
yang melakukan jual beli mempunyai hak khiyar dalam jual belinya selama
mereka belum berpisah, atau jual belinya dengan akad khiyar.” (Muttafaqun

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


‘alaih: Fathul Bari IV: 326 no: 2107, Muslim III: 1163 no: 1531 dan Nasa’i VII:
248).
 Khiyar Aib
Jika seseorang membeli barang yang mengandung aib atau cacat dan ia tidak
mengetahuinya hingga si penjual dan si pembeli berpisah, maka pihak pembeli
berhak mengembalikan barang dagangan tersebut kepada si penjualnya.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda “Barangsiapa membeli
seekor kambing yang diikat teteknya, kemudian memerahnya, maka jika ia suka
ia boleh menahannya, dan jika ia tidak suka (ia kembalikan) sebagai ganti
perahannya adalah (memberi) satu sha’ tamar.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari
IV: 368 no: 2151 dan lafadz ini bagi Imam Bukhari, Muslim III: 1158 no: 2151
dan lafadz ini bagi Imam Bukhari, Muslim III: no: 1524, ‘Aunul Ma’bud IX: 312
no: 3428 dan Nasa’i VII: 253).

Rangkuman
Secara bahasa khiyar dapat diartikan ‘’pilihan, kebebasan memilih, kemauan sendiri,
kebaikan, berdasarkan kemauan sendiri. Sedangkan menurut istilah yang disebutkan
didalam kitab fiqih islam yaitu ‘’khiyar artinya boleh memilih antara dua,
meneruskan aqad jual beli atau di urungkan, (ditarik kembali tidak jadi jual beli).
Cara menggugurkan khiyar ada tiga: penggguran jelas (sharih), pengguran dengan
dilalah, dan pengguguran khiyar dengan kemadharatan. Tujuan khiyar ialah agar
orang-orang yang melakukan akad jual beli tidak dirugikan dalam transaksi yang
mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai
dengan sebaik-baiknya.

Tugas
Untuk menguji kemampuan dalam pembahasan khiyar, perlu mengkaji pembahasan
di bawah ini;

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


1. Mengapa Khiyar diperlukan dalam jual beli
2. Apa manfaat yang diperoleh dari khiyar dalam kehidupan bermasyarakat?

Tes Formatif
1. Disebut hak khiyar dalam jual beli adalah hak untuk ….
a. memilih barang-barang yang akan dibeli
b. meneruskan atau membatalkan jual beli
c. menunda jual beli
d. meneruskan jual beli
2. Ada berapa macam Khiyar ?
a. 5
b. 4
c. 6
d. 3
3. Apakah Khiyar majlis itu ?
a. Memilih antara jadi jual beli atau tidak jadi selama pembeli dan penjual masih
berada di tempat jual beli.
b. Khiar cacat
c. Untuk melangsungkan akad jual beli atau membatalkannya apabila barang
tersebut cacat.
d. Menunda jual beli.
4. Apa yang dimaksud dengan khiyar aibi menurut bahasa ……..
a. Cacat
b. Bagus
c. Mahal
d. Murah
5. Berikut ini contoh dari khiyar aibi ………..

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


a. Membeli celana dengan perjanjian kalau tidak cocok ukurannya maka boleh
dikembalikan atau ditukar dengan yang lain.
b. Menghutang rokok pada warung sebelah dengan membayar minggu depan
c. Membarter beli beras dengan pisang satu tandan
d. Membeli tanpa kejelasan barangnya

KEGIATAN BELAJAR 2 : CARA MENGGUGURKAN KHIYAR


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Memahami dan menguasai khiyar dalam agama islam.
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
1. Mempelajari cara menggugurkan khiyar
2. Mempelajari Sebab-sebab berakhirnya khiyar

Pokok-Pokok Materi
1. Cara-cara Menggugurkan Khiyar
2. Sebab-Sebab berakhirnya Khiyar

Uraian Materi
1. Cara Menggugurkan Khiyar
Cara mengugurkan Khiyar ada tiga :
•Penguguran Jelas (Sharih)
Penguguran sharih ialah penguguran oleh orang yang berkhiyar, seperti
menyatakan,”Saya batalkan khiyar dan saya rida.”Dengan demikian,akad
menjadi lazim (sahih).Sebaliknya akad gugur dengan pernyataan,”Saya
batalkan atau saya gugurkan akad.”
•Pengguguran Dengan Dilalah
Pengguguran dengan Dilalah adalah adanya tasharuf (beraktifitas dengan
barang tersebut ) dari perilaku khiyar yang menunjukkan bahwa jual-beli jadi

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


dilakukan,seperti pembeli menghibahkan barang tersebut kepada orang
lain,atau sebaliknya, pembeli mengembalikan kepemilikan kepada penjual.
•Pengguran Khiyar dengan Kemadharatan
2. Sebab-Sebab Gugurnya Khiyar
a. Habis Waktu
Khiyar menjadi gugur setelah habis waktu yang tealah ditetapkan walaupun
tidak ada pembatalan dari yangberkhiyar.Dengan demikian akad menjadi
lazim. Hal ini sesuai dengtan pendapat ulama Syafi’iyah dan Hanbaliyah.
Menurut ulama Malikiyah,akad tidak lazim dengan berakirnya waktu,tetapi
harus ada ketetapan dari yang berkhiyar sebab khiyar bukan kewajiban.Oleh
karene itu,akad tidak gugur karna berkirnya waktu,contohnya,janji seorang
tuan terhadap budak untuk dimerdekakan pada waktu tertentu.Budak tersebut
tidak merdeaka karena berkhirnya waktu.
b. Kematian Orang yang Memberikan Syarat
Jika orang yang memberikan syarat meninggal dunia, maka khiyar menjadi
gugur, baik yang meninggal itu sebagai pembeli maupun penjual, lalu akad
pun menjadi lazim,sebab tidak mungkin menbatalkannya.Namun tetang
kewarisan syarat para ulama berbeda pendapat , antara lain :
Menurut ulama Hanafiyah, khiyar syarat tidak dapat diwariskan, tetapi gugur
dengan meninggalnya orang yang memberikan syarat.
Ulama hanbaliyah berpendapat bahwa bahwa khiyar menjadi batal dengan
meninggalnya orang yang memberikan syarat, kecuali jika ia mengamanatkan
untuk membatalkannya,dalam hal ini,khiyar menjadi kewajiban ahli waris
Ulama syafi’iyah dan malikiyah berpendapat bahwa khiyar menjadi
haknya ahli waris,dengan demikian,tidak gugur dengan meninggalnya
orang yang memberikan syarat.
c. Adanya hal-hal yang semakna dengan mati

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Khiyar gugur dengan adanya hal-hal yang serupa dengan mati, seperti gila,
mabuk, dan lain-lain. Dengan demikian,jika akal seseorang hilang karena gila,
mabuk, tidur, akadnya menjadi batal.
d. Barang rusak ketika masa khiyar
Tentang rusaknya barang ketika khiyar terdapat beberapa masalah,apakah
rusaknya setelah diserahkan kepada pembeli atau masih dipegang penjual dan
lain-lain,sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini :
Jika barang masih ditangan pembeli batallah jual-beli dan khiyar pun gugur.
Jika barang sudah pada tangan pembeli,jual beli batalnjika khiyar berasal dari
penjual,tetapi pembeli harus menggantinya.
Jika barang suadah ada ditangan pembeli dan khiyar dati pembeli,jual-beli
menjadi lazim dan khiyar pun gugur.
e. Adanya cacat pada barang
Dalam masalah ini terdapat beberapa penjelasan :
Jika khiyar berasal dari penjual, dan cacat terjadi dengan sendirinya, khiyar
gugur dan jual-beli batal. Akan tetapi, jika cacat karena perbuatan pembeli
atau orang lain, khiyar tidak gugur dan pembeli berhak khiyar dan
bertanggung jawab atas kerusakannya.Begitu juga dengan orang lain.
Jika khiyar berasal dari pembeli dan ada cacat, khiyar gugur, tetapi jual-beli
tidak gugur, sebab barang menjadi tanggung jawab pembeli.

Rangkuman
Cara menggugurkan khiyar ada tiga: a) pengguguran dengan jelas; b)pengguguran
dengan dilalah; c) pengguguran dengan kemadharatan.
Adapun sebab pengguguran dengan kemadharatan dikarenakan; habis waktu, adanya
kematian yang memberi syarat, adanya sejenis kematian, dan adanya cacat pada
barang.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Tugas
Untuk memperdalam kajian tentang khiyar, perlu ada pembahasan terhadap
pertanyaan di bawah ini;
1. Bagaimana cara menggugurkan khiyar
2. Apa saja penyebab dari pengguguran karena kemadharatan?

Tes Formatif
1. Jika seseorang mengatakan “saya batalkan akad ini”. Pernyataan ini termasuk
dalam:
a. Khiyar sharih
b. Khiyar ‘aibi
c. Khiyar majelis
d. Khiyar dilalah
2. Pengguguran karena adanya tasharruf disebut khiyar:
a. Khiyar majelis
b. Khiyar ‘aibi
c. Khiyar dilalah
d. Khiyar sharih
3. Ketika dalam proses akad khiyar tiba-tiba si fulan kambuh gilanya. Maka
akad ini:
a. Tetap berlanjut
b. Sah
c. Gugur
d. haram
4. Sebab-sebab gugurnya khiyar:
a. Bosan
b. Kaya
c. Keinginan sendiri

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


d. Habis waktu
5. Yang dimaksud dengan khiyar sharih adalah;
a. Khiyar cacat
b. Khiyar adanya madharat
c. Khiyar jelas
d. Khiyar ‘aibi

KEGIATAN BELAJAR 3 : MANFAAT KHIYAR


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Memahami dan menguasai khiyar dalam agama islam.
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
3. Mempelajari manfaat khiyar
4. Mempelajari hikmah khiya

Pokok-Pokok Materi
5. Manfaat Pengertian khiyar
6. Hikmah Khiyar

Uraian Materi
1. Manfaat Khiyar
Khiyar tidak saja diperlukan dalam kehidupan umat manusia, melainkan
sangat memberikan manfaat untuk melangsungkan akad jual beli yang saling
menguntungkan satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak
terlepas dari kegiatan jual beli, karena jual beli sudah merupakan kebutuhan
kita yang tidak dapat kita tinggalkan. Islam sangat memperhatikan persoalan
yang mengutamakan sisi harmonitas dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh
karena itu, Islam mengajarkan agar kegiatan jual beli mendapatkan ridla Allah
Swt dan membawa kemashlahatan, diperlukan khiyar atau memilih satu

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


diantara dua. Karena dengan memilih akan membawa manfaat bagi kita,
antara lain:
a. Kedua belah pihak tidak saling dirugikan
b. Menghindari salah pilih, sehingga tidak menyesal di kemudian hari.
c. Menghindari perselisihan dan permusuhan sesama kita
d. Menghindari kecurangan dan kebohongan jual beli
e. Agar kedua belah pihak berlapang dada (ridha sama ridha)

2. Hikmah Khiyar
 Khiyar dapat membuat akad jual beli berlnagsung menurut prinsip –
prinsip islam, yaitu suka sama suka antara penjual dan pembali.
 Mendidik masyarakat agar hati-hati dalam melakukan akad jual beli,
sehingga pembeli mendapatkan barang yang baik atau benar-benar
disukainya.
 Penjual tidak semena-mena menjual barangnya kepada pembeli dan
mendidiknya agar besikap jujur dalam menjelaskan keadaan barang.
 Terhindar dari unsur-unsur penipuan, baik dari pihak penjual maupun
pembeli, karena ada kehati-hatian dalam proses jual beli.
 Khiyar dapat memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih antra
sesama. Adapun ketidak jujuran atau kecuarangan pada akhirnya akan
berakibat dengan penyesalan yang mengarah pada kemarahan,
kedengkian.9

Rangkuman
Khiyar sangat memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia di antaranya;
menghindari kerugian salah satu pihak, menghindari perselisihan, permusuhan, dan
segala konflik yang diakibatkan oleh kesalahpahaman dalam menjalankan transaksi

9 Ali Mahrus, “Telaah Penerapan Prinsip Khiyar dalam Transaksi Jual Beli di Pasar
Ciputat”(Skripsi, UIN
Syrif Hidayatullah, Jakarta, 2014)., hal
41

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


jual beli. Oleh karena itu Islam datang dengan ajaran yang sangat sarat dengan
nilai- nilai kemashlahatan bagi umat manusia pada umumnya, dan muslim khususnya.

Tugas
Untuk memperdalam kajian ini, pembahasan pertanyaan di bawah ini menjadi
penting untuk dieksplorasi lebih dalam lagi;
1. Manfaat apa saja yang diperoleh dari akad khiyar?
2. Hikmah apa yang diajarkan Islam melalui akad khiyar?

Tes Formatif
1. Di antara manfaat khiyar, kecuali;
a. Menghindari kebaikan
b. Menghindari konflik
c. Menjaga kecintaan
d. Menghindari penipuan
2. Di bawah ini contoh perilaku akibat dari adanya khiyar adalah;
a. Saling bermusuhan
b. Saling menyayangi
c. Saling mencaci
d. Saling memberi
3. Konflik yang terjadi antara penjual dan pembeli bisa terhindar merupakan
a. Madharat khiyar
b. Aib khiyar
c. Manfaat khiyar
d. Khiyar dilalah
4. Ketidakjujuran dalam melakukan akad jual beli akan menimbulkan;
a. Perdamaian
b. Biasa saja

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


c. Membosankan
d. Perselisihan
5. Bu Yuli selalu berhati-hati sebelum membeli barang, karena khawatir terjadi
unsur penipuan, sikap bu Yuli;
a. Berlebihan
b. Sombong
c. Sudah benar
d. Lebay

KEGIATAN BELAJAR 4 : KHIYAR DALAM JUAL BELI KONTEMPORER


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Memahami dan menguasai khiyar dalam agama islam.
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
1. Mempelajari Pengertian Jual Beli Online (online shop) dan hukumnya
2. Mempelajari Hak Khiyar dalam Jual Beli Online (online shop)

Pokok-Pokok Materi
1. Jual Beli Online (online shop) dan hukumnya
2. Hak Khiyar dalam Jual Beli Online (online shop)

Uraian Materi
1. Pengertian Jual Beli Online (Oline Shop) dan hukumnya
Pengertian online shop adalah suatu proses pembelian barang atau jasa dari
mereka yang menjual melalui internet. Definisi lain untuk bisnis online, ada
istilah e-commerce. Tetapi yang pasti, setiap kali orang berbicara tentang e-
commerce, mereka memahaminya sebagai bisnis yang berhubungan dengan
internet. Dari definisi diatas, bisa diketahui karakteristik bisnis online, yaitu:
1) Terjadinya transaksi antara dua belah pihak; 2) Adanya pertukaran barang,

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


jasa, atau informasi; 3) Internet merupakan media utama dalam proses atau
mekanisme akad tersebut. Jadi intinya, yang membedakan antara bisnis online
dengan bisnis offline yaitu proses transaksi (akad) dan media utama dalam
proses tersebut.
Bentuk baru kegiatan jual beli ini tentu mempunyai banyak nilai positif,
diantaranya kemudahan dalam melakukan transaksi (karena penjual dan
pembeli tidak perlu repot bertemu untuk melakukan transaksi). Online shop
biasanya menawarkan barangnya dengan menyebutkan spesifikasi barang,
harga, dan gambar. Dari situ pembeli memilih dan kemudian memesan barang
yang biasanya akan dikirim setelah pembeli mentransfer uang.
Imam Syafi‟i dalam kitabnya ar-Risalah mengatakan bahwa semua
persoalan yang terjadi dalam kehidupan seorang muslim itu tentu ada hukum
jelas dan mengikat atau sekurang-kurangnya ketentuan hukum harus dicari
dengan cara ijtihad.
Secara konvensional jual beli dalam Islam diatur dalam fiqh muamalah, yang
mensyaratkan adanya empat hal yaitu Sighat al’aqd (ijab qabul),
Mahallul
‘aqd (obyek perjanjian / barang), Al’aqidaian (para pihak yang melaksanakan
isi perjanjian) dan Maudhu’ul’aqd (tujuan perjanjian).
Dalam transaksi mengunakan internet, penyediaan aplikasi permohonan
barang oleh pihak penjual di website merupakan ijab dan pengisian serta
pengiriman aplikasi yang telah diisi oleh pembeli merupakan qabul. Adapun
barang hanya dapat dilihat gambarnya serta dijelaskan spesifikasinya dengan
gamblang dan lengkap, dengan penjelasan yang dapat mempengaruhi harga
jual barang.
Setelah ijab qabul, pihak penjual meminta pembeli melakukan tranfer uang ke
rekening bank milik penjual. Setelah uang diterima, si penjual baru mengirim
barangnya melalui kurir atau jasa pengiriman barang.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Jadi, Transaksi seperti ini (jual beli online) mayoritas para Ulama
menghalalkannya selama tidak ada unsur gharar atau ketidakjelasan, dengan
memberikan spesifikasi baik berupa gambar, jenis, warna, bentuk, model dan
yang mempengaruhi harga barang.
Dalam Islam sendiri sesungguhnya telah mengatur akad jual beli dengan
sistem pemesanan sebagaimana akad salam. Sebagaimana ungkapan Abdullah
bin Mas’ud juga menegaskan: bahwa apa yang telah dipandang baik oleh
muslim maka baiklah dihadapan Allah, dan begitu juga sebaliknya.

2. Hak Khiyar dalam Jual Beli Online (Online Shop)


Perkembangan teknologi saat ini bisa memudahkan transaksi melalui jarak
jauh, dimana manusia bisa dapat berinteraksi secara singkat walaupun tanp
face to face, akan tetapi didalam bisnis adalah yang terpenting memberikan
informasi dan mencari keuntungan
Oleh sebab itu jual beli online dalam islam diperbolehkan dengan syarat harus
diterangkan sifat- sifatnya dan ciri- cirinya. Kemudian jika barang sesuai
dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai
maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau
membatalkan jual belinya.
Dalam UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7
huruf E yang berbunyi “memberi kesempatan kepada konsumen untuk
menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi
jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan”.
UU tersebut kiranya penting karena pada umumnya konsumen sering berada
pada posisi yang dirugikan dalam transaksi jual beli online, seperti barang
yang tidak sesuai dengan pemesanan, penipuan, dan sebagainya.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Sehingga dalam hukum jual beli online perlu ada ketentuan khiyar agar hak-
hak konsumen bisa terlindungi. Dan yang paling penting adalah kejujuran,
keadilan, dan kejelasan dengan memberikan data secara lengkap, dan tidak
ada niatan untuk menipu atau merugikan orang lain, sebagaimana firman
Allah dalam surat Al-baqarah 275 dan 282 harus ada dalam transaksi jual beli
online.

Rangkuman
Pengertian online shop adalah suatu proses pembelian barang atau jasa dari mereka
yang menjual melalui internet. Jual beli online dalam islam diperbolehkan dengan
syarat harus diterangkan sifat- sifatnya dan ciri- cirinya. Kemudian jika barang sesuai
dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai maka
pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual
belinya. Konsumen harus diberikan hak khiyar dalam pelaksanaan jual beli online.

Tugas
Untuk memperdalam kajian ini, perlu kiranya kita mendiskusikan pertanyaan berikut
ini;
1. Apa yang dimaksud jual beli online dan apa perbedaan antara jual beli online
dan offline?
2. Bagaimana Islam memandang hukum jual beli online?

Tes Formatif
1. Jual beli melalui media elektronik, disebut juga dengan:
a. Jual beli langsung
b. Jual beli online
c. Jual beli canggih

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


d. Jual beli dilarang
2. Jual beli online bisa disebut juga dengan;
a. E-commerce
b. E-Book
c. E-lektronik
d. E-Learning
3. Ketentuan jual beli online dalam Islam diperbolehkan selama tidak melanggar
aturan dalam surat :
a. Al-Maidah ayat 556
b. Al-Baqarah ayat 275 dan 282
c. Al-‘Alaq 1-5
d. Al-Buruj ayat 23
4. Dalam jual beli diperlukan adanya khiyar, agar :
a. Penjual tidak rugi
b. Penjual untung
c. Pembeli tidak rugi
d. Pembeli untung
5. UU tentang hak-hak konsumen menjelaskan terdalam dalam:?
a. UU Nomor. 23 tahun 2012
b. UU Nomor. 2 Tahun 2015
c. UU Nomor 18 tahun 1999
d. UU Nomor. 8 Tahun 1999

Kunci Jawaban BAB 3


Kegiatan Belajar 1
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. B
2. D

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


3. A
4. A
5. A
Kegiatan Belajar 2
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. A
2. C
3. C
4. D
5. C
Kegiatan Belajar 3
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. A
2. B
3. C
4. D
5. C

Kegiatan Belajar 4
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. B
2. A
3. B
4. C
5. D

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


BAB 4
RIBA
KEGIATAN BELAJAR 1: PENGERTIAN RIBA
Memahami dan menguasai hukum agama tentang praktek riba dalam keseharian
hidup.
SUBCPMK:
1. Mempelajari pengertian dan hukum Riba
2. Mempelajari dalil-dalil Alquran dan Hadits tentang Riba
Pokok-Pokok Materi
1. Pengertian dan hukum Riba
2. Dalil-Dalil Riba

URAIAN MATERI
1. Pengertian Riba
Riba menurut bahasa berarti tambahan (ziyadah). Secara istilah berarti tambahan
pada harta yang disyaratkan dalam transaksi dari dua pelaku akad dalam tukar
menukar antara harta dengan harta.
Riba dipraktekan sudah dimulai semenjak bangsa Yahudi sampai masa Jahiliyah
sebelum Islam dan awal-awal masa ke-islaman. Padahal semua agama Samawi
mengharamkan riba karena tidak ada kemaslahatan sedikitpun dalam kehidupan
bermasyarakat. Allah SWT berfirman:
‫همنع اومهن دمقو امبرلا مهذمخأو ارميرك هللا ليبمس نمع مهد بو مهل تلحأ تابيط مهيلع انمرح اوداه نيذلا نم ملظبف اميلأ اباذع‬
‫مهنم نيرفاكلل اندتعأو لطابلاب سانلا الومأ مهلكأو‬
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas
mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan
bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan
Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka
telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang
kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (QS an-Nisaa’ 160-161)
‫امبرلا لمرم عميبلا اممنإ اولامق مهن مب كملذ سمملا نم ناطيشلا هطبختي يذلا موقي امك لاإ نوموقي ال ابرلا نولك ي نيذلا ابرلا مرحو عيبلا هللا‬
‫لحأو‬
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual-beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah : 275)
‫هلومسرو هللا نمم مرمحب اونذ مف اوملعفت ممل نإمف نينمؤمم متنك نإ ابرلا نم يقب ام اورذو هللا اوقتا اونمآ نيذلا اهيأ اي نوملظت لاو نوملظت‬
‫ال مكلاومأ سوؤر مكلف متبت نإو‬
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-
Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka
bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS al-
Baqarah 276, 278, 279)
‫لاق هنع هللا يضر رباج نع ملسم‬: ‫هللا لومسر نعل‬ ‫لامقو هيدهامشو همبتاكو هملكومو امبرلا لمكآ‬: ‫ ءاومس ممه‬- ‫هاور‬
Dari Ibnu Mas'ud ra bahwa Rasulullah SAW melaknat pemakan riba’, yang memberi
makan, kedua orang saksinya dan pencatatnya.(HR Muslim)
‫يبنلا نع هنع هللا يضر دوعسم نب هللا دبع نع همأ‬ ‫لاق‬: ‫لمجرلا حكنمي نأ لمرم اهرمسيأ امباب نوعبسو ةثالث ابرلا‬
Dari Abdullah bin Masud RA dari Nabi SAW bersabda,"Riba itu terdiri dari 73
pintu. Pintu yang paling ringan seperti seorang laki-laki menikahi ibunya sendiri.
(HR. Ibnu Majah dan Al-hakim)
‫ ةينز‬- ‫ لاق ةكئالمال ليسغ ةلظنح نب هللا دبع نع دمحأ هاور‬: ‫ومهو لمجرلا هملك ي امبر ممهرد ملمسو هميلع هللا ىلمص هللا لومسر لاق‬
‫نيثالثو تس نم دشأ ملعي‬

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Dari Abdullah bin Hanzhalah ghasilul malaikah berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda,"Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan
sadar, jauh lebih dahsyah dari pada 36 wanita pezina. (HR. Ahmad)
2. Hukum Riba
Riba adalah bagian dari 7 dosa besar yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.
Sebagaimana hadits berikut ini :
‫ لاق ملسو هيلع هللا ىلص يبنلا نع ةريره يبأ نع فمَّحلا مومي يلومتلاو ميمتيلا‬: ‫ اولاق تاقبوملا عبسلا اوبنتجا‬: ‫لامق هللا لومسر امي نه امو‬
‫ تانمؤملا تالفاغلا تان حملا فذقو‬. ‫ هيلع قفتم‬: ‫لامم لمكأو امبرلا لمكأو قحلاب لاإ هللا مرح يتلا سفنلا لتقو رحسلاو للَّاب كرشلا‬
Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Jauhilah oleh
kalian tujuh hal yang mencelakakan". Para shahabat bertanya,"Apa saja ya
Rasulallah?". "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh nyawa yang diharamkan Allah
kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari peperangan dan
menuduh zina. (HR. Muttafaq alaihi).
Tidak ada dosa yang lebih sadis diperingatkan Allah SWT di dalam Al-Quran,
kecuali dosa memakan harta riba. Bahkan sampai Allah SWT mengumumkan perang
kepada pelakunya. Hal ini menunjukkan bahwa dosa riba itu sangat besar dan berat. ‫هل‬
‫ذ مف اوملعفت ممل نإمف نينمؤمم متمنك نإ امبرلا نم يقب اماورذو هللا اوقتا اونمآ نيذلا اهيأ اي‬L ‫ومسرو هللا نمم مرمحب اون‬
‫ف متبت نإو‬L L ‫أ سوءر مكل‬L‫وملظت ال مكلاوم‬L ‫ نوملظت لاو ن‬Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika
kamu orang-orang yang beriman.Maka jika kamu tidak mengerjakan , maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat , maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak
dianiaya. (QS. Al-Baqarah : 278-279)
As-Sarakhsy berkata bahwa seorang yang makan riba akan mendapatkan lima
dosa atau hukuman sekaligus. Yaitu At-Takhabbut, Al-Mahqu, Al-Harbu, Al-Kufru
dan Al-Khuludu fin-Naar.
 At-Takhabbut : Kesurupan seperti kesurupannya syetan.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


 Al-Mahqu : Dimusnahkan oleh Allah keberkahan hartanya
 Al-Harbu : Diperangi oleh Allah SWT
 Al-Kufru : dianggap kufur dari perintah Allah SWT. Dan dianggap keluar dari
agama Islam apabila menghalalkannya. Tapi bila hanya memakannya tanpa
mengatakan bahwa riba itu halal, dia berdosa besar.
 Al-Khuludu fin-Naar : yaitu kekal di dalam neraka, sekali masuk tidak akan
pernah keluar lagi dari dalamnya.

Rangkuman
Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian
berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan
kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Sedangkan
menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal secara bathil. Macam-macam riba yaitu: Riba Yad, Riba Jahiliyah, Riba
Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.
Faktor-faktor yang melatar belakangi perbuatan memakan hasil riba yaitu: Nafsu
dunia kepada harta benda, serakah harta, tidak pernah merasa bersyukur dengan apa
yang telah Allah SWT berikan, imannya lemah, serta selalu ingin menambah harta
dengan berbagai cara termasuk riba.

Tugas
1. Uraikan pengertian Riba dan dalil Al-Quran!
2. Bagaimana anda mengetahui praktek jual beli yang mengandung riba?

Tes Formatif
1. Allah swt. memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Hal ini dijelaskan dalam
Alquran surat….
a. Q.S. Al Baqarah ayat 276

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


b. Q.S. Al Baqarah ayat 277
c. Q.S. An Nahl ayat 1
d. Q.S. Al Maidah ayat 3
2. Allah SWT.menghalalkan jual beli dan ......... riba
a. Membolehkan
b. Menganjurkan
c. Memakruhkan
d. Mengharamkan
3. Orang yang telah terbiasa memakan harta riba beranggapan bahwa riba ….
a. mendatangkan untung yang berlipat ganda
b. termasuk sistem perekonomian modern
c. dapat meringankan beban orang lain pada saat itu
d. sama dengan jual beli
4. Rasulullah saw.melaknat orang-orang yang tersebut dibawah ini, kecuali
a. Memakan riba
b. Yang mewalikinya
c. Yang menolak riba
d. Kedua saksinya
5. Riba diharamkan karena akan mendatangkan ....
a. Kemaslahatan
b. Bencana
c. Ukhuwah
d. Silaturahmi

KEGIATAN BELAJAR 2: MACAM-MACAM RIBA


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Memahami dan menguasai Macam-Macam Riba.
Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan:

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


1. Mempelajari Riba al-Fadl
2. Mempelajari Riba al-Nasa’
Pokok-Pokok Materi
1. Riba Fadl
2. Riba al-Nasi’ah

Uraian Materi
Macam-Macam Riba
Al-Hanafi mengatakan bahwa riba itu terbagi menjadi dua, yaitu riba Al-Fadhl dan
riba An-Nasa'. Sedangkan Imam As-Syafi'i membaginya menjadi tiga, yaitu riba Al-
Fadhl, riba An-Nasa' dan riba Al-Yadd. Dan Al-Mutawally menambahkan jenis
keempat, yaitu riba Al-Qardh. Semua jenis riba ini diharamkan secara ijma'
berdasarkan nash Al Qur'an dan hadits Nabi" (Az Zawqir Ala Iqliraaf al Kabaair vol.
2 him. 205).
Secara garis besar bisa pembagian riba dikelompokkan menjadi dua besar, yaitu
riba hutang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba
qardh dan riba jahiliyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi
riba fadhl dan riba nasi’ah.
 Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
berhutang (muqtaridh).
 Riba Jahiliyyah
Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar
hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
 Riba Fadhl
Riba fadhl adalah riba yang terjadi dalam masalah barter atau tukar menukar
benda. Namun bukan dua jenis benda yang berbeda, melainkan satu jenis barang
namun dengan kadar atau takaran yang berbeda. Dan jenis barang yang

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


dipertukarkan itu termasuk hanya tertentu saja, tidak semua jenis barang. Barang
jenis tertentu itu kemudian sering disebut dengan "barang ribawi".
Harta yang dapat mengandung riba sebagaimana disebutkan dalam hadits nabawi
,hanya terbatas pada emas, perak, gandung, terigu, kurma dan garam saja.
Dari Ubadah bin Shamait berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Emas
dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, terigu dengan
terigu, korma dengan korma, garam dengan garam harus sama beratnya dan
tunai. Jika jenisnya berbeda maka juallah sekehendakmu tetapi harus tunai” (HR
Muslim).
Di luar keenam jenis barang itu tentu boleh terjadi penukaran barang sejenis
dengan kadar dan kualitas yang berbeda. Apalagi bila barang itu berlainan
jenisnya. Tentu lebih boleh lagi.
 Emas : Barter emas dengan emas hukumnya haram, bila kadar dan
ukurannya berbeda. Misalnya, emas 10 gram 24 karat tidak boleh ditukar
langsung dengan emas 20 gram 23 karat. Kecuali setelah dikonversikan
terlebih dahulu masing-masing benda itu.
 Perak : Barter perak dengan perak hukumnya haram, bila kadar dan
ukurannya berbeda. Misalnya, perak 100 gram dengan kadar yang tinggi
tidak boleh ditukar langsung dengan perak200 yang kadarnya lebih
rendah. Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu masing-masing
benda itu
 Gandum : Barter gandum dengan gandum hukumnya haram, bila kadar
dan ukurannya berbeda. Misalnya, 100 Kg gandum kualitas nomor satu
tidak boleh ditukar langsung dengan 150 kg gandum kuliatas nomor dua.
Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu masing-masing benda itu
 Terigu : Demikian juga barter terigu dengan teriguhukumnya haram, bila
kadar dan ukurannya berbeda. Misalnya, 100 Kg terigu kualitas nomor
satu tidak boleh ditukar langsung dengan 150 kg terigu kuliatas nomor

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


dua. Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu masing-masing benda
itu.
 Kurma : Barter kurma dengan kurma hukumnya haram, bila kadar dan
ukurannya berbeda. Misalnya, 1 Kg kurma ajwa (kurma nabi) tidak boleh
ditukar langsung dengan 10 kg kurma Mesir. Kecuali setelah
dikonversikan terlebih dahulu masing-masing benda itu
 Riba Nasi’ah
Riba Nasi’ah disebut juga riba Jahiliyah. Nasi'ah bersal dari kata nasa' yang
artinya penangguhan. Sebab riba ini terjadi karena adanya penangguhan
pembayaran. Inilah riba yang umumnya kita kenal di masa sekarang ini. Dimana
seseorang memberi hutang berupa uang kepada pihak lain, dengan ketentuan
bahwa hutang uang itu harus diganti bukan hanya pokoknya, tetapi juga dengan
tambahan prosentase bunganya. Riba dalam nasi'ah muncul karena adanya
perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan
yang diserahkan kemudian.
Contoh : Ahmad ingin membangun rumah. Untuk itu dia pinjam uang kepada
bank sebesar 144 juta dengan bunga 13 % pertahun. Sistem peminjaman seperti
ini, yaitu harus dengan syarat harus dikembalikan plus bunganya, maka transaksi
ini adalah transaksi ribawi yang diharamkan dalam syariat Islam.

Rangkuman
Al-Hanafi mengatakan bahwa riba itu terbagi menjadi dua, yaitu riba Al-Fadhl dan
riba An-Nasa'. Sedangkan Imam As-Syafi'i membaginya menjadi tiga, yaitu riba Al-
Fadhl, riba An-Nasa' dan riba Al-Yadd. Dan Al-Mutawally menambahkan jenis
keempat, yaitu riba AlQardh. Semua jenis riba ini diharamkan secara ijma'
berdasarkan nash Al Qur'an dan hadits Nabi"

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Tugas
Untuk memperdalam kajian tentang bab ini, perlu dibahas pertanyaan di bawah ini:
1. Ada berapa macam-macam riba menurut para ulama?
2. Apa yang membedakan antara riba fadl dan riba nasi’ah?

Tes Formatif
1. Riba dalam arti bahasa berarti:
a. ‘aib
b. Ziyadah
c. Ra’sul mal
d. Hasyiyah
2. Secara garis besar riba terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Riba hutang piutang dan riba jual beli
b. Riba jasa dan Riba hutang piutang
c. Riba jual beli dan riba fadl
d. Riba nasa’I dan riba hutang piutang
3. Yang termasuk barang ribawi menurut ketentuan hadist nabawi ada 6, yaitu;
a. Gandum, jagung, beras, emas, perak, berlian
b. Jagung, emas, perak, barang tambang, gandum, buah-buahan
c. Emas, perak, gandum, garam, terigu, dan kurma
d. Kurma, emas, perak, berlian, barang tambang, jagung
4. Pak Arman berhutang kepada bu Yuli sebesar satu juta rupiah, namun bu yuli
minta agar nanti dikembalikan padanya sebesar 1.500.000 rupiah. pernyataan
ini merupakan contoh;
a. Riba nasa’i
b. Riba fadl
c. Riba yadd
d. Rifa qardh

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


5. Pembagian riba menurut As-Syafiiyah terdiri dari;
a. Riba Qardh, riba nasa’I, riba yadd
b. Riba fadl, riba nasi'ah, dan riba al-yadd
c. Riba yadd, riba ziyadah, riba aibi
d. Riba nasa’I, riba yadd, riba qulub

KEGIATAN BELAJAR 3 : RIBA DAN IMPLIKASINYA


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Memahami dan menguasai hukum agama tentang praktek riba dalam keseharian
hidup dan implikasinya
Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan:
1. Mempelajari implikasi riba dalam kehidupan ekonomi
2. Mempelajari implikasi riba dalam kehidupan masyarakat
Pokok-Pokok Materi
1. Implikasi riba dalam kehidupan ekonomi
2. Implikasi riba dalam kehidupan masyarakat

Uraian Materi
1. Implikasi Riba dalam Kehidupan Ekonomi
Islam memang sangat melarang riba dalam seluruh praktek kehidupan
perekonomian karena memiliki dampak yang signifikan. Di antara dampak
yang nampak dalam kehidupan ekonomi adalah;
Pertama, Ketidakadilan distribusi pendapatan dan kekayaan. Prinsip riba yang
memberikan hasil tetap pada satu pihak (pemodal) dan hasil tak tetap pada
pihak lawan (pengusaha).
Kedua, Potensi ekploitasi terhadap pihak yang lemah dan keuntungan lebih
berpihak pada orang-orang kaya. Sistem riba memiliki kecenderungan
terjadinya akumulasi modal pada pihak bermodal tinggi.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Ketiga, Alokasi sumber daya ekonomi tidak efisien. Prinsip dan sistem bunga
membawa kecenderungan alokasi dana tidak di dasarkan atas prospek
profitabilitas usaha melainkan lebih pada dasar kemampuan pengembalian
pinjaman (kolektibilitas) dan nilai jaminan (kolateral).
Dan Keempat, Terhambatnya investasi.
2. Implikasi Riba dalam Kehidupan Masyarakat
Sementara itu, riba juga membawa dampak yang tidak sedikit dalam
kehidupan bermasyarakat; di antaranya;
Pertama, riba dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan mengurangi
semangat kerja sama/saling menolong dengan sesama manusia. Dengan
mengenakan tambahan kepada peminjam akan menimbulkan perasaan bahwa
peminjam tidak tahu kesulitan dan tidak mau tahu kesulitan orang lain.
Kedua, menimbulkan tumbuhnya mental pemboros dan pemalas. Dengan
membungakan uang, kreditur bisa mendapatkan tambahan penghasilan dari
waktu ke waktu. Keadaan ini menimbulkan anggapan bahwa dalam jangka
waktu yang tidak terbatas ia mendapatkan tambahan pendapatan rutin,
sehingga menurunkan dinamisasi, inovasi dan kreativitas dalam bekerja.
Ketiga, riba merupakan salah satu bentuk penjajahan. Kreditur yang
meminjamkan modal dengan menuntut pembayaran lebih kepada peminjam
dengan nilai yang telah disepakati bersama. Menjadikan kreditur mempunyai
ligetimasi untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak baik untuk
menuntut kesepakatan tersebut. Karena dalam kesepakatan kreditur telah
memperhitugkan keuntungan yang diperoleh dari kelebihan bunga yang akan
diperoleh, dan itu sebenarnya hanya berupa pengharapan dan belum terwujud.
Keempat, yang kaya semakin kaya dan miskin semakin miskin. Bagi orang
yang mendapatkan pendapatan lebih akan banyak mempunyai kesempatan
untuk menaikkan pendapatannya dengan membungakan pinjaman pada orang
lain. Sedangkan bagi yang mempunyai pendapatan kecil, tidak hanya

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


kesulitan dalam membayar cicilan utang tetapi harus memikirkan bunga yang
akan dibayarkan.
Kelima, riba pada kenyataannya adalah pencurian, karena uang tidak
melahirkan uang. Uang tidak memiliki fungsi selain sebagai alat tukar yang
mempunyai sifat stabil karena nilai uang dan barang sama atau intrinsik. Bila
uang dipotong uang tidak bernilai lagi, bahkan nilainya tidak lebih dari kertas
biasa. Oleh karena itu, uang tidak bisa dijadikan komoditas.
Dan keenam, tingkat bunga tinggi menurunkan minat untuk berinvestasi.
Investor akan memperhitungkan besarnya harga peminjam atau bunga bank.
Investor tidak mau menanggung biaya produksi yang tinggi yang diakibatkan
biaya bunga dengan mengurangi produksinya. Bila hal ini terjadi maka akan
mengurangi kesempatan kerja dan pendapatan sehingga akan menghambat
pertumbuhan ekonomi.

Rangkuman
Implikasi riba dalam kehidupan ekonomi, di antaranya; adanya ketidakadilan,
eksploitasi, dan ketidak efisienan, dan terhambatnya investasi. Sementara implikasi
dalm kehidupan bermasyarakat di antaranya; menimbulkan permusuhan,
menumbuhkan mental pemboros, merupakan bentuk penjajahan, menimbulkan kasta
sosial dan semakin mempertajam jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, bentuk
pencurian, dan menurunkan minat investasi.

Tugas
Untuk memperdalam kajian pada pembahasan ini, perlu ada diskusi lanjut terkait
dengan pertanyaan berikut;
1. Bagaimana dampak riba dalam bidang ekonomi?
2. Bagaimana dampak riba dalam kehidupan masyarakat?

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Tes Formatif
1. Praktek riba seringkali dilakukan oleh orang yang…
a. Miskin
b. Pemilik modal
c. Disenangi keluarga
d. Pemilik warung
2. Dampak riba secara ekonomi dapat menimbulkan eksploitasi antara…
a. Kaya-miskin
b. Miskin-kaya
c. Kaya-raya
d. Miskin-papa
3. Yang biasanya menjadi pelaku perbuatan riba adalah si kaya terhadap si
miskin. Jika ini dibiarkan maka dampak di masyarakat akan menimbulkan…
a. Eksploitasi
b. Akselerasi
c. Eksperimentasi
d. Aktualisasi
4. Jika si A melakukan praktek riba terhadap si B, tentu si B akan merasa…
a. Senang
b. Bangga
c. Terhormat
d. Sedih
5. Dengan adanya praktek riba menjadikan rendahnya atau terhambatnya
investasi. Ini merupakan dampak riba dalam…
a. Teknologi
b. Ekonomi
c. Sosial
d. Budaya

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


KEGIATAN BELAJAR 4 : HIKMAH DIHARAMKANNYA RIBA
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Memahami dan menguasai hukum agama tentang hikmah diharamkannya riba.
Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan:
1. Mempelajari hikmah diharamkannya riba
2. Mempelajari Upaya Penanggulangan riba
Pokok-Pokok Materi
1. Hikmah diharamkannya riba
2. Upaya Penanggulangan riba

Uraian Materi
1. Hikmah diharamkannya riba
Riba telah jelas dan tegas dilarang dalam Islam. Pelarangan riba dalam al-
Qur’an tidak diturunkan sekaligus melainkan secara bertahap, sejalan dengan
kesiapan masyarakat pada masa itu, seperti pelarangan minuman keras.
Adapun tahap-tahap pelarangan riba dalam al-Qur'an dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Tahap pertama, disebutkan bahwa riba akan menjauhkan kekayaan dari
keberkahan Allah, sedangkan shodaqoh akan meningkatkan keberkahan
berlipat ganda (QS. Ar-Rum: 39).
Tahap kedua, pada awal periode Madinah, praktik riba dikutuk dengan keras,
sejalan dengan larangan pada kitab-kitab terdahulu. Riba dipersamakan
dengan mereka yang mengambil kekayaan orang lain secara tidak benar dan
mengancam kedua belah pihak dengan siksa Allah yang pedih (QS. An-Nisa’:
160-161).
Tahap ketiga, pelarangan riba dengan dikaitkan pada suatu tambahan yang
berlipat ganda (QS. Ali Imron: 130). Ayat ini turun setelah perang Uhud yaitu
tahun ke-3 Hijriyah. Menurut Antonio (2001: 49), istilah berlipat ganda harus

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


dipahami sebagai sifat bukan syarat sehingga pengertiannya adalah yang
diharamkan bukan hanya yang berlipat ganda saja sementara yang sedikit,
maka tidak haram, melainkan sifat riba yang berlaku umum pada waktu itu
adalah berlipat ganda.
Tahap keempat, merupakan tahap terakhir di mana Allah dengan tegas dan
jelas mengharamkan riba, menegaskan perbedaan yang jelas antara jual beli
dan riba dan menuntut kaum Muslimin agar menghapuskan seluruh hutang-
pihutang yang mengandung riba (QS. Al-Baqarah: 278-279).
Menurut Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi, jika Islam memperketat urusan riba
dan memperkeras keharamannya, sesungguhnya ia bermaksud memelihara
kemaslahatan manusia baik mengenai akhlak, hubungan sosial, maupun
ekonominya.
Dari pernyataan tersebut sangat jelas bahwa yang diinginkan islam adalah
kebaikan, usaha keras, kemandirian, dan tolong menolong. Bukan sebaliknya
menindas, dan mengeksploitasi sesama saudaranya.
Para ulama Islam menyebutkan beberapa alasan rasional mengenai hikmah
diharamkannya riba. Penjelasan ini kemudian diperkuat oleh kajian-kajian
kontemporer. Imam ar-Razi, misalnya, di dalam tafsirnya menjelaskan
sebagai berikut:
Pertama: alasan dari aspek ekonomi. Bahwa riba adalah mengambil harta
orang lain tanpa imbalan, karena orang yang menjual satu dirham dengan dua
dirham berarti dia mendapatkan tambahan satu dirham tanpa ada imbalan apa-
apa. Sedang harta seseorang merupakan standard hidupnya yang memiliki
kehormatan besar, sebagaimana disebutkan dalam hadits: “Kehormatan harta
seseorang seperti kehormatan darahnya.” Oleh karena itu mengambil harta
orang lain tanpa imbalan sudah pasti haram.
Kedua: Alasan dari aspek sosial. Bahwa bergantung kepada riba akan
menghalangi orang dari melakukan usaha, karena apabila pemilik uang sudah

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


dapat menambah hartanya dengan melakukan transaksi riba, baik tambahan
itu dilakukan secara kontan maupun berjangka, maka dia akan meremehkan
persoalan mencari peghidupan, sehingga nyaris dia tidak mau menanggung
risiko berusaha, berdagang, dan pekerjaan-pekarjaan yang berat. Hal ini akan
mengakibatkan terputusnya kemanfaatan bagi masyarakat. Dan sudah
dimaklumi bahwa kemaslahatan dunia tidak akan dapat diwujudkan kecuali
dengan adanya perdagangan, keterampilan, perusahaan, dan pembangunan.
Ketiga: Alasan aspek akhlak. Bahwa riba akan menyebabkan terputusnya
kebaikan antar-masyarakat dalam bidang pinjam meminjam. Karena apabila
riba diharamkan maka hati akan merasa rela meminjamkan uang satu dirham
dan kembalinya juga satu dirham. Sedangkan jika riba dihalalkan, maka
kebutuhan orang yang terdesak akan mendorongnya untuk mendapatkan uang
satu dirham dengan pengembalian dua dirham. Hal demikian ini sudah barang
tentu akan menyebabkan terputusnya perasaan belas kasihan, kebaikan, dan
kebajikan.
Keempat: Alasan Teologi. Pada umumnya orang yang memberikan pinjaman
adalah orang kaya, sedang yang meminjam adalah orang miskin. Pendapat
yang memperbolehkan riba berarti memberikan jalan bagi orang kaya untuk
memungut tambahan harta dari orang miskin yang lemah. Padahal tindakan
yang demikian itu tidak diperbolehkan menurut asas kasih sayang Yang Maha
Penyayang.
Ini semua dapat diartikan bahwa di dalam riba terdapat unsur pemerasan
terhadap orang yang lemah untuk kepentingan orang yang kuat. Akibatnya
yang kaya bertambah kaya dan yang miskin bertambah miskin. Hal ini akan
mengarah kepada tindakan membesarkan satu kelas masyarakat atas
pembiayaan kelas lain yang pada gilirannya akan menciptakan kedengkian
dan sakit hati, akan menyulut api permusuhan antara sebagian masyarakat
terhadap sebagian yang lain, bahkan dapat menimbulkan pemberontakan.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


2. Upaya Penanggulangan riba
Islam selalu memberikan jalan yang terbaik dalam setiap permasalahan yang
menjerat umatnya. Dalam hal ini, ekonomi Islam menawarkan sistem bagi
hasil (profit and loss sharing) ketika pemilik modal (surplus spending unit )
bekerja sama dengan pengusaha (deficit spending unit ) untuk melakukan
kegiatan usaha. Apabila kegiatan usaha menghasilkan, keuntungan dibagi
bersama dan apabila kegiatan usaha menderita kerugian, kerugian juga
ditanggung bersama. Sistem bagi hasil ini dapat berbentuk mudharabah atau
musyarakah dengan berbagai variasinya. Dalam mudharabah terdapat kerja
sama usaha antara dua pihak dimana pihak (shahibul mal) menyediakan
seluruh modal, sedangkan pihak lainnya sebagai mudharib (pengelola).
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian mudharib. Namun,
seandainya kerugian itu diakibatkan karena kelalaian mudharib, maka
mudharib juga harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Alternatif lain adalah dengan menggunakan cara musyarakah. Sektor riil
merupakan sektor yang paling penting disorot dalam ekonomi Islam karena
berkaitan langsung dengan peningkatan output dan akhirnya kesejahteraan
masyarakat. Segala komponen dalam perekonomian diarahkan untuk
mendorong sektor riil ini, baik dalam memotivasi pelaku bisnis maupun
dalam hal pembiayaannya.
Jadi dalam hal ini pada intinya, Islam memberikan solusi agar tidak terjebak
dalam praktek riba, maka perlu ada cara agar bisa keluar dari jeratan riba,
yakni dengan cara bagi hasil (mudharabah) atau kerjasaama (musyarakah)
agar tidak ada lagi praktek-praktek eksploitasi yang bersifat tidak manusiawi.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Rangkuman
Di antara hikmah diharamkannya riba didasarkan pada 4 alasan rasionalitas; pertama,
alasan ekonomis, kedua, alasan sosial, ketiga alasan akhlak, dan keempat tentu alasan
teologis. Adapun cara penanggulangan agar umat muslim keluar dari jeratan riba
adalah dengan dua cara, yakni mudharabah (bagi hasil) dan musyarakah (kerjasama).

Tugas
Untuk memperdalam kajian pembahasan ini, perlu dibahas pertanyaan berikut ini;
1. Bagaimana hikmah dari pelarangan riba dalam ajaran Islam?
2. Bagaimana upaya penanggulangan terjadinya praktek riba?

Tes Formatif
1. Pelarangan riba dalam al-Qur'an diturunkan secara...
a. Langsung
b. Bertahap
c. Tegas
d. Haram
2. Ada berapa tahap dalam proses turunnya al-Qur'an memberikan hukum
terhadap riba...
a. 1
b. 2
c. 3
d. 4
3. Turunnya surat an-nisa' ayat 160-161 merupakan peringatan haramnya riba pada
tahap...
a. 1
b. 2
c. 3

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


d. 4
4. Upaya menghindari riba bisa dilakukan dengan jalan...
a. Meraup bunga
b. Kredit
c. Mudharabah
d. Musyabahah
5. Pak amir pemilik modal memberikan modal pada Udin untuk dikelola dan
hasilnya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. ini adalah contoh...
a. Mudharabah
b. Mubahalah
c. Muhasabah
d. Musallamah

KUNCI JAWABAN BAB 4


Kegiatan Belajar 1
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. A
2. D
3. D
4. C
5. B
Kegiatan Belajar 2
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. B
2. A
3. C
4. A
5. B

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Kegiatan Belajar 3
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. B
2. A
3. A
4. D
5. B
Kegiatan Belajar 4
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. B
2. D
3. B
4. C
5. A

DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahman.dkk..Fuqh Muamalah,(Jakarta: Kencana, 2010)

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat: Sistem Transaksi dalam Islam,
(Jakarta: Amzah, 2014)

Abdullah bin Muhammad Ath-Thayar,dkk, Ensiklopedi Fiqh Muamalah


dalam pandangan 4 Madzab(Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2004)

Abdur Rahman I, Muamalah (syari‟ah III)(Jakarta: Raja Grafindo


Persada,1996)

Muhammad Nashiruddin Al Albani, Mukhtasar Shahih Bukhari (Jakarta: Pustaka


Azzam,1997)

Ahmad Azhar Basyith, Asas-asa Hukum Mu’amalah. (Yogyakarta : UII pres,1990)

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Al-Bukhari, Shahih Buchari Jilid II, alih bahasa Zainuddin Hamidy,dkk,cet.
Ke-4 (Jakarta: Widjaya,1970)

Ali Mahmud Daud, Hukum Islam Di Indonesia : Pengantar Hokum Islam dan Tata
Hokum Islam di Indonesia, (Jakarta : PT: Grafindo, 1993)

Ali Mahrus, “Telaah Penerapan Prinsip Khiyar dalam Transaksi Jual Beli di Pasar
Ciputat” (Skripsi, UIN Syrif Hidayatullah, Jakarta, 2014)

Amir Syarifuddin,. Fiqh Muamalah, (Jakarta: Pranada Media, 2005)

Basyir, Asas – Asas Hukum Muamalah (Hukum Perdata Islam)

Haris Faulidi Asnawi, Transaksi Bisnis E-Commerce Perspektif Islam, (Yogyakarta :


Laskar Press)

Ibn Abidin¸ Ad-Dar Al-Muhtar, Hasan, Ali , Bebagai Macam Transaksi Dalam
Islam,

Ibnu Mas’ud & Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i, (Bandung: Pustaka Setia,
2007)

Imam Abi Zakaria al-Anshari, Fathu al-Wahab, (Surabaya: al-Hidayah)

Imam Ahmad bin Husain, Fathu al-Qorib al-Mujib, (Surabaya: al-Hidayah)

Imam Syafii, ar-Risalah, alih bahasa Ahmadi Thoha, cet ke-1 (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1986)

M. Yazid Afandi, M. Ag. Fiqh Muamalah, (Logung Pustaka, Yogyakarta, 2009)

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007)

Oni Sahroni, Fikih Muamalah, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2016)

Sayyid Sabiq,. Fiqh Sunnah,(Beirut: Dar al-Fikr, 1983), jilid III, cet.ke-4

Wahbah al Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr al-


Muashir,2005) jilid IV.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


MODUL FIKIH
PRODI PENDIDIKAN PROFESI GURU
BAGIAN JINAYAH SIYASAH

Modul 5 JINAYAH SIYASAH

Kegiatan Belajar 1 PEMBUNUHAN

CPMK :
Memahami aturan hukum Islam dan dalil-dalil terkait dengan pembunuhan
SUBCPMK:
1. Menjelaskan pengertian pembunuhan.
2. Menyebutkan macam-macam pembunuhan.
3. Mendeskripsikan dasar hukum larangan membunuh
4. Mengidentifikasi hukuman pelaku pembunuhan
5. Menganalisis hikmah larangan pembunuhan

URAIAN MATERI
A. Pengertian Pembunuhan
Pembunuhan secara bahasa adalah menghilangkan nyawa seseorang. Sedangkan
secara istilah pembunuh adalah pebuatan manusia yang mengakibatkan hilangnya
nyawa seseorang baik dengan sengaja atau pun tidak sengaja, baik dengan alat yang
mematikan atau pun dengan alat yang tidak mematikan, artinya melenyapkan nyawa
seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan menggunakan alat mematikan
ataupun tidak mematikan. Sejalan dengan pendapat sebagian ulama bahwa,
pembunuhan merupakan suatu perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa
seseorang dan itu tidak dibenarkan dalam agama Islam.
B. Macam-macam Pembunuhan
Pembunuhan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pembunuhan sengaja,
pembunuhan seperti sengaja dan pembunuhan tersalah.
1. Pembunuhan sengaja yaitu pembunuhan yang telah direncanakan dengan
menggunakan alat yang mematikan, baik yang melukai atau memberatkan
(mutsaqal). Dikatakan pembunuhan sengaja apabila ada niat dari pelaku
sebelumnya dengan menggunakan alat atau senjata yang mematikan. Si

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


pembunuh termasuk orang yang baligh dan yang dibunuh (korban) adalah
orang yang baik.
2. Pembunuhan seperti sengaja pembunuhan yang dilakukan seseorang tanpa
niat membunuh dan menggunakan alat yang biasanya tidak mematikan, namun
menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
3. Pembunuhan tersalah yaitu pembunuhan yang terjadi karena salah satu dari tiga
kemungkinan. Pertama; perbuatan tanpa maksud melakukan kejahatan tetapi
mengakibatkan kematian seseorang., kedua; perbuatan yang mempunyai niat
membunuh, namun ternyata orang tersebut tidak boleh dibunuh, ketiga; perbuatan
yang pelakunya tidak bermaksud jahat, tetapi akibat kelalaiannya dapat menyebabkan
kematian seseorang.
C. Dasar Hukum Larangan Membunuh
Membunuh adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam, karena Islam
menghormati dan melindungi hak hidup setiap manusia. Firman Allah SWT :
‫م لتق نمو قلح ِب الا لاّل مرح تِلا سفنلا اولتقت الو‬L‫ن َك هنا لتقلا ّف فْسي لاف نااطلس هيلول انلعج دقف امولظ‬
‫نم‬L L L‫روص‬L‫ا‬
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan suatu alasan yang benar” (QS. Al-Isra’ : 33)
Karena ada ketegasan mengenai larangan pembunuhan, maka jika ada dua pihak yang
saling membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’, maka orang
yang membunuh maupun yang terbunuh sama-sama akan masuk neraka. Nabi saw
bersabda :
)‫او لتاقلا‬L‫ا هاور( رانلا ّف لوتقمل‬L‫لمسلماو ىراخبل‬
“ Pembunuh dan yang terbunuh masuk neraka “ (HR. al-Bukhari-Muslim)
D. Hukuman Pelaku Pembunuhan
Pelaku atau orang yang melakukan pembunuhan setidaknya telah melangggar tiga
macam hak, yaitu; hak Allah, hak ahli waris dan hak orang yang terbunuh. Artinya,
balasan di dunia diserahkan kepada ahli waris korban, apakah pembunuh akan di qishash
atau dimaafkan. Jika pembunuh dimaafkan, maka wajib baginya membayar diyat kepada
ahli waris korban.
Sedangkan mengenai hak Allah, akan diberikan di akhirat nanti, apakah
pembunuh akan dimaafkan oleh Allah SWT., karena telah melaksanakan

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


kaffarah atau akan disiksa di akhirat kelak. Berikut keterangan singkat tentang hukuman
bagi pembunuh sesuai dengan macamnya.
1. Pembunuhan Sengaja
Hukuman bagi pelaku pembunuhan sengaja adalah qishash yaitu pelaku
harus diberikan sanksi yang berat. Dalam hal ini hakim menjadi pelaksana
qishash, keluarga korban tidak diperbolehkan main hakim sendiri.
Jika keluarga korban memaafkan pelaku pembunuhan, maka hukumannya
adalah membayar diyat mughalladzah (denda berat) yang diambilkan dari harta
pembunuh dan dibayarkan secara tunai kepada pihak keluarga. Selain itu pembunuh
juga harus menunaikan kaffarah.
2. Pembunuhan Seperti Sengaja
Pelaku pembunuhan seperti sengaja tidak di-qishash. Ia dihukum dengan
membayar diyat mughaladzah (denda berat) yang diambilkan dari harta
keluarganya dan dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada
keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Selain itu pembunuh juga harus
melaksanakan kaffarah. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
‫ لوتقملا ءايلوا َلا عفد ادمعتم لتق نم نوثلاث هو ةيلا اوذخأ‬. ‫اولتق او ءاش ناف‬, ‫او ءاش ناو‬
)‫نوثلاث و ةقح يذمترال هاور( ةفلخ نوعبراو ةعدج‬
Artinya: “Barang siapa membunuh dengan sengaja, ia diserahkan kepada keluarga
terbunuh. Jika mereka (keluarga terbunuh) menghendaki, mereka dapat mengambil
qishash. Dan jika mereka menghendaki (tidak mengambil qishash) mereka dapat
mengambil diyat berupa 30 ekor hiqqah, 30 ekor jad’ah, dan 40 ekor khilfah”
(H.R. Tirmidzi)
Hadis Rasulullah tersebut merupakan dalil diwajibkannya diyat mughaladzah
bagi pelaku tindak pembunuhan sengaja (yang dimaafkan keluarga korban) dan
pelaku tindak pembunuhan semi sengaja.
3. Pembunuhan Tersalah
Hukuman bagi pembunuhan tersalah adalah membayar diyat mukhaffafah
(denda ringan) yang diambilkan dari harta keluarga pembunuh dan dapat dibayarkan
secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya
sepertiga. Rasulullah SAW., bersabda:

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


,‫د‬L‫ي‬L‫ا ة‬L‫ل‬L‫خ‬L‫اط‬L‫ع ء‬L‫وش‬L‫ح ن‬L‫ةق‬L, ‫وشعو‬L‫ج ن‬L‫عذ‬L‫ة‬L, ‫وشعو‬L‫ب ن‬L‫م تن‬L‫ضاخ‬, ‫عو‬L‫ب نوش‬L‫بل تن‬L‫نو‬
)‫عو‬LL‫ا نوش‬L L L ‫ب‬L‫ل ن‬L L L L‫وب‬L‫اور( ن‬L L‫ رالا ه‬L L ‫طق‬L‫نى‬
Artinya: “Diyat khata’ itu terdiri dari 5 macam hewan. 20 ekor unta berumur empat
tahun, 20 ekor unta berumur limat tahun, 20 ekor unta betina berumur 1 tahun, 20
ekor unta betina berumur dua tahun, dan 20 ekor unta jantan berumur dua tahun.”
(H.R. Daruquthni)
Selain itu pembunuh juga harus melaksanakan kaffarat, sesuai dengan firman
Allah SWT :
‫مو‬L‫ َك ا‬L‫ل ن‬L‫مؤم‬L‫أ ن‬L‫قي ن‬L‫م لت‬L‫خ لاا انمؤ‬L‫ط‬L‫مو ائ‬L‫ق ن‬L‫م لت‬L‫خ انمؤ‬L‫ط‬L‫ف ائ‬L‫ت‬L‫ح‬L‫قر رير‬L‫مؤم ةب‬L‫دو ةن‬L‫ي‬L‫سم ة‬L‫ل‬L‫م‬L‫ا ة‬Lَ‫أ ل‬L‫ه‬L‫ِل‬
Artinya: “Dan barang siapa membunuh seorang mu’min karena tersalah (hendaklah)
ia harus memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat
yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh)” (QS. A-Nisa’ : 92)
Apabila sekelompok orang secara bersama-sama membunuh seseorang, maka
mereka harus dihukum qishash. Hal ini disandarkan pada pernyataan Umar bin
Khattab terkait praktik pembunuhan secara berkelompok yang diriwayatkan Imam
Bukhari berikut:
:‫ع‬L‫س ن‬L‫ع‬L‫با دي‬L‫ا ن‬L‫ل‬L‫م‬L‫س‬L‫ي‬L‫ا ب‬L‫ ُع ن‬L‫ر ر‬Lِ‫نا هللا ض‬L‫ق ه‬L‫ َخ لت‬L‫تق ةت س وا ةس‬L‫ل‬L‫غ لاجر او‬L‫ب َلي‬L‫لاخ عضوم‬, ‫قو‬L‫لا‬
)‫ل‬L‫تو‬L‫م‬L‫ع لاا‬L‫يل‬L‫ا ه‬L‫ه‬L‫ص ل‬L‫ن‬L‫قل ءاع‬L‫لت‬L‫ت‬L‫ب م‬L‫ج ه‬L‫ي‬L‫ع‬L‫ا هاور( ا‬L‫ىراخبل‬
Artinya: “Dari Sa’id bin Musayyab bahwa Umar ra telah menghukum bunuh
lima atau enam orang yang telah membunuh seseorang laki-laki secara dzalim
(dengan ditipu) di tempat sunyi. Kemudian ia berkata : Seandainya semua
penduduk Sun’a secara bersama-sama membunuhnya niscaya akan aku bunuh
semua.” (HR. al- Bukhari)
E. Hikmah Larangan Pembunuhan
Islam menerapkan hukuman bagi pelaku pembunuhan tiada lain untuk memelihara
kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelaku tindak pembunuhan diancam
dengan hukuman yang setimpal sesuai perbuatannya. Di antara dalil yang menjelaskan
tentang hukuman bagi pembunuh adalah:
Firman Allah ta’ala dalam surat an-Nisa ayat 93:
‫مو‬L‫ي ن‬L‫تق‬L‫م ل‬L‫مؤ‬L‫م ان‬L‫ت‬L‫ع‬L‫م‬L‫ف اد‬L‫أزج‬L‫ َج هؤ‬Lَّ‫خ ن‬L‫لا‬L‫ف ا‬L‫غو ايه‬L‫ض‬L‫ع للاّ ب‬L‫يل‬L‫لو ه‬L‫ع‬L‫ن‬L‫عأو ه‬L‫ع َل د‬L‫ع ِباذ‬L‫ظ‬L‫يما‬

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Artinya: “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya adalah neraka jahannam, ia kekal di dalamnya, dan Allah murka
kepadanya, mengutuknya, dan menyediakan adzab yang besar baginya.”(Q.S. an-
Nisa’: 93)
Sabda Rasulullah SAW:
)‫دوادوبا هاور( لوتقملا لِو وفعي نا الا دوق دمعلا‬
Artinya: “Pembunuhan sengaja (hukumannya) adalah qishash, kecuali jika wali
korban memaafkan.”(H.R. Abu Dawud)
Penerapan hukuman yang berat bagi pembunuh dimaksudkan agar tak seorang pun
melakukan tindakan kejahatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Modul 5 JINAYAH SIYASAH

Kegiatan Belajar 2 QISHASH

CPMK :
Memahami aturan hukum Islam tentang qishash beserta dalil-dalilnya
SUBCPMK:
1. Menjelaskan pengertian qishash
2. Menyebutkan macam-macam qishash
3. Mendeskripsikan hukum qishash
4. Mengidentifikasi syarat-syarat qishash
5. Menganalisis hikmah hukum qishash

URAIAN MATERI
A. Pengertian Qishash
Qisas berasal dari kata ‫ ص اصق‬yang berarti memotong atau berasal dari kata Iqtassan
yang artinya mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si penjahat sebagai pembalasan atas
perbuatannya. Menurut syara’ qishash ialah hukuman balasan yang seimbang bagi
pelaku pembunuhan maupun perusakan atau penghilangan fungsi anggota tubuh orang
lain yang dilakukan dengan sengaja.
B. Macam-macam Qishash
Berdasarkan pengertian di atas maka qishash dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Qishash pembunuhan (yang merupakan hukuman bagi pembunuh).
2. Qishash anggota badan (yang merupakan hukuman bagi pelaku tindak pidana
melukai, merusak atau menghilangkan fungsi anggota badan).
C. Hukum Qishash
Hukuman mengenai qishash ini, baik qishash pembunuhan maupun qishah anggota
badan, dijelaskan dalam al -Qur’an surat Al Maidah: 45:
‫صاصق حورجلاو نسل ِب نسلاو نذلأ ِب نذلأاو فنلأ ِب فنلأاو ْيعل ِب ْيعلاو سفنل ِب سفنلا نأ ايهف ميهلع انبتكو‬
‫ف‬L‫ت نم‬L ‫ف هب قدص‬L‫ك ُوه‬L L‫ و َل ةراف‬L‫أ امب ُك َي مل نم‬L L‫نوملاظلا هُ كئـلوأف لاّل لزن‬
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat)
bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung,

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukapun ada qishashnya. Barang
siapa melepaskan ( hak qishashnya ) akan melepaskan hak itu ( menjadi ) penebus
dosa baginya. Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim.” (QS. Al- Maidah
: 45 )
D. Syarat-syarat Qishash
Hukuman qishash wajib dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat
sebagaimana berikut:
1. Orang yang terbunuh terpelihara darahnya (orang yang benar-benar baik).Jika
seorang mukmin membunuh orang kafir, orang murtad, pezina yang sudah
menikah, ataupun seorang pembunuh, maka dalam hal ini hukuman qishash tidak
berlaku. Rasulullah SAW bersabda:
)‫ال‬L‫تقي‬L‫م ل‬L‫ب لمس‬Lَ‫ك‬L‫ف‬L‫ىراخبلا هاور( ر‬
Artinya: “Tidak dibunuh seorang muslim yang membunuh orang kafir.” ( HR.
Al- Bukhari)
Hadis di atas menjelaskan bahwa seorang muslim yang membunuh orang
kafir tidak di hukum qishash. Pun demikian, harus dipahami bahwa orang kafir
terbagi menjadi dua; pertama; kafir harbi, dan kedua; kafir dzimmi.
a. Kafir harbi adalah kafir yang melakukan tindak kedzaliman kepada kalangan
muslimin hingga sampai pada tahapan “memerangi”. Seorang muslim yang
membunuh kafir ini tidak diqishash dan tidak dikenai hukuman apapun.
b. Kafir dzimmi adalah kafir yang berada di bawah kekuasaan penguasa muslim dan
berinteraksi secara damai dengan kalangan muslimin. Penguasa muslim berhak
menghukum seorang muslim yang membunuh kafir dzimmi. Semakin jelas disini,
bahwa pada prinsipnya seorang muslim harus menghargai siapapun, termasuk
juga kalangan non muslim, selama mereka tidak berniat menghancurkan dinul
Islam dan mendzalimi kalangan muslimin.
2. Pembunuh sudah baligh dan berakal, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
ِ ‫ع هللا‬Lْ‫ن‬L‫ع ا‬L‫ا ن‬L‫نل‬L‫ص ب‬Lَ‫ع هللا ل‬L‫يل‬L‫لمسو ه‬L. ‫ق‬L‫لا‬: ‫ا عفر‬L‫قل‬L‫ع لم‬L‫لاث ن‬L‫ع ةث‬L‫لا ن‬L‫ءان‬L‫ح م‬Lَّ‫ت‬
‫ع‬L‫ع ن‬L‫ا‬L‫ء‬L‫ضر ةش‬
)‫ي‬L‫س‬L‫يت‬L‫ق‬L‫ع و َظ‬L‫ا ن‬L‫صل‬L‫غ‬L‫ح ي‬Lَّ‫عو بكي ت‬L‫ا ن‬L‫ل‬L‫م‬L‫ج‬L‫ن‬L‫و‬L‫ي تَّح ن‬L‫ع‬L‫ي وا لق‬L‫يف‬L‫ا هاور( ق‬L‫حم‬L‫دواد وبا و د‬
Artinya: “Dari Aisyah ra bahwa Nabi saw bersabda: terangkat hukum (tidak kena
hukum) dari tiga orang yaitu; orang tidur hingga ia bangun, anak-anak hingga

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


ia dewaasa, dan orang gila hingga ia sembuh dari gilanya.” (HR. Ahmad dan
Abu Dawud)
3. Pembunuh bukan bapak (orang tua) dari terbunuh
Jika seorang bapak (orang tua) membunuh anaknya maka ia tidak di-qishash.
Rasulullah Saw. bersabda:
)‫ال‬L‫قي‬L‫ت‬L‫ب لاو ل‬L‫و‬L‫ل‬L‫ا هاور( ه‬L‫ا و دحم‬L‫ىذمترل‬
Artinya: “Tidak dibunuh seorang bapak (orang tua) yang membunuh anaknya.”
(H.R. Ahmad dan al-Tirmidzi)
Umar bin Khattab dalam satu kesempatan juga berkata:
)‫ َس‬L‫ع‬L‫ص لوسر ت‬Lَ‫ع هللا ل‬L‫يل‬L‫سو ه‬L‫ق لم‬L‫لا‬L: ‫يال‬L‫ق‬L‫ا دا‬L‫ب لاول‬L‫لو‬L‫ا هاور( ه‬L‫ىذمترل‬
Artinya: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : Tidak boleh
bapak (orang tua) diqishash karena sebab ( membunuh ) anaknya.” (HR. Tirmidzi)
Dalam hal ini hakim berhak menjatuhkan hukuman ta’zir kepada orang
tua tersebut, semisal mengasingkannya dalam rentang waktu tertentu atau
hukuman lain yang dapat membuatnya jera. Adapun jika seorang anak membunuh
orang tuanya maka ia wajib dihukum qishash.
4. Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan orang yang membunuh, seperti muslim
dengan muslim, merdeka dengan merdeka dan hamba dengan hamba. Allah
berfirman:
‫أ َي‬Lُّ‫ي‬L‫ا ا‬Lَّ‫ل‬L‫نمأ ني‬L‫ك او‬L‫ت‬L‫ع ب‬L‫يل‬Lُ‫ا ك‬L‫قل‬L‫ص‬L‫ا‬L‫ا ّف ص‬L‫قل‬L‫ت‬Lَ‫ا ل‬L‫حل‬L‫ ِب ر‬L‫حل‬L‫او ر‬L‫عل‬L‫ ِب دب‬L‫ل‬L‫ع‬L‫ب‬L‫او د‬L‫نلأ ِب َثنلأ‬Lَ‫ث‬
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu qishash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba
dengan hamba, dan wanita dengan wanita.’ (QS. Al-Baqarah : 178 )
5. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, mata dengan mata,
dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat al-Maidah ayat 45
yang telah kita bahas kandungan umumnya pada halaman sebelumnya:
‫ ِب ْيعلاو سفنل ِب سفنلا نأ ايهف ميهلع انبتكو‬L‫او نسل ِب نسلاو نذلأ ِب نذلأاو فنلأ ِب فنلأاو ْيعل‬L‫صاصق حورجل‬
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat)
bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan
hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukapun ada
qishashnya.” (QS. Al- Maidah : 45 )

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


E. Hikmah Hukum Qishash
Hikmah yang dapat dipetik bahwa Islam menerapkan hukuman yang sangat menjaga
serta menjaga kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelaku perbuatan
pembunuhan diancam dengan qishash baik yang terkait pada al-jinayat ‘alan nafsi
(tindak pidana pembunuhan) ataupun al-jinayah ‘ala ma dunan nafsi (tindak pidana
yang berupa merusak anggota badan ataupun menghilangkan fungsinya) akan
menimbulkan banyak efek positif. Yang terpenting diantaranya adalah:
1. Dapat memberikan pelajaran bagi kita bahwa keadilan harus ditegakkan.Betapa
tinggi nilai jiwa dan badan manusia, jiwa diganti dengan jiwa, anggota badan juga
diganti dengan anggota badan.
2. Dapat memelihara keamanan dan ketertiban. Karena dengan adanya qishash
orang akan berfikir lebih jauh jika akan melakukan tindak pidana pembunuhan
ataupun penganiayaan. Di sinilah qishash memiliki peran penting dalam
menjauhkan manusia dari nafsu membunuh ataupun menganiaya orang lain, hingga
akhirnya manusia akan merasakan atmosfer kehidupan yang penuh dengan
keamanan, kedamaian dan ketertiban.
3. Dapat mencegah pertentangan dan permusuhan yang mengundang terjadinya
pertumpahan darah. Dalam konteks ini qishash memiliki andil besar membantu
program negara dalam usaha memberantas berbagai macam praktik kejahatan,
sehingga ketentraman dan keamanan masyarakat terjamin. Hal ini Allah tegaskan
dalam firman-Nya:
‫لو‬Lُ‫ا ّف ك‬L‫قل‬L‫ص‬L‫ح صا‬L‫ي‬L‫أ َي ةا‬L‫لأا ِلو‬L‫بل‬L‫ل با‬L‫ع‬L‫ل‬Lُ‫تت ك‬L‫وق‬L‫ن‬
Artinya: “Dan dalam qishash itu ada jaminan (kelangsungan hidup bagimu), hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah : 179 )

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Modul 5 JINAYAH SIYASAH

Kegiatan Belajar 3 KHILAFAH

CPMK :
Memahami aturan hukum Islam tentang khilafah beserta dalil-dalil pendukungnya

SUBCPMK:
1. Menjelaskan pengertian khilafah
2. Menyebutkan dasar hukum khilafah menurut Islam
3. Mendeskripsikan tujuan khilafah dalam Islam
4. Menganalisis hikmah khilafah dalam Islam

URAIAN MATERI
A. Pengertian Khilafah
Khilafah berasal dari bahasa arab khalafa, yakhlifu, khilafatan yang artinya
menggantikan. Dalam konteks sejarah Islam, khilafah adalah proses menggantikan
kepemimpinan Rasulullah SAW, dalam menjaga dan memelihara agama serta mengatur
urusan dunia. Pada masa sekarang istilah khilafah sama artinya dengan suksesi yang
juga berarti proses pergantian kepemimpinan.
Sedangkan menurut istilah khilafah berarti pemerintahan yang diatur berdasarkan
syariat Islam. Khilafah bersifat umum, meliputi kepemimpinan yang mengurusi bidang
keagamaan dan kenegaraan sebagai pengganti Rasulullah. Khilafah disebut juga dengan
Imamah atau Imarah. Pemegang kekuasaan khilafah disebut Khalifah, pemegang
kekuasaan Imamah disebut Imam, dan pemegang kekuasaan Imarah disebut Amir.
Kalau dibahas lebih lanjut tentang istilah Khilafah, Imamah, dan Imarah terdapat
berbagai versi dan sudut pandang. Istilah khilafah yang semula muncul pertama kali
pada masa Abu Bakar sebetulnya lebih karena posisi beliau yang merupakan pengganti
(khalifah) Rasulullah shingga masyarakat menyebutnya dengan panggilan “khalifah al-
Rasul” yang berfungsi melanjutkan tugas Rasulullah dalam kapasitasnya sebagai
pemimpin politik dan keagamaan, bukan sebagai Rasul. Pada masa Umar bin Khatab,
gelar Khalifah malah digantinya denga Amir (Amir al-Mu’minin). Sedangkan pada
masa pemerintahan Abbasiyah, gelar Khalifah tidak sekedar bermakna pengganti Rasul

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


tetapi pengganti Allah di muka bumi (Khalifatullah fil ardh). Adalah Al-Manshur,
khalifah Abbasiyah ke 2, yang mula-mula menyebut diri sebagai khalifatullah fil ardh ini.
Sedangkan gelar Amir pada masa itu digunakan untuk jabatan seorang kepala daerah
atau gubernur. Adapun gelar Imam dalam system imamah lebih sering digunakan oleh
kaum Syi’ah untuk menyebut jabatan seorang kepala negara. Sama artinya dengan gelar
Khalifah yang sering digunakan oleh kaum Sunni. Perbedaannya, bagi kaum Syi’ah gelar
Imam dan Imamah itu temasuk dalam prinsip ajaran agama. Seorang imam dipandang
sebagai orang yang ma’sum (terjaga dari dosa).
Bagi kaum Sunni, seperti pendapat al-Mawardi dan Abdul Qadir Audah bahwa
khilafah dan imamah secara umum memiliki arti yang sama yaitu system kepemimpinan
Islam untuk menggantikan tugas-tugas Rasulullah SAW dalam menjaga agama serta
mengatur urusan duniawi umat Islam. Allah berfirman dalam QS. An Nur: 55
‫فلخت سيل تاحلاصلا اولُعو ُكنم اونمأ نيلَّا لاّل دعو‬Lْ‫ميهلبق نم نيلَّا فلخت سا َكم ضرلأا ّف من‬
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa…”
Sejarah timbulnya istilah khilafah bermula sejak terpilihnya Abu Bakar as-Shidiq
(573-634 M) sebagai pemimpin umat Islam yang menggantikan Nabi SAW setelah beliau
wafat. Kemudian berturut-turut terpilih Umar bin khatab(581-644 M), Usman bin Affan
(576-656 M) dan Ali bin Abi Thalib (603-661M). Selanjutnya bersambung pada
generasi Dinasti Umayyah di Damascus (41-133H/661- 750 M):14 khalifah, Dinasti
Abbasiyah di Baqdad (132-656H/750-1258 M): 37 khalifah, Dinasti Umayyah di
Spanyol (139-
423H/756-1031 M):18 khalifah, Dinasti Fatimiyah di Mesir(297-567H/909-1171 M):14
khalifah, Dinasti Turki Usmani (kerajaan Ottoman) di Istanbul(1300-1922 M):39
khalifah, Kerajaan Safawi di Persia(1501-1786 M):18 syah/ raja, Kerajaan Mogul di
India (1526-1858 M):15 raja dan Dinasti-dinasti kecil lainnya.
Dinasti-dinasti di atas memakai gelar khalifah. Tetapi berbeda pelaksanaannya
dengan khulafa ar-rasyidin. Jika khulafa ar-rasyidin dipilih secara musyawarah, maka
dinasti-dinasti tersebut menerapkan tradisi pengangkatan raja secara turun temurun.
Sistem pemerintahan khilafah berakhir di Turki sejak Mustafa Kemal Ataturk
(1881- 1938 M). Beliau menghapus sistem pemerintahan ini pada tanggal 3 maret 1924.
Umat Islam pernah berusaha menghidupkan kembali khilafah melalui muktamar

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


khilafah di Cairo (1926 M) dan Kongres Khilafah di Mekkah (1928 M). Di India pun
pernah timbul gerakan khilafah. Oganisasi-organisasi Islam di Indonesia pun pernah
membentuk komite khilafah (1926 M) yang berpusat di Surabaya untuk tujuan yang
sama.
Namun perjuangan umat Islam Indonesia tidak hanya melalui upaya mewujudkan
khilafah secara legal formal. Melainkan ada hal yang lebih penting yaitu upaya
menegakkan nilai-nilai luhur Islam di tengah-tengah kemajemukan masyarakat
Indonesia. Peristiwa penghapusan tujuh kata yang berbunyi …dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya yang semula tercantum pada pada
alinea keempat Piagam Jakarta ( kelak menjadi Mukaddimah UUD 1945) pada tanggal
18 Agustus 1945 bukanlah kekalahan umat Islam untuk menegakkan Khilafah. Tetapi
itu justru menunjukkan kualitas sikap para pemimpin Islam seperti KH. Wahid Hasyim
yang mampu mengutamakan kepentingan umum seluruh bangsa Indonesia daripada
kelompok agamanya sendiri. Apalagi secara substantif, isi pembukaan UUD 1945 itu
tidak berbeda dengan ketika masih bernama Piagam Jakarta. Pembukaan UUD 1945
sangat terbuka untuk dimaknai sesuai keyakinan kita sebagai umat Islam. Karena naskah
ini memang lahir dari pemikiran para tokoh Muslim di samping tokoh-tokoh lainnya.
B. Dasar Hukum Khilafah menurut Islam
Menurut Sulaiman Rasjid, apabila diperhatikan dengan seksama, dapat diketahui
dengan jelas bahwa khilafah atau pemerintahan yang dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin
berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kejujuran, Keikhlasan dan Tanggung Jawab
Pemerintahan harus dijalankan dengan tulus demi tanggung jawab mengemban amanat
rakyat dengan tidak membeda-bedakan bangsa dan warna kulit. Hal ini dapat
dilakukan karena seorang pemimpin berpedoman pada firman Allah yang di antaranya
terdapat dalam surah Al-Hujurat, 13 sebagai berikut :
‫يبخ يملع لاّل نا ُكاقتأ لاّل دنع ُكمركأ نا اوفراعتل لئابقو ِبوعش كُانلعجو ثَنأو ركذ نم ُكانقلخ ناا سانلا ايُّأ َي‬
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al-Hujurat:13)
2. Keadilan

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Hendaknya keadilan ditegakkan terhadap seluruh rakyat dalam segala urusannya.
Firman Allah dalam surah An-Nahl, 90 :
‫نوركذت ُكلعل ُكظعي يغبلاو ركنملاو ءاشحفلا نع ى ْنيو َبرقلا يذ ءاتياو ناسحالاو لدعل ِب رمأي لاّل نا‬
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran” (QS. An-Nahl:90)
3. Tauhid (mengesakan Allah)
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah, 163:
‫ا وه لاا َلا ال دحاو َلا ُكهـلاو‬L‫ل‬L‫يمحرلا نحمر‬
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Baqarah:163)
Tauhid merupakan sikap tunduk dan patuh secara total hanya kepada Allah. Tak
ada sesuatupun yang layak dipatuhi selain Allah. Konsekuensi dari sikap bertauhid
ini akan membuat tiap-tiap orang, termasuk para pemimpin, merasa merdeka dan
menghargai kemerdekaan orang lain, terhindar dari kesewenang-wenangan, dan pada
akhirnya dapat menciptakan tata kelola pemerintahan yang egaliter serta terhindar
dari otoritarianisme.
4. Kedaulatan rakyat
Masalah kedaulatan rakyat ini dapat dipahami dari perintah Allah yang mewajibkan
kita taat kepada ulil amri (para wakil rakyat atau pemegang pemerintahan). Firman
Allah dalam surah An-Nisa, 59 :
‫ ُكنم رملأا لِوأو لوسرلا اوعيطأو لاّل اوعيطأ اونمأ نيلَّا ايُّأ َي‬- “Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu…” (QS. An-Nisa:59)
Sulaiman Rasjid dengan mngutip pendapat ahli tafsir Imama Muhammad Fakhruddin
Razi mengatakan bahwa yang dimaksud Ulil Amri pada ayat tersebut adalah para
ulama, ilmuwan, dan para pemimpin yang ditaati rakyat. Mereka inilah representasi
dari kedaulatan rakyat.
Sedangkan untuk mengelola kedaulatan rakyat adalah melalui usaha menampung
berbagai aspirasi mereka untuk kemudian dimusyawarahkan agar dapat dicapai kata

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


mufakat demi kemaslahatan bersama. Perintah untuk melakukan musyawarah ini
misalnya dapat dilihat pada QS. Asy-Syura: 38 sebagai berikut :
‫م ْنيب ىروش هُرمأو‬
“…sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka….;”
(QS. Asy-Syura:38)
C. Tujuan Khilafah dalam Islam
Secara umum Khilafah mempunyai tujuan untuk memelihara agama Islam dan
mengatur terselenggaranya urusan umat manusia agar tercapai kesejahteraan dunia
dan akhirat sesuai dengan ajaran Allah SWT. Adapun tujuan khilafah secara spesifik
adalah:
1. Melanjutkan kepemimpinan agama Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW.
2. Untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin dengan aparat yang
bersih dan berwibawa
3. Untuk menjaga stabilitas negara dan kehormatan agama.
4. Untuk membentuk suatu masyarakat yang makmur, sejahtera dan berkeadilan, serta
mendapat ampunan dari Allah SWT.
Khilafah sebagai salah satu cara untuk menata kehidupan di dunia, tidak bisa
dilepaskan dengan peran Islam sebagai agama rahmatan lil-alamin yang memiliki misi
besar untuk mengarahkan semua sisi kehidupan dengan berbagaipanduan yang sangat
detil dan konprehensif. Bahkan konsep tauhid yang tampak sebagai urusan akidah,
sebetulnya juga tidak bisa dilepaskan dengan politik. Konsep tauhid yang mengajarkan
umat Islam untuk tunduk dan patuh hanya kepada Allah, sesungguhnya sekaligus
mengajarkan tentang kesetaraan manusia. Dengan demikian Islam menolak secara tegas
adanya perbudakan sesama manusia dengan berbagai macamnya. Oleh karena itu
Rasulullah selalu mengakhiri setiap surat yang dikirim kepada Ahli Kitab ayat mulia
dari surah Ali-Imran sebagai berikut :
‫ َك لَا اولاعت باتكلا لهأ َي لق‬L‫اضعب انضعب ذختي الو ائيش هب كشن الو لاّل الا دبعن الأ ُكنيبو ا نيب ءاوس ةم‬
‫نوملسم ناأب او َدهشا اولوقف اولوت ناف لاّل نود نم ِب ِبرأ‬
“Katakanlah: «Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan)
yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian
kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah». Jika mereka berpaling

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


maka katakanlah kepada mereka: «Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang
yang berserah diri (kepada Allah).» (QS. Ali-Imran:64)
D. Hikmah Khilafah dalam Islam
Khilafah yang ditegakkan dengan tujuan yang jelas dan dasar-dasar yang berpihak
pada kepentingn dan kesejahteraan bersama pada akhirnya akan membuat
masyarakatnya hidup tenang, nyaman, dan aman di satu pihak. Di pihak lain justru akan
membuat Khilafah semakin kuat dan stabil karena adanya kepercayaan dari masyarakat
luas.
Upaya pengendalian yang dilakukan pemerintah dengan disertai pemenuhan aspirasi
rakyat dapat melahirkan kesadaran bersama untuk mencapai persatuan dan kesatuan
dengan tetap menjaga keragaman, baik suku, agama, dan ras, sebagai anugerah Allah.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Modul 5 JINAYAH SIYASAH

Kegiatan Belajar 4 JIHAD

CPMK:
Memahami aturan hukum Islam dan dalil-dalil terkait dengan jihad
SBCPMK:
1. Menjelaskan pengertian jihad
2. Menyebutkan dasar hukum jihad menurut Islam
3. Mengidentifikasi macam-macam jihad dalam Islam
4. Mendeskripsikan hukum jihad dalam Islam.

URAIAN MATERI
A. Pengertian Jihad
Kata jihad berasal dari kata jâhada yujâhidu jihâdan wa mujâhadatan. Asal
katanya adalah jahada yajhadu jahdan/juhdan yang berarti kekuatan (al-thâqah) dan
upaya jerih payah (al-masyaqqah). Secara bahasa jihad berarti mengerahkan segala
kekuatan dan kemampuan untuk membela diri dan mengalahkan musuh. sedangkan
menurut istilah ulama fikih, jihad adalah perjuangan melawan orang-orang kafir untuk
tegaknya agama Islam. Jihad juga dapat berarti mencurahkan segenap upaya dan
kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang berhubungan dengan kesulitan
dan penderitaan. Sehingga, jâhada berarti mencurahkan segala kemampuan dalam
membela dan memperoleh kemenangan. Dikaitkan dengan musuh, maka jâhada al-
‘aduww berarti membunuh musuh, mencurahkan segenap tenaga untuk memeranginya,
dan mengeluarkan segenap kesungguhan dalam membela diri darinya.
Pelaku jihad disebut mujâhid. Dari akar kata yang sama lahir kata ijtihâd yang berarti
upaya sungguh-sungguh dengan mengerahkan segala kemampuan untuk mengambil
kesimpulan atau keputusan sebuah hukum dari teks-teks keagamaan.
Dengan demikian jihad berarti sebuah upaya sungguh-sungguh yang dilakukan oleh
seorang Muslim dalam melawan kejahatan dan kebatilan, mulai dari yang terdapat
dalam jiwa akibat bisikan dan godaan setan, sampai pada upaya memberantas kejahatan
dan kemungkaran dalam masyarakat. Upaya tersebut dapat dilakukan antara lain
melalui kerja hati berupa kebulatan tekad dan niat untuk berdakwah, kerja lisan berupa

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


argumentasi dan penjelasan tentang hakikat kebenaran ajaran Islam, kerja akal berupa
perencanaan yang matang, dan kerja badan yang berupa perang atau lainnya. Oleh sebab
itu jihad tidak selalu diidentikkan dengan perang secara fisik.
Dari aspek terminologi, definisi jihad berkisar kepada tiga aspek:
1. Jihad yang dipahami secara umum, adalah segala kemampuan yang dicurahkan
oleh manusia dalam mencegah/membela diri dari keburukan dan menegakkan
kebenaran. Termasuk dalam kategori ini adalah menegakkan keadilan,
membenahi masyarakat, bersunggung-sungguh serta ikhlas dalam beramal, gigih
belajar untuk melenyapkan kebodohan, bersungguh-sungguh dalam beribadah
seperti menunaikan ibadah puasa dan haji.
2. Jihad dipahami secara khusus sebagai usaha mencurahkan segenap upaya
dalam menyebarkan dan membela dakwah Islam.
3. Jihad yang dibatasi pada qitâl (perang) untuk membela atau menegakkan
agama Allah dan proteksi kegiatan dakwah.
Umumnya jihad cenderung diartikan sebagai perang fisik/bersenjata. Setiap mukmin
diperintahkan untuk berjihad, bukan sekadar jihad, tetapi dengan sebenar- benarnya
jihad (haqqa jihâdih/ Q.S. Al-Hajj: 78). Memang ada saat-saat setiap Muslim wajib
berperang yaitu di saat musuh menyerang (QS. Al-Anfâl: 15, 16, 45), atau ada perintah
penguasa tertinggi (imâm) untuk berperang sebagai konsekuensi dari taat kepada ulil
amri (QS. An nisa: 59), dan di saat kecakapan seseorang dibutuhkan dalam peperangan.
Beberapa alasan bahwa jihad tidak selalu identik dengan perang melawan musuh,
diantaranya:
Terdapat kekeliruan dalam pemaknaan kata qitâl yang disamakan dengan kata jihâd.
Kekeliruan dalam membedakan keduanya dipengaruhi kesalahan mengidentifikasi
semua isyarat jihad dalam ayat-ayat madaniyah yang dimaknai sebagai jihad bersenjata.
Padahal, antara jihad dan qitâl memiliki makna dan penggunaan yang berbeda dalam
al-Qur’an.
Kata qitâl berasal dari qatala-yaqtulu-qatl, yang berarti membunuh atau menjadikan
seseorang mati disebabkan pukulan, racun, atau penyakit. Kata qitâl hanyalah salah
satu aspek dari jihad bersenjata. Jihad bersenjata adalah konsep luas yang mencakup
seluruh usaha seperti persiapan dan pelaksanaan perang, termasuk pembiayaan
perang. Dengan begitu, jihad bersenjata hanyalah salah satu bentuk dari jihad yang
juga melibatkan jihad damai. Atas dasar itu, konteks jihad dalam al-Qur’an tidak dapat
disamakan dengan qitâl.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


َ ‫لمعي للّاو ُكل‬
‫ش وهو ائيش اوب ُت نأ َسعو ُكل يخ وهو ائيش اوهركت نأ َسعو ُكل هرك وهو لاتقلا ُكيلع بتك‬
‫أو‬L L L L‫وملعت ال ُتن‬LLL‫ن‬
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu
benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh
Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah : 216)
Pada masa hidup Nabi Muhammad SAW, peperangan terjadi sebanyak 17 kali.
Ada juga yang menyebutnya 19 kali; ada yang mengatakan 8 hingga 10 peperangan
di antaranya yang diikuti Nabi. Namun, patut dicatat bahwa perang yang dilakukan
Nabi SAW adalah untuk perdamaian. Sebagai contoh, sebuah riwayat menyebutkan
bahwa ketika penduduk Yatsrib berkeinginan menghabisi penduduk Mina, Nabi SAW
menghalanginya, sebagaimana tersebut dalam hadis berikut:
Abas bin ubadah bin nadhlah: Demi Allah yang telah mengutusmu atas dasar
kebenaran, sekirang engkau mengizinkan niscaya penduduk Mina itu akan kami habisi
besok dengan pedang kami. Rasulullah saw berkata, “Saya tidak memerintahkan untuk
itu”. (HR. Ahmad dari Ka‘b ibn Mâlik)
Kata jihad telah digunakan dalam ayat-ayat yang turun sebelum Nabi berhijrah
(makkiyyah), padahal para ulama sepakat menyatakan kewajiban berperang baru turun
pada tahun ke 2 hijriyah, yaitu dengan turunnya firman Allah:
ْ ُ‫ ريدقل ه‬-٣٩- ‫اولوقي نأ الا قح َيغب هُرَيد نم اوجرخأ نيلَّا‬
‫صن َلع لاّل ناو اوملظ منَّأب نولتاقي نيلَّل نذأ‬
‫ايثك لاّل سا ايهف ركذي دجاسمو تاولصو عيبو عماوص تم ُدهل ضعبب ُمهضعب سانلا لاّل عفد الولو لاّل انبر‬
ْ ‫ني نم لاّل ن‬LLL‫ص‬
‫نيلو‬LLL‫ص‬ ْ ‫ا ه‬L L ‫ل لاّل ن‬L L L ‫ زع يوق‬L L L‫ زي‬-٤٠-
"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya
mereka telah dianiaya. dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong
mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa
alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: «Tuhan Kami hanyalah Allah».
dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-
rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut
nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa. (QS. Al-Hajj: 39-40)

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Nabi diminta untuk tidak tunduk pada orang-orang kafir, dan sebaliknya beliau
diperintahkan untuk berjihad dalam menghadapi mereka, bukan dengan memerangi
secara fisik, tetapi dengan menyampaikan al-Qur`an dengan penjelasan yang kuat dan
argument yang kuat. Dhamîr ha pada kata wajâhidhum bihî dipahami oleh para ahli
tafsir sebagai pengganti atau menunjuk kepada al-Qur`an.
Dalam konteks kekinian, jihad melalui lisan dan penjelasan petunjuk agama dapat
dilakukan dengan pendekatan verbal (al-bayân al-syafahiy), seperti khutbah dan
pengajian, pendekatan melalui tulisan (al-bayân al-tahrîriy) seperti buku, majalah,
bulletin dan lain sebagainya, pendekatan media (al-bayân al-I’lâmiy) seperti televisi,
radio dan media online, dan pendekatan dialog (al-hiwâr), seperti dialog antar agama
atau dialog peradaban.
Jadi selain jihad ‘militer’ (bersenjata/ al-jihâd al`askariy)) ada bentuk-bentuk lain
dari jihad dalam Islam, yaitu jihad spiritual (al-jihâd al-rûhiy) yang obyeknya adalah
jiwa manusia yang selalu cenderung mengikuti hawa nafsu dan jihad dalam bentuk
dakwah (al-jihâd al-da`wiy) dengan menyampaikan risalah al-Qur`an secara baik dan
benar. Dalam kaitan jihad dakwah ini diperlukan kesabaran dalam menghadapi berbagai
cobaan dan rintangan.
Tidak kalah pentingnya dengan jihad bersenjata untuk dilakukan saat ini yaitu jihad
membangun peradaban. Syeikh Yusuf al-Qaradhawi dalam buku Fiqh al- Jihâd
mengistilahkan dengan kata al-jihâd al-madaniyy, yaitu jihad untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat di berbagai bidang dan mengatasi permasalahannya yang
beragam. Obyeknya sangat luas, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, bidang sosial,
ekonomi, pendidikan, kesehatan/ kedokteran, lingkungan dan aspek-aspek peradaban
lainnya. Kewajiban berjihad di sini antara lain berupa upaya mencerdaskan masyarakat
melalui pendidikan dan membangun sekolah yang berkualitas, mengentaskan
kemiskinan dan menekan angka pengangguran, melatih tenaga kerja agar terampil,
menangani anak-anak jalanan yang terlantar, dan menyediakan fasilitas pengobatan
yang dapat dinikmati masyarakat luas.
Demikian cakupan makna jihad yang amat luas, yaitu bukan hanya sekedar jihad
bersenjata. Meskipun dalam beberapa literatur klasik jihad didefinisikan sebagai perang
di jalan Allah tetapi dalam implementasi dan penerapannya terdapat beberapa prasyarat
dan ketentuan yang harus dipenuhi, di samping perbedaan pendapat di kalangan ulama
seputar kewajibannya.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


B. Dasar Hukum Jihad menurut Islam
Al Qur’an
QS. Al Hajj: 78
Sebenarnya jihad merupakan kesungguhan untuk melaksanakan perintah Allah.
Misalnya bersungguh-sungguh mendirikan sembahyang/salat, membayar zakat dan
menegakkan persatuan-kesatuan. Allah berfirman :
‫نم ْيملسملا ُكا َس وه يمهاربا ُكيبأ َلم جرح نم نيلا ّف ُكيلع لعج امو كُابتجا وه هدا َج قح لاّل ّف اودهاجو‬
‫وه للّ ِب اومصتعاو ة َكزلا اوتأو ةلاصلا اويمقأف سانلا لَع ءا َدهش اونوكتو ُكيلع اديهش لوسرلا نوكيل اذه فّو لبق يصنلا معنو لَوملا‬
‫معنف كُالوم‬
"Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia
telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai
kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran)
ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi
saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-
baik pelindung dan sebaik- baik penolong.”

QS. Lukman: 15
Melawan segala bentuk pemaksaan membutuhkan keberanian untuk menolaknya.
Apalagi pemaksaan yang terkait dengan masalah keyakinan. Meskipun demikian, kita
tetap harus menjaga hubungan baik dengan mereka dalam pergaulan sehari-hari. Allah
berfirman :
‫لِا بناأ نم ليبس عبتاو افورعم اينلا ّف ام ْبحاصو امُهعطت لاف لمع هب ل سيل ام ب كشت نأ لَع كادهاج ناو‬
‫نولمعت ُتنك امب ُكئبنأف ُكعجرم لِا ث‬
"Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya,
dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali
kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan.”

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Hadis
Jihad merupakan sikap dan tindakan tegas dalam memegang keyakinan terhadap
keesaan Allah hingga tak ada celah sedikitpun untuk bersikap yang berpotensi merusak
keimanan itu. Bahkan dalam konteks tertentu kita dilarang untuk menyerupai mereka
yang tidak beriman akan keesaan Allah. Rasulullah bersabda :
Dari Ibn ‘Umar, Rasulullah saw bersabda, “Saya diutus dengan pedang, hingga Allah
disembah tiada serikat bagi-Nya, dan rezkiku dijadikan di bawah naungan tombak,
kehinaan bagi siapa yang menyalahi perintahku, dan siapa yang menyerupai suatu
kaum maka ia termasuk kepada kaum tersebut.” (HR. Ahmad)
Jihad bukan demi meraih kesenangan dan kebanggaan dunia. Bukanlah jihad
namanya apabila disertai rasa puas karena berhasil menundukkan pihak lain. Rasulullah
bersabda :
Dari Abu Hurairah bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, “Wahai
Rasulullah, seorang ingin berjihad di jalan Allah, mencari kesenangan dunia.”
Rasulullah berkata, “Ia tidak dapat pahala,” para sahabat membesar-besarkan
peristiwa tersebut dan berkata kepada pemuda tadi, kembalilah bertanya kepada
Rasulullah Saw., mungkin Anda salah paham. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, seorang
ingin berjihad di jalan Allah mencari kesenangan/keuntungan dunia. Rasulullah
menjawab, “Ia tidak dapat pahala, para sahabat berkata lagi, “Kembalilah (bertanya)
kepada Rasulullah saw!” Rasulullah menjawab pada kali yang ketiga, “Ia tidak dapat
pahala.”
Jihad merupakan suatu siasat atau strategi untuk menundukkan dan bukan untuk
menghancurkan pihak lawan. Rasulullah bersabda :
Dari Jâbir ibn ‘Abd Allâh Ra., ia berkata, “Rasulullah Saw. bersabda, ‘Perang itu
adalah siasat’”. (HR. Bukhâriy, Muslim, dan lain-lain).
Jihad disyariatkan pada tahun ke-2 H. Hikmah disyariatkannya jihad adalah
mencegah penganiayaan dan kezaliman. Ulama Syafiiyah mengatakan bahwa
membunuh orang kafir bukan tujuan jihad. Dengan demikian apabila mereka dapat
memperoleh hidayah dengan menyampaikan bukti yang nyata tanpa berjihad, hal itu
masih lebih baik daripada berjihad.
C. Macam-macam Jihad dalam Islam
Pakar bahasa al-Qur`an, Raghib al-Ashfahani, menyebutkan tiga bentuk jihad, yaitu:
jihad melawan musuh yang nyata, jihad melawan setan, dan jihad melawan hawa
nafsu. Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah ada 4 tingkatan yakni, jihad melawan hawa
nafsu,

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


jihad melawan setan, jihad melawan orang-orang kafir dan jihad melawan orang-orang
munafik.
Berikut pembahasan tentang macam-macam jihad diantaranya :
1. Jihad melawan hawa nafsu
Jihad melawan hawa nafsu penting dilakukan, sebab jiwa manusia
memiliki kecenderungan kepada keburukan yang dapat merusak kebahagiaan
seseorang, dan itu tidak mudah dilakukan, sebab hawa nafsu ibarat musuh dalam
selimut, seperti dikatakan Imam al-Ghazali, hawa nafsu adalah musuh yang
dicintai, sebab ia selalu mendorong kepada kesenangan yang berakibat melalaikan.
Allah berfirman :
‫يمحر روفغ بر نا بر محر ام الا ءوسل ِب ةرامأل سفنلا نا ِسفن ئربأ امو‬
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu
itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang” (QS.
Yusuf : 53)
Jihad melawan hawa nafsu dapat dilakukan dengan:

a. Mempelajari petunjuk-petunjuk agama yang dapat mengantarkan jiwa kepada


keberuntungan dan kebahagiaan
b. Mengamalkan apa yang ia telah ketahui
c. Mengajak orang lain untuk mengikuti petunjuk agama. Dengan berilmu,
beramal dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain seseorang dapat mencapai
tingkatan yang disebut dengan rabbaniyy.
d. Bersabar dan menahan diri dari berbagai cobaan dalam menjalankan dakwah.
2. Jihad melawan setan
Jihad melawan setan, berupa upaya menolak segala bentuk keraguan yang
menerpa keimanan seseorang dan menolak segala bentuk keinginan dan dorongan
hawa nafsu. Keduanya dapat dilakukan dengan berbekal pada keyakinan yang teguh
dan kesabaran. Allah berfirman QS. As Sajadah : 24,
‫ل نارمأب نود ُّي ةمئأ م ْنم انلعجو‬L‫نونقوي انتَيأب اونَكو اوبص ام‬
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami ketika mereka sabar. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat
kami.”

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Ayat di atas menegaskan bahwa kemuliaan dalam beragama dapat diperoleh
dengan dua hal; kesabaran dan keyakinan. Dengan kesabaran seseorang dapat
menolak segala bentuk keinginan dan dorongan hawa nafsu, dan dengan
keyakinan seseorang dapat menolak segala bentuk keraguan.
3. Jihad melawan orang kafir dan orang munafik
Selain jihad melawan hawa nafsu dan setan, jihad lain yang yang secara tegas
disebut obyeknya dalam Qur’an adalah Jihad melawan orang-orang kafir.
Allah
berfirman :
‫ج بنلا اُيّأ َي‬L‫ا دها‬L‫افكل‬L‫انملاو ر‬L‫لغاو ْيقف‬L‫يهلع ظ‬L‫اوأمو م‬Lُ‫لا سئبو نَّ َج ه‬L‫صم‬L‫ي‬
“Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan
bersikap keraslah terhadap mereka, tempat mereka adalah Jahannam dan itu adalah
seburuk- buruknya tempat kembali. (QS. Al-Tahrim:9)
Sumber segala kejahatan adalah setan yang sering memanfaatkan kelemahan
nafsu manusia. Jika manusia tergoda oleh setan, dia bisa menjadi kafir, munafik, dan
menderita berbagai macam penyakit hati. Akibatnya bahkan manusia itu sendiri
akan menjadi setan. Allah berfirman :
‫ سانلا برب ذوعأ لق‬-١- ‫ سانلا لم‬-٢- ‫ سانلا َلا‬-٣- ‫ سانخلا ساوسولا َش نم‬-٤- َّ‫يلا‬
‫ سانلا رودص ّف سوسوي‬-٥- ‫ سانلا و ةنجلا نم‬-٦
Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai)
manusia, 2. Raja manusia, 3. Sembahan manusia, 4. Dari kejahatan (bisikan)
syaitan yang biasa bersembunyi, 5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada
manusia, 6. dari (golongan) jin dan manusia. (QS. An-Nas:1-6)
D. Hukum Jihad dalam Islam
Hukum jihad untuk mempertahankan dan memelihara agama dan umat Islam (serta
Negara) hukumnya wajib atau fardhu. Baik fardhu ain maupun fardhu kifayah.
1. Sebagian ulama sepakat jihad hukumnya fardhu ain.
Firman Allah SWT Qs. At Taubah: 41
‫نوملعت ُتنك نا ُكل يخ ُكلذ للاّ ليبس ّف ُكسفنأو ُكلاومأب اودهاجو الاقثو افافخ اورفنا‬
Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan
berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu
adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


2. Sebagian ulama sepakat jihad hukumnya fardhu kifayah.
Firman Allah SWTQs. An-Nisa: 95
َ ّ ‫لاّل لضف ميهسفنأو ميهلاومأب لاّل ليبس ّف نودهاجملاو ر‬
‫ضلا لِوأ يغ ْينمؤملا نم نودعاقلا يوت سي ال نيدعاقلا لَع‬
‫نيدهاجملا لاّل لضفو نى سحلا لاّل دعو لاـكو ةجرد نيدعاقلا َلع ميهسفنأو ميهلاومأب نيدهاجملا يماظع ارجأ‬
"Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak
mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan
harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan
harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada masing-
masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan
orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.”
3. Hukum jihad bisa berubah menjadi fardhu ‘ain bagi orang yang telah bergabung
dalam barisan perang. Begitu juga bagi setiap individu jika musuh telah mengepung
kaum muslimin dengan syarat :
a. Jika jumlah orang-orang kafir tidak melebihi 2 kali lebih besar dibandingkan
kaum muslimin dengan penambahan pasukan yang dapat diperhitungkan.
b. Tidak ditemukan udzur, baik sakit maupun tidak ada senjata dan kendaraan
perang.
c. Jihad tidak bisa dilakukan dengan berjalan kaki
Jika salah satu dari ketiga hal tersebut tidak terpenuhi, maka boleh meninggalkan
peperangan.

LATIHAN SOAL
A. Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban A, B, C, atau D yang paling tepat!
1. Di bawah ini yang termasuk macam-macam pembunuhan, kecuali...
a. Pembunuhan sengaja
b. Pembunuhan seperti sengaja
c. Pembunuhan tersalah
d. Pembunuhan bersalah
2. Fulan secara tidak sengaja menabrak Dodo hingga meninggal, keluarga Dodo telah
memaafkan ketidaksengajaan Fulan dan dapat menerima dengan ikhlas, tetapi fulan

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


tetap harus membayarkan Diyat Mughalladzah (denda berat) yang dapat diambilkan
dari harta...
a. Fulan sendiri
b. Keluarga Fulan
c. Saudara Fulan
d. Tetangga Fulan
3. Berikut ini yang termasuk hukuman yang tepat bagi pelaku pembunuhan
berkelompok adalah...
a. Diyat mughalladzah
b. Diyat mukhaffafah
c. Diyat Khata’
d. Qishash
4. Perhatikan pernyataan di bawah ini!
1) Orang yang terbunuh terpelihara darahnya
2) Pembunuh sudah baligh dan berakal
3) Pembunuh bukan bapak (orang tua) dari terbunuh
4) Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan orang yang membunuh
Penyataan di atas merupakan ... Qishash
a. Rukun
b. Macam
c. Syarat
d. Sunnah
5. Berikut ini adalah hubungan yang tepat antara hukum qishash dengan hikmah
qishash, kecuali...
a. Dapat memelihara keamanan dan ketertiban
b. Dapat memberikan pelajaran
c. Dapat menjadi latihan dihukum
d. Dapat mencegah pertentangan
6. Khilafah sebagai salah satu cara untuk menata kehidupan di dunia, tidak benar jika
khilafah dimanfaatkan sebagai cara untuk...
a. Mendirikan negara baru di atas negara yang sah
b. Menjaga stabilitas negara dan kehormatan agama
c. Membentuk suatu masyarakat yang makmur

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


d. Mencapai kebahagiaan lahir dan batin
7. Fulan adalah seorang presiden, dalam menjalankan fungsi dan tugasnya ia selalu
bekerja keras dan tidak mengenal waktu, anggaran negara yang digunakan
diubahnya menjadi infrastruktur yang bagus, bahkan separuh gajinya ia
sumbangkan kepada fakir miskin. Pelaporan anggaran sangat transparan dan
pembangunan selesai seperti target.
Berdasarkan diskripsi di atas, fulan menjalankan pemerintahan yang...
a. Jujur dan adil
b. Ikhlas dan tanggung jawab
c. Jujur dan tanggung jawab
d. Adil dan Ikhlas
8. Setiap aspirasi yang masuk akan ditampung yang kemudian dimusyawarahkan
sebelum diputuskan, merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan...
a. Persatuan
b. Kedaulatan rakyat
c. Kerukunan rakyat
d. Kesatuan
9. Jihad tidak selalu berorientasi pada peperangan atau kekerasan, karena jihad masa
sekarang adalah...
a. Menuntut ilmu
b. Mengembangkan pengetahuan
c. Berusaha mencerdaskan anak bangsa
d. Semua jawaban benar
10. Jihad melawan hawa nafsu dapat dilakukan dengan, kecuali...
a. Belajar
b. Mengamalkan ilmu
c. Bersabar
d. Bekerja tanpa istirahat
B. Jawablah soal di bawah ini dengan tepat!
1. Mengapa pelaku pembunuhan terkena hukuman yang berat? Jelaskan!
2. Mengapa jika seorang ayah membunuh anaknya dengan alasan tertentu tetapi ayah
tidak di Qishash? Lalu hukuman apa yang tepat bagi si ayah? Jelaskan!

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


3. Hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam khilafah atau pemerintahan menurut
Sulaiman Rasjid? Berikan contohnya!
4. Mengapa khilafah sangat diperlukan dalam sistem negara? Jelaskan!
5. Macam Jihad menurut Raghib al Ashfahani terbagi menjadi tiga, apa perbedaan di
antara ketiganya? Jelaskan!

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


MODUL FIKIH
PRODI PENDIDIKAN PROFESI GURU
BAGIAN USHUL FIKIH DASAR

Modul 6 USHUL FIKIH DASAR


AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER
Kegiatan Belajar 1
HUKUM ISLAM
CPMK:
Memahami kedudukan dan fungsi Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam
SUBCPMK:
1. Menjelasan pengertian Al-Qur’an.
2. Menjelaskan kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang utama
3. Menganalisis 3 macam pedoman/cara Al-Qur’an dalam penetapan hukum Islam
4. Menyebutkan contoh tentang Al Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang paling utama.

URAIAN MATERI
A. Pengertian Al Qur’an
Menurut bahasa, kata “al Qur’an” adalah bentuk isim masdar dari kata “qa-ra-
a” yang berarti membaca yaitu kata “qur-a-nan” yang berarti yang dibaca.
Demikian pendapat Imam Abu Hasan Ali bin Hazim. Penambahan huruf alif dan lam
atau al, pada awal kata menunjuk pada kekhusususan tentang sesuatu yang dibaca, yaitu
bacaan yang diyakini sebagai wahyu Allah SWT. Sedang penambahan huruf alif dan
nun pada akhir kata menunjuk pada makna suatu bacaan yang paling sempurna.
Kekhususan dan kesempurnaan suatu bacaan tersebut berdasar pada firman Allah SWT
sendiri yang terdapat dalam QS. Al Qiyamah:17-18 dan QS. Fushshilat (41): 3.
‫ا‬L‫ع ن‬L‫يل‬L‫ن‬L‫ج ا‬L‫ع‬L‫قو ه‬L‫أر‬L‫ن‬L‫ ه‬-١٧L- ‫ف‬L‫ناأرق اذا‬L ‫ف ه‬L‫تا‬L‫أرق عب‬L‫ن‬L‫ ه‬-١٨
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah (Allah SWT) mengumpulkan didadamu dan
membuatmu pandai membacanya, jika Kami (Allah SWT) telah selesai membacanya,
maka ikutilah (sistem) bacaan itu“. (QS Al Qiyamah:17-18)
‫ك‬L‫ف بات‬L‫ص‬L‫أ تل‬Lَ‫ي‬L‫ت‬L‫ق ه‬L‫أر‬L‫ع نا‬L‫يبر‬L‫ل ا‬L‫ق‬L‫ي مو‬L‫ع‬L‫ل‬L‫م‬L‫و‬L‫ن‬
“Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa arab untuk kaum
yang mengetahui”. (QS. Fushshilat (41): 3)

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Secara istilah (terminologi), para pakar Al Qur’an memberikan definisi diantaranya :
1. Menurut Muhammad Ali Al Shobuni
Firman Allah SWT yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada nabi dan
rosul terakhir dengan perantaraan Jibril AS yang tertulis dalam mushafdan sampai
kepada kita dengan mutawattir (bersambung).
2. Menurut Muhammad Musthofa Al Salabi
Kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammmad SAW, untuk memberi hidayah
kepada manusia dan menjelaskan mana jalan yang benar dan harus dijalani yang
dibawa oleh Jibril AS dengan lafadz dan maknanya.
3. Menurut Khudhari Beik
Firman Allah SWT yang berbahasa arab yang diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW, untuk dipahami dan selalu diingat, disampaikan secara mutawattir
(bersambung), ditulis dalam satu mushaf yang diawali dengn surat al Fatihah dan
diakhiri dengan surat al Naas.
B. Kedudukan Al Qur’an sebagai sumber hukum Islam
Kedudukan Al-Qur’an merupakan satu-satunya sumber yang pertama dan paling
utama dalam hukum-Islam, sebelum sumber-sumber hukum yang lain. Sebab Al Qur’an
merupakan Undang-Undang Dasar tertinggi bagi umat Islam, sehingga semua hukum
dan sumber hukum tidak boleh bertentangan dengan Al Qur’an.
Kebanyakan hukum yang ada dalam Al Qur’an bersifat umum (kulli) tidak
membicarakan soal-soal yang kecil-kecil (juz’i), artinya tidak satu persatu suatu
masalah dibicarakan. Karena itu, Al Qur’an memerlukan penjelasan lebih lanjut dan.
Hadis merupakan penjelasan utama bagi Al Qur’an. Sedangkan Al Qur’an hanya
memuat pokok-poko yang meliputi semua persoalan yang berhubungan dengan
urusan dunia dan akhirat. Syari’at Islam telah sempurna dengan turunnya Al Qur’an.
Allah berfirman dalam QS. Al Maidah; 3, sebagai berikut:
‫ا‬L‫يل‬L‫أ مو‬Lْ‫ك‬L‫ل‬L‫ل ت‬Lُ‫يد ك‬L‫ن‬Lُ‫أو ك‬L‫ت‬L‫م‬L‫ع تم‬L‫يل‬Lُ‫ن ك‬L‫ع‬L‫ضرو ِتم‬L‫ل تي‬Lُ‫لاسلاا ك‬L‫د م‬L‫ف اني‬L‫م‬L‫ضا ن‬L‫ط‬L‫خم ّف ر‬L‫م‬L‫غ ةص‬L‫م ي‬L‫ت‬L‫ج‬L‫نا‬L‫ف‬
‫ال‬L‫ف ث‬L‫ا‬LL‫غ اّلل ن‬L L ‫ف‬L‫ ر رو‬L‫ح‬L‫“ يم‬
…pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang
siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Hukum-hukum mengenai salat, zakat, jihad dan urusan-urusan ibadah lainnya, yang
terkandung dalam Al Qur’an masih bersifat umum. Maka yang menjelaskannya ialah
hadis. Demikian pula untuk urusan mu’amalat seperti pernikahan, qisas, hudud dan
Iain-lain.
Menurut Imam Ghazali, ayat-ayat Al Qur’an yang berisi tentang hukum ada 500 ayat,
dan terbagi kepada dua macam, yaitu: ayat yang bersifat ijmali (global) dan ayat yang
bersifat tafsili (detil). Ayat-ayat Al Qur’an yang berisi tentang hukum itu disebut dengan
Ayatul Ahkam. Dasar bahwa kedudukan Al Qur’an merupakan satu-satunya sumber
yang pertama dan paling utama dalam hukum islam adalah firman Allah dalam QS. Al
Maidah ; 49
‫ب ُكحا نأو‬L‫ي‬Lْ‫ن‬L‫ب م‬L‫م‬L‫أ ا‬L‫ت لاو للاّ لزن‬L‫أ عبت‬L‫او ُهءاوه‬L‫ح‬L‫ذ‬L‫ر‬Lُ‫أ ه‬L‫ي ن‬L‫تف‬L‫ع كون‬L‫ب ن‬L‫ع‬L‫م ض‬L‫ا اّلل لزنأ ا‬L‫يل‬L‫ف ك‬L‫ا‬L‫اولوت ن‬
‫ف‬L‫ا‬L‫نأ لمع‬L‫م‬L‫ي ا‬L‫ي نأ اّلل دير‬L‫ص‬L‫ي‬Lْ‫ب‬L‫ب م‬L‫عب‬L‫نذ ض‬L‫ك ناو مِبو‬L‫م ايث‬L‫ا ن‬L‫ل سانل‬L‫ف‬L‫سا‬L‫وق‬L‫ن‬
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan
berhati- hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu
dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.”
C. Pedoman/ cara Al Qur’an dalam penetapan hukum Islam
1. Tidak menyulitkan
‫ ري‬L L‫ ري الو ْسيلا ُكب لاّل دي‬L L‫…“ ْسعلا ُكب دي‬
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu…”.(QS. Al Baqarah; 185)
2. Menyedikitkan beban
‫ُكؤست ُكل دبت نا ءاي شأ نع اولأست ال اونمأ نيلَّا ايُّأ َي‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu)
hal- hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu…”(QS Al
Maidah; 101)
3. Bertahap dalam pelaksanaan
Dalam mengharamkan khamr ditetapkan dalam tiga proses
a. Menjelaskan manfaat khamar lebih kecil dibanding akibat buruknya

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


‫ملاو رمخلا نع كنولأسي‬L‫اذام كنولأسيو اميهعفن نم بكأ امُهمثاو سان ل عفانمو يبك ثا اميهف لق ْسي‬
‫ني‬L L ‫ق نوقف‬L ‫ يب لذك وفعلا ل‬L ْ‫ل لاّل ي‬L‫ل تَيلأا ُك‬L L‫وركفتت ُكلع‬L ‫“ ن‬Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: «Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya». dan mereka bertanya kepadamu
apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: « yang lebih dari keperluan.»
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir
“(QS. Al Baqarah; 219)
b. Melarang pelaku shalat dalam keadaan mabuk
‫أ َي‬Lُّ‫ي‬L‫ا ا‬Lَّ‫ل‬L‫نمأ ني‬L‫ت ال او‬L‫ق‬L‫ا اوبر‬L‫لاصل‬L‫س ُتنأو ة‬Lَ‫ك‬L‫ت تَّح ىر‬L‫ع‬L‫ل‬L‫م‬L‫ت ام او‬L‫ق‬L‫نولو‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan …”.(QS. An
Nisa’; 43)
c. Menegaskan hukum haram kepada khamar dan perbuatan buruk lainya
‫ُكلعل هوبنتجاف ناطي شلا ل ُع نم سجر مالزلأاو باصنلأاو ْسيملاو رمخلا امنا اونمأ نيلَّا ايُّأ َي نوحلفت‬
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah Termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. “(QS. Al Maidah; 90)
D. Contoh Al Qur’an sebagai sumber hukum Islam
1. Hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan AllahSWT, yang disebut
ibadah. Ibadah ini dibagi tiga;
a. Bersifat ibadah semata-mata, yaitu salat dan puasa.
b. Bersifat harta benda dan berhubungan dengan masyarakat, yaitu zakat.
c. Bersifat badaniyah dan berhubungan juga dengan masyarakat, yaitu haji.
Ketiga macam ibadah tersebut dipandang sebagai pokok dasar Islam, sesudah Iman.
Hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan ibadah bersifat
tetap atau tidak berubah.
2. Hukum-hukum yang mengatur pergaulan manusia (hubungan sesama manusia),
yaitu yang disebut mu’amalat. Hukum menyangkut muamalah ini dibagi empat :

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


a. Berhubungan dengan jihad.
b. Berhubungan dengan penyusunan rumah tangga, seperti kawin, cerai, soal
keturunan, pembagian harta pusaka dan Iain-lain.
c. Berhubungan dengan jual-beli, sewa-menyewa, perburuhan dan Iain-lain. Bagian
ini disebut mu’amalat juga (dalam arti yang sempit).
d. Berhubungan dengan soal hukuman terhadap kejahatan, seperti qisas, hudud
dan lain-lain. Bagian ini disebut jinayat (hukum pidana).
Berbagai hukum dan peraturan yang berhubungan dengan masyarakat
(mu’amalat) dapat dirumuskan melalui pemikiran. Dia didasarkan kemaslahatan
dan kemanfaatan yang merupakan jiwa agama. Atas dasar kemaslahatan dan
kemanfaatan ini, hukum- hukum itu dapat disesuaikan dengan kondisi tempat dan
waktu.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Modul 6 USHUL FIKIH DASAR
HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM
Kegiatan Belajar 2
ISLAM
CPMK :
Memahami kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an
SUBCPMK:
1. Menjelaskan pengertian hadits
2. Mendeskripsikan kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam
3. Menyebutkan macam-macam fungsi hadis sebagai sember hukum Islam
4. Menemukan contoh masing-masing fungsi hadis sebagai sumber hukum Islam

URAIAN MATERI
A. Pengertian Hadits
Hadis ialah segala hal yang datang dari Nabi Muhammad saw., baik berupa ucapan,
perbuatan, ketetapan dan cita-cita nabi SAW.
Para ulama telah bersepakat bahwa hadis dapat berdiri sendiri dalam mengadakan
hukum-hukum, seperti menghalalkan atau mengharamkan sesuatu. Kekuatannya sama
dengan Al Qur’an.
B. Kedudukan Hadits sebagai sumber hukum Islam
Hadis merupakan segala hal yang disandarkan kepada Nabi SAW. yang dijadikan
dasar untuk menentukan hukum dalam ajaran Islam. Hal ini dikarenakan Nabi SAW
adalah sosok yang mulia dan menjadi suri tauladan bagi umat manusia.
Para ulama ahli ushul fiqih, menjadikan hadis untuk menentukan hukum Islam
setelah tidak ditemukan keterangan dalam Alquran. Oleh karena itu, para ulama sepakat
menempatkan hadis sebagai sumber pokok ajaran setelah Al Qur’an.
Penempatan hadis sebagai sumber pokok ajaran setelah Al Qur’an didasarkan atas
argumen bahwa antara Al Qur’an dan hadis terdapat perbedaan ditinjau dari segi
redaksi dan cara penyampaian atau cara penerimaannya.
1. Dari segi redaksi
Diyakini bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang disusun langsung
redaksinya oleh Allah SWT sedang malaikat Jibril sekedar penyampai wahyu
tersebut kepada Nabi SAW. Dengan tanpa perubahan sedikitpun wahyu tersebut
disampaikan Nabi SAW., kepada umatnya yang terlebih dahulu ditulis
oleh

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


sekretaris beliau yang khusus ditugasi menulis dengan disaksikan oleh beberapa
sahabat untuk menjaga kemurnian wahyu Allah SWT tersebut. Sekaligus dihafal
oleh para sahabat yang mempunyai kemampuan hafalan yang luar biasa dengan
restu Nabi SAW., kemudian disampaikan secara mutawatir (melalui sejumlah
orang dinilai mustahil mereka berbohong). Atas dasar ini Al Qur’an dinilai
Qoth’iy (mempunyai nilai ketetapan yang otentik tanpa ada perubahan sedikitpun).
2. Dari segi penyampaian dan penerimaan
Hadis pada umumnya disampaikan melalui hafalan orang-perorang (oleh para
sahabat). Hal ini karena Nabi SAW melarang menuliskannya, kecuali wahyu
Allah SWT. Oleh sebab itu bisa didapati redaksi hadis/sunnah yang tampak
berbeda satu dengan yang lain walaupun mengandung makna yang sama. Di
samping itu, walaupun para ulama’ ahli hadis (muhadditsin) ada yang menulisnya
tetapi hafalan andalan utama mereka. Dalam sejarahnya, hadis/Sunnah baru mulai
ditulis dan dikumpulkan untuk diuji dan diteliti tingkat kesahihannya baru dimulai
satu abad setelah Nabi SAW wafat. Oleh karena hadis/sunnah dari aspek redaksinya
merupakan hasil dari hafalan sahabat dan tabi’in, maka otentisitasnya adalah
dhanny yaitu atas sangkaan tertentu tergantung dari tingkat hafalan para sahabat
dan tabi’in. Maka wajar bila hadis ditempatkan di bawah Al Qu’ran sebagai sumber
pokok ajaran Islam.
C. Fungsi Hadits sebagai sumber hukum Islam
1. Bayan Taqrir
Hadits/sunnah berfungsi untuk menguatkan atau menggaris bawahi maksud redaksi
wahyu (Al Qur’an). Bayan Taqrir disebut juga Bayan Ta’kid atau Bayan Isbat.
Contoh: Hadits tentang penentuan kalender bulan berkenaan dengan kewajiban di
bulan Ramadhan.
“Apabila kalian melihat bulan, maka puasalah, juga apabila melihat bulan,
berbukalah”. (HR. Muslim)
Hadis ini mentaqrir ayat,
‫همصيلف ْرهشلا ُكنم ديهش نمف‬
”Maka barangsiapa yang menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa”. (QS. Al
Baqarah: 185)

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Contoh : Hadis/sunnah yang menerangkan tentang pentingnya mendirikan shalat
dengan mantap dan berkesinambungan, karena di antara salah satu fungsinya adalah
mencegah kemungkaran. Oleh sebabnya, shalat dianggap sebagai tiang agama.
“Shalat adalah tiang agama, siapa yang mendirikannya sama dengan
menegakkan agama dan siapa yang meninggalkan sama dengan merobohkan
agama”.(HR. Baihaqi)
Hadis tersebut menggaris bawahi atau menekankan ketentuan pada QS. Al Ankabut:
45
‫أو‬L‫ا مق‬L‫صل‬L‫لا‬L‫ا نا ة‬L‫لاصل‬L‫ت ة‬Lْ‫ن‬L‫ا نع ى‬L‫فل‬L‫ح‬L‫او ءاش‬L‫ل‬L‫م‬L‫كن‬L‫و ر‬Lَّ‫ل‬L‫ك‬L‫أ اّلل ر‬L‫ي اّلل و بك‬L‫ع‬L‫م لم‬L‫ت ا‬L‫ص‬L‫ن‬L‫نوع‬
“... dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar, dan mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain)”.
Contoh : Hadis/sunnah tentang kewajiban suci dari hadats kecil dengan berwudhu,
ketika hendak mengerjakan shalat
“Tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sebelum wudhu.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menguatkan QS. Al Maidah: 6
‫لَا ُكلجرأو ُكسوؤرب اوحسماو قفارملا لَا ُكيديأو ُكهوجو اولسغاف ةلاصلا لَا ُتمق اذا اونمأ نيلَّا ايُّأ َي ْيبعكلا‬
“Apabila kamu (orang beriman) hendak mendirikan shalat, maka basuhlah muka
dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
kedua mata kaki”.
2. Bayan Tafsir
Hadis/sunnah berfungsi menjelaskan atau memberikan keterangan atau
menafsirkan redaksi Al Qur’an, merinci keterangan Al Qur’an yang bersifat global
(umum) dan bahkan membatasi pengertian lahir dari teks Al Qur’an atau
mengkhususkan (takhsis) terhadap redaksi ayat yang masih bersifat umum.
Contoh : Hadis/Sunnah menafsirkan QS. Al Qodr (97) : 1-5
‫ناا‬L ‫نأ‬L‫لز‬L‫ن‬L‫ل ّف ها‬L‫ي‬L‫ا َل‬L‫قل‬L‫د‬L‫ ر‬-١L- ‫أ امو‬L‫ل ام كارد‬L‫ي‬L‫ا َل‬L‫قل‬L‫د‬L‫ ر‬-٢- ‫ل‬L‫ي‬Lَ‫ا ل‬L‫قل‬L‫د‬L‫خ ر‬L‫م ي‬L‫أ ن‬L‫ل‬L‫هش ف‬L‫ ر‬-٣- ‫لَنت‬
‫ا‬L‫ل‬L‫م‬L‫ئلا‬L‫ك‬L‫لاو ة‬L‫ور‬L‫ف ح‬L‫يه‬L‫ ِب ا‬L‫ذ‬L‫ِبر ن‬L‫م م‬L‫أ ك ن‬L‫ رم‬-٤- ‫م تَّح ه ملاس‬L‫ط‬L‫ا عل‬L‫فل‬L‫ج‬L‫ ر‬-٥-
“1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.
2. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? 3. Malam kemuliaan itu lebih

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


baik dari seribu bulan. 4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat
Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. 5. Malam itu (penuh)
Kesejahteraan sampai terbit fajar.”
Nabi SAW,. memberi penjelasan tentang waktu (terjadinya) Lailatul
Qodar, seperti dalam Hadis ;
“…(malam) lailatul qadr berada pada malam gajil pada sepuluh akhir bulan
ramadhan”.
3. Bayan Tasyri’
Hadis/sunnah berfungsi untuk menetapkan hukum yang tidak dijelaskan oleh
Al Qur’an. Hal ini dilakukan atas inisiatif Nabi SAW Atas berkembangnya
permasalahan sejalan dengan luasnya daerah penyebaran Islam dan beragamnya
pemikiran para pemeluk Islam.
Inisiatif Nabi SAW yang didasarkan pada Alquran, membuat umat Islam
mentaati segala perkataan, perbuatan dan ketetapan-ketetapannya. Nabi SAW
senantiasa berusaha menjelaskan dan menjawab pertanyaan beberapa sahabat
tentang berbagai hal yang tidak diketahuinya berdasarkan petunjuk Allah
SWT. Meskipun pada mulanya dari inisiatif beliau.
Di antara produk hukum yang berasal dari inisiatif Nabi SAW adalah : larangan
Nabi SAW atas suami memadu istrinya dengan bibi dari pihak ibu atau bapak
sang istri. Sedangkan firman Allah dalam QS. An Nisa’: 23 hanya menjelaskan
tentang larangan penggabungan (menghimpun) dua saudara untuk dinikahi saja.
‫أو‬L‫ َت ن‬L‫م‬L‫ع‬L‫ب او‬Lْ‫لأا ي‬L‫خ‬L‫ت‬Lْ‫ا ي‬L‫م لا‬L‫س دق ا‬L‫ل‬L‫ف‬
“…dan (diharamkan) menghimpunkan (dalam pernikahan) dua perempuan
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lalu…..”.
Selengkapnya pernyataan Nabi SAW adalah sebagai berikut: “Tidak
dibenarkan menghimpun dalam pernikahan seorang wanita dengan saudara
perempuan bapaknya, tidak juga dengan saudara perempuan ibunya, tidak
juga dengan anak perempuan saudaranya yang lelaki dan tidak juga dengan
akan saudaranya yang perempuan.” (HR. Muslim,AbuDawud,Tirmidzi,Nasai). Al
Thabrani menambahkan “karena kalau itu kamu lakukan, kamu memutus hubungan
kekeluargaan kamu “ (HR. Tabrani).

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Pada masalah zakat misalnya, Al Qur’an tidak secara jelas menyebut berapa
yang harus dikeluarkan seorang muslim dalam mengeluarkan zakat fitrah. Nabi
SAW menjelaskannya dalam hadis/sunnahnya sebagai berikut :
“Rasul telah mewajibkan zakat fitrah kepada manusia (muslim). Pada bulan
ramadhan satu sho’ (zukat) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka
atau sahaya, laki-laki atau perempuan muslim”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Modul 6 USHUL FIKIH DASAR
IJMA’ SEBAGAI SUMBER HUKUM
Kegiatan Belajar 3
ISLAM
CPMK :
Memahami kedudukan dan fungsi ijma’ dalam penetapan hukum Islam
SUBCPMK:
1. Menjelaskan pengertian ijma’
2. Menjelaskan kedudukan ijma’ sebagai sumber hukum Islam
3. Menemukan contoh-contoh hukum yang bersumber dari ijma’
4. Membedakan antara ijma’ sukuti dan ijma’sharih
5. Menyajikan contoh hasil ijma’ sebagai dasar dalam menetapkan hukum Islam

URAIAN MATERI
A. Pengertian Ijma’
Ijma’ dalam pengertian bahasa memiliki dua arti. Pertama, berupaya (tekad)
terhadap sesuatu. Pengertian kedua, berarti kesepakatan. Perbedaan arti yang
pertama dengan yang kedua ini bahwa arti pertama berlaku untuk satu orang dan arti
kedua lebih dari satu orang.
Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah kesepakatan semua para mujtahid dari kaum
muslimin pada suatu masa setelah wafat Rasul Saw atas hukum syara yang tidak
ditemukan dasar hukumnya dalam Al Qur’an dan Hadis.
Hal itu pernah dilakukan Abu Bakar. Apabila ditemukan suatu perselisihan, pertama
ia merujuk kepada kitab Allah, Jika tidak ditemui dalam kitab Allah dan ia mengetahui
masalah itu dari Rasulullah SAW., ia pun berhukum dengan sunnah Rasul. Jika ia
ragu mendapati dalam sunnah Rasul SAW., ia kumpulkan para shahabat dan ia lakukan
musyawarah untuk menemukan solusi atas suatu masalah dan menetapkan hukumnya.
Jadi obyek ijma’ ialah semua peristiwa atau kejadian yang tidak ada dasarnya dalam
al-Qur’an dan al-Hadis, peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan ibadat ghairu
mahdhah (ibadat yanng tidak langsung ditujukan kepada Allah SWT) bidang mu’amalat,
bidang kemasyarakatan atau semua hal-hal yang berhubungan dengan urusan duniawi
tetapi tidak ada dasarnya dalam Al Qur’an dan Hadis.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


‫أ َي‬Lُّ‫ي‬L‫ا ا‬Lَّ‫ل‬L‫أ ني‬L‫نم‬L‫أ او‬L‫عيط‬L‫أو اّلل او‬L‫ط‬L‫ا اوعي‬L‫سرل‬L‫وأو لو‬Lِ‫لأا ل‬L‫نم رم‬Lُ‫اف ك‬L‫ت ن‬L‫ن‬L‫عزا‬Lُ‫ش ّف ت‬
َ L‫ف ء‬L‫در‬L‫او اّلل َلا هو‬L‫ل‬L‫لوسر‬
‫ا‬L ‫ك ن‬L L‫ ؤت ُتن‬L‫م‬L‫ون‬L‫او لّ ِب ن‬L‫يل‬L‫ و‬L‫لأا م‬L‫خ‬L‫ذ ر‬L‫حأو يخ ل‬L ‫س‬L‫ت ن‬L‫ وأ‬L L‫“ لاي‬Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisa’ : 59)
Kata ulil amri yang terdapat pada ayat di atas mempunyai arti hal, keadaan atau
urusan yang bersifat umum meliputi urusan dunia dan urusan agama. Ulil amri dalam
urusan dunia ialah raja, kepala negara, pemimpin atau penguasa, sedang ulil amri dalam
urusan agama ialah para mujtahid. Dari ayat di atas dipahami bahwa jika para ulil amri
itu telah sepakat tentang sesuatu ketentuan atau hukum dari suatu peristiwa, maka
kesepakatan itu hendaklah dilaksanakan dan dipatuhi oleh kaum muslimin.
‫عاو‬L‫ت‬L‫ص‬L‫ ِب اوم‬L‫ج اّلل لب‬L‫فت لاو اعي‬L‫اوقر‬
“ dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, …” (QS. Ali Imran ; 103)
‫مو‬L‫ي ن‬L‫ش‬L‫قا‬L‫ا ق‬L‫سرل‬L‫ب نم لو‬L‫ع‬L‫ت ام د‬L‫ب‬Lْ‫ا َل ي‬L‫ل‬L‫ه‬L‫د‬L‫يو ى‬L‫غ عبت‬L‫س ي‬L‫ا ليب‬L‫ل‬L‫م‬L‫مؤ‬L‫ن‬Lْ‫ن ي‬L‫و‬Lَ‫م ل‬L‫وت ا‬Lَ‫نو ل‬L‫ص‬L‫ َج ِل‬Lَّ‫سو ن‬L‫تءا‬
‫م‬L L L L‫ص‬L‫اي‬
“Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itudan Kami masukkan ia ke
dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa’ ;
115).
Pada ayat ini Allah swt melarang untuk:
1. Menyakiti/ menentang Rasulullah.
2. Membelot/ menentang jalan yang disepakati kaum mu’minin.
Ayat ini dikemukakan oleh Imam Syafi’i ketika ada yang menanyakan apa dasarnya
bahwa kesepakatan para ulama bisa dijadikan dasar hukum. Imam Syafii menunda
jawaban atas pertanyaan orang tersebut sehingga tiga hari, beliau mengulang-ulang

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


hafalan Al Qur’an hingga menemukan ayat ini. Contoh Ijma’: kewajiban shalat lima
waktu.
Setiap ijmâ’ yang ditetapkan menjadi hukum syara’, harus dilakukan dan disesuaikan
dengan asal-asas pokok ajaran Islam. Karena itu setiap mujtahid dalam berijtihad
hendaklah mengetahui dasal-dasar pokok ajaran Islam, batas-batas yang telah
ditetapkan dalam berijtihad serta hukum-hukum yang telah ditetapkan. Bila ia berijtihad
menggunakan nash, maka ijtihadnya tidak boleh melampaui batas maksimum dari yang
mungkin dipahami dari nash itu. Sebaliknya jika dalam berijtihad, ia tidak menemukan
satu nashpun yang dapat dijadikan dasar ijtihadnya, maka dalam berijtihad ia tidak
boleh melampaui kaidah-kaidah umum agama Islam, karena itu ia boleh menggunakan
dalil-dalil yang bukan nash, seperti qiyâs, istihsan dan sebagainya.
Jika semua mujtahid telah melakukan seperti yang demikian itu, maka hasil ijtihad
yang telah dilakukannya tidak akan jauh menyimpang atau menyalahi Al Qur’ân dan
Hadis, karena semuanya dilakukan berdasar petunjuk kedua dalil ltu. Jika seorang
mujtahid boleh melakukan seperti ketentuan di atas, kemudian pendapatnya boleh
diamalkan, tentulah hasil pendapat mujtahid yang banyak yang sama tentang hukum
suatu peristiwa lebih utama diamalkan.
B. Rukun Ijma’
Adapun rukun ijma’ dalam definisi di atas adalah adanya kesepakatan para mujtahid
dalam suatu masa atas hukum syara’. Kesepakatan itu dapat dikelompokan menjadi
empat hal:
1. Tidak cukup ijma’ dikeluarkan oleh seorang mujtahid apabila keberadaanya hanya
seorang saja di suatu masa. Karena ‘kesepakatan’ dilakukan lebih dari satu orang,
pendapatnya disepakati antara satu dengan yang lain.
2. Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syara’ dalam suatu masalah,
dengan melihat negeri, jenis dan kelompok mereka. Andai yang disepakati atas
hukum syara’ hanya para mujtahid haramain, para mujtahid Irak saja, Hijaz saja,
mujtahid ahlu Sunnah, Mujtahid ahli Syiah, maka secara syara’ kesepakatan khusus
ini tidak disebut Ijma’. Karena ijma’ tidak terbentuk kecuali dengan kesepakatan
umum dari seluruh mujtahid di dunia Islam dalam suatu masa.
3. Hendaknya kesepakatan mereka dimulai setiap pendapat salah seorang mereka
dengan pendapat yang jelas apakah dengan dalam bentuk perkataan, fatwa atau
perbuatan.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


4. Kesepakatan itu terwujudkan atas hukum kepada semua para mujtahid. Jika sebagian
besar mereka sepakat maka tidak membatalkan kespekatan yang ‘banyak’ secara
ijma’ sekalipun jumlah yang berbeda sedikit dan jumlah yang sepakat lebih banyak
maka tidak menjadikan kesepakatan yang banyak itu hujjah syar’i yang pasti dan
mengikat.
Apabila rukun ijma’ yang empat hal di atas telah terpenuhi. Maksudnya seluruh
mujtahid pada masa setelah wafat Nabi SAW. Dengan masing-masing mereka
mengetahui masalah yang diijmakan tersebut mengemukakan pendapat hukumnya
dengan jelas baik dengan perkataan maupun perbuatan yang bersifat mensepakatinya,
maka hukum yang diijmak tersebut menjadi aturan syara’ yang wajib diikuti dan tidak
boleh mengingkarinya.
Selanjutnya para mujtahid tidak boleh lagi menjadikan hukum yang sudah disepakati
itu menjadi garapan ijtihad, karena hukumnya sudah ditetapkan secara ijma’ dengan
hukum syar’i yang qath’i dan tidak dapat dihapus
C. Syarat-syarat Mujtahid
Seorang dapat disebut sebagai seorang Mujtahid apabila sekurang-kurangnya
memenuhi tiga syarat sebagai berikut :
1. Memiliki pengetahuan dasar berkaitan dengan,
2. Al Qur’an.
3. Sunnah.
4. Masalah Ijma’ sebelumnya.
5. Memiliki pengetahuan tentang ushul fikih.
6. Menguasai ilmu bahasa Arab.
Al Syatibi menambahkan syarat selain yang disebut di atas, yaitu memiliki
pengetahuan tentang maqasid al Syariah (tujuan syariat). Menurut Syatibi,
seseorang tidak dapat mencapai tingkatan mujtahid kecuali menguasai dua hal:
pertama, ia harus mampu memahami maqasid al syariah secara sempurna, kedua
ia harus memiliki kemampuan menarik kandungan hukum berdasarkan
pengetahuan dan pemahamannya atas maqasid al Syariah.
D. Macam-macam Ijma’
1. Ditinjau dari segi terjadinya
ljma’ sharîh/qouli/bayani, yaitu para mujtahid menyatakan pendapatnya dengan jelas
dan tegas, baik berupa ucapan atau tulisan, seperti hukum masalah ini halal dan

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


tidak haram.
Ijmâ’ sukûti/iqrâri yaitu semua atau sebagian mujtahid tidak menyatakan
pendapat dengan jelas dan tegas, tetapi mereka berdiam diri saja atau tidak
memberikan reaksi terhadap suatu ketentuan hukum yang telah dikemukakan
mujtahid lain yang hidup di masanya.
Para ulama berbeda pendapat tentang kedudukan ijma’ sukûti ini: ada yang
menyatakan sebagai dalil qath’î dan ada yang berpendapat sebagai dalil dzhannî.
Sebab-sebab terjadinya perbedaan adalah: keadaan diamnya sebagian mujtahid
tersebut mengandung kemungkinan adanya persetujuan atau tidak. Apabila
kemungkinan adanya persetujuan: maka hal ini adalah dalil qath’î, dan apabila ada
yang tidak menyetujui: maka hal itu bukanlah sebuah dalil, dan apabila ada
kemungkinan memberi persetujuan tetapi dia tidak menyatakan: maka hal ini adalah
dalil dzhannî.
Dalam hal ini ada perbedaan diantara ulama madzhab: ulama malikiyah dan
syafi’iyyah menyatakan ijmâ’ sukûti bukan sebagai ijmâ’ dan dalil. Sedangkan
menurut ulama Hanafiyah dan hanabilah menyatakan bahwa ijmâ’ ini dapat
dinyatakan sebagai ijmâ’ dan dalil qath’î.
2. Ditinjau dari segi keyakinan
ljma’ qath’î, yaitu hukum yang dihasilkan ijmâ’ itu adalah sebagai dalil qath’î
diyakini benar terjadinya.
ljma’ zhannî, yaitu hukum yang dihasilkan ijmâ’ itu dzhannî, masih ada
kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan
berbeda dengan hasil ijtihad orang lain atau dengan hasil ijmâ’ yang dilakukan pada
waktu yang lain.
3. Ditinjau dari pelaku ijtihad
Selain ijma’ yang dilakukan seluruh umat, ada juga ijma’ yang dilakukan oleh
sekelompok umat saja. Misalnya adalah sebagai berikut :
a. Ijmâ’ sahabat, yaitu ijmâ’ yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW;
b. Ijmâ’ khulafaurrasyidin, yaitu ijmâ’ yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar,
Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib. Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan
pada masa ke-empat orang itu hidup, yaitu pada masa Khalifah Abu Bakar.
Setelah Abu Bakar meninggal dunia ijmâ’ tersebut tidak dapat dilakukan lagi;

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


c. Ijmâ’ shaikhani, yaitu ijmâ’ yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar bin
Khattab;
d. Ijmâ’ ahli Madinah, yaitu ijmâ’ yang dilakukan oleh ulama-ulama Madinah.
Ijmâ’ ahli Madinah merupakan salah satu sumber hukum Islam menurut
Madzhab Maliki, tetapi Madzhab Syafi’i tidak mengakuinya sebagai salah satu
sumber hukum Islam;
e. Ijmâ’ ulama Kufah, yaitu ijmâ’ yang dilakukan oleh ulama-ulama
Kufah. Madzhab Hanafi menjadikan ijmâ’ ulama Kufah sebagai
salah satu sumber hukum Islam.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Modul 6 USHUL FIKIH DASAR
QIYAS SEAGAI SUMBER HUKUM
Kegiatan Belajar 4
ISLAM
CPMK:
Memahami kedudukan dan fungsi qiyas dalam penetapan hukum Islam
SUBCPMK:
1. Menjelaskan pengertian qiyas
2. Menjelaskan kedudukan qiyas sebagai sumber hukum Islam
3. Menemukan contoh-contoh hukum Islam yang bersumber dari qiyas
4. Membedakan antara qiyas musawwi dan qiyas adha

URAIAN MATERI
A. Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti menyamakan, manganalogikan, membandingkan atau
mengukur, seperti menyamakan si A dengan si B, karena kedua orang itu
mempunyai tinggi yang sama, bentuk tubuh yang sama, wajah yang sama dan
sebagainya. Qiyas juga berarti mengukur, seperti mengukur tanah dengan meter atau
alat pengukur yang lain. Demikian pula membandingkan sesuatu dengan yang lain
dengan mencari persamaan- persamaannya.
Para ulama ushul fiqh berpendapat, qiyas ialah menetapkan hukum suatu kejadian
atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada
suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan
nash karena ada persamaan ‘illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu.
Wahbah Zuhaili mendefinisikan, qiyâs adalah menyatukan sesuatu yang tidak
disebutkan hukumnya dalam nash dengan sesuatu yang disebutkan hukumnya oleh
nash, disebabkan kesatuan illat antara keduanya.
Jadi suatu Qiyas hanya dapat dilakukan apabila telah diyakini bahwa benar-
benar tidak ada satupun nash yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hukum
suatu peristiwa atau kejadian. Karena itu tugas pertama yang harus dilakukan oleh
seorang yang akan melakukan Qiyas, ialah mencari: apakah ada nash yang dapat
dijadikan dasar untuk menetapkan hukum dari peristiwa atau kejadian. Jika telah
diyakini benar tidak ada nash yang dimaksud barulah dilakukan Qiyas.

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Dengan demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang
serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula.
Sebagian besar ulama sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk
sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat
hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian
ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah
hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’i. Diantara ayat Al Qur’an yang
dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah:
‫ه‬L‫ا و‬Lَّ‫ل‬L‫ا جرخأ ي‬Lَّ‫ل‬L‫ك ني‬L‫ورف‬L‫أ نم ا‬L‫ا له‬L‫كل‬L‫ت‬L‫م با‬L‫د ن‬L‫ َي‬L‫ر‬Lُ‫أل ه‬L‫ا لو‬L‫حل‬L‫م ش‬L‫ظ ا‬L‫ َي نأ ُت ن‬L‫ظو اوجر‬L‫نَّأ اون‬L‫م‬
‫ا لِوأ َي‬L‫لأ‬L‫ب‬L‫ص‬L‫م را‬L‫نا‬L‫ع‬L‫ت‬L‫ح م‬L‫نَّوص‬L‫م م‬L‫ف لاّل ن‬L‫أ‬L‫ َت‬Lُ‫م للاّ ه‬L‫ح ن‬L‫ي‬L‫ َي مل ث‬L‫ت‬L‫قو اوب س‬L‫ق ّف فذ‬L‫ل‬L‫بِو‬L‫ا م‬L‫ل‬L‫ َي بعر‬L‫وبر‬L‫ب ن‬L‫َتوي‬L‫ب م‬L‫أ‬L‫ي‬L‫د‬Lُّ‫مي‬
‫أو‬L‫دي‬L‫ا ي‬L‫ل‬L‫نمؤم‬Lْ‫ف ي‬L‫ا‬L‫ع‬L‫وبت‬L‫ا‬
“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-
kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa
mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat
mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka
(hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan
ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan
tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian
itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan. (QS. Al
Hasyr :2)
Dapat diketahui dari ayat di atas bahwa Allah memerintahkan kepada kita untuk
mengambil pelajaran, kata i’tibar di sini berarti melewati, melampaui, memindahkan
sesuatu kepada yang lainnya. Demikian pula arti qiyas yaitu melampaui suatu hukum
dari pokok kepada cabang maka menjadi (hukum) yang diperintahkan. Hal yang
diperintahkan ini mesti diamalkan. Karena dua kata tadi ‘i’tibar dan qiyas’
memiliki pengertian melewati dan melampaui.
Contoh lain misalnya dari firman Allah sebagai berikut
:
‫ش ّف ُتعزانت ناف ُكنم رملأا لِوأو لوسرلا اوعيطأو لاّل اوعيطأ اونمأ نيلَّا ايُّأ َي‬ َ ‫نا لوسرلاو لاّل لَا هودرف ء‬
‫لايوأت نسحأو يخ لذ رخلأا مويلاو للّ ِب نونمؤت ُتنك‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisa’ : 59)
Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan kembali
kepada Allah dan Rasul (dalam masalah khilafiyah), tiada lain adalah perintah supaya
menyelidiki tanda-tanda kecenderungan, apa yang sesungguhnya yang dikehendaki
Allah dan Rasul-Nya. Hal ini dapat diperoleh dengan mencari illat hukum, yang
dinamakan qiyas.
B. Kedudukan Qiyas
Sikap ulama mengenai qiyas ini tidak tunggal. Ada pro dan kontra di kalangan
mereka. Setidaknya dalam hal ini terdapat tiga kelompok ulama sebagai berikut:
Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal
yang tidak jelas nashnya baik dalam Al Qur’an, hadis, pendapat sahabat maupun ijma
ulama.
Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan
qiyas. Mazhab Zhahiri tidak mengakui adalanya illat nash dan tidak berusaha
mengetahui sasaran dan tujuan nash termasuk menyingkap alasan-alasannya guna
menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka
menetapkan hukum hanya dari teks nash semata.
Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha berbagai hal
karena persamaan illat/sebab. Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok
ini menerapkan qiyas sebagai pentakhsih dari keumuman dalil Al Qur’an dan hadis.
C. Rukun Qiyas
Qiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat bagian:
1. Asal (pokok), yaitu apa yang terdapat dalam hukum nashnya (al maqis alaihi). Para
fuqaha mendefinisikan al ashlu sebagai objek qiyâs, dimana suatu permasalahan
tertentu dikiaskan kepadanya (al-maqîs ‘alaihi), dan musyabbah bih (tempat
menyerupakan), juga diartikan sebagai pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah
ditetapkan hukumnya berdasar nash. Imam Al Amidi dalam Al Mathbu’ mengatakan
bahwa al ashlu adalah sesuatu yang bercabang, yang bisa diketahui (hukumnya)
sendiri.
Contoh, pengharaman ganja sebagai qiyâs dari minuman keras adalah dengan
menempatkan minuman keras sebagai sesuatu yang telah jelas keharamannya,

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


karena suatu bentuk dasar tidak boleh terlepas dan selalu dibutuhkan. Dengan
demiklian maka al-aslu adalah objek qiyâs, dimana suatu permasalahan tertentu
dikiaskan kepadanya.
2. Far’u (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapat nash hukumnya (al-maqîs),
karena tidak terdapat dalil nash atau ijma’ yang menjelaskan hukumnya.
3. Hukm Al Asal, yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam dalam nash dalam hukum
asalnya. Atau hukum syar’i yang ada dalam nash atau ijma’, yang terdapat dalam al
ashlu.
4. Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal atau dasar qiyas yang dibangun
atasnya.
D. Macam Qiyas
Dilihat dari segi kekuatan illat dalam furu’ dibanding dengan yang ada dalam ashal,
qiyas dibagi menjadi 3 macam yaitu : qiyas aulawi, qiyas musawi, dan qiyas adna.
Adapun uraiannya adalah sebagai berikut :
1. Qiyas Aulawi
Qiyas aulawi adalah qiyas yang illat pada furu’ lebih kuat daripada illat yang
terdapat pada ashal. Misalnya qiyas larangan memukul orang tua dengan larangan
menyakitinya atau berkata “uh” kepada mereka. Larangan memukul lebih kuat atau
perlu diberikan dibandingkan dengan larangan berkata “uh” yang terdapat pada
nash;
‫ه دح أ‬
ُ ‫فأ امُهل لقت لاف اهُ ِكل وأ ا‬
“…maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah"… (QS. Al-Isra:23)
Adapun persamaan illat antara keduanya adalah sama-sama menyakiti.
2. Qiyas Musawi
Qiyas musawi adalah qiyas yang setara antara illat pada furu’ dengan illat pada ashal
dalam kepatutannya menerima ketetapan hukum. Misalnya mengqiyaskan budak
perempuan dengan budak laki-laki dalam menerima separuh hukuman.
‫ف‬L‫ا‬L‫ذ‬L‫حأ ا‬L‫ص‬L‫ف ن‬L‫ا‬L‫أ ن‬L‫ت‬Lْ‫فب ي‬L‫حا‬L‫ش‬L‫ف ة‬L‫ع‬L‫يهل‬L‫ن ن‬L‫ص‬L‫م ف‬L‫لا َلع ا‬L‫م‬L‫صح‬L‫ن‬L‫علا نم تا‬L‫ذ‬L‫با‬
“…dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka
atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang
bersuami…”(QS. An-Nisa:25)

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Contoh lainnya : hukum memakan harta anak yatim secara aniaya sama hukumnya
dengan membakarnya. Maka dari segi illatnya, keduanya pada hakikatnya sama-
sama bersifat melenyapkan kepemilikan harta anak yatim.
Allah berfirman :
‫ايعس نولصي سو ارنا منَّوطب ّف نوَكأي امنا ملظ‬ ‫ماتيلا لاومأ نوَكأي نيلَّا نا‬
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke
dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (QS. An-Nisa:10)
3. Qiyas Adna
Qiyas adna adalah qiyas yang illat pada furu’ lebih rendah daripada illat yang
terdapat pada ashal. Misalnya mengqiyaskan haramnya perak bagi laki-laki dengan
haramnya laki-laki memakai emas. Yang menjadi illatnya adalah untuk berbangga-
bangga. Bila menggunakan perak merasa bangga apalagi menggunakan emas akan
lebih bangga lagi.
Dilihat dari segi kejelasan yang terdapat pada hukum, qiyas dibagi menjadi 2 macam
yaitu : qiyas jalli dan qiyas khafi. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut :
1. Qiyas Jalli
Qiyas jalli adalah qiyas yang illatnya ditetapkan oleh nash bersamaan dengan
hukum ashal. Nash tidak menetapkan illatnya tetapi dipastikan bahwa tidak ada
pengaruh terhadap perbedaan antara nash dengan furu’. Misalnya mengqiyaskan
budak perempuan dengan budak laki-laki dan mengqiyaskan setiap minuman yang
memabukkan dengan larangan meminum khamr yang sudah ada nashnya.
2. Qiyas Khafi
Qiyas Khafi adalah qiyas yang illatnya tidak terdapat dalam nash. Misalnya
mengqiyaskan pembunuhan menggunakan alat berat dengan pembunuhan
menggunakan benda tajam.
Dilihat dari segi persamaan furu’ dengan ashal, qiyas dibagi menjadi 2 macam yaitu :
qiyas syabah dan qiyas ma’na. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut :
1. Qiyas Syabah
Qiyas syabah adalah qiyas furu’nya dapat diqiyaskan dengan dua ashal atau lebih.
Tetapi diambil ashal yang lebih banyak persamaannya dengan furu’. Misalnya
zakat profesi yang dapat diqiyaskan dengan zakat perdagangan dan pertanian.
2. Qiyas Ma’an

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


Qiyas Ma’na adalah qiyas yang furu’nya hanya disandarkan pada ashal yang
satu. Jadi korelasi antara keduanya sudah sangat jelas. Misalnya mengqiyaskan
memukul orang tua dengan perkataan “ah” seperti yang ada dalam nash pada
penjelasan sebelumnya.
Jadi secara keseluruhan macam-macam qiyas terebut ada tujuh yaitu : qiyas aulawi,
qiyas musawi, qiyas adna, qiyas jalli, qiyas khafi, qiyas syabah, dan qiyas ma’na.

LATIHAN SOAL
A. Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban A, B, C, atau D yang paling tepat!
1. Berikut adalah sumber hukum Islam
1) Qiyas
2) Ijma’
3) Hadis
4) Al Qur’an
Jika diurutkan berdasarkan kedudukannya, maka urutan sumber hukum Islam yang
benar adalah...
a. 1, 2, 3, 4
b. 4, 3, 2, 1
c. 3, 2, 1, 4
d. 2, 3, 4, 1
2. Dalam penetapan hukum, Al Qur’an tidak memojokkan dan tidak menyusahkan.
Berarti Al Qur’an dalam penetapan hukum memiliki sifat...
a. Bertahap
b. Meminimalisir beban
c. Tidak menyulitkan
d. Terlalu mudah
3. Dalam Al Qur’an telah berisi hukum yang mengatur persoalan manusia dengan
manusia, seperti...
a. Jihad, Muamalah, Jinayat
b. Jihad, Ibadah, Muamalah
c. Muamalah, Badaniyah, Jihad
d. Ibadah, Badaniyah, Muamalah
4. Kebanyakan hukum yang ada dalam Al Qur’an bersifat...

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


a. Juz’i
b. Ijmali
c. Kull i
d. Tafsili
5. Hadis dapat digunakan untuk menetapkan hukum Islam, jika...
a. Tidak dit emukan keter an gan d alam Al Qur ’an
b. Ditemukan penjelasan dalam Al Qur’an
c. Tidak adanya qiyas
d. Tidak adanya ijma’
6. Berikut ini yang tidak termasuk fungsi hadis terhadap Al Qur’an adalah...
a. Menguatkan
b. Menjelaskan
c. Menetapkan
d. Menyamarkan
7. Ketika mencari ketetapan dan tidak ditemukan pada Al Qur’an dan Hadis maka
ketetapan boleh diambil dari...
a. Kesepakatan keluarga
b. Kesepakatan saudara
c. Kesepakatan mujtahid
d. Kesepakatan teman
8. Dalam penetapannya mujtahid tidak dapat menetapkan hukum seorang diri, karena
ijma’ dianggap sah jika hasil disepakati oleh...
a. Mujtahid dunia modern
b. Mujtahid zaman dulu
c. Mujtahid masa kini
d. Mujtahid dunia Islam
9. Semua atau sebagian mujtahid tidak menyatakan pendapat dengan jelas dan tegas,
tetapi mereka berdiam diri saja atau tidak memberikan reaksi terhadap suatu
ketentuan hukum yang telah dikemukakan mujtahid lain yang hidup di masanya,
merupakan macam ijma’...
a. Sharih
b. Sukuti
c. Qath’i

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


d. Dzanni
10. Mengqiyaskan budak perempuan dengan budak laki-laki dalam menerima separuh
hukuman, merupakan contoh qiyas...
a. Aulawi
b. Musawi
c. Adna
d. Khafi
B. Jawablah soal di bawah ini dengan tepat!
1. Jelaskan sifat Al Qur’an dalam penetapan Hukum Islam!
2. Mengapa dalam menentukan sumber hukum Al Qur’an membutuhkan hadis, ijma’
dan qiyas? Jelaskan!
3. Mengapa dalam menentukan hukum Islam membutuhkan sumber yang Qath’iy?
Jelaskan!
4. Mengapa Ijma’ diperlukan? Jelaskan disertai contoh!
5. Terdapat beberapa sikap ulama terhadap qiyas, mengapa bisa terjadi? Jelaskan!

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


UJI KOMPETENSI AKHIR
A. Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban A, B, C, atau D yang paling tepat!
1. Di bawah ini yang termasuk macam-macam pembunuhan, kecuali...
a. Pembunuhan tersalah
b. Pembunuhan seperti sengaja
c. Pembunuhan sengaja
d. Pembunuhan bersalah
2. Si “A” secara tidak sengaja menabrak si “B” hingga meninggal, keluarga “B” telah
memaafkan ketidaksengajaan si “A” dan dapat menerima dengan ikhlas, tetapi “A”
tetap harus membayarkan diyat mughalladzah (denda berat) yang dapat diambilkan
dari harta...
a. “A” sendiri
b. Keluarga “A”
c. Saudara “A”
d. Tetangga “A”
3. Berikut ini yang termasuk hukuman yang tepat bagi pelaku pembunuhan
berkelompok adalah...
a. Qishash
b. Diyat Khata’
c. Diyat mukhaffafah
d. Diyat mughalladzah
4. Perhatikan pernyataan di bawah ini!
1) Pembunuh sudah baligh dan berakal
2) Orang yang terbunuh terpelihara darahnya
3) Pembunuh bukan bapak (orang tua) dari terbunuh
4) Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan orang yang membunuh
Penyataan di atas merupakan ... qishash
a. Syarat
b. Macam
c. Rukun
d. Sunnah
5. Berikut ini adalah hubungan yang tepat antara hukum qishash dengan hikmah
qishash, kecuali...

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


a. Dapat memelihara keamanan dan ketertiban
b. Dapat memberikan pelajaran
c. Dapat mencegah pertentangan
d. Dapat menjadi latihan dihukum
6. Khilafah sebagai salah satu cara untuk menata kehidupan di dunia, tidak benar jika
khilafah dimanfaatkan sebagai cara untuk...
a. Mencapai kebahagiaan lahir dan batin
b. Menjaga stabilitas negara dan kehormatan agama
c. Membentuk suatu masyarakat yang makmur
d. Mendirikan negara baru di atas negara yang sah
7. Fulan adalah seorang presiden, dalam menjalankan fungsi dan tugasnya ia selalu
bekerja keras dan tidak mengenal waktu, anggaran negara yang digunakan diubahnya
menjadi infrastruktur yang bagus, bahkan separuh gajinya ia sumbangkan kepada
fakir miskin. Pelaporan anggaran sangat transparan dan pembangunan selesai seperti
target.
Berdasarkan diskripsi di atas, fulan menjalankan pemerintahan yang...
a. Jujur dan adil
b. Ikhlas dan tanggung jawab
c. Jujur dan tanggung jawab
d. Adil dan Ikhlas
8. Setiap aspirasi yang masuk akan ditampung yang kemudian dimusyawarahkan
sebelum diputuskan, merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan...
a. Persatuan
b. Kedaulatan rakyat
c. Kerukunan rakyat
d. Kesatuan
9. Jihad tidak selalu berorientasi pada peperangan atau kekerasan, karena jihad masa
sekarang adalah...
a. Menuntut ilmu
b. Mengembangkan pengetahuan
c. Berusaha mencerdaskan anak bangsa
d. Semua jawaban benar
10. Jihad melawan hawa nafsu dapat dilakukan dengan, kecuali...

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


a. Belajar
b. Mengamalkan ilmu
c. Bersabar
d. Bekerja tanpa istirahat
11. Berikut adalah sumber hukum Islam
1) Qiyas
2) Ijma’
3) Hadis
4) Al Qur’an
Jika diurutkan berdasarkan kedudukannya, maka urutan sumber hukum Islam yang
benar adalah...
a. 1, 2, 3, 4
b. 4, 3, 2, 1
c. 3, 2, 1, 4
d. 2, 3, 4, 1
12. Dalam penetapan hukum, Al Qur’an tidak memojokkan dan tidak menyusahkan.
Berarti Al Qur’an dalam penetapan hukum memiliki sifat...
a. Bertahap
b. Meminimalisir beban
c. Tidak menyulitkan
d. Terlalu mudah
13. Dalam Al Qur’an telah berisi hukum yang mengatur persoalan manusia dengan
manusia, seperti...
a. Jihad, Muamalah, Jinayat
b. Jihad, Ibadah, Muamalah
c. Muamalah, Badaniyah, Jihad
d. Ibadah, Badaniyah, Muamalah
14. Kebanyakan hukum yang ada dalam Al Qur’an bersifat...
a. Juz’i
b. Ijmali
c. Kulli
d. Tafsili
15. Hadis dapat digunakan untuk menetapkan hukum Islam, jika...

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


a. Tidak ditemukan keterangan dalam Al Qur’an
b. Ditemukan penjelasan dalam Al Qur’an
c. Tidak adanya qiyas
d. Tidak adanya ijma’
16. Berikut ini yang tidak termasuk fungsi hadis terhadap Al Qur’an adalah...
a. Menguatkan
b. Menjelaskan
c. Menetapkan
d. Menyamarkan
17. Ketika mencari ketetapan dan tidak ditemukan pada Al Qur’an dan Hadis maka
ketetapan boleh diambil dari...
a. Kesepakatan keluarga
b. Kesepakatan saudara
c. Kesepakatan mujtahid
d. Kesepakatan teman
18. Dalam penetapannya mujtahid tidak dapat menetapkan hukum seorang diri, karena
ijma’ dianggap sah jika hasil disepakati oleh...
a. Mujtahid dunia modern
b. Mujtahid zaman dulu
c. Mujtahid masa kini
d. Mujtahid dunia Islam
19. Semua atau sebagian mujtahid tidak menyatakan pendapat dengan jelas dan tegas,
tetapi mereka berdiam diri saja atau tidak memberikan reaksi terhadap suatu
ketentuan hukum yang telah dikemukakan mujtahid lain yang hidup di masanya,
merupakan macam ijma’...
a. Sharih
b. Sukuti
c. Qath’i
d. Dzanni
20. Mengqiyaskan budak perempuan dengan budak laki-laki dalam menerima separuh
hukuman, merupakan contoh qiyas...
a. Aulawi
b. Musawi

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com


c. Adna
d. Khafi

B. Jawablah soal di bawah ini dengan tepat!


1. Pelaku pembunuhan terkena hukuman yang berat, mengapa? Jelaskan!
2. Mengapa jika seorang ayah membunuh anaknya dengan alasan tertentu tetapi si ayah
tidak di qishash? Lalu apa hukuman yang tepat bagi si ayah? Jelaskan!
3. Hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam khilafah atau pemerintahan menurut
Sulaiman Rasjid? Berikan contohnya!
4. Mengapa dalam menentukan sumber hukum Al Qur’an membutuhkan hadis, ijma’
dan qiyas? Jelaskan!
5. Terdapat beberapa sikap ulama terhadap qiyas, mengapa bisa terjadi? Jelaskan!

Diunduh dari https://jalurppg.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai