Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN JIWA II

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN


HALUSINASI

Dosen Pembimbing: Ns. Nana Kurniati, S.Kep

Disusun Oleh :

Shofa Adani Sabila


2018720141
Kelas: 5 C

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


HALUSINASI
- Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebenarnya
tidak ada (Damaiyanti, 2008).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu objek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa pasien mengalami perubahan
sensori persepsi, serta salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya
tidak ada.

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010) factor predisposisi klien dengan halusinas adalah :
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya control dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
4) Factor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidak mampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
5) Faktor Genetik
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
schizofenia cenderung mengalami skizofenia. Hasil studi menunjukkan bahwa
factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi
1) Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan
nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba
memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan
seorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-
psiko-sosio-spiritual. Sehingga halusinasi dapat dilihat dalam 5 dimensi
yaitu :
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c) Dimensi intelektual
Dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua prilaku klien.
d) Dimensi social
Klien mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal dan
comforting klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata
sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi social,
control diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halunisasi dijadikan control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah
halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi
dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas,
tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara
spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya terganggu, karena ia
sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa
hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi
lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.
2. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran (pikiran Gangguan pikir/delusi


Persepsi akurat kotor) Halusinasi
Emosi konsisten dengan Ilusi Perilaku disorganisasi
pengalaman Reaksi emosi berlebihan atau Isolasi sosial
Perilaku sesusi kurang
Hubungan social Prilaku aneh dan tidak biasa
Menarik diri

Rentang Respon neurobiologis (Stuart dan Sundeen, 1998)

a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
ahli.
4) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
b. Respon psikososial
Respon psikososial meliputi :
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-
benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adala sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
c. Respon maladaptive
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan, Adapun respon
maladaptive meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan social.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
5) Isolasi social adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negative
mengancam.

3. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi (Stuart, Laraia,
2005) meliputi :
1. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
2. Proyeksi : mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik menstimulus internal
4. Keluarga mengingatkan masalah yang dialami klien

4. Therapy
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang.
Pasien jangan di isolasi baik secara fisikatau emosional. Setiap perawat masuk ke
kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang
akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atauhiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi
instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya,
serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
pasienyang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada.Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien kekehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya
dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugas lain
agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.
III. POHON MASALAH

Risiko perilaku kekerasan


(pada diri sendiri, orang lain, ----- Effect
lingkungan, dan verbal)

Gangguan persepsi
----- Core Problem
sensori: Halusinasi

Isolasi Sosial ----- Causa

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2. Isolasi social
3. Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

N Diagnose
Perencanaan
o Keperawatan Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria Hasil
1. Gangguan 1. Klie 1.1 Ekspresi 1.1.1 Bina hubungan saling percaya Hubungan saling
persepsi n dapat wajah dengan mengungkapkan prinsip percaya
sensori: membina bersahabat, komunikasi terapeutik : merupakan dasar
Halusinasi hubungan menunjukk a. Sapa klien dengan ramah baik untuk kelancaran
saling an rasa verbal maupun nonverbal hubungan
percaya senang, ada b. Perkenalkan diri dengan sopan interaksi
kontak c. Tanyakan nama lengkap klien dan selanjutnya
mata, mau nama panggilan yang disukai klien
berjabat d. Jelaskan tujuan pertemuan
tangan, e. Jujur dan menempati janji
mau f. Tunjukkan sikap empati dan
menyebutk menerima klien apa adanya
an nama, g. Beri perhatian pada klien dan
mau perhatikan kebutuhan dasar klien
menjawab
salam,
klien mau
duduk
berdamping
an dengan
perawat,
mau
mengutarak
an masalah
yang
dihadapi
2. Klien 2.1 Klien 2.1.1 Adakan kontak sering dan Kontak sering
dapat dapat singkat secara bertahap tapi singkat selain
mengenal menyebutk membina
i an waktu, hubungan saling
halusinasi isi, percaya, juga
nya frekuensi dapat
timbulnya memutuskan
halusinasi halusinasi
2.1.1 Observasi tingkah laku klien
2.2 Klien Mengenal
terkait dengan halusinasinya;
dapat perilaku pada saat
bicara dan tertawa tanpa
mengungk halusinasi timbul
stimulus, memandang ke kiri
apkan memudahkan
atau ke kanan atau ke depan
perasaan perawat dalam
seolah-olah teman bicara
terhadap melakukan
2.1.2 Bantu klien mengenali
halusinasi intervensi
halusinasinya
Mengenal
a. Jika menemukan yang
halusinasi
sedang halusinasi, tanyakan
memungkinkan
apakah ada suara yang di
klien untuk
dengar
menghindarkan
b. Jika klien menjawab ada,
factor pencetus
lanjutkan: apa yang
timbulnya
dikatakan halusinasi
c. Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat Dengan
sendiri tidak mendengarnya mengetahui
d. Katakana bahwa klien ada waktu, isi, dan
juga yang seperti klien frekuensi
munculnya
2.1.3 Diskusikan dengan klien halusinasi
a. Situasi yang menimbulkan mempermudah
atau tidak menimbulkan Tindakan
halusinasi. keperawatan klien
b. Waktu dan frekuensi yang akan
terjadinya halusinasi (pagi, dilakukan
siang, sore, dan malam, perawat
atau jika sendiri, jengkel
atau sedih) Untuk
mengidentifikasi
2.1.4 Diskusikan dengan klien apa pengaruh
yang dirasakan jika terjadi halusinasi
halusinasi (marah atau takut,
sedih, senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaannya
3 Klien 3.1 Klien 3.1.1 Identifikasi Bersama klien cara Upaya untuk
dapat dapat tindakan yang dilakukan jika memutuskan
mengont menyebut terjadi halusinasi (tidur, siklus halusinasi
-rol kan meyibukkan diri, dll) sehingga
halusina Tindakan 3.1.2 Diskusikan manfaat cara yang halusinasi tidak
sinya yang biasa dilakukan klien, jika berlanjut
dilakukan bermanfaat beri pujian
untuk 3.1.3 Diskusikan cara baru untuk Reinforcement
mengendal memutus atau mengontrol positif akan
ikan halusinasi: meningkatkan
halusinasi a. Katakan “Saya tidak mau harga diri klien
nya dengar kamu” (pada saat
3.2 Klien halusinasi terjadi) Memberikan
dapat b. Menemui orang lain alternatif pilihan
menyebut (perawat/anggota keluarga) bagi klien untuk
kan cara untuk bercakap-cakap atau mengontrol
baru mengatakan halusinasi halusinasinya
yang terdengar
3.3 Klien c. Membuat jadwal kegiatan Memotivasi dapat
dapat sehari-hari agar halusinasi meningkatkan
memilih tidak muncul kegiatan klien
cara d. Minta keluarga/perawat untuk mencoba
mengatasi jika nampak bicara sendiri memilih salah
halusinasi satu cara
seperti 3.1.4 Bantu klien memilih dan mengendalikan
yang telah melatih cara memutus halusinasi dan
didiskusi halusinasi secara bertahap dapat
kan meningkatkan
dengan harga diri klien
klien
4. Klien 4.1 Klien 4.1.1 Anjurkan klien untuk Untuk
dapat dapat memberitahu keluarga jika mengalami mendapatkan
dukunga membina halusinasi bantuan keluarga
n dari hubungan mengontrol
keluarga saling 4.1.2 Diskusikan dengan keluarga halusinasi
dalam percaya (pada saat berkunjung/pada saat
mengont dengan kunjungan rumah): Untuk
rol perawat a. Gejala halusinasi yang dialami mengetahui
halusina klien pengetahuan
si 4.2 Keluarga b. Cara yang dapat dilakukan klien keluarga dan
dapat dan keluarga untuk memutus meningkatkan
menyebut halusinasi kemampuan
kan c. Cara merawat anggota keluarga pengetahuan
pengertian untuk memutus halusinasi tentang halusinasi
, tanda dan dirumah, beri kegiatan, jangan
kegiatan dibiarkan sendiri, makan bersama,
untuk bepergian bersama
mengendal d. Beri informasi waktu follow up
ikan atau kapan perlu mendapat
halusinasi bantuan: halusinasi terkontrol dan
risiko mencederai orang lain
5. Klien 5.1 Klien dan 5.1.1 Diskusikan dengan klien dan Dengan
dapat keluarga keluarga tentang dosis, frekuensi menyebutkan
dapat manfaat obat dosis, frekuensi
memanf
menyebut dan manfaat obat
aatkan kan 5.1.2 Anjurkan klien minta sendiri
obat manfaat obatnya pada perawat dan merasakan Diharapkan klien
dosis dan manfaatnya melaksanakan
dengan
program
baik efek 5.1.3 Anjurkan klien bicara dengan pengobatan.
samping dokter tentang manfaat dan efek Menilai
obat samping obat yang dirasakan kemampuan klien
dalam
5.2 Klien 5.1.4 Diskusikan akibat berhenti pengobatannya
dapat minum obat tanpa konsultasi sendiri
mendemos
trasikan 5.1.5 Bantu klien menggunakan obat Dengan
penggunaa dengan prinsip benar mengetahui efek
n obat samping obat
secara klien akan tahu
benar apa yang harus
dilakukan setelah
5.3 Klien minum obat
dapat
informasi Program
tentang pengobatan dapat
efeksampi berjalan sesuai
ng obat rencana

5.4 Klien Dengan


dapat mengetahui
memaham prinsip
i akibat penggunaan obat,
berhenti maka
minum kemandirian klien
obat untuk pengobatan
dapat
5.5 Klien
ditingkatkan
dapat
secara bertahap
menyebut
kan 5
benar
penggunaa
n obat
VI. REFERENSI
Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama
Yusuf, Ah. Rizky Fitryasari P.K., dan Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Penerbit Andi
https://www.academia.edu/9797578/LAPORAN_PENDAHULUAN_LP_HALUSINASI
LAPORAN PENDAHULUAN
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SETIAP HARI
Pertemuan Ke :1
Diagnosa Kep : Halusinasi
SP :1
Hari & Tgl : 28 Desember 2020

Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :
Ds : Klien mengatakan sering mendengar suara-suara aneh tetapi tidak orang
Do :
- Klien terlihat berbicara sendiri
- Klien terlihat mendekatkan telinga kearah tertentu, dan menutup telinganya
2. Diagnosa Keperawatan :
Halusinasi
3. Tujuan Khusus :
- Klien dapat mengidentifikasi jenis halusinasi
- Klien dapat mengidentifikasi isi Halusinasi
- Klien dapat mengidentifikasi waktu halusinasi
- Klien dapat mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien
- Klien dapat mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi
- Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi klien
- Mengajarkan klien menghardik halusinasi
- Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik kedalam kegiatan harian

4. Rencana Tindakan Keperawatan :


- Mengidentifikasi jenis Halusinasi klien
- Mengidentifikasi isi Halusinasi klien
- Mengidentifikasi waktu halusinasi klien
- Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien
- Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi
- Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi klien
- Mengajarkan klien menghardik halusinasi
- Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik kedalam kegiatan harian

Proses Pelaksanaan Tindakan :


FASE ORIENTASI
1. Salam terapeutik : “Assalamu’alaikum selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Endah
Yunita Sari, bisa dipanggil perawat Endah, mahasiswa S1 keperawatan universitas
muhammadiyah jakarta, saya sedang dinas diruangan ini selama 1 minggu. hari ini saya
dinas pagi dari jam 7 sampai jam 2 siang nanti,  jadi selama 1 minggu ini saya yang akan
merawat ibu.

2. Evaluasi/validasi : “Boleh saya pinjam gelang yang ada ditangan ibu? kalau boleh tau nama
ibu siapa? Ibu senang nya dipanggil apa? Bagaimana perasaan ibu saat ini? Bagaimana
tidurnya semalam? Apakah ada keluhan bu?

3. Kontrak :
- Topik : “Baik bu bagaimana kalau sekarang kita mendiskusikan cara menghardik
halusinasi?”
- Tujuan : Tujuannya supaya Ibu merasa lebih tenang, dan suara-suara tersebut
berkurang, bagaimana Bu setuju?”
- Waktu : “Kira-kira berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 20 menit bu?
- Tempat : “Enaknya dimana ya bu kita akan bincang-bincang? bagaimana kalau
disini saja? Baiklah bu.”
FASE KERJA (Langkah-langkah tindakan keperawatan)
“Apakah ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu?”

“Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering ibu dengar
suara? Berapa kali sehari ibu alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu
sendiri?”

“Apa yang ibu rasakan pada saat mendengar suara itu?”

“Apa yang ibu lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu
hilang?”

“Ibu.. Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?”

“Baik ibu.. Caranya yaitu dengan menghardik suara tersebut”

“Caranya seperti ini: saat suara-suara itu muncul, langsung ibu  bilang, pergi saya tidak mau
dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu”

“Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi”

“Coba ibu peragakan! Nah begitu.. bagus ibu sudah bisa”

FASE TERMINASI :
1. Evaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien ( subjektif ) :
“ Bagaimana perasaan Bu Ani sekarang? Setelah tadi kita berdiskusi dan mempraktekkan
tindakan untuk menghardik suara yang muncul? silakan coba cara tersebut ya bu”

Evaluasi perawat (objektif setelah reinforcemenet) :


Setelah dilakukan reinforcement pasien terlihat lebih tenang dan senang ketika bisa
melakukan apa yang sudah di pelajari

2. Tindakan lanjut klien (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang
dilakukan)
“Baik, sekarang latihan tadi kita masukkan ke jadwal harian ya bu berapa kali ibu mau
latihan cara menghardik? Ketika suara-suara nya muncul ya bu? Baik lah bu”
“ibu ini saya buatkan daftar untuk latihannya ya, nah disini kan ada format-formatnya ibu
bisa lihat, Nanti tolong ibu tulis M (mandiri) bila ibu melakukannya sendiri, tulis B
(bantuan) bila ibu dibantu dan, tulis T (tidak) bila ibu tidak melakukan”

3. Kontrak yang akan datang :


- Topik : “Baik bu, Bagaimana kalau kita besok bertemu lagi untuk belajar dan latihan

mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua”

- Waktu : “Kira-kira ibu bisa latihan jam berapa? Jam 9 pagi bu? Baik lah bu”
- Tempat : “ Tempatnya disini lagi saja yah Bu Ina, bagaimana apakah bersedia?”

Anda mungkin juga menyukai